❆ day 4: "too bad, i wanted to see some ghosts."
prompt by swanimagines.
--oOo--
Untuk kali ini, berdiam diri di dalam rumah bukan rencana Karma dan [Name] untuk menghabiskan waktu. Setelah beberapa hari tinggal bersama dan Karma hampir tertular virus kemalasan [Name], laki-laki itu memutuskan untuk mengajak sahabatnya berkeliling. Mencari udara segar katanya.
Namun, mengajak [Name] untuk beranjak dari ranjang apalagi di hari libur adalah hal yang nyaris mustahil. Bagai kucing hendak dimandikan, gadis itu berkali-kali menepis tangan Karma dari selimut kesayangan yang masih melingkupi tubuhnya pagi tadi.
"Beep beep, pesan suara dari [Name]. Pergilah tanpa aku. Pulang nanti bawa camilan yang banyak, ya. Jangan ganggu aku lagi. Beep beep."
Perempatan merah muncul di kepala Karma tatkala gadis itu mulai menirukan operator telepon. Mau tidak mau, laki-laki berambut crimson tersebut menarik paksa kerah belakang baju sahabatnya kemudian menyeretnya ke kamar mandi.
"Kar--"
Pagi hari diwarnai dengan teriakan sumpah serapah [Name] yang terkena siraman air dari shower, layaknya iblis yang baru saja disiram holy water. Sedangkan, sahabatnya menulikan telinga selama membuat sarapan untuk mereka berdua.
Tak ada percakapan berarti dari keduanya sejak sarapan tadi, bahkan sampai mereka berjalan di trotoar seperti sekarang ini. Wajah [Name] tampak tertekuk, dia terlihat jengkel dengan sahabatnya yang membangunkan dirinya dengan cara yang sangat tidak etis.
"Mau sampai kapan berdiam diri begitu, [Name]-chan? Ayo."
Netra [eyes color] milik sang gadis berserobok dengan netra mercury Karma. Laki-laki itu tampak mengulurkan tangannya yang dibalut sarung tangan, menawarkan diri untuk menuntun langkah gadis itu.
[Name] mendengkus, membuang mukanya. Dia masih marah karena kejadian tadi pagi. Salahkan Karma yang membuatnya harus meninggalkan kehangatan selimut kesayangan hanya karena keinginan laki-laki itu untuk ke luar rumah.
"Tidak. Aku bisa sendiri."
Sang gadis menepis tangan sahabatnya kemudian berjalan mendahului laki-laki itu dengan dagu terangkat. Namun, tingkahnya tersebut, membuat [Name] malah jatuh terjerembab berkat gundukan salju yang entah bagaimana caranya berada di depan sang gadis.
"Pft."
Berpasang-pasang mata tertuju ke arah [Name]. Akabane Karma sendiri menjadi laki-laki sadis seperti biasanya. Ia berjalan menjauhi sahabatnya beberapa langkah, kemudian berpura-pura tidak mengenal gadis itu. Nyaris saja tawanya meledak karena tingkah bodoh sahabatnya.
[Name] segera berdiri dari posisinya, mengusap wajah dan pakaian yang ditempeli salju. Rasa sakitnya tidak seberapa, rasa malunya yang luar biasa. Telinga gadis itu tampak dihiasi rona merah, dia menyembunyikan wajah di balik syal yang dipakainya.
Sekali lagi netra kedua sahabat itu berserobok. Tangan [Name] terkepal dalam sarung tangannya, gatal ingin meninju wajah sang laki-laki yang kini sedang mati-matian menahan tawa.
"Jangan menertawakanku!" tukas [Name] sembari melangkah lebar-lebar mendekati sahabatnya.
Karma membuang pandangannya ke sembarang arah, bibirnya dikulum agar suara kekehannya tidak dapat didengar oleh gadis itu. Namun, tentu saja perilaku tersebut, makin mengundang rasa jengkel si gadis.
"Kau mau apa ke tempat rental DVD?" tanya [Name] yang melihat sahabatnya masuk ke sebuah bangunan di pinggir jalan.
Gadis itu mengekori sang laki-laki yang terus melangkah maju sampai meniti beberapa anak tangga. [Name] menggerutu pelan ketika mendapati dirinya diabaikan oleh Karma.
Saat sampai di lantai dua, keduanya disambut oleh rak-rak besar berisi berbagai CD dan DVD. Mulut [Name] terbuka, seolah kagum dengan apa yang tersaji di depan matanya. Jika boleh jujur, dia belum pernah masuk ke tempat rental kaset sebelumnya.
"Pilih saja film yang ingin kau tonton lalu kembali ke sini. Aku akan berkeliling."
Baru saja gadis itu hendak mengekori Karma, tapi laki-laki bermakhota crimson tersebut sudah melenggang jauh di antara kumpulan rak dalam ruangan. [Name] menghela napas, setidaknya dia harus bergegas agar mereka bisa segera pulang dan gadis itu bisa membungkus dirinya dalam futon kotatsu.
Iris [eyes color] milik [Name] mengamati judul-judul dalam rak berisi kaset film misteri. Nyaris saja dia tersesat di antara rak kaset film romance.
Gadis itu kurang begitu tertarik dengan genre romance. Jujur saja dia cukup muak dengan alur kisah cinta monyet yang hanya itu-itu saja. Kurang ada gregetnya, batin [Name] yang kini memainkan jemarinya di antara kaset dalam rak.
Setelah mengambil sebuah wadah kaset asal-asalan karena matanya mulai terasa berat, gadis itu segera kembali ke tempat di mana dia dan Karma berpisah.
Tak berapa lama, laki-laki yang ditunggunya ke luar dari antara rak kaset film horor. Di tangannya ada beberapa kaset dengan sampul yang mampu membuat sang gadis bergidik.
"Aku menemukan kaset yang menarik. Kau sudah selesai memilih?" tanya Karma yang direspon anggukan dan senyum--lebih tepatnya ringisan. Pasalnya [Name] lebih baik menonton film romance yang kurang digemarinya daripada horor.
Usai membayar biaya sewa kaset selama beberapa hari pada penjaga rental, keduanya berjalan pulang ke kediaman Akabane. [Name] berada di balik punggung sahabatnya, berpikir keras agar Karma tidak membuatnya menonton film horor bersama laki-laki itu.
'Ah, aku akan memintanya menonton kaset milikku lebih dulu. Setelah itu, aku akan pura-pura tidur.'
Sang gadis menghela napas lega, dia berhasil menyusun rencana untuk kabur dari agenda nonton film horor bersama Mr. Akabane.
Setibanya di rumah Karma, [Name] langsung melepas syal dan jaket tebal yang melingkupi tubuhnya kemudian menenggelamkan diri dalam kotatsu yang masih dibiarkan sama seperti kemarin.
Seperti biasa, Karma meletakkan kotak berisi kaset sewaan mereka di atas meja lalu melaksanakan tugasnya menyiapkan camilan. [Name] menguap lebar. Bila sudah berada di dalam kotatsu, kau tidak akan bisa lepas dari kehangatan dan kenyamanan yang diberikannya padamu.
"Beruang nampaknya mau berhibernasi~"
Suara menjengkelkan Karma ditangkap oleh indra pendengaran gadis itu yang kini sedang asyik memejamkan matanya. Dia membuka mata dan menemukan Karma sudah berada di sampingnya.
Di hadapan mereka tersaji dua cangkir cokelat hangat, kue kering, dan beberapa camilan ringan lain. [Name] menegakkan tubuhnya, mengambil kue lalu memakannya dalam sekali lahap.
"[Name]-chan, kau bisa memutar film yang ingin kau tonton dulu. Kebetulan aku belum memasang kasetnya," ucap Karma sambil sesekali meniup uap dari cangkir cokelatnya.
Gadis itu menatap heran ke arah Karma, tidak biasanya laki-laki itu bersikap baik dengan membiarkan dirinya memilihkan film. Namun, masa bodoh dengan hal itu, [Name] bisa dengan lancar melaksanakan rencananya.
Setidaknya jika dia menonton film misteri, gadis itu dapat mudah pura-pura tidur. Berbeda jika menonton horor, dirinya bisa terjaga sampai beberapa jam saking parnonya.
[Name] beranjak dari kehangatan kotatsu ke dekat televisi, tangannya bergerak memasukkan kaset yang dia pilih dalam DVD player lalu kembali duduk di posisinya.
"Ngomong-ngomong, terima kasih sudah menggendongku ke kamar. Ah, memang sudah seharusnya begitu sih, karena kau yang membuatku jadi kelelahan kemarin," gumam [Name] pada sahabatnya ketika film memutar adegan awalan.
Laki-laki itu merespon dengan deheman khas, tangannya bergerak menepuk-nepuk kepala [Name]. "Kukira tanganku nyaris copot karena berat badanmu."
Refleks sang gadis menoleh pada sahabatnya yang kini tersenyum meremehkan. [Name] menggertakkan giginya, menahan diri untuk tidak memukul Karma di sela-sela pemutaran film.
Hening. Setelahnya, semua hening. Ruangan hanya didominasi suara dari film yang diputar. [Name] menatap adegan yang disajikan dengan malas, sedangkan Karma lebih seperti pura-pura peduli dengan film yang dipilih gadis itu.
Namun, semakin konflik memuncak, semakin aneh pula adegan yang terputar. Karma mulai merasa tertarik, sedangkan [Name] berusaha menelan kue kering kunyahannya yang tertahan di kerongkongan berkat suara intens dari layar televisi.
Jumpscare muncul. [Name] nyaris menyemburkan cokelat dari mulutnya dan Karma membuang pandangannya, mati-matian menahan tawa. Iris [eyes color] milik gadis itu tampak gencar mencari sampul kaset pilihannya.
Sungguh demi apapun, [Name] mengira kaset misteri yang dipilihnya hanya berisi pemecahan masalah detektif ulung. Namun, gadis itu salah besar. Ada campur tangan makhluk dari dunia lain dan makhluk tersebut menjadi antagonisnya. Bagus, [Name] akan terhantui selama berhari-hari karenanya.
Tanpa disadari, gadis itu mencengkeram lengan kaos milik Karma. Sang laki-laki tampak melirik sahabatnya yang lebih seperti kucing penakut sekarang. Ia hanya bisa mengulum senyumnya.
Gotcha.
Beberapa menit berikutnya begitu menyiksa batin [Name]. Namun, gadis itu bersyukur karena hantu yang keluar tidak muncul sesering film horor asli. Tangannya bergerak mengelus dada, merasa lega dengan siksaan yang sudah berakhir.
Namun, kelihatannya gadis itu tidak seharusnya merasa senang dulu ketika Karma mulai beranjak mendekati DVD player.
"Oke~ Film berikutnya~"
[Name] membatu di tempatnya. Keringat dingin mulai menetes dari pori-pori kulit, napas gadis itu terasa lebih cepat dari biasanya.
"Karma, tidak."
Sama halnya seperti kemarin, pintaan [Name] tidak akan digubris begitu saja oleh Tuan Iblis Sadis. Karma menyunggingkan senyuman setelah memasukkan kaset lalu kembali ke tempatnya.
"Too bad, I wanted to see some ghosts."
[Name] menelan ludah pahitnya. Dia tidak menyangka level kesadisan Karma sudah berkembang hingga ke titik mimpi buruk untuknya. Dengan sangat terpaksa, gadis itu menonton film tersebut.
Di sepanjang film, mata [Name] tampak berkaca-kaca, tangannya sibuk mencengkeram kaos milik Karma. Terus begitu sampai semua kaset yang mereka sewa telah selesai diputar.
[Name] duduk memeluk lututnya dengan erat, menyembunyikan iris [eyes color] di balik kelopaknya. Napas sedikit tidak beraturan, tapi yang pasti dia terlelap dengan perasaan gelisah.
Jujur saja Karma cukup merasa bersalah karena mendorong gadis itu untuk menonton film horor--yang ia sangat tahu--bisa membawa mimpi buruk untuk [Name].
Tangan besar milik laki-laki itu terangkat, mengusap helaian demi helaian [hair color] milik sahabatnya. Dalam hati, ia berharap [Name] baik-baik saja.
"I am sorry, princess. Please have a nice dream."
--oOo--
Words count: 1494 words.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro