R-R13: Dewa Penolong
"KAMU bisa menolong ibu membawakan kertas ini, Retta?"
Bel tanda jam pelajaran kedua sudah habis, Bu Lina selaku wali kelasnya, sekaligus guru Bahasa inggris yang mengajar pada jam itu, meminta Retta membawakan kertas ulangan ke ruang guru. Tadi pada jam pelajarannya memang dihabiskan untuk ulangan harian.
"Bisa Bu." Retta menggangguk.
Baru ingin melangkah ke depan, Vera berbisik di telinga Retta. "Di lapangan pasti ada Regha, soalnya kelas dia masih jam olahraga."
Retta menengok pada Vera, lalu mengumpat pelan. Informasi Vera membuatnya jadi kesal dalam hati. Bisa tidak sehari saja dia tidak bertemu dengan Regha, rasanya benar-benar menyebalkan.
Dengan rasa kesal, Retta berjalan ke depan mengambil kertas-kertas ulangan yang tertumpuk, membawanya mengikuti langkah Bu Lina ke ruang guru. Dalam hati, Retta terus berdoa semoga dia tidak akan bertemu dengan Regha, dia malas berdebat dengan Regha.
Masalahnya bukan apa-apa, Retta bingung kalau berhadapan dengan Regha cowok itu selalu tersenyum padanya dan tidak terusik dengan bentakannya.
Jadi Retta bingung harus bersikap apa?
Retta terus berjalan di koridor pinggir lapangan mengikuti langkah Bu Lina dari belakang. Dari sudut matanya, Retta bisa melihat Regha yang sedang menendang bola pada teman timnya. Semoga nggak nengok, semoga nggak nengok, Retta terus melafalkan kata-kata itu di hati.
Jangan sampai Regha melihatnya.
Selamat Retta menghembuskan napasnya perlahan, akhirnya Regha tidak melihatnya tadi karena terlalu serius dengan permainan bersama teman-temannya.
Retta masuk ke dalam ruang guru meletakkan kertas-kertas itu di meja Bu Lina.
"Makasih, Retta."
"Iya, Bu." Retta tersenyum sambil mengangguk, lalu pamit pada Bu Lina untuk kembali ke kelas.
Menutup pintu ruang guru, Matanya langsung terbelalak saat berbalik, di dinding samping pintu, Regha bersandar dengan gaya santai.
"Kok lo ada di sini, bukannya lo tadi ada di lapangan?" Tanya Retta ketika sudah menghilangkan keterkejutannya.
"Jadi lo merhatiin gue tadi."
Balasan Regha membuatnya langsung beralih menatap ke arah lain, wajahnya pasti sudah memerah sekarang. Sial. Kenapa bisa dia keceplosan kayak gitu? Pasti Regha mengira tadi dia pura-pura tidak melihatnya.
"Eng-gak." Jawab Retta gugup.
"Pipi lo habis di gigit semut?"
"Hah?" Retta kembali menoleh.
"Kok merah gitu?"
Retta melotot, lalu mendengus kesal. Lagi-lagi Regha membuatnya naik darah. Kenapa cowok ini suka sekali mencari gara-gara dengannya sih?
"Gue cuma bercanda, gak usah marah gitu." Regha tersenyum.
Retta melengos, malas melihat wajah penuh ejekan Regha.
"Nanti pulang sekolah jadi kan?" tanya Regha mengalihkan hal lain.
"Iya. Udah awas gue mau lewat." Retta mendorong tubuh Regha ke kiri memberinya jalan, tapi cowok itu malah mengikuti langkahnya, berjalan di samping Retta.
"Kok lo malah ngikutin gue?!" tanya Retta galak.
"Siapa yang ngikutin lo? Gue mau balik ke kelas."
Retta mengernyit tak percaya, lalu untuk apa cowok itu berdiri di depan pintu ruang guru tadi. "Terus lo tadi ngapain berdiri di situ? Lo mau ke ruang guru kan?"
"Gue tadi cuma nganterin Arven buat ngasih daftar anak yang ikut olahraga ke Pak Ridwan."
Pak Ridwan adalah guru olahraga kelas sembilan, yang terkenal humoris. Makanya banyak anak yang suka dengan pelajaran olahraga. Pelajarannya bebas, gurunya enak pula.
Retta mengangguk, mengerti. Lalu mempercepat langkahnya meghindar berjalan berdua dengan Regha. Retta sudah bosan menjadi pusat perhatian dari kemarin. Anak-anak yang duduk di luar kelas-ya mungkin karena gurunya tidak masuk-langsung berbisik-bisik pada temannya melihat Retta dan Regha.
Retta terus berjalan dengan cepat tapi tetap saja Regha bisa mensejajarkan langkahnya. Menyebalkan. Retta menoleh ke lapangan. Dilihatnya Davel, salah satu teman Regha, tersenyum.
Namun, Retta tidak mengerti dengan senyum itu seolah-olah ada sesuatu di balik senyumannya.
***
Suasana di kantin pada jam istirahat kedua semakin padat, memenuhi setiap stan makanan.
"Kita duduk dimana, ya?" Vera menatap sekeliling kantin mencari meja yang kosong. Setelah dia dan Retta menyelesaikan ibadahnya di musholah sekolah, mereka berdua memutuskan untuk mengisi perut.
"Di situ aja." Retta menujuk tempat sebelah stan soto. "Gue lagi pengen makan soto."
"Oke." Vera mengangguk setuju kemudian mereka berjalan ke sana.
"Gue aja yang yang pesen." Retta berdiri menawarkan diri, karena hampir setiap hari kalau mereka berdua ke kantin selalu Vera yang memesan.
"Ya udah."
Retta berjalan mendekati stan soto, mengantri di belakang. Menunggu orang yang di depannya memesan, Retta mengalihkan pandangannya pada hal lain. Melihat Regha bersama kedua temannya yang sedang duduk di pojok kantin.
Ketiga cowok itu bercanda sambil mengobrol. Regha memang terkenal dengan kesombongannya tapi entah kenapa saat bersama teman-temannya dia terlihat berbeda.
Pak Ahmad-penjual soto-sedang meracik makanan orang yang ada di depannya, dari perawakannya Retta tahu jika orang ini adalah adik kelasnya. Retta terus diam sambil menunggu.
Adik kelasnya menerima soto dari Pak Ahmad lalu berbalik, saat itulah Retta tak pernah menduga akan terjadi sesuatu yang membuatnya kembali jadi sorotan semua orang. Perempuan itu tidak sengaja menyenggol lengan Retta yang mengakibatkan soto yang berada di tangannya tumpah mengenai seragam dan juga lengannya.
Retta langsung menjerit kepanasan kala air panas kuah soto masuk ke dalam setiap helai seragam dan kaos dalamnya. Populasi orang-orang di kantin sontak menoleh, melihat Retta yang mengibaskan tangannya yang juga terkena.
"Maaf Kak, nggak sengaja." Adik kelasnya itu ketakutan menatap Retta, membuat Retta jadi tidak tega memarahinya. Dia terus bergumam maaf sambil menunduk.
Retta tidak terlalu fokus dengan dia karena merasa tangan dan juga tubuhnya terasa melempuh oleh kuah soto itu.
"Aduh, Neng seharusnya hati-hati bawanya." Pak Ahmad jadi ikutan panik melihat kejadian di depannya. Semua orang jadi mengerumuni Retta, bertanya apa yang terjadi.
"Iya Pak saya nggak sengaja." Sahut adik kelasnya.
Pusing dengan keadaan sekitarnya semakin membuat rasa melempuh di tangan Retta menjadi-jadi. Namun, mendadak ada orang yang menarik lengannya keluar dari kerumunan itu.
Retta terkejut saat tahu bahwa Regha orang yang menarik tangannya. Dia terus menariknya menjauh meninggalkan kerumunan.
Setelah benar-benar meninggalkan kantin, di depan pintu UKS langkah Retta berhenti kala Regha melepaskan genggaman di lengannya.
"Lo tunggu sini." Perintah Regha lembut, cowok itu berlari meninggalkan Retta lalu berbelok ke kanan.
Menatap punggung Regha, Retta terdiam. Sejak perusakkan kacamatanya, Regha benar-benar berbeda. Retta seperti baru menemukan sosok baru di diri Regha, cowok itu tidak pernah mengolok-ngoloknya lagi. Tidak lagi kasar padanya. Apa cowok itu benar-benar menyesal telah merusak kacamata dan meresapi ucapannya saat itu? Atau karena hal lain.
Tak berapa lama cowok itu kembali, membawa baju seragam dan juga kaos putih polos bersamanya, menyerahkannya pada Retta.
"Lo ganti seragam lo dengan seragam cadangan punya gue. Lo nggak mungkin pakai seragam kotor itu kan?"
Pupil cokelat mata Retta tak berkedip menatap Regha. Kalau boleh jujur Retta berusaha mati-matian tidak peduli dengan perhatian Regha, berusaha untuk tidak terhanyut dengan semua perlakuan manis Regha padanya.
Tetapi walaupun begitu, Retta tidak bisa bohong kalau hatinya sudah berbisik kalau dia senang dengan perlakuan itu.
"Terima kasih, Gha."
Dan tanpa paksaan kata-kata tulus itu meluncur dari bibirnya, dengan embel-embel nama Regha. Retta tidak pernah mengucapkan nama Regha di depan cowok itu secara langsung, dan hari ini pertama kalinya.
Regha tersenyum sambil menggangguk. "Iya, sekarang lo ganti seragam lo di dalam, sekalian obatin tangan lo yang merah itu."
Ada keraguan di wajah Retta saat ingat bahwa dia akan mengganti baju itu di UKS, dan Regha menyadari itu.
"Tenang aja, di dalam nggak ada orang kok. Gue jagain di depan pintu, ngelarang siapapun untuk masuk ke dalam."
Dan juga untuk pertama kalinya senyum itu terbit di bibir mungilnya, lalu Retta mengangguk. Masuk ke dalam UKS. Sedangkan Regha menunggu di luar.
TBC(17-10-17)
MAKASIH
Aping🐼
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro