R-R3: Astaga Milly
___________
Gue cuma berharap bisa nyatuin pecahan itu jadi utuh lagi, walaupun itu hal yang nggak mungkin.
____________
MEMERHATIKAN Zion yang turun menghampiri seorang perempuan dengan rambut panjang cokelat bergelombang, Regha mengernyit untuk apa Zion berhenti tiba-tiba dan menghampiri orang itu. Regha tidak bisa melihat wajah perempuan karena membelakanginya. Kebingungan Regha terjawab saat mulut Zion bergumam 'maaf'.
Kini Regha tahu kenapa Zion mengerem mendadak. Dia hampir menabrak seseorang. Zion memang ceroboh, untung saja perempuan itu tidak kenapa-napa, bisa jadi banyak masalah jika perempuan itu tertabrak.
Kalau begini lebih baik Regha saja yang menyetir. Regha tidak tahu bagaimana tanggapan perempuan itu, karena dia hanya bisa membaca ekspresi Zion.
Zion terus bergumam maaf dengan tangan terkatup, lalu memeriksa perempuan dan bertanya 'lo gapapa kan?' Itu yang bisa Regha tangkap. Perempuan itu menggeleng, dan saat Zion mengucapkan maaf sekali lagi dia mengangguk dan meninggalkan Zion.
Regha masih menatap perempuan itu sampai tubuh dia menghilang di balik pintu toko buku, rambut perempuan itu mengingatkan Regha pada Retta, tapi itu hal yang mustahil tidak mungkin Retta ada disini.
Pikiran Regha langsung teralihkan saat Zion sudah kembali duduk sempurna di bangku pengemudi. Dia menghela napas, lega.
"Dia nggak kenapa-napa kan?" Arven bertanya wajahnya terlihat khawatir.
"Dia gak pa-pa." Zion menjawab, "cuma lecet di bagian lutut karena jatuh tadi. Tapi dia bilang nggak usah dipikirin."
"Makanya bawa mobil hati-hati." Regha memperingati, setelah menghilangkan pikiran yang berkecamuk di otaknya.
"Gue udah hati-hati tapi rasa ngantuk gue nggak bisa di hilangin."
Regha tahu dari ucapan Zion ada maksud terselebung, maksudnya adalah jangan menyuruh Zion menyetir mobil saat dia sedang mengantuk.
Dengan menghela napas panjang akhirnya Regha memutuskan untuk menyetir. "Ya udah gue aja yang bawa."
Wajah Zion langsung berubah cerah, tersenyum lebar. "Makasih Regha, lo emang yang paling baik."
Regha menarik tubuhnya menjauh kala tangan Zion hendak memegang tangannya. "Jijik Yon."
Zion hanya terkekeh lalu mereka berdua bertukar posisi dan mobil kembali bergerak di jalan raya.
***
Pintu rumah Regha terbuka, menampilkan perempuan kecil dengan rambut terkuncir kuda, mata bulatnya menatap Regha dengan kegirangan yang nyata. Ia tersenyum lebar dan melompat-lompat senang.
"Yeay Bang Ega udah pulang, Milly jadi nggak sendiri lagi di rumah."
Emilly Dalfario, gadis kecil, adik kecil Regha yang masih berusia lima tahun. Emilly selalu menyambut kepulangan Regha dengan antusias, entah itu pulang dari sekolah, pulang habis jalan-jalan ataupun pulang dari les. Adiknya itu selalu menunggu kepulangannya.
Tetapi sepertinya kali ini Regha tidak ingin bermain dengan adiknya karena terlalu lelah untuk ikut peran terhadap permainan aneh adiknya, kadang-kadang Regha harus terpaksa bermain boneka barbie agar tidak melihat Adiknya sedih. Adiknya itu pemaksa, keras kepala.
"Milly main sendiri dulu ya? Bang Ega capek pengin istirahat."
Tuhkan! baru saja Regha mengucapkan itu, wajah Emilly sudah cemberut, matanya memerah pasti sedikit lagi menangis. Regha mengerang dalam hati, kenapa Milly cengeng banget sih?
"Bang Ega istirahat dulu. Nanti janji deh Milly mau kemana aja, ngapain aja Bang Ega temenin. Tapi jangan sekarang."
Perlahan-lahan wajah Emilly yang ingin menangis tersenyum, mata bulatnya menatap Regha penuh harap. "Bener ya Bang, janji ya, Bang Ega jangan bohong."
Regha mengangguk, mengacak gemas rambut adiknya lalu meninggalkannya dengan Mbak Nina--pengasuh yang menjaga adiknya itu saat ibunya tidak ada dirumah.
Regha menaiki tangga yang melingkar ke lantai dua, dimana kamarnya berada.
Regha masuk ke dalam kamar, berbaring di atas ranjang dan mulai memejamkan mata, ia terlalu lelah untuk mengganti baju.
***
Langkah kakinya terasa ringan melangkah ke arah kantin, sesekali matanya menengok ke arah perempuan-perempuan yang memerhatikannya, menjerit histeris, semua perempuan itu tidak jelas, Regha padahal hanya menatapnya datar sama sekali tidak tersenyum.
Regha memerhatikan sekeliling kantin dan kembali berjalan saat melihat kumpulan cowok-cowok berada di pojok kantin. Entah Regha yang tidak benar berjalan atau memang dia yang tidak peduli pada sekitar. Ketika tiba-tiba dia menyenggol seseorang dan minuman orang itu tumpah di bajunya.
Regha melotot melihat seragamnya, noda orange tertinggal di sana, membuat seragam putihnya kotor. Dia mendongak menatap perempuan yang menunduk sambil bergumam maaf.
"Lo nggak punya mata?" Tanya Regha sadis.
"Maaf gue nggak sengaja." Perempuan itu membenarkan kacamata yang bertengger di hidungnya. "Lagian juga itu nggak semuanya salah gue, lo yang jalan nggak liat kanan-kiri."
Alis Regha terangkat sebelah, perempuan ini baru saja menyalahkannya, berani sekali.
"Jelas-jelas lo yang salah. Lo jalan sambil nunduk. Mata lo udah empat tapi masih aja nggak benar jalannya."
Cewek itu mendongak menatap Regha, di balik kacamata yang menggantung di hidungnya. Ada kilatan kesal di mata cokelat itu. Tapi Regha tidak peduli, Regha pergi meninggalkan perempuan itu, sekilas Regha melirik bet nama gadis tadi.
Retta ucap Regha dalam hati.
Regha langsung terbangun, napasnya tersengal-sengal. Menatap sekitarnya, Regha menghela napas lega, dia berada di kamar. Tadi hanya mimpi. Mimpi kilasan masa lalunya, Regha mengatur napas lalu mengusap wajahnya.
Kenapa? Kenapa dia harus memimpikan itu semua, Regha ingin melupakannya tapi kenapa hampir setiap hari kilasan masa lalunya datang di alam mimpi.
"Bang Ega udah bangun?"
Regha tersentak mendengar suara anak kecil yang sangat dia kenal, suara cerewet bercampur gemas yang selalu menganggu Regha. Dia menoleh ke kiri melihat Emilly yang sedang berbaring di sebelahnya sambil memainkan boneka barbie.
Gadis kecil itu menyengir lebar pada Regha dan beranjak duduk, di ranjang Regha.
Wajah Emilly yang menggemaskan membuat Regha mengurungkan niat untuk memarahinya, rasa kesal yang sempat meliputinya hilang hanya karena mata bulat Emilly yang menatapnya, dengan pipi menggembung. Lucu.
"Bang Ega masih capek Emilly, mainnya nanti ya," Regha menarik kembali selimutnya, berniat kembali tidur. Tetapi baru beberapa saat Regha memejamkan mata Emilly malah menarik selimut Regha kembali membuatnya terbangun.
"Jangan ganggu abang Milly." Regha berucap gemas, menahan rasa kesal.
"Bang Ega nggak boleh tidur lagi." Emilly menggeleng. "Bang Ega disuruh mandi sama Mama, terus turun ke bawah makan malam."
Adik kecil Regha turun dari ranjang dengan perlahan, setelah kakinya berhasil nampak di lantai, dia berjalan keluar kamar.
Regha mengusap wajahnya, melirik jam yang menggantung di dinding. Jam menunjukan angka tujuh. Astaga, dia telah tertidur hampir lima jam.
Setelah menghabiskan waktu selama sepuluh menit, akhirnya Regha keluar dari kamar mandi. Rasa air hangat menyerap ke dalam kulit membuat Regha merasa lebih segar di bandingkan tadi. Memakai kaos hitam polos dengan celana pendek Regha turun ke bawah, berjalan ke bagian belakang, tempat ruang makan berada.
"Selamat malam, Ma."
"Malam Ega." Seli-mama Regha membalas. "Malam ini Mama buatin makanan kesukaan kamu. Mama tahu kamu pasti lelah sekali setelah baru pulang berlibur."
"Itu bukan liburan, Ma. Regha ke sana untuk tugas mading sekolah, untuk keperluan eskul." Regha mulai menarik kursi duduk di depan Emilly yang sedang sibuk bermain dengan boneka Barbie. Lagi-lagi boneka Barbie.
Seli terkekeh mendengar sahutan Regha.
"Papa belum pulang, Ma?" Regha baru menyadari kursi yang biasa di tempati papanya kosong.
"Iya, masih banyak urusan kantor."
Mendengar jawaban Mamanya Regha hanya manggut-manggut, mengerti. Papanya memang selalu sibuk.
"Bang Ega," Baru saja Regha memulai sesi makan, tiba-tiba suara gangguan kecil terdengar, Regha hanya bergumam mendengar Milly memanggil. "Kan Bang Ega udah janji mau temenin Milly kemana aja, besok Milly mau ke Mall ya Bang?"
Regha tersedak makanannya mendengar perkataan terakhir Emilly. Apa dia bilang Mall? Regha sangat anti ke mall, keramaian disana sangat menganggu. Regha tidak menyukai tempat ramai.
"Jangan ke mall dong, Milly. Kan bisa ke tempat yang lain, misalkan taman." Regha berkata lembut, membujuk adiknya untuk tidak kesana.
Emilly menggeleng kuat-kuat. " Milly cuma mau ke mall."
"Yaudah Milly sama mama aja kalo mau ke mall," ucap Regha penuh sabar.
Lagi-lagi Emilly menggeleng kencang, "Milly maunya sama Bang Ega."
Baru kali ini Regha berharap jika kekeraskepalaannya tidak menurun kepada adiknya, dia berdua hampir sama. Sama-sama keras.
Menghembuskan napas, Regha tidak akan menang melawan adiknya, dan lebih baik mengalah.
"Oke. Besok kita ke mall." Emilly bersorak kegirangan, Seli tertawa melihat penderitaan putra sulungnya. Regha memang tidak pernah bisa menolak keinginan adiknya.
TBC(29-08-17)
JANGAN LUPA VOTE YA
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro