Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Being a Little Monster is Disaster

INGIN dengar sesuatu yang gila? Orang tuaku ilmuwan.

Mau tau apa yang lebih gila? Mereka mengembangkan organisme unggul untuk kecerdasan otak manusia yang disebut Crigery OV.

Lalu hal super gila lainnya? Aku manusia eksperimen pertama yang merasakan pahitnya menjadi objek kegagalan: sebagai monster kanibal yang menularkan virus.

Haha, yeah. Kau sedang berbincang dengan manusia setengah mayat hidup! Kuperingatkan, jangan berani dekati aku kalau kau tidak mau jadi orang yang dibenci seluruh manusia.

[]

Aku bersumpah kalau-memang-telah terinfeksi suatu virus, pasti akan mengarantina diriku sendiri.

Maksudku, hei.

Pembeludakkan jumlah pasien yang nyaris membuat rumah sakit meledak tidak akan membawa apapun kecuali malapetaka: para dokter dan perawat kelabakan, kualitas menurun, korban terus berjatuhan. Lagipula, manusia kebal mana, sih, yang mau kerepotan mengurus makhluk aseluler penggerogot tubuh mereka? Oh tunggu, tidak ada manusia kebal.

Jadi, seperti pada usiaku yang ke sepuluh. Awalnya, rumah sudah aman ketika kabar virus yang selama ini dianggap remeh BERTRANSFORMASI menjadi pandemi penyebab kematian tertinggi. Namun, kau tau, lah. Pasti ada saja hal yang tak diinginkan dan--walau tidak sengaja--tetap saja membawa penyakit. Terima kasih yang sebesarnya untuk dia, karena aku akhirnya bisa merasakan detak jantung tidak stabil dan berada di ujung maut: aku terinfeksi.

Tanpa mengunggah foto jendela yang estetik dengan takarir alay di Instagram (farewell My Dear Friends, i'm goin' to leave this CRUEL world faster than y all); aku segera mengurung diri di kamar, melaksanakan perawatan bersama arahan Mom dan Dad melalui gawai. Entah patut disyukuri atau waspada, sebab Tuhan belum mau bertemu denganku. Aku sembuh, dan--cukup lama sampai--masa pandemi terparah dalam tahun itu berakhir.

Well, itu baru kasus pertama.

Kasus kedua agak rumit.

Sudah kubilang, Mom dan Dad yang menuntunku mengeluarkan virus dari tubuh. Tentu saja mereka adalah dua ahli yang paham dan menguasai bidang ini. Pasangan Profesor Odkavce--begitu yang tetangga kami tau. Dan yang sering mereka pertanyakan adalah mengenai anak tunggal kedua ilmuwan itu: gadis sinis yang jarang terkena sinar matahari.

Apa, sih, yang tidak mungkin di dunia ini? Monyet ke bulan, seseorang berhasil tiba di puncak Everest, bahkan tahun lalu, ada rasi bintang yang membentuk wajah presiden Amerika (yang tepat di sebelahnya ada rasi berbentuk tengkorak terarah padanya).

Walau begitu, desas-desus mengatakan, bahwa anak itu pun mewariskan kecerdasan Pasangan Profesor Odkavce. Yah, bukan berarti aku narsis atau apa, tapi mereka benar. Tapi sayang sekali, masih ada satu hal yang belum khalayak ramai ketahui tentang Pasangan Profesor Odkavce: keduanya memiliki ambisi yang selalu NYARIS mengobsesi mereka. Bahkan sekalipun kau anaknya, tidak akan mampu menghalangi ilmuwan yang sedang bereksperimen ketika dahsyatnya ilmu pengetahuan mengontrol otak mereka.

[]

"Ingat untuk selalu mencuci tangan dan sedia tisu di dalam saku, menjaga adab batuk dan bersin, tidak bicara berlebihan (karena akan meningkatkan suhu udara) dan yang paling penting, Nona Muda," Mama menahan senyum lebarnya tetap simetris dengan gigi yang menyilaukan mata, "wajah menyenangkan."

Aku masih bersander di punggung sofa--tidak boleh menyentuh novel yang SEDANG kubaca--terpaksa memasang pendengaran penuh untuk perhatian Mama dan Papa.

"Ya."

"Kedatangan kerabat kita harus disambut dengan sambutan terbaik, Ilmuwan Kecil," Papa bersiap memaparkan, "apalagi anak-anak yang kurang lebih sepantaranmu, seperti: sepupumu dari Madrid--Ramirez, keponakanmu dari Sepupu Akisca di Kanada--Edille, saudari tiri sepupumu dari Edinburgh--Lumerus, cucuk Nenek Elizabeth di London--Marry, sepupu dua kalimu dari keluarga Mama--Aric."

Yah, bukan hal yang terlalu mengagumkan jika Papa bicara nonstop panjang lebar. Karena, toh, Papa bahkan bisa menahan napas di dalam air selama lima menit. Tidak, jangan berpikir kalau dia alien atau makhluk jadi-jadian.

"Ya," tanggapku lagi. Maka setelah itu, percakapan ditutup dengan makan roti kismis dan yogurt sambil menyaksikan berita pagi di televisi.

Malam hari tiba, tapi tak ada bedanya bagiku seperti siang hari. Kata kunci untuk hal ini, Bung: insomnia. Bagaimana tidak? Bunyi LEDAKKAN percobaan sering kali menembus ruang kedap suara Papa dan Mama. Ditambah, getarannya terasa hingga lantai atas-seperti gempa kecil yang SANGAT menganggu aktivitas.

Aku menuruni tangga dan berbelok di lorong kecil, menyipitkan mata ketika melihat cahaya-cahaya dari sela di bawah pintu ruang kerja Papa dan Mama. Kini pukul dua malam, dan cekcok heboh terdengar dari sana. "Oh bagus, apalagi sekarang?" aku bersungut sambil mengangkat tangan dan mengetuk pintu.

Perdebatan terjeda. Terdengar langkah--yang berhenti sebentar (karena ada pembicaraan kecil)--lalu pintu bergeser masuk ke dinding. Papa berdiri di sana, wajahnya tak menyiratkan apapun, namun berhasil membuatku menelan ludah entah kenapa.

"Ilmuwan Kecil, belum tidur?" tanyanya.

Aku cemberut. "Mungkin aku sedang sleep walking dan bicara sama Papa seolah-olah sedang bermimpi?"

"Nah, kalau begitu, ayo masuk." Papa merangkulku ke dalam, menghadap Mama yang berusaha menyembunyikan kecemasannya di balik senyum ringan.

"Whoa, apa perang dunia ketiga pecah di sini?" pandanganku menyapu ke sekitar ruangan. Botol-botol kaca, erlenmeyer, pipet dan sebagainya tampak tersebar berantakkan. Suatu cairan hijau pekat di atas kompor kecil mengeluarkan asap samar dan berbuih. Buku-buku bertebaran, kertas coretan berserakan. Bahkan pensil usang tersangkut di atas telinga kanan Mama.

"Nah, Ilmuwan Kecilku, ini namanya tempat masa depan," kata Papa. "Bukankah lebih baik kalau kau duduk dulu--" papa menarik kursi beroda untuk mendudukkanku "--dan bicara dengan kepala dingin."

Mama menyisihkan sedikit cairan hijau panas ke tempat pendinginan. Perasaanku jadi aneh.

"Jadilah anak baik dan menuruti perintah Papa," ucapnya dengan intonasi yang dibuat setenang mungkin. "Kami menemukan jenis terbaru dari makhluk aseluler yang terkenal nakal itu. Kali ini ...."

Mama mengisi suntikkan dengan cairan hijau dan menyiapkannya secara telaten. Ia menarik napas dalam dan mendekat.

"Oh, ya Tuhan," tenggorokanku tercekat. Ketika hendak bangkit, lingkaran besi keluar dari tangan kursi dan menahan lenganku. "Apa--astaga."

"Tidak akan sakit," kata Papa. "Ingat, demi peradaban manusia."

"Oke, aku paham. Tapi, bagaimana kalau ada kesalahan di dalamnya dan aku-malah-berubah jadi sesuatu--"

"Jernihkan pikiranmu, Nona Muda. Pertahankan pikiran positif dan bayangkan hal yang indah," tutur Mama. "Percayalah, kami telah mencobanya pada banyak spesies hewan dan berhasil."

"Tapi, aku bukan hewan! Maksudku, ya, memang kita masuk kategori animalia, tapi--tetap saja beda?" aku menelan ludah. Entah kenapa tiba-tiba berubah pikiran.

"Tutup mata," pinta Mama, ia semakin dekat.

"Mama, sepertinya ini bukan ide bagus, deh," aku berusaha mencegah mereka. "Aku mengidap penyakit Fobia Suntikkan: akan muntah setiap melihat alat penyuntik--apalagi dengan cairan hijau di dalamnya--ew ...."

"Tenang, Nona Muda," kata Mama, berdiri di depanku.

"Santai, dinginkan kepala," saran Papa di belakangku.

"Yah, aku juga pengin mendinginkan kepala, tapi--MIMPI BURUK perubahan wujudku ada di depan hidung, Papa," aku mendengus.

"Bersiap--" Mama mengangkat suntikkan.

Jantungku terasa mencelos dan tubuhku melayang ke angkasa. "Oh oh, ya Tuhan."

[]

Pengelihatanku sedikit kabur oleh warna hijau bening. Kepalaku sangat pusing, telingaku berdenging. Papa dan Mama berdiri bersisian, menatapku sambil berbincang-bincang. Aku ingin bicara, tapi bibirku rasanya seperti direkatkan dengan lem super kuat, kerongkonganku seperti disumbat dengan bola sepak.

Satu hal yang pasti: tubuhku kaku. Lumpuh.

Papa! Mama! Apa yang terjadi?

Tolong aku!

Keduanya menyambar papan dan mencatat banyak hal secepat kilat. Mama meraih benda mirip tangkai pendek penyedot, mengisinya dengan sesuatu yang aneh, lalu menempelkannya di pelipisku.

Aku menggerang.

Lalu segalanya jadi hitam.

[]

Aku terbangun.

Tetesan embun memenuhi jendela kamarku, langit berawan dan udara sangat dingin. Kulihat jam beker dan terlonjak dari atas kasur. Pukul satu siang.

Keluarga besar pasti sudah datang, karena terdengar keramaian dari lantai bawah. Kenapa Papa dan Mama tidak membangunkanku?

Aku beranjak ke pintu dan berdiri di serambi pinggir tangga, melongok ke bawah.

"Haaa!" gadis cilik bergaun merah dan membawa segelas teh daun mint menjerit saat melihatku.

"Apa? Apa aku terlihat seperti monster?"

"Singa!"

"Oddie, kenapa teriak?" seseorang menyusulnya di belakang. Oh, itu Bibi Dorie. Ia menatapku dari ujung kaki hingga kepala. "Ya ampun, kau sudah besar!"

"Apa aku terlihat seperti monster, Bibi?"

"Oh oh, tentu saja tidak, Sayang. Cuma rambut berantakkanmu itu mungkin membuat Oddie shock." Bibi Dorie sumringah. "Kata Greg dan Oliva kau sedang sakit? Sudah lebih baik? Ayo gabung ke bawah!"

Kau tahu? Seandainya aku punya banyak mata atau banyak otak, aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, ah, tidak mungkin.

"Aku bakal mandi dulu, Bibi."

"Oh? Oke. Ambil ini," Bibi Dorie menyodorkan segelas susu vanilla padaku, "biar kamu lebih sehat. Bibi dan Oddie tunggu di bawah, ya."

Aku membawa gelas itu ke kamar dan menenggaknya perlahan. Tak pernah kurasakan susu sapi sesegar ini! Aku sampai bersemangat ingin mandi, mengambil handuk dari gantungan dan beranjak, sebelum tiba-tiba kepalaku jadi pening. Aku terhuyung menabrak nakas dan terjatuh ke atas kasur. Pusing sekali. Sakit sekali. Kemudian, sebuah suara semakin membuatku nyaris mati terkejut.

Dentuman.

Ledakkan.

Jeritan.

"Mom! Dad!" erangku sambil berusaha meraih gagang pintu, namun serangan denyut terakhir dalam kepalaku merenggut kesadaran. Aku jatuh berdebam dan tak mengingat apa-apa lagi. 

[]

March, 9 2021
17.00 pm.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro