Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

part 18

Disarankan untuk membaca ulang part sebelumnya karena kemungkinan besar kalian akan lupa alur cerita ini. Iya, sebegitu lamanya cerita ini hiatus😆😆. Selamat membaca!

***

Kali ini gue melihat sisi yang baru dari Rafa. Dan, gue bersyukur karena dikasih kesempatan untuk lebih mengetahui sosok Rafa yang sebenarnya. Ternyata, Rafa bukan hanya anak lelaki remaja yang mempunyai kuping caplang, suara aneh, bikin gemes, dan pengalah. Tapi, dia itu bener-bener sosok lelaki yang sanggup membuat hati gue meleleh terus-menerus. Melihat Rafa yang dengan lembut membereskan pusara almarhum ayahnya, menyingkirkan dedaunan kering nakal yang berjatuhan di atasnya, sesekali menatap batu nisan itu dengan sendu. Gue bisa merasakan rasa rindu Rafa pada ayahnya, entah kenapa liat dia yang kayak gini bikin gue mau menggenggam tangannya dan bilang 'gue ada di sini buat lo' tapi, itu hal yang bodoh, kan?

"Do'a dulu, ya, Ris, bantu doa buat bokap gue," ujarnya setelah selesai membersihkan makam.

Gue mengangguk kemudian langsung mengangkat kedua tangan untuk melafazkan surat al-fatihah beserta doa yang lainnya.

"Yuk, Ris. Rindu gue sudah terobati, nih!"

Rafa berdiri terlebih dahulu, kemudian mengulurkan tangannya ke depan wajah gue. Gue yang masih jongkok cuma melongo, menatap kosong ke arah tangannya Rafa.

"Ck, ayo!" Rafa menarik tangan gue, menggenggam, mengajak gue untuk keluar dari area pemakaman.

Dan gue, masih setia dengan kecengoan karena sikap Rafa yang entah terlalu lembut atau gimana.

"Mau makan apa? Di deket sini ada yang jual laksa enak banget. Tapi gue gak suka sih, gue mau makan mie ayam yang di sebelah laksa aja, hehehe."

Gue ikut tertawa ringan. Entah kenapa setiap kata yang diucapkan Rafa terlalu bermakna untuk gue. Ditambah, ia masih menggenggam tangan gue sampai ke parkiran motor.

"Perlu dipasangin lagi helmnya?"tanya Rafa saat kami sudah tiba di depan motornya.

Gue refleks menggeleng dan langsung mengambil helm gue, "Nggak, gue bisa sendiri, kok!"

Rafa tertawa kecil, "Biasa aja kali, gak usah ngegas gitu hahaha."

"Kalo gak ngegas nanti kita gak jalan dong?"

"Oh, jadi mau jalan? Mau ke mana sih? Ayo ayo kita jalan sesuai keinginan lo." Lagi-lagi Rafa tertawa kecil karena berhasil membuat pipi gue bersemu merah. Padahal kan bukan itu maksud gue!!!

"Bukan gitu, Raf!!! Kan emang kalo motornya gak di gas ya kita gak bisa jalan dong? Motornya gak jalan gitu maksudnya," elak gue.

"Udah ayo mau jalan ke mana? Mau ke taman? Pantai? Apa mau nonton?"

Kenapa Rafa jadi gini, sih? Kalo kayak gini mana mungkin gue bisa nolak!!!

Gue yang masih malu-malu kucing akhirnya menjawab dengan nada pelan, "Nonton aja deh, yuk."

"Apa? Gak kedengeran, Ris. Mau apa?"

Tolong dong.

Gue udah nahan malu banget ini.

SALTING WOI SALTING GUEE!!!

GUE MAU TERIAK-TERIAK SAMBIL GULING-GULING DI KAMAR AJA RASANYA DIBANDING HARUS JAIM DEPAN RAFA!!!

"Mau nonton," jawab gue lagi.

Rafa mengambil kembali helm yang ada di tangan gue kemudian memakaikan ke kepala gue. "Yaudah, ayo. Jangan malu-malu gitu ah sama gue, gak cocok! Biasanya juga lo yang maju terus, kan?"

Setelah ngomong kayak gitu, Rafa langsung memakai helmnya sendiri dan naik ke atas motor. Dan gue, cuma bisa ngikutin dia aja. Gue ikut naik ke motornya, bilang 'udah' ke Rafa, dan Rafa langsung melajukan motornya.

Gue gak bisa denger suara kebisingan di jalan raya. Gue gak bisa denger suara angin yang seharusnya ramai di telinga gue. Gue cuma bisa denger suara jantung yang berdebar kencang, dan suara pikiran gue yang udah melantur ke mana-mana. Tubuh gue pun kaku, tangan gue mengepal dan gue sembunyikan di tengah jok yang masih kosong.

"Makasih, ya, Ris, udah mau nemenin gue hari ini."

Suara Rafa terkecuali. Suara dia bisa dengan sangat jelas terdengar di telinga gue. Ya, karena seraya mengucapkan itu, Rafa mengambil tangan kiri gue dan memasukkannya ke dalam kantong jaket dia.

Ini gue boleh pingsan dan ngejengkang ke belakang gak sih?

"Tangan lo dingin banget? Lo sakit?"

Tolong dong, ini si Rafa gak bisa diem apa gimane, sih? Ngomong mulu dari tadi!!

"Nggak, emang dingin aja kali," jawab gue sekenanya.

Dia gak menjawab. Tangan kirinya ikut masuk ke dalam kantong jaketnya. Dia menggenggam tangan kiri gue di dalam kantongnya.

Duh, kalian bisa bayangin gak sih betapa romantis dan hangatnya tangan gue?!?!?!

Coba bayangkan!!!

"Makasih sekali lagi, Ris. Gue seneng banget hari ini."

Dan entah ada dorongan dari mana, tubuh gue ikut maju. Dagu gue yang kayaknya terasa berat ini akhirnya gue sandarkan di pundak Rafa.

"Gue juga makasih, Raf. Gue seneng banget hari ini."

Gue memejamkan mata. Menikmati angin yang menerpa wajah. Menikmati rasa debaran yang entah iramanya begitu indah terdengar di telinga. Menikmati tiap belaian tangan Rafa yang membuat hati gue menghangat.

Gue semakin terpejam, rasanya terlalu nyaman. Senyaman lagunya Andmesh yang baru.

"RISSA!!! BANGUNNNN TEMENIN MAMA KE PASAR BELI PETE!!!"

Alis gue mengerut. Kenapa tiba-tiba ada suara mamake yang nyaring? Kenapa tiba-tiba pemandangan yang gue hadepin saat gue buka mata berbeda?

Kenapa tiba-tiba gue ada di dalem kamar?

KENAPA ITU SEMUA CUMA MIMPI, YA ALLAH??????

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro