Sins #3: Tanggung Jawab Belia
🌊💘🎣
10 SINS OF
BEING SINGLE. |
Selama 5 tahun sendiri, Tharene punya satu prinsip saat menjadi single.
Self-written journal of Tharene Irena. Pasal 21, ayat 4A. Kepada semua lelaki yang mendekatinya, chill, Tharene tidak pernah menutup hati seratus persen, sebenarnya. Ayo sini merapat.
Sesuai ayat selanjutnya 4B, prinsipnya begini; Silahkan mendekat, tapi jangan terlalu dekat. Sebab ayat 4C mengatakan; tidak jamin bakal terpikat.
Akan tetapi, kala di pesta ulang tahun Raymond 1 tahun lalu, prinsipnya agak sedikit berubah.
Penyebabnya?
Gara-gara seorang cowok tinggi berlesung pipit tipis sebagai komplementer sempurna untuk senyuman seteduh biru mudaㅡwarna sweater yang dikenakannya malam itu.
Namanya Andrean Rahardja. Tidak tahu silsilah darimana cowok itu dipanggil Dean. Namun selain informasi bahwa Dean adalah sahabat SMA Raymond, Tharene cuman tahu kalau cowok itu punya kerut senyum dan lesung pipit yang menawan.
Heee, mengingatnya saja bikin pipi memerah. Tapi percayalah, Rere tidak punya niat memacari Dean. Serius. Dia bukan wanita yang langsung terkapar melihat ketampanan seseorang.
Kalau kata Mas Hansolㅡpemilik channel Korea Roemitㅡkesukaannya; 'Jangan terlena sama cowok ganteng, yo, rek. Bahaya.'
Harus diakui, ketimbang mantan-mantan lain, Dean lebih punya tempat spesial di hati Rere. Dean itu sempat mengisi hari-harinya. Semakin mengenal pemuda itu, Tharene perlahan menemukan bahwa konsep single-nya tidak lebih indah daripada konsep in a relationship dengan Andrean Rahardja.
Tapi memang dasar yang namanya hidup, ada saja hal-hal idiot nan mengesalkan yang terjadi. Seolah hidup Tharene sengaja dipanjang-panjangkan sampai season 100 karena si penulis kisah hidupnya belum ingin serial ini berhenti. Heran.
Tharene pun sudah tak mau ingat mengingat soal Dean dan kedekatan mereka yang berlalu. Lagipula dia tidak merasa kisah cintanya selalu mengenaskan atau bagaimana. Hanya saja agak hambar. Begitu-begitu saja. Tidak menggemaskan. Tapi hal itu tidak akan membuatnya mengeluh.
Meski terkadang Tharene merasa sepertinya dia ini hasil reinkarnasi pelakor pada zaman kerajaan Majapahit sebab dia tidak pernah merasakan keuwuan seperti orang-orang, dia tidak terlalu ambil pusing soal itu.
Iya, itu Tharene kutip dari status jutaan manusia twitter. Tidak orisinil, blah.
Intinya Tharene cukup senang karena ia bisa menghabiskan banyak waktu sendirian, mengeksplor lebih dalam tentang potensi dirinya, melakukan hal yang benar-benar ia inginkan, dan menemui orang-orang yang memang ia ingin temui.
Raymond sebagai sepupu sekaligus sahabat yang baik kerap kali menyelamatkan dirinya dari kebosanan. If you see this, Ray, thank you! Much love.
Terkadang juga, ketika kumpul keluarga dan bombardir pertanyaan 'kapan punya pacar' muncul di permukaan, keduanya akan bertransformasi menjadi pahlawan Avengers. Kombinasi Tharene dan Raymond itu ibaratnya Captain America. Tentu saja Raymond itu perannya cuman jadi tameng besi. Kaptennya, yah, harus Tharene, dong!
Raymond akan dimanfaatkan oleh Tharene sebagai tameng pemancar kebohongan.
"Aku lagi deket sama temen Raymond, kok."
"He eh, he eh. Ganteng, Tante. Kayak aku."
Terserah bacotan Raymond. Intinya Tharene tetap merasa berterima kasih.
Tharene merasa puas-puas saja. Sebab ia tidak merasa harus mencari jodoh secepat itu. Meski terkadang melihat beberapa postingan temannya yang sudah dilamar membuatnya merasa sedikit 'kalah' alias minder.
Untuk hari-hari tertentu, seperti hari valentine, hari raya, atau hari ulang tahunnya, ia terkadang sempat berpikiran konyol seperti membayar pacar sewaanㅡuntuk menghindari pertanyaan menusuk.
Tapi mengingat betapa menyeramkannya dunia saat ini dan mungkin saja ia ditemukan kehilangan keperawanan dengan badan penuh luka tusukan mengapung bugil di kali Jakarta yang joroknya bukan main, membuatnya mundur teratur saja.
Lebih baik uangnya ditabung untuk membeli baju atau makeup baru. Oh, astaga, membicarakan uang ia jadi ingat kalau ia belum bayar biaya subscribe Netflix dan Youtube Premium bulan ini.
"Ray, bayarin Youtube Premium dan Netflix aku, plis. Duit jajanku belum turun." Tharene merengek begitu Raymond mengangkat telepon.
Raymond yang tersenyum datar di seberang mendecakkan lidah. "Re, jadi manusia tuh kalau lagi telepon harusnya bawa kabar baik."
"Ini kabar baik. Artinya kamu masih sepupu yang paling aku sayang dan aku andalkan. Tamengku sheyenk."
"Tameng sekarepmu," Raymond terkekeh kecil. "Tuh, sudah dibayar. Coba buka."
"Wow, so fast! Apa kamu agen ekspedisi merah favoritku? Because you are sicepat."
"Ngomong apa sih lu? Habis kena prank jadi gila, ya?"
Tharene membetulkan posisi duduk dan mengenakan earphone dengan cepat. Ia memijat pelipis sebelum menatap kuku-kuku cantik hasil nail art tadi siang untuk memperindah suasana hatinya yang keruh. "Don't remind me of that shit."
Raymond tertawa terbahak-bahak. "Sudah lama nggak dengar kamu ngomong kayak gitu sejak dikecewain Dean."
"Don't even dare to mention the shit, Ray." Tharene mendesis.
Raymond tanpa peduli malah melanjutkan dengan cekikikkan puas. "Jadi, lebih shitty mana? Andrean atau Tamaheru?"
"You. You are the shittest, Ray!" Gadis itu mengerucutkan bibir bersamaan dengan suara desisan sebal.
Tharene dapat mendengar Ray yang biasanya sok cool malah tertawa terpingkal-pingkal dengan bahagia. "Eh, Tama itu kayaknya bekas anak SMA Chandrawaka. Adik kelasku dulu. Aku habis stalk, nih."
"Ngawur!"
"Aku nggak ngenalin kalau kamu sebut Tama. Soalnya panggilan dia dulu mah Tahu."
"Hah? Tahu?"
"Iya, Tahu. Tamaheru Hutomo. Ta. Hu."
"Nggak gemes. Lucuan Timo-chan. Udah ganteng, baik lagi doi!" Tharene pernah sesekali berbicara dengan Timo-chan alias Artha Timotius Chandra. Terakhir kali saat di Bandara, waktu mengantar pria tampan tersebut menimba ilmu di Sydney.
"Artha ganteng ya, Re? Sama Dean ganteng mana?"
Lagi-lagi, Ray si ikan lele menyebalka mulai mengusili Tharene, yang mana hanya direspon seadanya. "Hahagatau."
Lalu Tharene buru-buru mengalihkan topik konversasi. "Kenapa dipanggil Tahu by the way?"
"Di kelasnya ada Tamara Hizzah. Inget, 'kan? Adik kelas yang dulu pernah deket sama aku pas SMA. Nah jadi biar nama mereka nggak tabrakan, satunya dipanggil Tamara, satunya Tahu."
Tharene mengernyitkan dahi. "Kok nggak adil? Kenapa yang satu lagi bukan Tahi?"
"Bodo amat. Sabodo teuing," celetuk Ray sok meniru bahasa Sunda padahal Ray itu totok Medan. Cih, mentang-mentang ceweknya ngefans sama kota Bandung.
"Tapi benar juga. Memang dunia ini selalu lebih keras sama laki-laki." Raymond manggut-manggut. "Nggak adil."
Tharene yang tadinya terkekeh sekarang mendadak diam. Ada satu pesan masuk.
"Ray! Tama kirim WA ke aku!"
Dengan intonasi yang terdengar aneh, Raymond membalas. "Buka, gih."
Untuk beberapa alasan yang tak diketahui, jantungnya berdegup sedikit lebih cepat saat melihat nama Tamaheru Hutomo muncul di layar ponsel.
|+62 8xxx xxxx xxx |
Malam, Kak. Ini Tama. Sori banget. Tama tahu salah. Tapi kita milihnya juga benar-benar random. Bukan sengaja gangguin Kak Tharene. Kakak mau ketemu, nggak? Si Ungu masih ada sama aku.
Tentu saja Tharene tahu kalau 'Si Ungu' yang disebut adalah casing dengan emboss huruf capital nama lengkap kepunyaannya. Tapi gadis itu sudah tak begitu peduli.
Buang aja. Tharene membalas cepat.
Ia hendak lanjut berbincang dengan Raymond, tapi mendadak sambungan terputus dan yang dilihatnya adalah satu notifikasi chat dari Raymond yang menyuruhnya membuka pintu rumah.
Apa, sih? Bola matanya mengerjap dua kali sebelum sukses mencerna maksud pesan Raymond. Tapi tatkala ia menjalankan perintah sepupu sepantarannya dengan angan-angan dibawakan banana nugget rasa cokelat sebagai kejutan, yang ia dapatkan malah pangeran ikan salmon berdiri tegak di depan pintu kos. Tidak menduga bahwa pintu terbuka bahkan sebelum diketuk, Tama mengangkat satu tangan dengan kikuk.
"Oh? Halo, Kak."
"Ngapain disini?!" tanya Tharene. Dirinya yang tersadar bahwa tidak ada satu lapisan kosmetik yang melapisi wajahnya pun segera menutup setengah wajah. "Tahu rumah saya darimana?"
"Ehe... Rahasia," jawab Tama memamerkan sederet gigi.
Sialan, pasti Ray!
Casing Tharene mendarat di telapak tangan. Tak hanya itu, ada satu tas kertas diberikan Tama. Satu cup large bubble tea, satu pop socket berwarna lavender, dan secarik kertas berisi permintaan maaf yang ditulis buru-buru.
Tharene tak habis pikir untuk apa manusia ini repot-repot memberikan itu semua. Well, tapi menolak ketulusan itu pamali, 'kan? Lagipula itu sudah dipesan less sugar, less iceㅡsesuai kesukaannya.
Dalam hati Tharene memilih memaafkan ikan idiot ini untuk satu hari. Meski begitu, lidah Tharene itu selalu ogah bekerja sama dengan hati. Wajahnya masih tetap tidak menunjukkan tanda-tanda persahabatan.
"Dikira gini doang bisa bikin saya maafin, ya?"
"Bisa," Tama mengangguk dengan bola mata polos.
"Nggak."
"Bisa."
"Ngawur kamu."
"Ah, masa?"
Dih? Kok bocah ini mengesalkan sekali, ya?
Rasanya ingin sekali Tharene gulung bersama semua ketengilannya lalu digoreng dan ditusuk-tusuk saja, biar dia mirip dengan sate telur puyuh.
"Ah, kakak ini," Tama berkacak pinggang kemudian mengulas simpul bibir. "Udah jomblo, gengsian pula. Haaah~ susah."
"NGOMONG APA KAMU?!"
"UDAH JOMBLO, GENGSIAN PULA. HAAAAAH." Tama membuka mulut lebar-lebar. Oh tenang, mulutnya wangi odol.
Dengan satu alis terangkat usil ia melanjutkan terror napas, "HAAAAA~ SUSAAAH. UDAH DENGER BELOM, KAK?"
DEMI TUHAN!
Maksud ucapan Tharene tadi bukanlah menuntut pengulangan yang harafiah dari mulut Tama. Tapi bocah sialan itu malah berani sekali mengulang kalimat haram tersebut. Plus, dengan volume sekencang itu!
Dosa apa yang sudah Tharene lakukan sampai harus menerima perlakuan seperti ini?
Jangan-jangan dia ini sungguhan pelakor zaman Majapahit! No way!
Apa karena dia Ras Jombloid? Diskriminasi di tahun 2020? Ha. Sial. Berani sekali sesama Jombloid menghina!
Padahal (kalau apa yang dikatakan Tama benar) dirinya ini lebih senior dibanding Tama yang baru jomblo 5 bulan. Harusnya Tama ini hormat kepadanya. Dia ini master jomblo. Kalau ada kuliahnya, mungkin dia ini sudah sarjana bergelar S2.
Kalau tidak ingat dia pernah les bela diri seperti judo dan taekwondo (bahkan memenangkan beberapa penghargaan), pasti sudah akan benar-benar dipakainya lagi untuk menendang pemuda menjengkelkan yang satu ini.
Sabar. Sabar. Beruntung Tharene baik. Belum ingin Tamaheru masuk rumah sakit karena impoten.
"By the way, kalau Tama impoten gara-gara tendangan kakak kemarin, tanggung jawab ya, Kak."
Jadi, Tharene hanya sekadar berdesis kesal, dahinya berkedut menahan diri. "Ya, ya," balasnya acuh tak acuh.
"Beneran, nih?"
"Iyeee. Mau lo ape?"
Namun ia mendadak menyesal merespon begitu, juga karena tak jadi menyakiti adik kecil Tama. Bahkan Tharene pikir harusnya dicincang saja sekalian!
Sebab tiba-tiba saja, Tama dan cengiran polosnya bersua begini.
"Dinikahin. Ehe." []
TO BE
CONTINUED. |
NOTES:
Emang Tama tuh ngeseliiiin hahaha. But but but Tama itu ngeselin+nyebelin tapi polos+uwu.
Singkat kata Tama itu annoying but uwu.
Dapet feelsnya gak?
°
ALSOOO HAPPY VALENTINE'S DAY, KAWAN-KAWAN JOMBLOID 😛💯 aku update biar kalian gak sedih pfft.
°
Karena besok cast ini muncul, aku attach ya!
✒ Attachment:
Andrean Raharja a.k.a Dean from 'To Artha, Boy I've Loved Before'.
○
Andrean Raharja a.k.a Dean yang sekarang sudah kuliah 🙈
Karena dari dulu aku emang pengen bikin KookVRene (+ NamVRene) jadi kupakai Jeon Jungkook di sini sebagai visual pengganti Andrean Rahardja 🥰❤ Jangan lupa sayangi dia juga, ya!
P.s. credit photos to respected owner.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro