Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17. Adventure

Kakiku kehilangan rotasi pijakannya bersamaan dengan pandanganku yang memudar. Tubuhku terhempas melawan angin saat gravitasi tidak lagi berlaku di tempat ini. Butuh waktu beberapa saat untuk kembali beradaptasi dengan lingkaran cahaya ini. Siap menembus dimensi manapun untuk menjalakan tugasku.

Aku tercekat, ini pertama kalinya bagiku melakukan perjalanan dimensi dalam kondisi sesak seperti ini. Tubuhku menahan nyeri di dadaku dibawah tiupan angin dari gumpalan awan di sekelilingku. Entah berapa lama lagi waktu yang kubutuhkan untuk menjangkau ujung dari dimensi ini. Aku merasakan udara dingin melingkupiku. Kian sedang memelukku. Berbeda dengan sebelumnya, dingin itu kini terasa nyaman di permukaan kulitku.

Saat ini jam istirahat dan Kian kembali mempergunakan waktu luangku untuk menculikku. Waktuku memang tidak lama lagi, mungkin memang lebih baik begini. Setidaknya di sisa waktuku, aku bisa memberikan kebaikan dan pertolongan untuk orang lain.

Aku memejamkan mataku erat kala sinar yang sangat mengganggu korneaku menyambut kedatangan kami di ujung sana. Kami telah sampai. Aku kembali merasakan kerasnya aspal dibawah sol sepatuku. Kulihat Kian berdiri di sebelahku. Kami telah sampai.

Kian kembali membawaku dimana aku pertama kali bertemu dengan Riana dahulu. Di tempat ini sudah tidak ada lagi pohon tumbang dengan ranting dan daun yang berserakan. Meskipun puing-puing rumah dan fasilitas umum masih menghiasi pemandangan di wilayah ini. Desa ini lumpuh total. Bahkan aku bisa melihat perbedaan antara lokasi ini dengan desa disebelahnya yang kini terpisah retakan aspal.

Tidak hanya itu, longsoran tanah juga semakin memperparah sulitnya akses jalan ke tempat dimana aku dan Kian berada saat ini. Aku tidak melihat tanda-tanda kehidupan di tempat ini. Apakah di sini masih ada korban selamat? Jika ia, bagaimana mereka makan? Bagaimana kebutuhan sehari-hari mereka, seperti air bersih misalnya. Tempat ini sangat jauh dari pusat kota dan sulit dijangkau. Selain itu aku bisa melihat pipa PDAM yang terputus di tempatku berpijak saat ini. Pipa itu menyemburkan air yang berwarna merah bata. Aku semakin iba dengan para korban. Bagaimana mereka minum, membersihkan diri dan yang lainnya? Bukankah air merupakan kebutuhan yang sangat vital?

Kian mengajakku menyusuri jalanan aspal ini, melihat banyaknya kekacauan yang ditimbulkan akibat getaran bumi tempo hari. Langkah kami terhenti saat melihat tenda pengungsian di samping sebuah rumah ibadah. Masih ada satu bangunan yang tetap berdiri tegak disaat bangunan lainnya telah berubah menjadi potongan batu bata. Kami membelokkan kaki kearah rumah ibadah tersebut. Saat ini aku melihat bagaimana kemahabesaran Tuhan dengan kokohnya rumahNya disini.

Aku menghirup napas panjang, berusaha menetralkan degup jantungku yang sering tidak bisa kukendalikan. "Masih sesak?" tanya Kian yang kujawab dengan sebuah anggukan. Sebelum ia sempat kembali menautkan tangan kami, aku telebih dulu menggenggam tangan Kian, memposisikan jemariku diantara jemarinya yang lebih besar.

"Ayo. Aku baik-baik saja. Masih banyak pekerjaan kita disini yang jauh lebih penting daripada harus mengeluh," ajakku. Aku merasa lebih bersemangat di misi kami kali ini. Aku mengeluarkan bungkusan besar berisi makanan dari dalam sakuku. Kian membuat bungkusan besar itu bisa masuk kedalam saku kecilku. Persis seperti senter ajaib milik doraemon yang mampu merubah volume benda menjadi berkali-kali lipat lebih besar atau lebih kecil dari ukuran aslinya. Perbedaannya adalah, penyusutan volume benda itu dilakukan oleh usapan tangan ajaib Kian, kini bungkusan besar kotak-kotak makanan itu hanya seperti gumpalan tisu di kantong celanaku.

Kulihat cahaya harapan dari tatapan orang-orang di bawah terpal biru ini. Sepeti memang telah menantikan bantuan yang tak jua datang. Setelah mengucapkan salam, mereka merebut menyambut kedatangan kami. Aku dan Kian pun segera membagikan makanan yang kami bawa. Aku sempat khawatir apakah makanan ini cukup untuk puluhan pengungsi yang ada disini. Aku tidak membawa banyak makanan dan kini persediaan makanan itu semakin menipis. Masih banyak dari mereka yang berebut karena kelaparan, entah sudah berapa hari mereka bertahan dalam perut kosong.

Kian mengambil alih bungkusan besar yang ada ditanganku, miliknya telah habis, berpindah ke perut-perut kosong yang semakin meronta. Kotak makanan yang kini beralih ke tangan Kian itu tersisa kurang dari 10 buah. Dengan wajah tenangnya, Kian tetap memberi perut-perut kelaparan ini sesuatu untuk mengganjalkan perut mereka. Aku kembali takjub dengan kotak-kotak nasi yang kini berada ditangan Kian tidaklah berkurang melainkan cukup untuk semua pengungsi. Seperti saat aku sarapan bersama Kian kemarin, makanan kami tidaklah berkurang melainkan bertambah.

Tidak hanya membagi makanan, kami juga memberi selimut, pakaian dan obat-obatan. Aku tidak mengerti Kian mendapatkan semua barang-barang ini darimana. Aku menyadari berada didekat Kian selalu penuh dengan keajaiban, namun aku tetap tidak bisa untuk tidak terheran-heran. Rasa takjub itu selalu dan selalu menyelimutiku.

Selain itu malaikat penjagaku ini juga memeriksa kesehatan para pengungsi. Beberapa dari mereka ada yang mengalami diare dan penyakit kulit. Kian mengusap kulit mereka sambil merapal doa dan rasa gatal yang menyerang merekapun mereda. Bekas-bekas koreng pun tidak muncul lagi dipermukaan tangan dan kaki mereka. Begitupun mereka yang mengalami diare, setelah Kian mengusap perut mereka, para pengungsi ini berangsur sembuh. Ucapan terima kasih terus mengudara kala kami sedikit berbagi siang ini. Bagiku mungkin ini tidak berarti apa-apa, namun bagi kaum yang dilanda musibah, tentu ini sebuah berkah yang turun dari langit. Lagi-lagi rasa berharga itu terbit di dasar hatiku. Nyatanya membantu kaum papa dapat membuat kita merasa berharga. Untuk kesekian kalinya, aku kembali menepis ucapan Levin yang mengatakan aku tidak bisa melakukan apapun selain memasak.

Selama menyelesaikan misi di tempat ini, waktu di tempatku bekerja terhenti beberapa saat. Seakan ada tombol 'pause' yang mencegah waktu untuk meninggalkanku. Detik-detik kehidupan normalku akan kembali berdetak saat kakiku telah menginjakkan kaki di restaurant.

"Kita balik sekarang?" tanya Kian saat semua tugas kami selesai. Senyum kepuasaan tak hentinya menghiasi wajahku. Aku ingin lebih sering menolong orang lain jika begitu.

"Ayo," jawabku. Kian mendekat dan meraih bahuku. Seperti ada sengatan listrik kecil yang mengejutkanku saat kembali berada sedekat ini dengan Kian. Tatapan teduhnya tak lepas dari mataku yang juga membalas tatapan matanya.

Aku bisa merasakan deru napas Kian diatas daun telingaku yang membuat permukaan kulit wajahku serasa terbakar. Aku menjadi gugup sekarang. Disisi lain, perasaan senang itu juga hadir karena berada didekat Kian mampu membuatku merasakan debaran yang ada dibalik dada Kian. Setidaknya kini akulah pemilik semua itu. Aku tidak merasakannya sendirian.

"Aku ingin kita terus seperti ini, Alika," ucap Kian sambil mengecup keningku. "Namun saat ini mungkin masih belum menjadi milik kita. Kita harus bersabar sedikit lagi. Sudah saatnya kita kembali. Kau harus bekerja, kan?" Tiupan angin yang sangat tiba-tiba membuatku melonjak kaget sebelum sempat merespon ucapan Kian. Gerakan refleksku membuatku saling menempel pada Kian. Aku bisa merasakan seluruh tubuh Kian kini melingkupiku. Berusaha menjagaku. Telingaku berdengung kala mendengar tiupan angin yang seperti tornado. Gumpalan awan disekitarku menabrak tubuhku, mereka terasa begitu halus dan ringan. Tubuhku tersesat dalam dimensi yang siap menghempasku ke dunia nyata. Sebelum kembali membuka mata dan siap dengan apa yang seharusnya menjadi tanggung jawabku, aku ingin tetap berada di posisi ini. Bersama Kian dan merasakan semua sentuhan dan cintanya. Dadaku serasa siap meledak kapan saja jika terus berada dalam kondisi ini lebih lama lagi. Jatuh cinta ternyata bisa semenakjubkan ini. Dan aku sangat menyukainya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro