R-R27: Jealous?
PANDANGAN Retta menelusuri sepanjang koridor. Mencari sosok yang sebenarnya tidak ingin dia temui. Makalah tergenggam di tangan, tadi dia sempat bertemu dengan Atar--Pembina ekskul fotografi. Dia meminta Retta memberikan makalah ini pada Regha.
Sepanjang koridor kebisingan mendominasi, bel istirahat sudah berbunyi sejak tadi. Para perempuan terlihat duduk-duduk di depan kelas sedang bergosip ria. Retta tak heran lagi melihatnya.
Retta berjalan, menaiki tangga menuju kantin. Mungkin di sana dia akan menemukan Regha. Mata Retta berputar mengelilingi setiap sudut. Namun yang dia temukan hanya Arven dan Zion yang sedang duduk di tengah kantin.
Dua cowok itu sedang asik mengobrol tidak peduli oleh hunjaman tatapan para perempuan yang duduk di sekitarnya. Ternyata bukan hanya Regha yang biasa dikerubungi oleh perempuan, tetapi mereka berdua juga.
"Regha ada dimana?"
Tanpa basa-basi, sesampainya di dekat meja mereka berdua. Retta langsung menanyakan keberadaan Regha.
Kedua cowok itu mendongak agak terkejut dengan kedatangan Retta yang tiba-tiba. Kedua alis Arven terangkat menatap datar Retta yang berdiri. Sedangkan Zion menyambut dengan senyuman khas-nya.
"Tumben nanyain Regha?" Zion bertanya masih dengan senyum menyebalkannya.
"Itu bukan urusan lo!" ketus Retta sambil memandang Zion sinis.
"Lo nanyain temen gue, itu jadi urusan gue-lah." Wajah ejekkan Zion ingin sekali Retta siram pakai es teh yang tergeletak di meja.
"Ngapain lo nanyain dia?" Untung saja Arven yang lebih waras angkat bicara. Kalau tidak mungkin saja tadi Retta benar-benar menyiram wajah lelaki menyebalkan itu.
"Gue cuma mau ngasih ini." Retta menunjukkan makalah yang berada di tangannya. "Gimana kalo lo berdua yang ngasih makalah ini ke sahabat lo itu," ucap Retta sambil meletakkan makalah itu di meja.
"Lo yang disuruh sama Kak Atar, kan?" tanya Arven dengan mimik datarnya. "Jadi lo aja yang ngasih."
Retta mendengus, mengambil kembali makalah dengan kasar dan memilih pergi dari tempat itu. Namun perkataan Arven yang memberitahu keberadaan Regha membuat langkahnya sempat terhenti
"Regha ada di ruang latihan boxing."
***
Mendorong pintu cokelat di depannya dengan perlahan, retina Retta langsung terkunci pada Regha yang tengah meninju samsak dengan tangan yang terbalut sarung tinju.
Dengan semangat lelaki itu meninju samsak yang menggantung. Mengenakan kaos putih polos dengan celana abu-abunya, keringat Regha memenuhi seluruh wajahnya dan juga pakaian yang sudah terlihat basah.
Regha menghentikan tinjunya, kemudian melepas sarung tinjunya dan mengambil botol minum yang tergeletak di meja yang agak jauh darinya.
"Mau sampai kapan lo berdiri di situ?"
Retta tersentak kaget mendengar pertanyaan Regha. Lelaki itu masih memunggungi Retta, tidak menoleh ke arahnya.
Retta berdehem, menetralkan suara yang mendadak tercekat. Dia meletakkan makalah di meja bundar yang berada di samping.
Karena tidak terdengar perkataan apapun Regha memutar tubuhnya menghadap Retta. "Lo ngapain ke sini?"
"Gue cuma mau ngasih makalah itu ke lo." Sudut mata Retta melirik makalah yang tergeletak, memberitahukan tujuan Retta menemui Regha.
Regha berjalan mendekati Retta, mengambil makalah itu lalu membuka lembaran itu satu persatu.
"Ada yang mau gue tanyain sama lo?" Mata Regha sama sekali tidak membalas tatapan Retta saat mengeluarkan pertanyaan itu.
"Apa?"
"Gue liat lo sama Ragel makin deket..." Ada jeda sebentar sebelum Regha kembali melanjutkan perkataannya. "Lo pacaran sama dia?"
Dahi Retta mengerut, pertanyaan Regha malah mengingatkannya pada kertas kecil yang dia temukan di toilet. Mungkin pertanyaan itu terlontar karena Regha melihat dirinya jalan bersama Ragel minggu kemarin.
"Itu bukan urusan lo!" ujar Retta dengan ketus. "Karena gue udah nganterin makalah ini, jadi gue udah nggak ada urusan apapun di sini."
Belum sempat Retta meninggalkan tempat, tangannya ditarik kasar oleh Regha yang mengakibatkan dirinya terhempas ke dada bidang milik lelaki itu.
Tarikkan yang mendadak menjadikan Retta hanya terdiam bisu melihat posisinya sekarang. Tubuhnya seperti sedang berpelukan dengan Regha apalagi tangan cowok itu bertengger di pinggangnya.
Retta mendongak menatap Regha yang diam, otaknya berputar berusaha mengembalikan dirinya pada keadaan normal. Jantungnya sudah tidak bisa berdetak teratur.
"Apa-apaan sih lo!" Baru tersadar, Retta mendorong tubuh Regha. Melotot marah pada cowok itu. Napas Retta memburu, sesuai dengan jantungnya yang berdetak tak karuan.
"Itu emang bukan urusan gue, tapi gue nggak suka ngeliat lo jalan sama dia."
Ucapan Regha semakin membuat Retta meluap karena emosi. "Itu hak gue! Terserah gue mau jalan sama siapapun! Lo nggak bisa ngatur! Dan satu hal lagi yang harus lo tahu, gue BENCI SAMA LO!"
Penekanan tiga kata terakhir yang Retta ucapkan malah membuat kedua sudut bibir Regha terangkat. "Gue juga sayang sama lo."
Mata Retta melebar, mulutnya terbuka tidak percaya dengan balasan yang Regha ucapkan. Selama beberapa detik Retta tertegun mendengar kata-kata itu, hingga Retta mengerjap mata berulang dan menatap galak Regha. "Itu nggak nyambung!"
Wajah galak Retta yang menunjukkan dia sangat marah malah membuat Regha tertawa. Wajah itu yang sangat Regha rindukan.
Tawa Regha mendadak berhenti, Retta mengernyit dan mengikuti arah pandang Regha dan terkejut karena perempuan yang berdiri di antara mereka.
"Gha tadi Kak Atar ke sini," ucap perempuan itu yang tak lain tak bukan adalah Farah. "Kak Atar nitipin makalah ke lo kan?" Farah mengalihkan pandangannya pada Retta yang sedang berdiri kaku.
Retta menggangguk mendengar pertanyaan perempuan itu dan tersenyum tipis. "Iya tadi ngasih ke gue. Tapi gue udah kasih ke Regha kok."
Mulut Farah membentuk huruf O sambil manggut-manggut mengerti. "Oh... iya kita belum sempat kenalan ya?" Perempuan itu menunjukkan senyuman manisnya lalu mengulurkan tangan. "Nama gue Farah. Lo?"
Membalas uluran tangan itu Retta ikut tersenyum. Walaupun sepercik rasa pahit itu melumuri hatinya. "Nama gue Retta."
Melepaskan jabatan tangan itu, Farah kembali menoleh pada Regha yang hanya terdiam tanpa berbicara. "Oh iya, Gha... nanti pulang sekolah jadi kan pergi beli alat-alat buat tugas kelompok?"
Melihat kedua orang itu bergantian, Retta lebih memilih pergi. Menjauh sejauh mungkin. Tapi samar-samar telinga Retta mendengar suara Regha yang membalas ajakkan Farah.
"Jadi. Nanti lo tunggu gue di parkiran sekolah aja."
Retta tersenyum pahit. Dia yang meminta Regha untuk menjauh bukan lalu kenapa dia yang harus marah.
***
🎵I'm jealous, I'm overzealous
When I'm down, I get real down
When I'm high, I don't come down
I get angry, baby, believe me
I could love you just like that
And I could leave you just as fast🎵
Terpaksa Retta mendongak lalu menoleh ke belakang, kesal karena sejak tadi Linzy dan Shena mengadakan konser dadakan. Dua perempuan itu terus menyanyikan lagu yang itu-itu terus, tidak berganti ke lagu lain.
Yang membuatnya dongkol setengah mati adalah karena awal lirik lagu itu yang seperti sedang mengejek keadaannya sekarang.
"Lo berdua lagi nyindir gue ya?!" Keadaan Retta yang memang sedang tidak baik hari ini, karena kekesalan sejak tadi terbendung. Jadi meluapkan kekesalan itu pada kedua sahabatnya.
Shena dan Linzy yang sedang menyanyi, terkadang cekikikan tidak jelas. Mendengar pertanyaan Retta terpaksa membuat kedua perempuan itu melepas earphone, dan mengernyit bingung pada Retta.
"Lo kenapa, Ta?" tanya Linzy heran.
"Siapa yang lagi nyindir lo sih, Ta?" Shena juga ikut bertanya. Bingung dengan sikap Retta yang memang sejak tadi banyak diam. Tidak mau diajak mengobrol seolah mood-nya sedang di suasana buruk.
"Lirik awal lagu itu, lo sengaja kan? Nyanyiin lagu itu terus?!"
Linzy dan Shena saling pandang semakin kebingungan dengan suasana hati temannya yang satu ini.
Linzy menautkan alisnya semakin dalam. "Siapa yang nyindir lo sih, Ta? Lagian lirik awalnya kan tentang cemburu? Emang lo lagi cemburu sama siapa?"
Pertanyaan itu membalikkan seratus persen kesadaran Retta. Dia termenung diam, mulutnya terkunci rapat karena kebodohan dirinya sendiri. Bodoh Retta mengumpat dalam hati. Kenapa dia bisa keceplosan.
"Ehh... gue... hmm..." Retta memejamkan mata, karena kehabisan kata-kata. "Gue--"
"Lo lagi cemburu sama seseorang ya, Ta?" Shena kembali mengeluarkan pertanyaan memandang Retta dengan jahil.
"Eng-nggak! Gue lagi nggak--"
"Eh... serius, Ta?! Lo lagi suka sama seseorang terus cemburu?!" Linzy tiba-tiba memekik senang, berpindah duduk di samping Retta dengan senyum lebar dan tatapan jahilnya.
"Apaan sih kalian! Ya enggaklah," elak Retta dengan pipi bersemu merah karena rasa malu yang berkumpul di hatinya.
"Ngaku ajalah, Ta!" Linzy semakin jahil menatap Retta lalu tangan jahilnya menyentuh dagu Retta dengan gerakkan menggoda. "Siapa sih? Kasih tau dong!"
"Nggak ada!" Lagi-lagi Retta berucap dengan intonasi tinggi. "Udah ah, apaan sih lo berdua!"
"Ahh... Retta nggak seru." Linzy mencebik bibir cemberut. "Gitu aja nggak mau kasih tau!"
Retta memilih mengabaikan Linzy dan kembali terdiam, menatap keluar pintu kelas yang terbuka.
Apakah dirinya cemburu? Retta mempertanyakan itu pada dirinya. Namun tak butuh waktu untuk dia menemukan jawaban. Tentu saja tidak! Untuk apa dia cemburu melihat Regha bersama Farah. Iya kan?
TBC(18-11-2017)
Aping
_________
Minggu ini aku cuma update hari ini aja ya wkwk. Maaf soalnya minggu ini ulangan banyak banget jadi nggak ada waktu untuk nulis.
Mohon dimaklumi ya dan juga makasih yang udah nanya update-an cerita absurd ini lewat PM lagi. Seneng banget akutu😽😽
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro