R-R9: Cokelat
KORIDOR sekolah lengang. Jam masih menunjukkan pukul enam kurang lima menit. Jam segitu sudah menjadi rutinitas Retta datang ke sekolah, karena pada saat itu sekolah masih sepi-ya walaupun masih ada anak yang berlalu lalang tapi itu bisa dihitung dengan jari.
Kebiasaannya ini membuat Retta bersyukur, karena mungkin hanya ada beberapa orang yang melihat mata sembabnya. Kejadian kemarin benar-benar menguras semua emosi Retta. Dia menahan tangisannya di sekolah membuatnya tidak memperhatikan guru yang sedang mengajar sampai jam istirahat pun dia hanya diam di dalam kelas, tidak memperdulikan bujukan Vera untuk pergi ke kantin.
Retta jelas tidak mau sampai bertemu dengan Regha. Cowok itu sudah keterlaluan, merusak benda yang paling berharga baginya. Regha tidak pernah tahu apa itu benda berharga, karena hidupnya sudah terbiasa dengan kemewahan, semua kemauannya pasti akan terwujud. Apapun itu.
Saat jam pulang sekolah lah, Retta merasa lega karena dia tidak perlu berakting keliatan baik-baik saja di depan orang lain. Waktunya di rumah dia habiskan dengan menangis di kamar, melupakan makan malamnya. Kejadian di sekolah itu benar-benar sulit di lupakan.
Retta menaiki undakan tangga yang akan membawanya ke lantai dua. Lantai yang di khususkan untuk kelas Sembilan.
Untung saja Retta tinggal setahun lagi bersekolah di sini. Dia tidak akan bertemu Regha lagi. Dan Retta merasa senang akan pemikiran itu.
Di depan kelas 9A, Retta berhenti lalu masuk ke dalam. Melihat Didoy, teman cowok kelasnya Retta sudah tidak heran, karena memang biasanya cowok itu datang mendahuluinya. Sebenarnya Didoy itu hanya nama panggilan nama aslinya mah Aldo entah kenapa teman kelasnya jadi memanggilnya seperti itu.
Berjalan ke mejanya yang berada di depan, Retta meletakkan tasnya di bangku lalu mengecek kolong mejanya. Retta itu jarang jajan, tetapi teman sebangkunya Vera kadang suka membuang bungkus makanan di kolong mejanya. Semua protes Retta di abaikan oleh Vera, dia cuma nyengir kuda, tidak merasa bersalah sama sekali karena telah mengotori kolong mejanya.
Retta sama sekali tidak menemukan sampah di kolongnya, tapi...
Mata Retta melebar melihat benda yang di dapatkannya di kolong meja. Satu bungkus cokelat yang masih keliatan baru.
Menengok kanan-kiri, Retta mencari orang yang mungkin salah taruh cokelatnya, atau lebih tepatnya orang yang menaruh cokelat itu di kolong mejanya. Tetapi hanya ada Didoy, dan beberapa teman perempuannya yang baru datang.
"Doy, lo liat ada orang yang masuk kelas nggak, sebelum gue masuk?"
Didoy yang sedang menelungkupkan kepalanya di atas meja, menengok. "Nggak, kan emang biasanya setelah gue datang, lo datang. Nggak ada lagi orang selain lo."
"Beneran?"
"Beneran lah." Didoy menegakan tubuhnya, bersandar di bangku. "Lagian ngapain pagi-pagi gue udah bohong, nambahin dosa aja."
Retta tidak menggubris ucapan Didoy yang jadi tidak jelas. Berarti kalau Didoy tidak melihat orang yang sengaja menaruh cokelat di kolong mejanya. Orang itu sudah masuk ke dalam kelas, sebelum Didoy datang.
Jadi siapa?
Retta membolak-balik bungkus cokelat yang berada di tangannya, meneliti, mungkin ada sesuatu. Dan benar saja ada kertas kecil yang menyelip. Tanpa menunggu lagi, Retta membukanya.
Gue minta maaf
Hanya kalimat itu. Tidak ada nama ataupun hal lain yang bisa membuat Retta tahu pengirimnya di sana, hal itu semakin membuat Retta di landa kebingungan karena dia tidak suka bermain teka-teki seperti ini.
"Wah cokelat siapa tuh?!"
Lengkingan suara itu membuat Retta sontak menoleh. Melihat Vera yang berdiri di sebelahnya, matanya berbinar menatap cokelat yang berada di tangannya.
"Lo mau?"
Mata Vera semakin berbinar mendengarnya. "Mau lah siapa yang nggak mau cokelat." Vera bergerak duduk di bangkunya sendiri, lalu mengambil cokelat yang berada di tangan Retta. "Emang ini cokelat dari siapa?"
Mengendikkan bahunya, Retta menggeleng. "Nggak tau, gue ketemu ini di kolong meja."
"Seriusan?" Mata Vera melotot. "Kok bisa ada cokelat di kolong lo? Ada sesuatu lagi nggak di kolong lo selain cokelat?"
Retta ingin memberitahu kertas yang terselip di bungkus cokelat itu pada Vera tapi, sepertinya itu bukan ide bagus.
"Nggak ada." Akhirnya Retta hanya mengucapkan kata-kata itu.
Verra hanya mengangguk-angguk dan menaruh cokelat itu di kolong mejanya.
Retta tahu tabiat Vera, dia malah makin penasaran kalau tahu ada kertas itu di bungkus cokelat. Tapi ya sudahlah lebih baik seperti itu.
***
"Lo mau ke kantin gak?"
Lagi-lagi Vera bertanya pertanyaan itu, padahal sudah tiga kali dia bertanya dan juga tiga kali Retta menolak.
"Gue kan udah bilang, gue nggak mau. Gue mau ke perpustakaan aja."
Jam istirahat sudah berbunyi tiga menit yang lalu, tetapi karena Vera ingin ke kantin bersama Retta, jadi terbuanglah waktunya.
"Ayolah, Ta, Temenin gue ke kantin." Wajah Vera penuh dengan permohonan. "Masa gue sendirian ke sana, berasa jomblo banget."
"Nggak ah. Gue mau ke perpus." ucap Retta dengan penuh penekanan, seraya berlalu dari depan pintu kelasnya, berjalan menuju perpus yang berada di lantasi satu.
Vera memberengut dan akhirnya pergi ke kantin sendirian tanpa teman. Nasib. Nasib.
Retta melepaskan kedua sepatunya sebelum masuk ke dalam perpustakaan. Tidak lupa dia mengisi data nama di buku siswa yang berkunjung. Saat sudah di dalam, Retta berjalan menuju meja yang selalu dia tempati jika ke sini. Meja yang dekat dengan salah satu rak buku fisika.
Mungkin banyak siswa yang lebih memilih di pojok ruangan atau di dekat buku-buku novel, jadi tempat yang biasa dia tempati selalu kosong, Retta menyukai tempat itu karena tidak akan ada yang menganggunya saat baca.
Retta sudah mulai membuka setiap halaman dalam buku dan tenggelam dalam barisan perkata novel yang dia baca. Tetapi semua penglihatan Retta teralihkan saat matanya menangkap dua bungkus cokelat berada di pojok meja sebelah Retta.
Lagi-lagi Retta menemukan benda ini, siapa yang menaruhnya? Mengedarkan pandangan Retta tidak menemukan siapapun selain rak-rak buku yang saling menghimpit, dan beberapa adik kelasnya yang baru memasuki wilayah perpustakaan.
Dan di bawah cokelat itu ada kertas. Lagi. Retta heran siapa yang sedang mengerjainya sekarang. Lebih baik meminta maaf secara langsung pada Retta dibandingkan harus penguntit seperti ini. Ya, isi kertas itu lagi-lagi kalimat permohonan maaf.
Gue tau gue salah, Gue mohon maafin gue -AR
Apa Regha yang menaruh cokelat ini? karena seingat Retta hanya Regha yang punya salah padanya.
Tapi dia tidak boleh asal menebak saja, bisa jadi bukan cowok itu. Regha kan terkenal dengan sikapnya yang masa bodo, tidak peduli kalau dari sikapnya membuat seseorang marah, atau kesal. Dan juga inisial pengirim itu AR bukan huruf R saja.
Jadi siapa?
Retta jadi pusing memikirkan semua itu.
TBC(03-10-17)
___________
Besok aku update lagi ya, soalnya tinggal dipublish, udah ada draftnya.
Terima kasih yang udah ngeluangin waktunya untuk baca.
JANGAN LUPA DI VOTE YA
MAKASIH
Aping🐼
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro