❆ day 8: "you're being shy with me, aren't you ..."
prompt by swanimagines.
--oOo--
Setiap berada di dekat Akabane Karma, [Fullname] merasakan perutnya seperti dipenuhi kupu-kupu yang beterbangan dengan bebas. Menggelikan, tapi juga menyenangkan. Ditambah lagi dengan insiden di mana Karma memeluknya semalam. Rasanya gadis itu ingin mengubur diri saja rasanya.
Hari ini, dua sahabat itu memutuskan untuk membeli beberapa dekorasi dan camilan untuk pesta hari ulang tahun Karma sekaligus menyambut hari natal.
[Name] berjalan dengan setengah wajah--dari pangkal hidung sampai ke bawah ditutupi syal biru miliknya guna menyembunyikan rona merah di wajahnya. Gadis itu tidak ingin Karma tahu kalau dirinya sedang blushing. Bisa-bisa sahabatnya tersebut menggodanya habis-habisan.
"Hee~ Tidak kusangka banyak toko sudah penuh sesak. Aku rasa kita akan bekerja ekstra kali ini, [Name]-chan."
Sang gadis merespon dengan deheman panjang. Kelereng mata mereka memilah toko demi toko yang kira-kira menjual pernak-pernik yang mereka cari.
"Oho, mitsuketa~ Ikou, [Name]-chan."
Refleks tangan Karma menggenggam pergelangan tangan sahabatnya dengan erat agar sang gadis tidak hilang di tengah kerumunan orang. Beberapa kali [Name] nyaris terjatuh karena menabrak orang yang ada di dekatnya.
"Karma, kau nyaris membuatku jatuh berkali-kali!" pekik gadis itu sambil menghentakkan kakinya ke salju ketika mereka telah sampai di depan toko yang Karma temukan.
Laki-laki tersebut hanya menyunggingkan cengiran kemudian mengajak [Name] untuk masuk ke toko. Interior yang luas dengan dekorasi khas natal langsung menyambut mereka, membuat sang gadis terperangah melihat betapa besarnya bagian dalam toko tersebut.
Keduanya berpisah untuk sementara waktu, memilih dekorasi natal dan ulang tahun untuk pesta tanggal 25 besok di bagian yang berbeda. [Name] bersyukur karena rasa gugupnya perlahan hilang.
Seseorang bisa jelaskan kenapa [Name] bisa merasakan perasaan semacam itu ketika berada di dekat si iblis merah!?
Detak jantungnya yang semakin cepat ketika berada di dekat laki-laki itu, apalagi saat keduanya terlibat kontak fisik. Rona merah di wajah semakin sering muncul dan hal tersebut membuat [Name] kewalahan. Menyembunyikan perubahan warna wajahnya tentu bukan perkara mudah jika berhadapan dengan Karma.
"Menyebalkan," gerutu [Name] pada dirinya sendiri.
Jika boleh jujur, perasaan ini sudah ada dalam hati gadis tersebut sejak keduanya mulai belajar bersama dalam ujian masuk universitas. Pembelajaran privat bersama Karma membuat dirinya jatuh hati pada kharisma laki-laki itu.
[Name] mengganggap remeh perasaan tersebut. Bisa saja perasaannya hanya rasa kagum sesaat. Apalagi dirinya yang berbeda jurusan dengan Karma, membuat keduanya tidak bisa menghabiskan banyak waktu bersama seperti di sekolah menengah.
Namun, siapa sangka perasaan yang [Name] kira adalah perasaan kagum masih tersimpan dalam relung hatinya yang paling dalam, kini muncul kembali ke permukaan setelah beberapa hari dirinya tinggal bersama Karma.
Siapa yang seharusnya disalahkan dalam hal ini?
Dirinya yang menyangkal perasaannya sendiri atau Karma yang membuatnya merasakan perasaan ini lagi?
"[Name]-chan, kau sudah selesai memilih dekorasinya?"
Suara bariton Karma menarik gadis itu kembali ke realita. Matanya menangkap sosok sang sahabat yang kini membawa keranjang berisi dekorasi natal. Dia beralih memandang keranjangnya sendiri yang berisi dekorasi ulang tahun. Sepertinya sudah cukup.
[Name] mengangguk, mengiyakan pertanyaan Karma lalu kembali menyembunyikan wajahnya di balik syal. Keduanya berjalan menuju kasir dengan hening. Entah kenapa rasanya begitu canggung sampai [Name] berdeham untuk mulai berbasa-basi.
"Kulihat kau tidak membawa pohon natal mini untuk dekorasi. Apa kau memilikinya?" tanya [Name] berusaha menyembunyikan perasaan gugupnya.
Karma tampak memasang pose berpikir sebelum berkata, "Aku rasa orang tuaku menyimpannya di gudang. Kita bisa mencarinya nanti lalu besok kita bisa menghiasnya."
Gadis itu ber-oh ria sebagai respon kemudian suasana di antara mereka kembali hening. Tidak ada yang membuka pembicaraan lagi, keduanya menyibukkan diri dengan mendengarkan musik natal yang diputar di toko sebelum membayar dekor dan peralatan yang mereka ambil.
Tujuan selanjutnya adalah toko makanan. Karma memerlukan lebih banyak camilan dari kemarin untuk disuguhkan pada tamu undangannya lusa nanti.
Berkali-kali laki-laki itu menanyakan komentar [Name] tentang makanan yang dipilihnya. Sahabatnya tersebut membalasnya dengan deheman dan balasan pasrah lainnya yang membuat Karma berpikir kalau [Name] merajuk lagi padanya.
"Kau marah lagi padaku?" tanya Karma saat mereka beristirahat sejenak di sebuah food court.
[Name] menggeleng. Dia menunduk, enggan mempertemukan irisnya dengan iris mercury Karma yang kini menatapnya penuh selidik. Gadis itu kelihatan lebih tertarik memainkan parfait stroberi di hadapannya daripada membalas pertanyaan Karma.
"Kutanya sekali lagi, [Name]. Apa kau marah padaku?"
Tangan [Name] yang tidak berbalut sarung tangan, bersentuhan langsung dengan telapak tangan Karma. Laki-laki itu menggenggam tangan [Name], membuat detak jantung sang gadis semakin menggila.
Perlahan [Name] melepaskan genggaman tangan Karma darinya, dia memberanikan diri menatap ke dalam mata laki-laki itu.
"T-Tidak. Untuk apa aku marah padamu? Kau juga tidak melakukan kesalahan apapun hari ini," ucap si gadis dengan suara tersendat di awal.
Akabane Karma bersidekap dada, dagunya terangkat, irisnya menatap lurus pada mata gadis itu diiringi seringaian menyebalkan.
"Oh ya? Coba perlihatkan wajahmu padaku. Tidak biasanya kau menyembunyikan wajahmu dalam syal sesering ini."
[Name] menelan ludah pahitnya. Hati gadis itu menolak, dia tidak ingin Karma tahu tentang perasaan gugup dan malunya. Namun, otaknya tidak mau bekerja sama. Dengan perlahan, [Name] melepas syal yang menutupi sebagian wajahnya.
Karma tertegun di tempatnya duduk ketika melihat semburat merah yang begitu kentara di wajah sahabatnya. Gadis itu membuang mukanya sambil mendecih pelan.
"Puas?"
Laki-laki itu bersiul kemudian menopang dagunya dengan tangan. Irisnya tidak lepas memandangi wajah menggemaskan sahabatnya yang jarang sekali diperlihatkan pada orang lain ataupun padanya.
"[Name]-chan ... You're being shy with me, aren't you ..."
Refleks [Name] menatap laki-laki berambut crimson di hadapannya dengan tatapan terkejut. Dia menelan ludah pahit, tangannya terkepal kuat di bawah meja.
"No, I'm not!" sergah gadis itu dengan pekikan tertahan, berharap keduanya tidak terlalu menarik perhatian para pengunjung.
"Yes, you are~"
[Name] ingin sekali menghantamkan kepalan tangannya ke wajah laki-laki itu. Namun, hal tersebut dapat membuat berpasang-pasang mata menatap ke arah mereka.
Hal yang gadis itu benci adalah ketika Karma sudah mulai bermain-main dengan perasaannya. Itu sebabnya [Name] menyembunyikan wajahnya sepanjang hari agar Karma tidak menggodanya seperti sekarang ini.
"Jangan menatapku seperti itu! Cepat habiskan makananmu lalu kita pulang!" tukas [Name] pada sang sahabat yang masih menatapnya sambil menyeringai menggoda.
"Kau sendiri belum menghabiskan parfait pesananmu, [Name]-chan."
Karma meminum milkshake stroberi di hadapan tanpa melepaskan tatapan matanya dari [Name] yang kini semakin memerah karena ucapannya.
"Berisik!"
Jujur laki-laki itu menikmati setiap momen kebersamannya dengan [Name]. Kata orang, memendam perasaan suka sejak lama pada sahabatmu sendiri bukanlah perkara yang mudah. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Karma yang selama ini terus berakting biasa saja di depan sang gadis.
Bohong jika Karma bilang ia tidak menyukai [Name]. Bohong jika di dalam hatinya Karma tidak bersorak bahagia ketika menyadari [Name] tampak malu ketika berada di dekatnya sekarang.
Namun, ia tidak ingin momen itu lenyap begitu saja. Karma menghargai setiap waktu yang ia habiskan bersama [Name] sampai-sampai dirinya--yang tidak kenal takut terkadang menjadi gelisah.
Akan tiba masa di mana keduanya berpisah tatkala gadis itu tahu kalau Karma menyukainya. Perasaan sepihak yang membuat hubungan persahabatan hancur hanya karena salah satunya memendam perasaan lebih.
Akabane Karma menolak untuk dihadapkan dengan masa itu dan memilih untuk tetap menjaga hubungan mereka berdua agar tidak melewati batas.
--oOo--
Words count: 1168 words.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro