『2』
"Kenapa memanggilku, Nikishima?" tanya Jun membuyarkan semuanya. Aku menggelengkan kepalaku lalu tersenyum sembari menunjuk ke jam. Jarum jam menunjukkan pukul 11:11 malam.
"Ayo buat permintaan, Jun-kun!" ajakku dengan wajah bahagia. Ya, kami berdua keluar berjalan-jalan sebentar di hari liburan ini. Setidaknya untuk menghibur hati yang kelelahan akan segala kegiatan sekolah juga idol―tentu saja bagianku adalah produser.
"Heh, mah, permintaanku adalah mengalahkan Sagami Jin."
Aku merengut sedikit kesal karena pemuda di hadapanku ini tak henti-hentinya membicarakan soal bagaimana caranya dia bisa mengalahkan guru favoritku di Yumenosaki. Terkadang sih, dia juga kesal saat aku berkata bahwa guru itu baik sekali, heran padahal memang benar.
"Uh, Jun-kun ini―"
"―tunggu, kau barusan memanggilku apa?"
Aku mengerjapkan mata sedikit canggung. Sial, dia menyadarinya, batinku sedikit cemas.
"J-jun-kun."
"Hahaha!"
Dia tertawa terbahak-bahak. Wajahku makin memerah, lantas karena marah aku menginjak kakinya, membuatnya mengaduh kesakitan.
"Memangnya tidak boleh yah?" gerutuku.
"Tidak tidak, tentu saja boleh. Maksudku, aku tidak tau Nikishima orangnya seperti ini. Yah, kau itu kan orangnya lemah, sudah lemah malas lagi."
Ugh―
"Oh, dan jangan lupakan kau ini benar-benar seperti kelinci. Tidak bisa ditinggal sendirian dan tidak bisa melakukan apapun tanpa orang lain, desu yo~"
Crack!
Mulutnya, sialan.
"Tapi yah, aku senang kau ada kemajuan. Daripada terus-terusan bersembunyi seperti anak kelinci itu. Harapanku adalah, agar kau bisa hidup bahagia dengan lepas, tidak terkekang akan sesuatu―sepertiku."
Tanpa sadar, ia menyunggingkan senyum miris. Ikut membuat hatiku sedikit merasa sedih melihatnya. Memangnya ia terikat oleh apa hingga bisa berekspresi seperti itu...?
"Dan aku harap, Jun-kun bisa lebih memuji memuji memuji memuji dan lebih memujiku!"
Ia menyunggingkan senyum remeh lantas mengacak suraiku seperti biasa. Membuatku harus menghindar, mengeluh lalu memperbaikinya lagi dengan memasukkannya ke dalam syal ini.
Tidak, Jun-kun tidak pernah tau bahwa aku melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan padaku dulu.
Aku harap, kau bisa menunjukkan senyuman itu lebih banyak lagi. Dan tidak terkekang oleh sesuatu yang kau alami saat ini, semoga kau bahagia selalu, Jun.
"Apa yang kau pikirkan, kelinci kecil, hm?" tanyanya.
"Aku memikirkan soal Leo-senpai kok, huh! Kemarin dia baru saja mengejek tinggiku lagi." Aku mengelak sembari menggembungkan pipiku.
Ia terkekeh. "Yah, wajar sih. Kau kan memang pendek dan kecil."
Aku merengut tak terima, memukul-mukul punggungnya dengan pelan lantas berjalan lebih duluan darinya. "Jun-kun saja yang terlalu tinggi, bleh~!"
Ia menggelengkan kepalanya, lalu menyusulku. Tanpa basa-basi ia menggandeng tanganku, menggenggamnya dengan erat seolah takut bahwa aku akan menghilang begitu saja. Tangannya yang besar dan hangat masih sama saat pertama kali kami bertemu.
Tapi, aku sedikit heran dengan pertemuan itu. Ada yang ganjil. Kenapa bisa ia berada disana tengah malam waktu itu? Sekolahnya kan cukup jauh dari sekolah kami. Jika ingin berjalan-jalan saja, rasanya alasan itu tidak cukup.
"―uwah!"
"Jun-kun! Tunggu, jangan cepat-cepat!" protesku yang hampir saja terjatuh.
Ia terkekeh seraya tertawa mengejek. "Ayo cepat atau akan kutinggal sendirian, lho, Kumiko~"
K-kumiko―!
"Impas kan? Matte, kau malu? Haha." Ia tertawa.
Sial. Mulutnya yang satu ini memang yah.
Tapi, sepertinya permintaanku terkabul. Senyuman itu tak henti-hentinya ia sunggingkan selama perjalanan kami menuju rumah.
Dan di sela-sela canda tawa dan percakapan kami menuju rumah, tanpa sadar perasaanku mulai terbagi. Aku tidak tau, apakah hati ini untuk Leo-senpai ataupun Jun-kun.
―END―
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro