Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

33 - Visual Favorit Nova

Minggu siang.

Alvin, Cakka, Rio, Gabriel, Deva dan Ray berada di lapangan basket tersembunyi yang waktu itu, mulai hari ini mereka ber-empat akan memberikan latihan intensif untuk Deva dan Ray agar lolos seleksi basket SMP dua Minggu lagi.

Ray dan Deva sedang mencoba beberapa trik yang diajarkan Rio kemarin.

Sementara kakak-kakaknya sedang duduk santai di bawah pohon sambil memakai sepatu.

"Gimana malem minggu kalian?" Gabriel membuka percakapan, menatap para sahabatnya gantian. Alvin dan Cakka tersenyum cerah, berbeda dengan Rio yang fokus pada tali sepatunya.

"Lo gimana, Yo?"

"Gimana apanya?

"Malming-lah, jangan bilang gatot!" tukasnya galak,

Rio tertawa sejenak, "Malming apaan! lo lupa kalau gue nggak punya cewek?"

"Engga sih, tapi kan semalem lo sama Ify" sambung Gabriel.

"Emang itu artinya gue lagi malem mingguan ya?"

"Yaa iyalah, pinter! malam minggu itu jadi spesial kalau dihabisin bareng orang yang spesial juga" lanjut Cakka kekeh.

"Tapi Ify bukan pacar gue..."

"Tapi dia spesial 'kan buat lo?" pancing Alvin.

Rio mengangguk pasrah, "Iya sih, ya biasa, ngobrol aja, so far so good." ceritanya, "tapi yang jelas, gue bakal pertahanin dia buat membayar kebodohan gue kemarin, nggak seharusnya gue nyakitin dia" lanjutnya pelan.

Gabriel dan Cakka menepuk pundak Rio gantian.

"Tenang aja, Sob! Kita pasti bantuin Lo kok, asal nggak nikung aja," sela Alvin menggoda.

Rio merengut, "Sialan lo!"

Daripada di serang berjamaah, Rio memilih untuk bangkit dari posisinya, mulai melakukan straching, masih untung Alvin bisa diajak kompromi dengan ceritanya semalam, jika tidak tentu saja akan lain cerita.

***

Halaman yang tidak begitu luas dengan dekorasi klasik sang empunya menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya sesaat setelah Debo membelokkan mobilnya memasuki pekarangan rumah yang tidak begitu besar, Ify mengamati dengan seksama, hunian ini tampak nyaman, indah dipandang.

"Masuk, yuk..."

Ify menatap Debo datar, dia betah diam sampai sosok itu mengulurkan tangan ke arahnya.

"Ayo,"

Ify mengalihkan pandangan, menggenggam jemari yang terulur seraya turun dari mobil. "Kamu baik-baik aja kan, De?"

Debo menoleh dengan sebelah alis terangkat. "Ha? Iya, iya aku baik-baik aja, kok" balasnya tersenyum, "emangnya kenapa, sayang?"

"Nggak apa-apa, abis diem terus dari tadi, ntar pulang dari sini ada yang mau aku omongin ya..."

"Ngomongin apa?"

"Bukan apa-apa,"

"Ada apa sih, penting banget ya?"

"Nanti aja..."

"Jangan-jangan kayak di sinetron lagi..." Ungkap Debo kemudian.

"Maksudnya?"

"Yaa... kalo di sinetron tuh, biasanya cewek ngajak ngomong cowoknya duluan itu, ujung-ujungnya minta putus..." Debo terkekeh, "tapi masa iya sih kamu tega mutusin aku? nggak mungkin kan, Fy...?" lanjutnya tertawa.

Ify tidak menanggapi, dia lebih memilih mengikuti Debo yang mulai melangkah memasuki rumahnya sampai keruang tengah yang lenggang, Debo melepaskan genggaman mereka setelah memintanya menunggu, agak lama dia kembali bersama seorang gadis kecil yang cantik, dia memakai gaun ala puteri dengan bando warna pink di rambutnya.

"Nova, kenalin, ini yang kakak sering ceritain, namanya kak Ify. Dia lagi di depan kamu" ujar Debo kemudian, Nova mengulurkan tangan seakan ingin merasakan sesuatu, Debo menarik tangan Ify dan tangan Nova bersamaan, mendekatkannya.

"Kamu ngomong deh Fy, biar dia tahu kamu dimana..." ujar Debo lagi.

"Hai, Nova"

Nova meraih tangan Ify yang didekatkan padanya, Ify mensejajarkan diri dengan Nova, membiarkan anak kecil itu meraba tangan dan wajahnya sebagi sarana perkenalan.

"Kakak pasti cantik, hidungnya mancung. Aku Nova, salam kenal Kak Ify..." katanya.

"Kamu juga cantik, kok" Puji Ify tulus.

Mengetahui fakta ini membuat Ify menjadi semakin merasa bersalah atas egonya sendiri, dia merasa, emm... kasihan mungkin, apalagi saat Nova meminta padanya agar bisa menjaga Debo, dia bisa saja menjaga lelaki itu, raganya bisa melakukannya. Tapi bagaimana dengan hatinya? Bagaimana dengan perasaannya yang semakin lama akan semakin kuat dan egois, apa dia akan sanggup menjaga perasaan itu agar tidak menyakiti Debo jika kini dia bahkan merasa begitu bersalah?

Debo pamit untuk menyiapkan minuman, membiarkan Ify berdua saja dengan Nova yang tengah menunjukkan coretan di buku brailnya, rupanya anak itu sedang menggambar sesuatu.

"Nova lagi buat apa sih?"

"Ini gambar baju kalau nanti Nova menikah seperti Mama..." ceritanya antusias.

Ify tertawa renyah, "Emang Nova mau menikah sama siapa?"

"Kak Mario, Kalau udah besar, Nova maunya menikah sama Kak Mario aja pokoknya, enggak mau yang lain" ujar anak itu lagi.

"Kak Mario?"

"Iya, temennya Kak Debo, dulu Kak Mario sering banget main kesini sama Kakak sipit, Nova lupa namanya udah lama sih nggak ketemu..."

"Kakak Alvin mungkin, maksud kamu..."

"Nah, Iya itu namanya... kak Ify kenal?"

"Kenal, kebetulan temen sekelas..."

"Wah, enak dong. Kak Ify bisa ketemu Kak Mario sama Kakak sipit terus!" Nova tersenyum seraya melanjutkan aktivitasnya, Ify hanya tertawa.

"Seru banget nih, kelihatannya!" Interupsi Debo yang baru saja kembali dari dapur, meletakkan camilan dan minuman diatas meja. "Diminum, Fy. sorry nih papa lembur jadi nggak bisa ketemu deh" ujarnya

"Iya nggak apa-apa, Mama kamu mana, De?"

"Mama... em, mama aku udah meninggal, Fy"

"A... ma... maaf, a... aku nggak tahu," Ify menunduk setelah mengatakanya.

Debo mengelus surai hitam gadisnya pelan, "Nggak apa-apa, Fy..." ujarnya

Sekilas, Ify perihatin melihat bagaimana Debo melewati hidupnya selama ini, Papanya seorang Dokter yang banyak menghabiskan waktu di rumah sakit, sehingga membuatnya hanya tinggal berdua dengan sang adik yang tidak bisa melihat. Dari sikapnya, Ify bisa merasakan jika Debo sangat menyayangi Nova.

Tiba-tiba keraguan menjalar di hatinya, dia merasa tidak mungkin menyakiti Debo yang sudah begitu baik, mungkin Rio benar, Debo hanya sedang berusaha menjaganya. bukankah seharusnya Ify berskukur memiliki kekasih seperti Debo? Dia baik, perhatian, dan bisa mengerti keinginannya. Namun sayang, cinta tidak semudah itu.

***

Semua bermain sangat serius sampai detik ini, Ray dan Deva memanfaatkan semua peluang yang sengaja diciptakan Alvin, Gabriel dan Cakka dengan mencetak score sebanyak mungkin. Kali ini posisi Rio jauh dengan pemain lain, langkahnya mulai melambat bersamaan dengan datangnya dentuman keras di belakang kepala, wajahnya sudah dipenuhi keringat, sesekali pandangannya memburam tapi membaik dengan cepat.

Prrrittt....
Prrrittt....

"BREAAAK..." ujarnya mengomandoi yang lain sebelum jatuh terduduk di posisinya berdiri, dia memejamkan mata sejenak mencoba menghalau pening yang belum mau hilang.

"Lagi asik tahu, Yo! main break aja ih," komentar Cakka seraya mendaratkan tubuhnya tidak jauh dari sang kapten, mengambil minum dan meneguknya dengan cepat.

"Capek gue..." Lapor Rio seadanya.

"Bego sih, udah tahu abis sakit, nggak usah main dulu deh Lo, gue nggak nanggung ya kalau ada apa-apa" Cakka malah ceramah.

"Nggak, gue mau main"

"Enggak, pokonya gue bilang enggak, ya enggak!" Cakka bersikukuh. "Gue nggak mau ya, direpotin sama Lo"

"Sama, Gue juga" timpal Gabriel sakartis.

"Apalagi gue..." sahut Alvin yang juga menunjukkan wajah sangarnya.

Latihan dimulai lagi, sesuai permintaan, Rio absen dulu kali ini, tanpa membantah dia pasrah tiduran di tepi lapangan ditemani Agni yang datang menemani Cakka hari ini. ditemani suara berisik anak-anak yang lagi main, Rio memejamkan mata sambil sesekali memijit pangkal hidungnya.

Agni melirik dengan sebelah alis terangkat, sejauh ini dia mengenal Rio sebagai pribadi yang kuat, tangguh, dan jarang sakit. Tapi belakangan ini dia seperti melihat Rio yang lain, tidak seperti dulu.

"Hati-hati Ag, bisa berabe kalau sampai Cakka ngelihat lo natap gue sampe tuh mata mau copot gitu..."

Agni reflek menoleh, mencibir Rio yang tersenyum jahil kearahnya. "Gue binggung aja sih, Kok lo doyan banget sakit akhir-akhir ini," ujarnya meninju bahu lelaki itu pelan.

"Enggaklah, nih badan belum bener aja kayaknya, pan gue orang sibuk"

"Bodo, capek ngomong sama lo. Oiya gimana lo sama Ify?" Agni mengalihkan pembicaraan.

"Nggak gimana-gimana, dia lagi jalan sama Debo, ngomongin soal Ify, gue jadi inget abis beli sesuatu buat dia,"

"Ih, apaan? kasih tahu dong gue?" rayu Agni.

Rio mengedikkan bahu, "Adadeh, gue nitip ya, ada di mobil gue"

"Anterin aja kali, sekalian ngapel gitu..." ceplos Agni.

Rio mengedipkan matanya jahil, "Please, Agniiiii...."

Agni mendelik lucu, "Ih, Sue lo. iya... iya... ntar gue kasih" ujarnya mengalah

"Nah, gitu dong. Lagian masak iya, Ify diapelin dua cowok sehari, kan nggak lucu ag!"

"Terserah lo aja!"

Setelah seharian bermain bersama Nova di taman kota, tiba saatnya Ify harus pulang, sepanjang jalan Debo berceloteh riang menceritakan keseruannya liburan bersama Papa dan Nova akhir tahun lalu, sesekali Ify ikut tertawa mendengar cerita itu.

Debo menepikan mobilnya di depan gerbang rumah Ify, mematikan mesin mobil.

"Udah sampe, sayang..." Debo membukakan pintu samping kemudi, mempersilahkan Ify untuk turun.

"Makasih, mau mampir dulu?" tawar Ify, Debo menggeleng.

"Yaudah, kalau gitu aku masuk ya" pamit Ify lagi.

Debo menahan lengannya, "tunggu, katanya tadi kamu mau ngomong sesuatu, apa?" tagihnya.

Ify terdiam, lagi-lagi dia diliputi keraguan untuk mengutarakan maksudnya, dia merasa tidak memiliki alasan yang kuat untuk menyudahi hubungan mereka mengingat Debo sudah berusaha mencintainya secara sempurna, dia baik, tidak ringan tangan apalagi cemburuan sebagaimana pasangan-pasangan lain yang biasanya menggunakan alasan-alasan seperti itu untuk putus.

"E... i... itu, lupain aja deh, nggak penting kok"

"Kenapa sih, jadi tambah penasaran deh..."

"Nggak ada apa-apa kok, beneran deh"

"Biar aku tebak, kamu mau putusin aku ya?"

"Kok kamu ngomong gitu..."

"Feeling aja, iya kan? Udah deh kamu jujur aja..."

"Enggak, bukan gitu kok, aku tadi cuma mau bilang kalo aku... aku..."

"Aku apa... aku tahu kok kalau kamu-

"Aku sayang kamu. iya, aku sayang kamu, De" potong Ify cepat.

Debo terdiam lalu terkekeh, "Kamu tumben banget sih hari ini, kamu lagi ngerjain aku ya? aku kan nggak lagi ulang tahun. Aduh sayaaaaaaaang sumpah, jangan gini ah, aku geernya setengah mati soalnya..."

"Aku nggak lagi ngerjain kamu kok, emang itu yang tadi mau aku omongin..."

"Kamu yakin?"

Ify mengangguk.

"Kalau gitu buktiin dong..."

"Ka... kamu mau aku buktiin kayak gi... gimana biar kamu percaya..."

Keduanya saling tatap dalam waktu yang lama, berjalan mendekat, memupus jarak di antara mereka.

Ify terpaku di tempatnya, dia ingin pergi, dia ingin menolak perlakuan Debo, tapi tubuhnya seperti mati rasa.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro