He Called Them, Medeplegers
"Strange things happen everydays in my life, but no one can not driving me crazy."
✖👽✖
MENJERIT di sebelah kakek ringkih memang tidak sopan, tapi salahkan itu pada Yugo yang menepuk pundakku ketika aku masih tertegun.
"Oh, selamat pagi, Tuan Vaughn Newton," kata Yugo. "Kami yang akan melayani Anda untuk hari ini dan esok."
Vaughn memutar kursi rodanya hingga menghadap kami seperti seorang pengintrogasi. Duduknya tegak, tidak seperti orang manula biasa. Bahkan bisa kulihat sesuatu masih berkobar dari matanya yang sebiru es antartika, tampak janggal.
"Padahal ide-idemu begitu unik, Siobhan Bark. Siapa yang punya cerita anjing kanibal, burung hantu setengah jembalang, atau--uh hum--hiu yang ahli kimia?"
"Bagaimana mungkin Anda tahu?" aku mengernyit. "Aku bahkan belum mengunggahnya."
"Apa itu murni idemu?"
"Tentu saja--meski, yah, tidak seutuhnya ...."
Sekonyong-konyong, Yugo yang tinggi semampai itu merenggut topi baseball-ku dan mengambil sesuatu yang ada di bawahnya. "Hei!" aku berseru-seru ketika dia melakukan itu dengan gesit tanpa mampu kucegah. Tak kuduga dia memiliki bakat sebagai penjambret. Yugo si Culun Penipu!
"Kembalikan itu!" aku berusaha merapai-rapai sebuah jurnal tua yang Yugo genggam dengan tangannya yang seputih kertas. Namun, alih-alih padaku, dia memberikannya pada Vaughn. Aku melotot. Apa yang sedang terjadi?
"Jurnal siapa ini, Siobhan Bark? Tempatmu mengeksekusi dongeng-dongeng capek yang kurang kerjaan, meskipun epik." Vaughn melepas pandang ke langit ketika melintas burung-burung gereja yang bermigrasi. "Dari mana menemukannya? Waktu ayahmu pulang setelah berburu rusa, menyuruhmu mencari parang dari kotak, tapi kau mengambil buku. Sampul jurnal ini memang sangat mistis."
Aku meringis. "Siapa kau!?" aku melirik Yugo yang mengarahkan kursi roda Vaughn menghadap pagar.
"Siobhan, lebih baik kau bantu aku."
"Apa?" entah bagaimana, tapi kakiku bergerak sendiri untuk menurutinya. Tahu-tahu, aku sudah memengang bagian punggung kursi Vaughn. "Kita mau apa?"
"Kalian akan jadi rekan yang hebat. Sekarang, kita cari anakku yang hilang di hutan. Harvey Newton," Vaughn memperbaiki posisi duduknya, "ayo."
Yugo mulai berlari sambil mendorong kursi roda Vaughn yang membuatku terikut, dan melotot, karena di depan sana ada pagar kayu pinus yang membatasi dengan hutan konifer.
"KITA AKAN MENABRAK!"
Tapi sebelum insiden mengerikan itu terjadi, tanah tempat kami berpijak pada langkah lari terakhir amblas ke bawah, menjatuhkanku, Yugo, dan Vaughn Newton ke dalam bumi. Oh, bagus. Sekarang, siapakah yang gila.
✖👽✖
S
raash!
Aku terbangun oleh siraman air sedingin es beku sampai melompat saking kagetnya. Dedaunan maple yang kejinggaan menyangkut di mana-mana mulai dari rambut hingga sepatu, ketika kusadari kami berada di tengah-tengah hutan dengan pepohonan konifer yang tinggi menjulang.
"Tolong jelaskan apa saja karena sebentar lagi aku mungkin bakal mati." Kutarik mantel Yugo seperti tali tambang untuk dipanjat, hanya agar aku bisa bangkit lebih mudah. "Dan kau, Anak Culun Aneh. Kau sudah mengenal kakek awet itu?"
"Aku tak menyuruhmu pergi saat Tuan Jenkins akan memberikan informasi. Sejak awal, kau tak pernah menganggap informasi sebagai hal penting," Yugo membetulkan kacamatanya, "Tuan Vaughn Newton bukan menyendiri tanpa alasan. Dia sedang menunggu rekan-rekan yang pas untuk mencari anak tunggalnya. Dan, yah, kita orang yang beruntung."
"Atau sial!" tukasku.
"Aturan pertama, Anakku," sela Vaughn dengan cepat, "ini Hutan Roswell, bukan kolam renang. Hutan Roswell tidak menyimpan sesuatu pun, kecuali itu sangat berbahaya. Bawa ini."
Pria tua itu menyodorkan sebilah belati kepada Yugo, dan sebatang dahan pohon padaku. Aku tersenyum sinis. "Wah, apa ini? Lightsaber?"
"Kau pasti membutuhkannya," Vaughn mengangguk yakin saat menatapku, "nah, begini, Anak-anak. Terakhir kali yang kuingat, Harvey pergi ke utara dari sini. Katanya, dia melihat balon udara. Tapi, dia tak kembali lagi sampai aku ditemukan Jenkins Kahner nyaris mati dimakan harimau."
"Tapi, apa yang kau lakukan dengan anakmu di sini? Dan untuk apa mengikuti balon udara? Dan kenapa bisa ada harimau di Hutan Roswell?" aku memberondong Vaughn tanpa sabar, tak ingat lagi bahwa dia sudah tua dan lelah.
"Kau anak SMA, Siobhan," kata Yugo. "Tidak bisa menganalisis sendiri?"
"Tapi, itu semua tidak log--"
Terdengar bunyi raungan yang keras dan memekakkan telinga, burung-burung gagak berterbangan dari sangkarnya ke langit yang sudah mendung. Aku menahan tanah yang mulai bergetar ketika derap langkah berat dan terburu-buru mendekat, lalu seketika itu juga terbelalak. Barangkali jantungku sudah meledak.
"Incar giginya."
"Apa?" aku mendelik pada Vaughn. Yugo juga memandangnya.
"Patahkan taring-taring itu dan terus jalan ke Utara. Ayo."
Sekawanan anjing besar dan hitam legam datang menyerbu. Mereka meranggas seluruh bonggol pohon yang jatuh dan menggigit apa pun yang menghalangi. Aku nyaris kalut saat seekornya lompat menerkam, namun aku menghindar dan terguling di atas tumpukkan daun kering.
"Itu anjing kanibal! Anjing kanibal yang persis dalam ceritaku!"
"Mereka bukan cerita!"
Kulihat Yugo menggunakan belatinya dengan mahir seperti ksatria yang bermain pedang di medan perang. Bahkan, Vaughn yang sudah tua MELOMPAT DARI KURSI RODANYA dan menerjang pasukan anjing raksasa hanya dengan tangan kosong.
"Bagaimana kayu mematahkan gigi anjing!?" pekikku sambil menjotos seekor anjing yang menggigit ujung jaket.
"Pukulkan saja!"
Orang-orang ini sinting!
Dengan terpaksa, aku terus berlari ke Utara sambil memukul setiap anjing yang mendekat. Mereka seperti abadi karena tak bisa mati! Tapi, ketika aku tak sengaja mengayunkan batang kayuku ke arah mulutnya yang terbuka, di sana taring besarnya patah. Seketika juga, anjing itu terkelepar dan mati dengan asap yang mengepul.
"Kerja bagus." Yugo menepuk pundakku dan lari mendahului, menyusul si Tua Vaughn yang ternyata sudah jauh di depan. Tidak lucu jika aku kalah dari mereka.
Selama di perjalanan, aku terus memukulkan batang kayuku kepada taring mereka. Satu persatu menggonggong sebelum mati mengenaskan, dan batang kayuku tak pernah patah.
Vaughn berhenti setelah tiba di dekat aliran sungai. Anjing-anjing itu juga sudah habis, sisanya kabur entah ke mana. Yugo dan intuisinya pergi mengambil air dengan membentuk daun di pohon seperti mangkuk. Dia memberikan itu pada Vaughn yang kesusahan bernapas.
"Terima kasih."
"Dengan senang hati."
Aku merengut. "Hei, aku juga haus, tahu?"
"Tahu, makanya tanganmu diciptakan untuk minum sendiri."
"Ya, ya, ya, kau yang paling benar." Aku menciduk air langsung dari sungai dan meminumnya. "Tuan Vaughn, tidakkah kau pikir Harvey sudah dimakan Anjing Kanibal?"
Yugo nyaris tersedak, dan dia menyikutku dengan keras. "Tutup mulutmu, Siobhan."
Aku meringis, "tenagamu kuat sekali, tahu?"
Suara riak air mengisi keheningan di antara kami, ketika Vaughn mengeluarkan Jurnal yang sejak tadi dia selipkan di kantung mantel bagian dalam. Padahal, hanya aku yang tahu Jurnal itu. Jurnal dengan kertas torenso versi cetakkan kuno yang bau kayu. Yang isinya dipenuhi catatan-catatan dari pena bulu dan tinta merah dengan lukisan-lukisan apik. Jurnal itu menyingkap berbagai informasi tentang makhluk mitologi hingga legenda di Roswell.
Yah, informasi itu tak penting. Aku hanya mengambil beberapa nama keren untuk tulisanku. Bukan justru mengalami hal sial seperti sekarang.
"Kau harus minta maaf, Siobhan Bark," bisik Yugo, tampak menahan jengkel.
"Kenapa?"
"Karena kau menyakiti Tuan Vaughn Newton yang sedang berduka."
"Apa aku salah?"
"Tentu saja."
Aku mendengus. "Anak cowok bisa bebas berbuat, kau tahu? Apakah mereka memecahkan kaca kelas dengan bola rugbi, mengambil jatah makan lebih, atau bahkan mengerjai Mrs. Dou dengan lipstik imitasi. Mereka bersalah, tapi tak pernah meminta maaf. Dan mereka masih hidup sampai sekarang."
"Ini tak ada hubungannya dengan jenis kelamin, Siobhan."
"Memang ada!" aku berdecak dan berdiri. "Kau anak cowok, kau tak mengerti rasanya jadi cewek!"
"Tentu saja aku tidak tahu. Bagaimana, sih?"
"Siobhan Bark, ke marilah. Aku tidak marah," kata Vaughn tiba-tiba. Suaranya yang dalam dan penuh wibawa memang melekat dengan performa kedewasaannya. "Kau masih muda, sulit menahan kata-kata itu memang wajar."
"Tapi, dia bakal bodoh kalau terus begitu," sindir Yugo.
"Ada apa?" tanyaku ketika mendekat dengan setengah hati. Vaughn masih duduk di atas bonggol pohon raksasa yang telah tumbang, tampak santai sambil membalik halaman Jurnal.
"Apa kau membaca ini?"
"Tidak."
"Bagaimana kalau ini?"
"Tidak. Aku tidak mau membaca tulisan yang tidak menarik."
"Kau bahkan belum membacanya, bagaimana kau tahu?"
Aku tertegun sejenak. Memang, sejak pertama kali aku menemukan Jurnal itu, aku hanya melihat-lihat judul bab dan nama makhluk yang dibahasnya. Selain itu tidak kubaca sama sekali karena kupikir akan membosankan. Toh, aku hanya butuh ide. Apa lagi?
"Kau kesepian, eh? Di Booky-Ooh."
"Tidak, bahkan di Roswell yang terlalu luas bagiku."
Vaughn tertawa. Aku heran, Yugo pun sama meskipun dia tetap dengan ekspeesi kaku yang dingin. "Kau tahu apa yang salah?" Vaughn berdeham sejenak, "itu adalah dirimu, Siobhan Bark. Kau tak pernah peduli pada orang lain, bagaimana mereka menghargaimu? Itu sebuah algoritma, Nak."
Terdengar gemerisik daun pepohonan yang tersibak, bersamaan dengan langkah besar, berat dan lambat. Lagi-lagi, tanah kembali bergetar. Aku terkesiap, begitu pula Yugo yang segera mengambil ancang-ancang. Vaughn melihat Jurnal terakhir kali sebelum menyimpannya dan berkata, "pernahkah kalian penasaran mengapa manusia purba besarnya berkali-kali lipat?"
"OLIVER BENCI KERIBUTAN, JANGAN BERI OLIVER SUARA-SUARA RIBUT."
Aku bersiaga di sebelah Yugo, Vaughn di kiri. Ketika raksasa itu tiba, dia menunduk ke bawah dan melotot dengan mata yang sebesar roda truk minyak. Kupikir, aku akan pingsan.
"OLIVER TIDAK MENGUNDANG TAMU, KENAPA ADA TAMU?"
"Jawab pertanyaannya dengan baik dan sabar, kemudian kita bisa lewat," bisik Vaughn.
"Kami datang untuk menghibur Oliver dan menjadi teman," kata Yugo dengan agak lantang. "Oliver sudah mengundang, tapi Oliver mungkin lupa."
"YAH, OLIVER SEPERTINYA PERNAH MENGUNDANG. TAPI, TIDAK ADA YANG MAU DATANG KECUALI UNTUK MEMBUAT LELUCON!"
"Ini bukan bulan April, tidak ada lelucon untuk siapa pun," kata Vaughn.
"OLIVER TIDAK HAFAL NAMA BULAN. KALIAN BISA SAJA BERBOHONG."
"Oh ayolah, Raksasa Jelek! Pergi dan biarkan kami lewat apa susahnya?"
Yugo terbeliak dan menginjak sepatuku. Aku meringis. "Aw! Sakit, tahu?"
Raksasa Oliver meraung hingga rasanya tanah hutan bisa terbelah. Dia mencabut beberapa pohon dan melemparnya ke segala penjuru seolah-olah dia bayi yang melempar permen. Aku, Yugo dan Vaughn berlindung di balik pohon terbesar.
"Pada aba-aba ketiga, Yugo, kau mengalihkan dia sementara aku membuat jebakkan. Siobhan akan--"
Raksasa Oliver meraung ketika pohon tempat kami berlindung dicabut dan dibuang. Dia menangkap kami seperti mainan tak berguna dan berteriak di depan wajah, "KALIAN ORANG-ORANG KEJAM!"
Yugo mencoba berdiplomasi kembali. "Tidak, kami sedang--"
Tapi, Raksasa Oliver membuka mulut besarnya yang bau daging dan melemparkan kami ke dalam dengan gampang. Aku dan Yugo berteriak kaget, agak nelangsa. Kami meluncur di kerongkongan besar hingga masuk ke dalam lambung yang menjijikkan, tepat di atas sebuah mobil angkut yang mengapung. Vaughn berusaha bangun sambil memegangi pinggangnya yang keseleo, mungkin retak. Yugo mencari-cari kacamatanya yang ternyata sudah terlempar dan tertindis olehku. Bagus.
Aku tertawa. "Hei ... teman-teman. Kita sedang berada di dalam perut raksasa ... DI DALAM PERUT RAKSASA!" aku mengumpat dan mengeluhkan segala hal buruk yang bisa terjadi. Dicerna dan keluar sebagai sesuatu. Ah!!!
"Tenang, Siobhan Bark," tutur Vaughn. "Kita tidak bisa berteriak di dalam lambung, itu akan mempercepat prosesnya."
"Halo?"
Sebuah suara berhasil membuatku, Yugo dan Vaughn menoleh serentak ke belakang, kepada seonggok bonggol pohon pinus besar yang mulai meleleh. Di atas sana, ada seseorang yang berusaha menggapai kami. Jantungku mencelus, Yugo menganga, Vaughn terkejut--meskipun orang itu bukan anaknya yang kami cari selama ini.
Aku melotot. "APA YANG AYAH LAKUKAN DALAM TUBUH RAKSASA?"
✖👽✖
February, 11 2021
22. 33 pm.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro