R-R24: Jogging
SINAR lembut mentari menelusup masuk ke celah jendela bersiap membangunkan orang yang sedang tertidur nyenyak di hari minggu yang menyenangkan. Tetapi sepertinya itu tidak berguna bagi Retta, karena wanita itu sudah terbangun sebelum sang surya memantulkan sinarnya.
Sekarang dirinya sedang mematut di depan cermin. Menguncir rambutnya menjadi satu, Retta telah rapi dengan pakaian jogging-nya. Hari minggu yang menyenangkan karena bisa bermalas-malasan di rumah tapi tak dilakukan oleh Retta, dia malah lebih memilih untuk lari pagi.
Setelah merasa dirinya telah rapi, Retta keluar kamar menuruni tangga satu persatu.
"Ayah, Retta mau jogging dulu." Retta berpamitan terlebih dahulu pada Fahmi yang sedang duduk santai di ruang tamu ditemani dengan secangkir kopi dan koran bacaannya.
Sehabis mendapatkan anggukan Ayahnya, Retta berjalan keluar pintu utama, yang langsung disambut aroma khas pagi hari yang membuat Retta merasa tentram.
"Pagi, Pak Rudi." Retta menyapa satpam rumahnya yang sedang duduk di dalam pos.
"Pagi, Non." Pak Rudi bergerak bangun membuka pintu gerbang rumahnya lalu tersenyum.
Retta balas tersenyum sebelum Retta berlari santai dari rumah, dia mengucapkan terima kasih pada Pak Rudi.
Jalanan depan rumah yang sepi, menguntungkan Retta untuk semangat berlari. Dia berlari menuju danau yang terletak di salah satu taman komplek sebelah yang jaraknya lumayan jauh dari rumah.
Sesekali Retta menghentikan larinya, mengatur napasnya terlebih dahulu dan juga meneguk botol minum yang dibawanya. Mengelap keringat dengan handuk kecil, Retta kembali meneruskan larinya. Hampir beberapa kali Retta melakukan itu hingga dia sampai ke tempat tujuannya.
Retta tersenyum menatap taman yang sudah ramai oleh orang-orang. Banyak orang tua yang semangat berlari pagi seperti dirinya. Anak-anak kecil yang mengayuh sepeda sambil tertawa. Berjalan santai, Retta melangkah mendekat ke arah bangku yang berada di sekitar danau.
Mengamati danau dari bangku yang dia duduki, Retta kembali meneguk botol minumnya. Air danau yang terlihat jernih karena dilindungi pagar-pagar yang menjulang di pinggirnya. Danau itu sangat indah tapi entah kenapa pandangan Retta malah beralih pada dua anak kecil yang sedang bersepeda bersama.
***
"Tunggu, Gha!" Retta berseru memanggil Regha yang berada di depannya. Dia bersusah payah mengayuh sepeda karena sudah sangat kelelahan.
Regha hanya menoleh sebentar dan tidak memedulikannya. Cowok itu terus mengayuh sepeda meninggalkan Retta. Oh ... Tuhan Retta memang harus punya pasokan kesabaran karena berpacaran dengan cowok macam itu. Untung sayang, kalau saja tidak Retta sudah meninggalkannya dari kapan tahu.
Dengan energi yang mungkin tinggal beberapa persen, Retta kembali mengayuh sepedanya dengan cepat menyusul Regha yang sudah agak jauh jaraknya. Regha hanya tersenyum saat dirinya sudah berhasil menyusulnya. Cowok ini memang benar-benar menyebalkan.
"Coba lepas satu tangan, Ta." Perintah Regha yang langsung dibalas dengan gelengan oleh Retta. Dia tidak bisa mengendarai sepeda dengan satu tangan seperti yang dilakukan cowok itu sekarang.
"Bisa kok, coba aja." Regha memaksa Retta, tetapi perempuan itu tetap menggeleng keras.
"Bisa, Ta. Lo penakut banget sih jadi orang." Ledek Regha membuat Retta melotot kesal.
"Gue nggak mau!" Tegas Retta.
"Bisa, coba dulu."
"Nggak! Sekali bilang nggak ya nggak!"
Regha itu cowok keras kepala. Yang apapun perintahnya harus diikuti. Padahal Retta sudah terus menolak tapi Regha tetap tidak menyerah juga. Dia malah menarik tangan Retta yang berada di stang sepeda lalu menggenggamnya membuat pegangan Retta hanya mengandalkan satu tangan.
Hampir saja Retta kehilangan keseimbangan kalau saja Regha tidak mengenggam tangannya erat.
"Lo gila ya, Gha!" omel Retta menatap tangannya yang sekarang bertautan dengan tangan Regha lalu beralih pada cowok itu. "Kalo tadi gue jatuh gimana?!"
"Lo nggak akan jatuh, Ta," Senyum Regha terukir. "Kan ada gue."
Mata Retta semakin melotot pada Regha tapi tak ayal pipinya memerah mendengar itu. "Apaan sih!"
"Danau-nya indah ya?"
Pertanyaan itu menyentak Retta kembali ke dunia nyata. Dia menoleh ke samping lalu terperanjat.
"Hai..." Cowok itu menyapa Retta sambil tersenyum.
"Ha-hai." Retta menjawab kikuk masih agak kaget karena ada cowok yang tiba-tiba duduk di sebelahnya.
"Lo sendirian aja?"
"I-iya," jawab Retta lagi-lagi dengan nada kikuk.
"Nggak usah kikuk gitu." Cowok itu kembali menampakkan senyumnya. "Kita kan udah kenalan sebelumnya."
"Iya, lo itu..." Retta berusaha mengingat wajah dan juga nama cowok yang duduk di sebelahnya ini.
"Ragel. Nama gue Ragel."
"Oh... iya, Ragel." Retta jadi merasa terlihat bodoh.
"Lo lucu." Ragel tertawa sambil memandang Retta.
"Lucu?" Retta mengulang ucapan cowok itu sambil mengerut kening. "Gue nggak salah dengar kan?"
"Enggak," Cowok itu menggeleng. "Lo lucu kalo gugup gitu."
Retta tertawa mendengarnya. "Emang lo pernah ngeliat wajah gugup gue sebelumnya." Entah kenapa Retta ingin mencoba bersikap santai di depan cowok ini.
"Enggak sih," Ragel kembali menggelengkan kepalanya. "Tapi gue pernah ngeliat wajah jutek lo."
"Jutek?" ulang Retta lalu mengangkat kedua alisnya. "Dimana?"
"Saat lo lagi duduk sama Regha di kantin."
Nama Regha disebut membuat wajah Retta berubah suram. Dia malas saat seseorang menyebut nama itu. "Lo kenal Regha?"
"Kenal-lah siapa yang nggak kenal Regha. Cowok populer. Cowok jago di bidang olahraga. Ketua eskul fotografi di sekolah dan anggota boxing."
Boxing? Retta tak percaya Regha mengikuti eskul seperti itu. Biasanya Regha lebih memilih karate atau taekwondo.
"Lo temennya?"
"Gue nggak terlalu deket sama Regha." Ragel menjawab pertanyaan Retta lalu terdiam sebentar. "Kok jadi bahas Regha?" Ragel mengerut bingung karena pembicaraannya merembet ke nama Regha.
Retta hanya tertawa pelan lalu mengendikan bahu.
"Kita bahas hal lain." Ragel tersenyum lagi. "Lo sering ke sini?"
"Nggak sih baru dua kali," jawab Retta sambil mengalihkan pandangannya ke arah danau. "Kalo lo?"
"Sering. Hampir setiap hari minggu gue ke sini." Ragel menoleh pada Retta yang hanya diam memandang danau.
Mengangguk-anggukkan kepala, Retta tersenyum tipis.
Setelah itu Retta memilih diam karena cowok di sebelahnya juga ikut terdiam.
"Kalo kapan-kapan gue ngajak lo jalan mau nggak?" Keheningan itu tak bertahan lama karena pertanyaan itu memutus senyap yang sempat menggantung.
Dengan cepat Retta menoleh pada Ragel. Terkejut, dia tidak pernah mengira jika cowok ini akan mengajaknya jalan.
***
"Muka lo jangan datar-datar, Ven. Nanti kucing takut sama lo."
"Peduli amat, gue sama kucing."
"Susah emang kalo ngomong sama orang kayak papan tripleks," ledek Zion dengan geleng-geleng dan wajah dramatis.
"Kucing tetangga lo aja yang lagi hamil langsung mual-mual kalo ngeliat lo jalan nggak pernah senyum."
Ucapan Zion yang terus-menerus meledek Arven membuat Regha tak tahan untuk tertawa. Apalagi ditambah dengan wajah Arven yang sama sekali tidak bereaksi apapun saat mendengar ledekan itu menambah kegelian Regha untuk tertawa.
Arven melotot kesal, lalu mengayuh sepedanya mendekat, sengaja menyerempet sepedanya ke sepeda Zion. Cowok berambut acak-acakkan itu tidak ada henti-hentinya menertawakan hal menurut Arven tidak lucu.
Hampir saja Zion terjatuh dari sepeda, mungkin kalau dia tidak pintar menjaga keseimbangan dia sudah terjatuh di aspal. "Shit! Untung gue nggak jatoh." Kesal Zion, tetapi Arven hanya mengendikkan bahu seolah tak peduli.
"Bodo," ucap Arven pelan.
Regha yang mengendarai sepeda di belakang mereka berdua hanya geleng-geleng kepala. Dua sifat yang bertolak belakang, Arven yang memang irit omong dan juga Zion yang terkadang bawel. Regha sudah biasa dengan pertengkaran mereka.
Hari minggu pagi ini mereka bertiga habiskan untuk bersepeda di taman komplek rumah Arven. Lalu karena sudah lelah mengayuh mereka memutuskan untuk ke rumah Regha yang sangat jauh jaraknya dari rumah Arven.
Mereka berbelok ke kanan ke komplek garuda, sebelah komplek rumah Regha. Dan Regha baru ingat saat ke komplek itu Regha pasti akan melewati rumah Retta.
Berhenti mengayuh, Regha memandang rumah Retta. Yang membuat ketiga cowok itu terkejut dan juga berhenti adalah karena Retta yang diantarkan seorang cowok dengan sepeda. Perempuan itu juga terlihat baru saja jogging.
"Ragel." Regha mendesis menyebut nama cowok yang mengantarkan Retta. Tangannya terkepal memegang stang sepeda.
TBC(11-11-17)
APING
__________
Semoga nggak membosankan ya part ini:)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro