Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Misteri

Keindahan Sandal Park berganti dengan sebuah bangunan menjulang dengan 3 lantai. Tidak ada lagi pemandangan hijau dan kicau burung. Pemandangan didepanku kini berubah menjadi gelap, cahaya matahari terhalang pohon-pohon tinggi dan rimbun. Aku tengah berada di tengah hutan. Ujung sepatuku dipenuhi daun-daun kering yang berguguran. Bunyi daun kering yang patah mendominasi pendengaranku kala aku mulai melangkah.

Gedung tinggi dihadapanku ini tampak menyeramkan. Catnya yang berwarna kecoklatan mulai mengelupas. Tidak hanya itu, terdapat beberapa retakan di dinding bangunan menjulang ini.

"Ayo masuk." Kian mengajakku untuk masuk ke gedung menyeramkan ini.

"Kamu serius mau ngajak aku ke dalam?" tanyaku tidak percaya. Suasana benar-benar berubah 180ο dari tempat yang sebelumnya kami kunjungi. Perubahan ini terlalu mendadak. Aku masih mencerna kenyataan yang Kian hadirkan saat ini.

"Tentu saja." Kian pun mendorong pintu besar yang gagangnya sangat berdebu itu, muncul suara berdecit yang membuat jantungku berulah. Aku takut, terutama ketika segerombolan kelelawar keluar saat pintu itu berhasil terbuka. Aku pun memekik karena terkejut. Baru kali ini aku melihat kelelawar secara langsung, dan hewan bersayap itu sangat menyeramkan.

"Untuk apa kita kesini? Kenapa kita harus masuk?" Aku benar-bena tidak berminat dengan gedung kelelawar ini. Kalau tahu lingkaran cahaya itu akan membawa kami kesini, aku tentu tidak mau mengikuti Kian.

"Mau tidak mau. Suka tidak suka. Kamu nggak bisa mengelak takdir yang membawamu kesini, Alika. Sudah, menurut saja." Lagi-lagi Kian mampu membaca pikiranku. Aku menelan saliva, berusaha mengumpulkan keberanian yang merosot entah kemana. Meyakinkan diri sendiri bahwa di dalam akan baik-baik saja, tidak ada yang perlu ditakutkan.

Aku pun mengikuti langkah kaki Kian menerobos ruangan gelap penuh debu itu. Baru beberapa langkah melewati pintu besar itu, aku menginjak suatu benda yang langsung retak akibat bersentuhan dengan sol sepatu. Aku terkejut dan langsung berteriak saat tahu benda apa yang barusan kuinjak. Sebuah tengkorak manusia dan tulang belulang yang berserakan memenuhi sebagian ruangan gelap ini.

Keterkejutan mendorongku untuk melangkah mundur. Namun lagi-lagi sepatuku menginjak benda aneh. Berbeda dengan sebelumnya, benda yang melempel di sepatuku ini bertekstur lembek dan lengket. Kuangkat sepatuku untuk melihat benda dibaliknya. Sebuah bola mata yang telah hancur. Cairan kental merah kehitaman membasahi bola mata lembek itu.

Aku terpekik, tidak ingin lagi menginjak sesuatu yang menyeramkan. Tanganku meraba-raba dinding, mencari sebuah saklar lampu, ruangan besar ini butuh pencahayaan. Aku takut namun juga penasaran disaat yang bersamaan.

Namun bukan saklar lampu yang kuraih melainkan hewan berbulu halus. Perlahan, hewan berkaki 6 itu merayap ke punggung tanganku. Sensasi geli yang ditimbulkannya membuatku bergidik. Terlebih saat menyadari hewan itu sudah merayap hingga ke pergelangan tanganku itu adalah seekor tarantula. Kian meraih tanganku, mengusir tarantula itu agar tidak melukaiku.

"Kian, ayo kita pulang." Tubuhku bergetar ketakutan melihat pemandangan di sekelilingku. Aku masih tidak mengerti tujuan Kian membawaku ketempat ini.

"Tugas kita belum selesai, Alika." Kian menenangkanku dengan mengusap lembut pundakku. "Dan jangan menyentuh apapun, lagi." Kian memperingatiku.

"Tapi Kian..,"

"Jangan biarkan ada korban lagi di tempat ini. Semuanya harus segera kita hentikan, Alika. Setelah itu aku berjanji akan membawamu pulang."

"Apa yang harus kita lakukan?" Perasaanku semakin tidak nyaman berlama-lama ditempat ini. Kian menggenggam tanganku. Tubuhku menghilang dibalik tubuh Kian. Ini seperti jubah ajaib yang aku tonton di serial Doraemon yang dapat membuat tubuh tak kasat mata.

Krek.

Aku mendengar kedua pintu utama terbuka dan dua lelaki dewasa memasuki ruangan utama.

"Bos, sudah 40 korban. Aku takut..."

"Takut apa? Dipenjara? Atau kerasukan setan gentayangan? Sudahlah, nggak usah takut. Nggak ada yang perlu ditakutkan." Pria bertubuh kekar yang disapa "Bos" itu melempar puntung rokok yang tadi tengah dihisapnya.

"Tapi bos, tempat ini semakin angker." Aku membenarkan ucapan lelaki kurus itu. Aura ketakutan tercetak jelas dari wajahnya.

"Sudahlah Steve! Aku tidak mau mendengar lagi! Cepat bawa masuk mayat baru kita!" Perintah yang baru saja keluar dari mulut lelaki itu membuat tubuhku menegang seketika.

"Tidak usah takut. Aku menjagamu." Kian mengencangkan genggaman tangannya pada tangan kiriku. Kian, dia selalu saja bisa menenangkanku.

"Apa yang harus kita lakukan, Kian?" Aku berbisik padanya saat melihat lelaki yang disapa Steve itu memindahkan bungkusan besar yang kuyakini berisi mayat. Bau busuk menguar dari kantong plastik raksasa itu. Bisa ditebak mayat yang dibawa Steve itu sudah membusuk. Tidak hanya itu, Steve juga mengeluhkan mayat itu telah menegluarkan banyak belatung yang membuatnya mual.

"Kita tinggal memberikan barang bukti ini ke polisi, Alika."

"Tapi bagaimana bisa?" Kian menunjuk ponsel genggamku yang tiba-tiba berisikan video percakapan antara dua pria menakutkan ini. "Ayo kita pergi, Alika. Tugas kita sudah bukan ditempat ini lagi." Kian menuntunku keluar dengan mendekapku. Mencegah agar aku tidak melihat Steve maupun mayat yang berada ditangannya.

Aku merasa hidupku penuh dengan petualangan sejak aku bertemu Kian. Dan setelah ini, aku tidak tahu tempat mana lagi yang akan kami kunjungi. Aku hanya menurut kemana Kian membawaku.

Kuedarkan pandang ke sekelilingku. Kudapati kami sudah sangat jauh dari gedung penuh kerangka manusia itu. Aku tidak tahu sekarang aku berada di belahan bumi mana. Yang jelas, selama Kian masih berada disampingku, aku akan baik-baik saja.

Dari arah berlawanan, aku mendengar bunyi sirine. Beberapa mobil polisi tengah mendekat kearahku. Polisi? Dari mana datangnya polisi-polisi ini? Apakah Kian telah memanggil mereka?

Pandanganku tidak lepas dari polisi yang berada dibalik kemudi. Semakin kuperhatikan, aku semakin mengenali orang tersebut adalah, Kian. Tapi bagaimana bisa?

"Kian?" Polisi berparas mirip Kian itu menoleh saat kupanggil. Aku pun menoleh kesampingku, ingin memastikan malaikat penjagaku itu tidak meninggalkanku sendirian.

"Heran?" Kian masih berada disampingku dan aku yakin ia pasti tahu isi pikiranku.

"Bagaimana bisa?" tanyaku menoleh kearah pria berseragam polisi itu dan Kian bergantian. Mobil polisi itu kini semakin menjauh, menyisakan aku dan Kian berdua di tengah hutan ini.

"Sudah kubilang. Tidak usah heran. Akan ada masanya, dimana kau akan memiliki fasilitas yang sama sepertiku."

"Lalu setelah ini apa?" Ponselku bergertar sebelum Kian menjawab pertanyaanku. Sebuah panggilan masuk dari nomor yang tidak kuketahui.

"Halo?"

"..."

"Iya, saya Alika."

"..."

"Apa? Saksi?"

"..."

"Ta-tapi, saya tidak mengerti apa-apa mengenai hal ini."

"..."

BIP

Sambungan telepon itu pun terputus.

"Ayo, Alika. Kita harus segera ke kantor polisi. Mereka membutuhkan kesaksianmu," ucap Kian yang seakan tahu isi pembicaraanku barusan. Bertanya pun akan sia-sia. Kian selalu membuatku penasaran, semua pertanyaan-pertanyaan itu seolah menari di kepalaku.

"Kita harus mengungkap misteri ini, Alika. Jangan sampai ada korban selanjutnya." Hanya kalimat itu yang meluncur dari bibir Kian. Aku pun pasrah mengikuti kemana ia akan membawaku.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro