The Princess and the Witch
AGAK terlalu klise kalau dibilang Rowenea Scar tak punya teman di usia remajanya, dibenci semua orang, dan tak pernah dapat nilai tidak merah untuk matematika. Mungkin semua orang mengalami itu--kecuali bagian didemo anak-anak freshmen sampai tersudut di bawah tiang bendera (padahal yang lebih patut didemo adalah anak kelas tujuh yang memasangnya terbalik).
Tidak ada yang lebih nakal dan jahat di SMA Echomore selain Rowenea; bagaimana dia meletuskan bola rugbi anak-anak cowok, meletakkan bom kentut di kursi Mr. Hawking dan keusilan-keusilan lain yang mengerikan. Tapi, dia bukan satu-satunya yang dibenci sekolah. Ada Paris yang suka mengurusi orang seperti nenek-nenek repot, mengomel di tengah-tengah pertandingan baseball, dan ke-sok-pengaturan lainnya. Kedua anak itu bahkan sering beradu mulut hingga menjambak rambut sampai para guru kewalahan.
Tampaknya Rowenea dan Paris sangat bertolak belakang, bahkan seringkali terpicu konflik. Namun, kenyataannya, mereka punya kesamaan: sama-sama menyebalkan.
🌗
"Ya ampun, ya ampun." Paris melilit-lilit ujung rambut pirangnya sambil mondar-mandir di depan tenda. "Mimpi buruk."
Karyawisata anak-anak kelas sepuluh ke Hutan Selatan pagi itu seperti kekacauan besar--bagi Paris--terutama setelah pengumuman "kelompok jelajah". Awalnya Paris mengira dia sedang sakit telinga, setengah tidur, atau ketua karyawisata salah baca teks di kertas. Padahal, kalau dunia masih wajar, dua kejadian yang pertama itu mustahil. Sementara kini, dunia masih wajar.
"Semuanya tolong berkumpul dengan rekan masing-masing, dua lajur ke belakang," titah Kiscke si ketua karyawisata. "Ayo, ayo, bergegas!"
"Ini tidak adil," celetuk Paris sambil menghentakkan kakinya di atas akar pohon yang menonjol dari tanah. "Tidak selama--"
"SEMUANYA BERLINDUNG!"
Tahu-tahu, Rowenea berlari menerjang barisan anak-anak sampai berantakkan seraya menutupi kedua kepalanya. Anak-anak yang tadi heran serta-merta menjerit saat sekawanan katak melompat ke arah perkemahan.
Paris terbelalak. Ia berseru, "BANJIR KATAK LENDIR! EWWW!" sambil berlari ke arah batu besar terdekat. Semua anak kelabakan--ada yang memanjat pohon, menaiki mobil angkut Mr. Hawking (yang segera terbangun dari tidurnya), bahkan ada yang masuk ke dalam tenda hanya untuk terkejut dan keluar lagi karena katak-katak sudah menguasainya. Karya wisata itu mendadak seperti kacaunya perkampungan semut yang ditimpa hujan.
Dan dalang di balik semua itu, seorang anak perempuan ber-hoodie hitam yang sedang menyemprotkan semprotan serangga kepada katak-katak. Rowenea dengan beringas menyemprot ke sana-ke mari, menyiksa keluarga katak yang perlahan mundur kembali ke rawa. Hampir-hampir Rowenea melihat ada katak yang cemberut dan menggerundel.
"Serangan yang buruk," ejek Rowenea. "Lain kali, aku tidak hanya akan merusak rumah kalian--tapi juga menculik salah satu pengantin kalian! Ahahaha!"
Terdengar dehaman yang sangat keras. Kiscke mendelik dengan kedua tangan berkacak pinggang. "Apa-yang-baru saja-kau-lakukan!?"
Paris merotasikan mata. "Jelas-jelas dia baru saja membuat kiamat! Lihat! gelangku sampai jatuh entah ke mana. Dan lihat! Tenda-tenda kita berantakkan. Dan lihat! Lihat dirinya itu: dekil dan bau masalah."
"Siapa yang kau sebut dekil dan bau masalah?" Rowenea mengepalkan tamgan. "Lebih baik kau diam, Menara Eiffle!"
Semua anak tersentak kaget, langsung melirik Paris. Menunggu reaksi anak itu--yang sebenarnya hanya membuat suasana kian keruh. Pipinya yang merona murni, justru semakin merah seperti kepiting rebus. Sebelum dia meledak, Kiscke meniup peluit nyaring-nyaring sampai semua anak menutup telinga.
"Hentikan ini semua dan mulai bergotong royong," perintahnya. "Ayo, ayo lekas!"
🌗
Setelah semua beres, anak-anak mulai berbaris untuk menjelajah ke dalam hutan. Mr. Hawking memimpin di depan bersama Kiscke, anak-anak mengekor dalam dua banjar bersebelahan. Ada yang saling bergandeng, mengobrol ria, memotret pepohonan, bahkan menyemil sereal cokelat. Tapi, di barisan paling belakang, ada dua anak yang sama-sama diam merengut. Bertahan untuk tidak membuka percakapan. Sampai ketika Rowenea melihat ulat hijau gendut di atas batu berlumut dan mengambilnya dengan ranting pohon, membawanya sepanjang jalan.
"Ini dia Abraham Lincoln yang lucu, seekor caterpillar gaul."
"Eeew! Berhenti memainkan binatang jorok itu!" bentak Paris.
"Apa? Kau takut? Nih, lihat dari dekat. Lihat!"
"Eeew!" Paris menepis ranting itu sampai terlempar jauh ke belakang semak bersama Abraham Lincoln yang terlontar.
"Abraham Lincoln!" Rowenea terkesiap dan mendorong Paris. "Kau kejam!" dia bergegas masuk ke kawasan semak beri dan ilalang-ilalang tinggi untuk mencari Abraham Lincoln, lalu menghilang.
Paris tidak mau ambil pusing. Dia membersihkan tunik merah jambunya yang memiliki brokat dan pita putih, lalu kembali berjalan. Tapi, ketika Kiscke berpatroli untuk memantau teman-temannya, anak laki-laki itu terbelalak.
"Kemana Rowenea Scar?" tanyanya pada Paris yang sibuk memoles kuku.
"Pergi mencari ulat."
"Apa!?"
"Ah, tidak usah kau risaukan! Dia akan menyusul sebentar lagi."
"Tidak," Kiscke menggeleng, "aku tahu dia anak yang seperti apa. Kau cepat jemput dia kembali ke trek. Dia pasti melarikan diri ke suatu tempat yang dia sendiri tidak kenal."
Paris mengernyit. "Bagaimana kau tahu?"
"Apa kau lupa tragedi mendaki gunung waktu SMP?" Kiscke mendelik. "Rowenea hampir mati karena masuk ke gua beruang."
🌗
P
aris sebal sekali.
Sekarang dia kembali ke titian jalan sebelumnya sementara teman-teman menunggu di trek depan. Berkali-kali ia menghela napas karena harus mematuhi Kiscke, tak ingin termakan omongannya sendiri yang berbunyi, pemimpin ada untuk kalian patuhi, bukan untuk dibangkang karena alibi picisan!
Meskipun Paris tidak sendiri karena Kiscke bersedia ikut untuk mengawal, tetap saja dia sebal. Dia tak suka melewati tanah becek, atau pepohonan berlumut, atau bunyi jangkrik dan daun-daun yang berkersak. Bahkan sekarang, dia harus mengintip ke kawasan semak beri dan ilalang yang telah dimasuki Rowenea.
"Hei Roweneaaa! Di mana kauuuu!?" Paris berseru-seru sambil berjinjit. "Aaah! Aku tidak suka ini. Ayo kita kembali saja."
"Tunggu. Apa Rowenea masuk terus ke kawasan ini? Menembus ilalang-ilalang tinggi ini?" tanya Kiscke seolah Paris tak pernah berkata jujur.
"Kau bilang, kau kenal Rowenea," sindirnya.
"Yah, kalau begitu, kita harus masuk ke sana," kata Kiscke.
"Apa?" Paris melotot. "Apa kau g-i-l-a?"
"Tidak, aku hanya berpikir logis yang mengikuti kelogisan Rowenea."
Paris tak mengerti kenapa ia mau-maunya memasuki semak itu untuk mencari Rowenea, meskipun terpaksa. Tentu saja bukan gara-gara ajakan Kiscke yang tulus--atau pun wajahnya yang mirip Niall Horan--tapi Paris merasakan sesuatu dalam dirinya mendorong begitu kuat. Padahal, toh, Paris bisa saja membiarkan Rowenea hilang, atau dimakan beruang, atau mati. Bukankah hidup Paris jadi lebih sejahtera?
Tapi, kenyatannya, Paris terus melangkah. Dan dia tetap tak mengerti--kenapa dia punya sebersit rasa khawatir--ketika melihat sepatu kets Rowenea tenggelam separuh di lumpur hisap.
🌗
February, 19 2021
21.20 pm.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro