part 7
"Rafa, lo tuh gak bisa diem banget sih!"
Iya, gimana gue gak gondok lama-lama kalo dia ngedorong kursi gue mulu dari belakang.
Jadi ceritanya dia duduk di belakang gue. Dan di saat gue lagi asik nyimak penjelasan guru, dia malah nendang-nendang kursi gue. Gimana gak kesel?
Tapi agak salting juga, sih.
Yang diomelin hanya menunjukkan cengiran kuda khasnya.
Dibilang gausah nyengir entar gue makin suka gawat.
Akhirnya gue langsung berbalik ke arah depan lagi, dan mencoba untuk fokus walau sebenarnya senyuman Rafa itu mengalihkan duniaku #yhaaaaaa
Baru aja gue mulai fokus sama guru yang di depan, tiba-tiba ada yang nendang-nendang kursi gue lagi.
Fix, ini gue gondok beneran sama sekali gak salting.
"Rafa lo gabisa -"
Omongan gue kepotong gitu aja, karena ....
"Sejak kapan muka Rafa ganti sama muka Badak?"
Tapi diliat-liat kok Rafa emang mirip Badak, ya.
"Mentang-mentang suka sama Rafa, jadinya liat semua orang bawaannya mirip Rafa, ekhem," nyinyir Badak.
Badak tuh sebenernya lebih dari mak rumpi. Kadang omongannya bikin pengen gelepak dia aja bawaannya. Untung masih menghormati yang lebih tua.
Iya, gue paling muda di kelas gue. Paling imut gitu, wagelaseh.
Sebenernya gue juga bingung, itu si Badak bisa tau gue suka sama Rafa dari mana. Orangnya aja gak tau ya kan.
"Rum, kok Badak bisa tau sih gue suka sama Rafa?" tanya gue ke Arum yang ada di sebelah gue.
"Ck apa sih Ris, gue lagi konsen nih."
"Konsen maen Flappy Bird? Heran masi jaman aja tu burung."
"Berisik ah, tadi lo nanya apa?" Akhirnya Arum mematikan ponselnya dan mengerahkan semua perhatiannya untuk gue. Cie.
Kita ngobrol gini bisik-bisik ya, kan gak enak kalo ketauan guru.
Bukan gak enak sih, tapi lebih ke gak berani. Ngeheheheh.
"Kok Badak bisa tau kalo Gue suka sama Rafa?" tanya gue sekali lagi.
"Lah semuanya juga udah pada tau kecuali Rafa kali, Ris. Dari gerak-gerik lo aja kentara banget lo suka sama dia. Gue heran kenapa Rafa gak ngerti-ngerti."
Masa sih? Perasaan gue udah sok galak depan dia hmmm.
"Tolong yang dari tadi curhat aja bisa maju ke depan? Saya mau tau kalian curhat tentang apa."
Tiba-tiba ada suara yang menginterupsi ruangan kelas. Please ini si Ibu nyindir gue apa gimana sih?
"Untuk siswi yang berinisial Arum dan Rissa, bisa ulang curhatnya di depan kelas," titah Bu Yuni, guru MTK yang emang agak baperan.
Bu please dong, itu mah bukan inisial. ☺️☺️☺️
"Maaf, Bu, kami tidak akan mengulanginya," jawab gue sopan dan dengan muka yang sengaja dimelas-melasin.
"Tapi saya mau tahu pembahasan kalian apa, sepertinya seru sekali. Lebih seru dari penjelasan Trigonometri di papan tulis."
Ya iyalah bu, trigonom mah bikin pusing, kalo curhatan saya mah bikin bahagia walau pusing juga.
"Bukan apa-apa, Bu, hanya membahas nanti makan apa di kantin. Kami mendengar penjelasan Ibu, buktinya kami mencatat di buku tulis," jawab Arum.
Fiuh, untunglah ini anak tidak dalam masa 'lemotnya'.
"Oh seperti itu? Membahas mau makan apa di kantin? Terus sekarang sudah dapat jawabannya belum?" tanya Bu Yuni kembali.
Kok perasaan gue gak enak gini, ya?
"Udah kok Bu, mau makan nasi goreng istri Pak Husen aja enak. Ibu mau nitip atau gimana kok nanya-nanya?" jawab Arum.
Duh, ini sih si Arum kumat.
"Yaudah karena sepertinya Arum dan Rissa sudah lapar dan ingin makan nasi goreng istri Pak Husen yang enak itu, saya persilakan untuk keluar sekarang, selagi saya berbaik hati."
Arum tiba-tiba langsung menggebrak meja sambil berdiri, "Serius Bu? Makasih banyak Bu, Ris ayo kantin!" ucapnya sambil menarik tangan gue.
Bisa dipastikan nilai Matematika gue di semester ini akan membuduk.
Eh, memburuk.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro