Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sins #14 : Biar Sama Kayak Yang Lain

🌊💘🎣

10 SINS OF
BEING SINGLE. |

Setelah sesi peluk-haru yang berhenti karena diinterupsi Tama yang sibuk mencari Mie Mantaap, akhirnya Tama punya kesempatan official berkenalan dengan Kak Dean. Ini baru the real mantaap. Ha!

"Ngapain di sini kalian berdua?" tanyanya.

"Bulan madu," jawab Dean asal, kemudian meringis. "Ya belanja, bro. Masa bulan madu."

"Bulan madu itu apa, Kak? Beli madu?" Tanya Yeri polos lewat bahasa isyarat.

Tama menggeleng cepat kemudian menutup mata Yeri, takut-takut jika adik kecilnya membaca yang tidak-tidak lewat gerak mulut lawan bicaranya.

"Tharene!" Tama mendekat pada sosok yang dipanggil dengan riang. "Gimana suasana hatinya hari ini?"

"Hah?" Tharene melongo. "Ya, enggak gimana-gimana. Random amat pertanyaanmu. Nggak sopan pulak, nggak pakai embel-embel kakak."

Kekehan terurai begitu saja dari bibir pemuda itu. Sekarang posisi Tharene begitu membingungkan. Tama di depan, Dean di belakang. Ha-ha. Maju salah, mundur salah.

Alhasil gadis itu menyentil pelan lengan Tama. "Minggir."

"Nggak mau."

"Heh!"

Tama hanya senyum-senyum, memamerkan gigi.

"Re, ini dia siapa, sih?" Dean mencuat dari atas bahu Tharene.

"Temenku."

Seketika jawaban sang gadis membuat Tama tersenyum sumingrah. "Alhamdulilah, naik pangkat," ujarnya begitu khusyuk.

Ternyata Tama dianggap teman.

Wajar saja, dia pikir selama ini yang dia lakukan hanyalah menganggu Tharene. Untunglah dia bukan disebut 'nggak kenal'. Mentok-mentok ekspektasi Tama sih, 'adik kelas' lah. Mungkin ini rezeki anak biadab yang suka menganggu iman Tharene Irena.

Di luar sana Tama memang tersenyum-senyum saja. Tapi sebenarnya jauh di dalam sana dia mulai mencium ketidak beresan saat menilik tensi diantara Rere dan Dean. Maklum, anjing peliharaan juga punya kemampuan sniffing.

Tama lalu mendorong bahu Tharene. Si gadis yang tengah menggenggam gagang trolley jadi terkejut dan mengikuti saja meski sebenarnya alisnya berkerut heran. "Ngapain, woi?!" desisnya bisik-bisik kalut.

Di belakang sana Yeri ditinggal dengan Dean yang kebingungan. "Itu abangmu, ya?"

Yeri mengangguk.

"Adek umur berapa?"

7 jari terangkat, Yeri menyengir manis. Kemudian Yeri menggerakan jari dengan cepat. Entah apa itu, Dean tidak paham tapi yang penting senyum saja dulu sampai lesung pipitnya kelihatan. Yang paham hanya Tama yang kini di depan, memberi jempol dari jauh pada adiknya yang menggemaskan.

Kakak Dean, kamu kalah ganteng sama Kakak aku, Kak Tama. Udah di sini aja.

"Tama, kamu ngapain sih?" Tharene bersungut-sungut.

Dalam seketika Tama menghimpit tumbuh Tharene ke kulkas. Rasa dingin menyebar ke punggung, si gadis mematung di tempat.

Ini mau ngapain, sih? Jerit Tharene dalam hati, merasa panik.

Bibir Tama lalu mendekat pada telinga Tharene, dia berbisik pelan sekali. "Kakak habis nangis, ya?"

Tharene menggeleng cepat.

Satu telapak tangan Tama menempel di dinding kaca, satunya lagi bertopang di pinggul, lalu dia seperti sedang mengendus-ngendus sekitar wajah Tharene. Satu alis dinaikkan bersama dengan senyum miring. "Corgy-mu mencium ketidak beresan. Hmh, ada apa ini?"

"Nggak, tadi cuman ngobrol sama Dean."

Matanya disipitkan, Tama lalu menjauh. "Ya udah, tunggu sini bentar."

Tak lama dalam hitungan detik, Tama kembali dengan satu bungkus eskrim Conetto. Diulurkanlah benda itu pada Tharene. "Aku beli Conetto soalnya menurut aku ini paling enak dimakan kalau lagi badmood."

Melipat bibir, Tharene hanya bisa bertanya-tanya dalam hati.

"Nggak usah bohong di depanku. I mean, nggak masalah kalau nggak mau cerita. Tama ngerti kepercayaan itu dibangun perlahan. Tapi kalau suasana hati lagi buruk, cukup mengangguk dan akui hal tersebut aja. Setidaknya kalau bisa jujur lepas kan lebih lega." Tama tersenyum. Bangga juga dia karena merasa bijak. Tumben juga. Tama kira selama ini mulutnya cuman bisa memuntahkan bacotan idiot. Ternyata, sekali-kali dia berfaedah. Keren nggak, sih? Ehe.

Tharene masih terdiam. Akhirnya pemuda itu meletakkan es krim di telapak tangan Tharene. "Yang ini udah dibayar," katanya. "Ya udah, aku balik dulu jajanin Yeri. Dah, Kak!"

"Makasih..." kata Tharene pelan saat punggung Tama baru saja hendak menghilang dari pandangannya. Meski samar namun ucapan lembut si gadis masih audibel oleh Tama yang sekarang badannya balik menghadap Tharene.

"Sama-sama," jawabnya kalem. "Kakak ngutang aku satu es krim, tapi Tama nggak terima uang, ya."

"Mau dibayar pakai apa?"

Tungkai Tama berhenti, berputar 90 derajat. "Hmmm..." dia mengusap dagu. Benar-benar serius berpikir sampai Tharene penasaran setengah mati.

"Can I call you with Rere?"

Eh? Tharene berkedip heran. "Re... re? Cuman itu?"

"Ng, Rere." Tama mengangguk mantap. "Biar sama kayak teman dekat kakak yang lain."

Kaki Tharene digesekkan malu-malu. Bola matanya berotasi ke kananㅡmenghindari kontak mataㅡkemudian dengan merah tipis di pipi, Tharene berkata pelan-pelan, "Sebenarnya dari dulu kamu boleh manggil gitu, sih..."

Haaaft. Terbang sudah Tama. Ternyata pangkat dia naik double. Teman dekat, katanya. Meski ada kosakata teman di sana, nggak masalah. Toh ada kosakata dekat-nya.

Lihat saja. Tama bakal meningkatkan badge ini. Silver button, gold buttonㅡenyahlah. Ini diamond button! Langka! 

"Rere," panggil Tama, mesem-mesem nggak jelas.

"Apaan?"

"Rereee~"

"APA?!"

"Kalau mau nambah bayaran boleh?" 

Tharene mengangguk malas. Berterima kasih sajalah karena dia tadi sudah dihibur. Apalagi Tama suka membelikan dia bubble tea. "Mau nambah apa? Bakso? Siomay?"

"Rerenya ditambah."

Huh?

"Rere Sayang, gitu."

Ah elah, sempakRere menatap Tama dengan wajah datar, lalu pergi meninggalkan Tama yang sekarang kegirangan sendirian sambil ber-ehe-ehe ria. Dasar orang gila.

Lagipula kenapa sih Rere kena jebakan betmen-nya Tama terus?! Bajigur! Memang ya ikan salmon kesetrum pelet listrikㅡsirkuit otaknya pasti sudah konslet.

"Rere?" Tama bersuara dari kejauhan.

Cuekin, cuekin aja, pikir Tharene sambil mendorong trolley pergi dan mengantri di kasir.

"Rere Sayaaaang~?!" Tama pura-pura mencari Sayang-nya, padahal matanya sedari tadi sudah bertatap-tatapan dengan Tharene yang resah. "Sayangku dimana, ya?"

"Rere Sayanㅡ"

"JANGAN BIKIN MALU!!!" 

Akhirnya Tharene meledak, nyaris melempar trolley ke muka Tamaㅡtapi dia tidak kuat mengangkatnya jadi dia cuman mengumpat sekali lagi dalam hati. ARGH! SETAN! 

Setelah melihat tanduk iblis mencuat dari kepala Tama, barulah lelaki itu puas. Dia langsung ngacir dan sibuk mencari adiknyaㅡpura-pura tidak tahu dan berlagak seolah bukan dia yang diteriaki. Menjauh dari TKP teritori emosi Tharene, Tama berpamitan cepat kepada Dean yang tadi menjaga Yeri, lalu dua saudara itu pun kembali ke rencana awal mereka yaitu, belanja camilan. 

"Enaknya gangguin anak orang." Tama diam-diam menyengir. "Ehe." []

TO BE
CONTINUED.   |

NOTES

Mau fast UP gak?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro