Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sins #1: Sinden & Salmon Sinting



🌊💘🎣

10 SINS OF
BEING SINGLE. |

Tharene Irena itu Sinden-single independen. Sudah rekor 5 tahun.

Kata orang-orang, banyak ikan di laut. Lantas kenapa tidak coba tangkap satu?

Begini, ya.

Tharene tidak punya alat memancing dan tidak bisa berenang. Selain itu tidak sudi melahap ikan buangan laut yang hobi menggelepak-gelepak agresif di pasir. (Baca: Tharene tidak punya bakat flirting dan malas mencari. Selain itu dia juga ogah didekati laki-laki aneh yang kebelet punya cewek.)

Lagipula, tahu tidak, kenapa sejak jaman dulu tiap tahun bulan pertama Januariㅡdiawali dengan huruf Jㅡdan bulan terakhir Desemberㅡdiawali dengan huruf D?

Kalau belum, sini Tharene Irena tambahkan ilmu pengetahuannya biar pintar.

J stands for Jangan Pacaran. D stands for Dilarang Pacaran.

Bagaimana? Sudah jelas adik-adik sekalian? Ha.

Sepertinya memang kakak cantik yang ini salah jurusan. Daripada mengambil ilmu marketing, seharusnya dia ambil jurusan cocoklogi saja.

Lagipula dunia perskripsian ini bikin dia sudah hampir mati tercekik. Yang Tharene Irena butuhkan hanya gelar sarjana.

Seandainya e-commerce di Indonesia baca jeritan hati ini, tolong saat 11-11 atau HarBolNas nanti jual gelar sarjana, ya?

Tidak diskon besar-besaran juga tidak apa-apa. Rere bakal beli pakai tabungan hasil mengirit biaya di kos-an.

Dia benar-benar tidak tahan lagi. Padahal mulai saja belum. Terkutuklah slogan 'Mulai Saja Dulu' milik salah satu marketplace kebanggaan Indonesia yang ambasadornya boyband korea super hits sedunia. Omong kosong banget.

Bagaimana bisa mulai? Coba pikir. Bab 1 miliknya lagi-lagi dicap revisi. Latar belakang ini membuatnya ingin salto ke belakang saja rasanya.

Ah. Oke. Tenang.

Tinggal dikerjakan saja jadi tidak perlu mengeluh susah, ribet, atau apa lah. Harus semangat. Demi masa depan. Kalau kata boyband Sm*sh yang dulu ngehits pada masa SMA; Harus senyum semangat. Singing all day long.

Jujur hayati tidak paham, mungkin maksudnya kalau pusing, ya sudah nyanyi aja seharian. Biar pusingnya menular ke orang-orang yang mendengar nyanyian fals bising kamu. Lalu kamu pun tidak pusing sendirian. Mendingan, 'kan?

Oke, lupakan. Tadi itu Tharene agak ngaco. Meski skripsinya direvisi dan dilempar ke lantai oleh dosen pembimbing, menurut Rere, itu tidak seberapa melelahkan dibandingkan pertanyaan basa-basi milik Wendy yang dilemparkan untuknya saat selesai menyantap bakmi ayam di kantin.

"Rere, kamu sampai kapan mau jomblo?"

Ugh. Entah sudah berapa juta kali dia mendapat pertanyaan seperti ini semenjak single. Hayati capek.

Terakhir kali dia memiliki pacar adalah saat senior tahun kedua. Berarti sudah 5 tahun dari itu. Dan sudah selama itu juga persahabatannya dengan Wendy terangkai. Sekarang umurnya baru melewati 21 tahun dan menurut Tharene, dia bahkan masih terlalu muda untuk menikah.

Lantas kenapa lingkungan ini terus-terusan mepetin Tharene supaya punya pacar lalu kawin, ya? Ngawur. Skripsi aja belom kelar.

"Rereee!" Wendy yang merasa diabaikan mulai merengek. "Kamu kenapa sih nggak mau pacaran mulu?"

"Kenapa harus mau pacaran mulu?"

"Ya, kenapa harus jomblo? Kan ada yang deketin kamu."

"Ya, 'kan, akunya nggak suka," cetus Tharene.

Namun detik setelahnya ia agak menyesal, sebab jawabannya tadi hanya akan mengundang respons klise yang sudah-sudah. Tharene sudah tahu apa reaksi yang akan ia terima.

"Masa semua tidak cocok?"

"Kebetulan gitu."

"Kamu belum move-on? Kamu sebenarnya nggak ada trauma atau apa, 'kan?"

Sigh. Benar 'kan.

Kalau bukan sahabat, mungkin cewek yang bernama Wendy Wiryana ini sudah ditempeleng dengan jurus taekwondo yang Rere geluti sejak sekolah dasar.

Kelihatannya lingkungan hanya memandang bahwa orang yang punya 'trauma' saja yang boleh menjadi single. Seolah-olah 'single' itu haram sakralnya. Seolah-olah 'in a relationship' itu sangat surgawi, jadi jangan sampai ada manusia yang terjerumus ke neraka jomblo.

Kenapa, sih? Kenapa Ras Jombloid seperti Tharene Irena harus didiskriminasi seperti ini?!

Bahkan di dalam strategi marketing sekalipun, jomblo juga didiskriminasi. Dimana-mana hanya ada couple discount, mana ada jomblo discount? Tidak adil!

Pokoknya usai lulus kuliah, Rere janji akan menjadi marketers yang mengayomi para Jomblo dan Sinden di seluruh Indonesia Raya.

"Terakhir kamu pacaran sama Si Kak Cupang... Apa jangan-jangan kamu masih belum move on?" Wendy mengerutkan alis dengan cemas.

"Namanya Cu'ong Pangestu. Nama orang kok diganti-ganti."

"Whatever. Dua-duanya aneh. Untung orangnya ganteng," cibir Wendy, tapi mendadak ia terkesiap, "Wait... No way! Jangan-jangan memang belum move on dari Kak Cupang?"

"Ngaco, ya? Sudah 5 tahun kali."

Demi apapun. Masih ada sekitar 7,5 miliar manusia di muka bumiㅡitu pun hanya yang tercatat di dalam sensus, belum lagi yang tidak tercatatㅡmasa Tharene Irena belum move on dari ikan cupang songong yang kerjaannya hobi selingkuh itu? Mustahil.

Tharene itu sudah move on se-move-move-nya. Hatinya sudah kosong lapang siap diisi. Asal bukan dengan omong kosong.

Banyak yang terburu-buru menjalin cinta, barangkali hanya Tharene Irena yang menghargai betapa menyenangkannya jadi seorang jomblo.

"Ngaku, Wen. Kamu sebenarnya mau ngenalin aku sama siapa lagi, sih?" dengus Tharene sambil melirik sahabatnya yang tersenyum-senyum karena tertangkap basah. Tentu saja. Ini bukan pertama kalinya Wendy mencoba menjodohkan Tharene.

"Ini doi yang mau kenalan."

"Siapa?"

"Kamu tertarik?"

"Ya, siapa dulu?" Tharene merespon malas-malasan.

Dia tidak pernah menutup hati pada lelaki. Well, memang tidak terbuka sepenuhnya, namun setidaknya tidak terkunci. Menurut Rere itu sudah cukup. Lagipula tidak semua orang bisa dipercaya. Apalagi laki-laki yang sedari awal punya tujuan memacari wanita. Kebaikan itu bisa saja dalam tanda kutip.

Selama 5 tahun ini, Tharene sempat dekat dengan beberapa lelaki. Ditolak dan menolak itu sudah biasa.

Dia pernah suka pada Deanㅡlelaki yang ia pikir akan jadi pacarnya tahun kemarin, tapi tidak. Dia juga pernah mencoba (lebih tepatnya, memaksa diri) untuk dekat dengan Aiden dan hanya berakhir naas karena secara tidak langsung Rere sudah menjadi tersangka PHP alias pemberi harapan palsu.

Habis mau bagaimana? Perasaan itu tidak bisa dipaksa. Dia ingat Raymond Hernandoㅡkakak sepupu sekaligus satu-satunya sahabat lelaki yang Rere punyaㅡpernah bilang seperti ini;

"Nolak orang itu tidak apa-apa. Masa iya kamu harus suka balik sama semua orang yang suka kamu? Kamu mau pacaran apa ternak ikan lele?"

And thanks to that, Tharene Irena semakin percaya diri dalam menolak jalinan romansa.

"Nih, temen SMP-ku, dia mau kenalan gara-gara update instagram story sama kamu kemarin."

Wendy mulai menunjukkan akun temannya dengan kilat. Sedangkan Tharene hanya bisa memangku dagu, berusaha menghargai usaha Wendy, lalu bergumam pelan, "Iya, lumayan."

Tharene tidak berbohong. Memang tampak decent. Katanya jurusan arsitektur. Pria itu juga good-looking dan cukup tinggi.

"Mau, ya? Daripada kamu jomblo 5 tahun."

Ha-ha. Padahal jomblo enak. Tapi Tharene cuman bisa tersenyum tipis sebelum ponselnya bergetar. Satu alarm pertanda bahwa dia masih punya kelas sampai jam 7 malam nanti.

Saatnya pergi daripada dijejalkan lelaki terus menerus.

Tharene pun undur diri. "Ya udah aku kelas dulu. Dosennya killer."

Gadis itu membetulkan poni sekilas sebelum menekan tombol lift, sembari menyelip diantara keramaian, ia membuka notifikasi di aplikasi Youtube. Hari ini, Mas Hansol, youtuber kesukaannya sedang update video baru. Hampir semua orang tahu kalau Rere suka mengikuti video dari KoreaRoemit alias orang korea yang medoooog.

Nah, lihat? Betapa enaknya jika bisa bahagia semudah ini.

Tidak perlu ekspektasi dibelikan sebuket bunga mahal dari Madame Le Florist yang harganya bisa mencapai satu juta, tidak perlu bangun pagi lalu bermacet ria setiap akhir pekan untuk kencan di daerah Senopati. Dan bagian terbaiknya; tidak perlu repot membalas chat hanya karena komitmen 'harus ngabarin pacar'.

Karena tentu saja sesederhana me-time sembari menemukan tontonan menarik di youtube itu sudah membuatnya mampu tersenyum-senyum sendiri.

"Halo? Misi yang lagi senyum-senyum?"

Tharene yang merasa terpanggil mendongak, mendapati satu pria berambut acak-acakan dengan warna pink salmon yang mencolok.

Ngejreng banget, buset.

Matanya berkedut heran saat di pemuda yang tingginya hampir 180 sentimeter itu malah tersenyum lebar. "Boleh pinjem hapenya, nggak?"

"Eh?"

"Hapenya hilang. Lupa dimana. Boleh pinjam buat telepon hape saya?" Dia menyengir polos, tampak tak berbahaya. 

"Berapa nomornya? Masukin sendiri aja." Tharene mengakhiri kalimat dengan senyum formal.

Pemuda berambut pink yang sedang menempelkan ponsel Tharene pada telinga kanannya ini nampaknya adalah anggota klub teater. Mungkin anak jurusan Ilmu Komunikasi. Di lehernya ada kalung tag card dengan tulisan serupa, meski namanya tidak terbaca di sana.

Pandangan Tharene mulai beredar pada cahaya elevator yang berpendar. Sebentar lagi lift akan sampai dan ia bisa segera masuk kelas yang berada di lantai 7.  Namun, harapan itu buyar begitu saja saat ia mendengar dering ponsel yang cukup kencang.

Suara itu tepat berada di sampingnya!

Apa-apaan ini?!

Di tangan pria itu, ada ponsel yang layarnya menyala karena ada panggilan masuk dari Tharene. "Ada di dalam tas saya ternyata. Makasih, Kak."

Satu bunyi ting terdengar. Pintu lift terbuka.

Bengong, Tharene tidak beranjak. Nun jauh di dalam sana, si gadis sedang berusaha mencerna situasi apa ini.

Jangan, jangan...

Ha. Tharene tahu!

Ini terdengar seperti trik lelaki kardus diskonan 'I lost my phone number, can I have yours?' yang pernah ia baca entah dimana.

Kurang ajar. Bisa-bisanya cowok ini mencoba merayunya dengan cara halu seperti itu. Rere tertawa sebal, tak habis pikir. "Kamu bohongin saya, ya?"

"Hah? Bohongin buat apa?"

"Biar dapat nomor saya, lah. Nanti pulang dari sini palingan kamu bakal kirim pesan dengan kedok terima kasih."

Hening.

Mata si cowok berkedip polos, malah terlihat seperti berpikir keras. Benar-benar tidak bermaksud rupanya.

Sial. Malu banget. Tharene membatin panik. Sedikit menyesali apa yang baru saja ia katakan. Malah dia terlihat begitu yakin pula dengan asumsinya barusan.

Tanpa membuat suara, mulut si pemuda membulat lucu. Ia kemudian mengembalikan ponsel dengan casing ungu muda Tharene sembari tersenyum miring, "Ya udah, deh. Ini beneran saya minta sekalian aja. Siapa tahu jadi deket, kan?"

Tunggu, apa?!

Tharene melongo seiring bunyi ting terdengar lagi. Tanda pintu lift tertutup. Dia bengong selama beberapa detik.

Ah, sial. Tharene hampir lupa kalau ia harus mengejar kelas gabungan dosen killer sore ini.

"Oh, iya." Tahu-tahu, si cowok gila dengan rambut acak-acakan berwarna pink salmon tersebut menjabat tangan kiri Tharene yang gabut sembari mengulum cengiran rese.

"Saya dengar kamu udah jomblo 5 tahun. Kenalin, saya Tama. Jomblo 5 bulan yang lalu. Mau jadi pacar saya nggak?"

Dasar Salmon Sinting. []

TO BE
CONTINUED. |

NOTES:

SUKAA KAH? >_<

Maaf kalau kepanjangan. Next nggak sepanjang ini harusnya.

Banyak ikan ya di sini. Haha! Well, soalnya ini judul awalnya "Living as a Single Fish". Tapi menurutku kurang menarik karena kayanya belom tentu pada ngeh single fish itu apaan.

Aku ngerasa judul baru lebih familiar & menarik buat pembaca. Hope it does sounds interesting to you, too! <3

Btw kalau ada yang nyadar, itu memang Raymond & Dean yang sama dari "To Artha, The Boy I've Loved Before"!

Buat pembaca baru, jangan khawatir, cerita ini terpisah dan kalian bisa menikmati seluruh cerita tanpa harus membaca karya lainnya. Trims.

.
.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro