Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

I.L.Y | 27

Vano menghentikan kegiatannya mencatat. Saat ekor matanya mendapati  seseorang berdiri tepat disisinya.

"Kiki mana?" Pertanyaan itu segera Vano dapati saat mata mereka bertemu.

"Ngak datang." Jawab Vano seraya menatap lekat mata Danita, sosok yang bertanya padanya.

"Kok ngak datang?" Gendikan pelan Vano membalas itu, membuat Danita mendudukkan diri di kursi yang biasa ditempati Kiki.

"Apa Kiki sakit ya?" Danita menggumam sendiri.

"Cuma perlu waktu sendiri mungkin." Vano kembali melanjutkan kegiatannya mencatat, membuat Danita yang semula tak memperhatikan sosok itu segera memandang sang ketua OSIS lekat.

"Kamu ngak khawatir sama Kiki?" Pandangan Vano kembali mengarah pada Danita karena pertanyaan gadis cantik itu.

"Khawatir untuk??"

"Kiki lagi sedih No." Balas Danita.

"Teruss.."

"Ihhhh..." Danita mencubit lengan berisi Vano.

"Sakit Dan..." Keluh Vano seraya mengusap lengannya yang dihadiahi cubitan sang pacar.

"Dia kan sahabat kamuuuuu." Dengan nada gemas, Danita membalas.

"Iya...terus kenapa kalo dia sahabat aku?" Balas Vano dengan wajah yang mulai dihiasi kesal sekarang.

"Kamu kok ngak khawatir sama sahabat sendiri sih? Kiki kan lagi sedih. Terus sekarang ngak datang. Kan bisa aja ada apa-apa sama dia sekarang. Mana aku telepon, ponselnya mati lagi. Aku aja takut dia buat hal bodoh, kamu-nya kok kayak santai gitu." Terang Danita lengkap dengan raut wajah khawatir.

"Terus aku nya harus heboh kayak kamu gitu? Awwwww." Kembali jari si cantik mendarat dilengan berisi Vano. "Kok nyubit terus sih Dan?" Keluh sang ketua OSIS kemudian.

"Abisnya kamu nyebelin." Danita memasang wajah kesal yang tak sedikit-pun memudarkan pesona cantiknya. "Kamu nggak sayang apa sama Kiki? Sampe nggak khawatir gitu sama dia." Lanjut Danita dengan air muka yang sudah terlihat sedih.

"Sayang nggak nya sama Kiki, tergantung sih." Balasan Vano membuat alis mata Danita nyaris bertaut.

"Tergantung gimana?" Tanya si cantik bingung.

"Ya tergantung..." Vano menutup buku catatannya. "Kalo pacar aku nggak marah aku sayang sama cewek lain, ya aku-nya bakal jawab kalo aku sayang Kiki. Tapi kalo pacar aku cuma mau aku sayang sama dia. Ya aku bakal jawab kalo aku ngak sayang sama Kiki." Terang Vano membuat wajah Danita bersemu merah.

"Ihhh....Vanoooo....sayangnya kan bedaaaaa." Balas Danita dengan wajah memerah yang membuat Vano mengembangkan senyum.

"Kiki udah gede Dan. Nggak perlu di khawatirin. Dia emang ngambekan orangnya, tapi Kiki dewasa kok. Dia tahu dia nggak harus buat orang-orang yang sayang dia khawatir. Jadi nggak perlu cemas berlebihan." Tangan Vano mengulur mengusap pipi merona Danita.

"Tapi aku nggak bisa hubungin Kiki, jadinya kan takut." Danita menunduk seraya memainkan jemari lentiknya.

"Takut kenapa?" Vano merendahkan kepalanya, untuk menatap wajah Danita yang menunduk.

"Takut Kiki benci ke aku. Takut Kiki sedih sendirian. Takut kalo Kiki nggak mau temenan sama aku lagi." Satu butir airmata lolos membasahi punggung tangan Danita.

Vano cepat menarik Danita kedalam pelukannya. Membuat Danita kembali menjadikan dada bidang sang ketua OSIS tempatnya melepaskan tangis.

"Kiki cuma perlu waktu sendiri buat mikirin semuanya. Nggak perlu takut berlebihan. Kalian sahabatan, dan udah deket banget. Jadi nggak mungkin Kiki ambil keputusan yang buat kamu ataupun dia jadi terluka."

"Tapi..."

"Nggak usah tapi-tapian. Kita tunggu aja sampe Kiki-nya tenang. Nanti sama-sama kita jelasin semuanya ke Kiki." Cepat Vano memutus kata-kata Danita.

"Kamu mau nemenin aku minta maaf ke Kiki?" Danita menarik tubuhnya menjauh.

"Iya." Jawab Vano seraya mengusap jejak airmata di pipi Danita.

"Bantuin jelasin juga?" Kali ini Vano membalas dengan mengangguk, membuat  Danita tersenyum tipis.

"Udah jangan nangis, nanti kalo anak-anak kelas aku datang. Dikira aku nakalin kamu lagi." Vano kembali mengusap jejak airmata dipipi Danita.

"Biarin....emang kamu-nya sering nakal ke aku. Sering marah-marah, sering buat kesel juga." Danita berujar seraya mengeluarkan tissue dari dalam saku rok nya.

"Kayaknya seneng ya kamu, kalo aku di benci satu kelas." Vano meraih tissue ditangan Danita, dan segera membantu sang pacar membersihkan wajahnya dari sisa airmata.

Danita tak menjawab. Gadis itu hanya diam menikmati sikap lembut Vano padanya.

"Kiki mana?" Sebuah suara segera membuat Danita dan Vano bersamaan menoleh. " nggak datang ya?" Lanjut Mika, sosok yang tiba-tiba hadir diantara keduanya.

"Nggak." Vano sudah mengarahkan tubuhnya menghadap Mika.

"Kenapa?" Mika mengambil posisi duduk di kursi kosong didepan Vano.

"Nggak tahu." Jawab Vano.

"Nggak izin?" Mika masih memburu Vano dengan pertayaan.

"Kayaknya mama ada izin ke wali kelas. Soalnya waktu absen, nama Kiki ngak disebut." Terang Vano yang disambut anggukan pelan Mika.

"Kenapa nyariin Kiki?" Kali ini Danita yang bertanya.

"Mau minta maaf." Jawab Mika seraya melemparkan pandangan pada sang sahabat.

"Untuk??"

"Kiki udah tahu kalo kita bohongin dia soal sakitnya Keanu." Jawaban Mika segera membuat ekspresi wajah Danita berubah.

"Kamu tahu darimana kalo Kiki udah tahu masalah itu?" Tanya Danita.

"Ya dari pacar....eh nggak deh, mantan pacarnya." Sahut Mika seraya menyilangkan kakinya.

Danita menunduk, membuat Vano mengenggam jemarinya erat.

"Kok Keanu nggak bilang masalah ini? Kemaren dia bilang, kalo Kiki cuma salah paham karena dia datengin aku." Suara Danita terdengar sedikit serak, sepertinya si cantik akan menangis lagi.

Vano semakin menggenggam erat jemari Danita sebagai bentuk dukungan.

"Aku maksa Keanu cerita semuanya. Karena aku kenal Kiki, aku kenal Keanu juga. Aku tahu hal kecil kayak gitu ngak akan mungkin buat Kiki marah. Kalo sebelumnya nggak ada masalah yang mancing emosi dia. Dan Keanu...dia nggak mungkin kayak orang putus ada gitu, kalo memang masalahnya cuma salah paham." Jelas Mika membuat Danita menundukkan pandangannya.

Tak ada yang berujar kini, mereka terlihat menikmati bungkamnya. Danita sibuk bergelut dengan rasa bersalah yang tumpang tindih. Vano bergulat dengan rasa sesak karena melihat wajah mendung Danita. Sementara Mika, tak ada yang tahu sekacau apa pikirannya saat itu. Karena si periang masih nampak tenang seolah tak terjadi apapun.

"Pada ngumpul disini." Sebuah suara berat merusak senyap yang sesaat ketiga-nya bangun.

"Kalo kamu kemari nyari Kiki, Kiki-nya nggak datang." Tukas Vano sebelum si kapten basket Keanu, bertanya pada satu diantara mereka.

Sang pengusik senyap tersenyum getir mendengar ucapan itu, sebelum kemudian mengangguk pelan.

"Kamu baik-baik aja Nu?" Keanu menoleh pada Danita, si pemilik pertanyaan.

Masih tersenyum tipis, Keanu mengangguk pelan sebagai balasan.

"Maaf ganggu." Satu orang lagi datang bergabung dengan mereka.

"Hai....Kal." Sapa Mika dengan senyum cerah pada sosok itu.

Haikal membalas dengan senyum kaku, kemudian menatap Vano.

"Kikii...."

"Nggak datang." Vano dan Keanu berujar nyaris bersamaan.

Haikal menatap dua pria itu bergantian, kemudian menarik nafas berat.

"Gawat." Gumamnya seraya mengusap tengkuk pelan.

"Kenapa?" Mika memandang Haikal dengan wajah bingung.

Tak segera menjawab, Haikal hanya menatap Mika sesaat sebelum akhirnya berujar.

"Itu...."

♡1♡4♡3♡

Tak ada ketukan pintu. Mama kiki segera masuk kedalam kamar putrinya san menghampiri gundukan besar diatas kasur dimana Kiki berada didalamnya. Sejak selesai sarapan, Kiki terus bergelung didalam selimut. Menikmati kesendiriannya dengan muka sembab karena menangis nyaris sepanjang malam.

"Ki..." Tangan mama Kiki terulur mengusap selimut besar yang membungkus tubuh Kiki.

"Uhmm..." Dari balik selimut, Kiki membalas dengan gumaman pelan.

Mama Kiki mengembangkan senyum tipis mendengar balasan sang buah hati.

"Temenin mama belanja yuk, bahan-bahan di kulkas banyak yang udah habis." Pinta sang mama membuat gundukan itu bergerak pelan sebelum kemudian kepala Kiki keluar dari baliknya.

"Berantakan banget sih cantiknya mama." Merapikan rambut Kiki yang berantakan, sang mama berujar seraya tertawa pelan.

Kiki tak menjawab, si mungil dengan surai merah muda itu nampak memandang kosong.

"Ki..." Kali ini jemari lembut sang mama mengusap pipi Kiki. "Mau kan temenin mama?" Ucap sang mama saat Kiki mengarahkan pandangan padanya.

Nampak berpikir sesaat, Kiki mengangguk lemah kemudian membuat mama nya tersenyum tipis. Tanpa banyak berujar, Kiki bangkit dari ranjangnya untuk membersihan diri. Saat si mungil sibuk di kamar mandi, sang mama merapikan ranjang putri terkasihnya. Segera setelah itu diapun meninggalkan kamar Kiki, untuk menunggu sang buah hati di ruang tengah.

"Udah siap?" Beberapa menit setelah menunggu seraya membuat catatan belanja, mama Kiki menyambut buah hatinya yang sudah nampak rapi.

Berbalut kaos merah muda lengan pendek longgar. Dan celana denim putih panjang Kiki menghampiri sang mama.

"Yuk." Mama Kiki mengulurkan tangannya pada sang buat hati, yang segera disambut si mungil.

Melangkah bersama, dua wanita cantik berbeda usia itu menuju mobil yang terparkir didepan rumah. Dengan kendaraan itu keduanya menuju super market dengan suara tenang. Tak ada cerita, dan mama Kiki juga tak memaksa sang buah hati bercerita. Suasana muram yang mengelilingi sang putri sejak dia pulang membuat mama Kiki memilih diam. Sudah jadi kebiasaan wanita cantik itu membiarkan Kiki sendiri yang menceritakan masalahnya. Dia tak akan berusaha memaksa Kiki menceritakan apapun dan bertanya apapun. Karena mama Kiki tahu pasti, jika dia harus tahu masalah Kiki maka Kiki akan menceritakan sendiri masalahnya. Namun jika Kiki memilih diam, itu berarti dia tidak cukup siap menceritakan apapun yang jadi masalahnya.

"Susu kamu masih ada ngak Ki?" Itu adalah percakapan pertama yang diurai sang mama setelah mereka berada didalam super market. "Mama ngak sempat nge-cek di lemari tadi." Lanjut wanita cantik yang berjalan pelan disisi Kiki.

"Kiki ngak ingat." Jawab Kiki dengan suara rendah.

Mama Kiki mengusap surai panjang merah muda Kiki yang dibiarkan terurai. Kemudian tersenyum mendengar kalimat pertama yang didengarnya dari si mungil sejak kemarin Kiki terus diam.

"Kalo gitu kita beli aja satu ya, mana tahu udah habis." Kembali tak ada suara dari Kiki membalas ucapan tersebut. Si mungil memilih mengangguk ringan membalas kata-kata mamanya.

Diam-diam mama Kiki menghela nafas berat. Jika bisa jujur, mama Kiki tak begitu suka dengan diamnya Kiki. Namun dia tak punya banyak pilihan. Jika dia memaksa, Kiki akan menangis lagi. Dan mama Kiki lebih tidak menyukai melihat Kiki menangis, daripada Kiki yang pendiam.

"Kiki ngak mau beli apa-apa?" Tawar mama Kiki yang kini sudah merangkul bahu putrinya.

Kiki menggeleng, tanpa sedikitpun semangat. Sementara mama Kiki mengangguk paham.

"Beli strawberry mau ngak? Nanti mama buatin smoothies." Tawar sang mama mencoba membuat Kiki lebih semangat.

"Boleh." Jawab Kiki menjadikan senyum diwajah mama nya kian mengembang.

"Ya udah...kita ketempat buah ya." Ucap sang mama semangat seraya menyeret Kiki yang mendorong troli belanja.

Berbanding terbalik dengan sang mama, Kiki hanya melangkah pelan. Tak berusaha menyeimbangkan langkahnya dengan gerakan riang sang mama. Dia masih mengikuti mama nya dengan gerakan kaki lemah. Sampai keduanya tiba ditempat buah.

"Kamu mau yang mana?" Mama Kiki menunjukkan dua pack strawberry berbeda ukuran.

Kiki menunjuk strawberry besar ditangan kiri mamanya, membuat sang mama mengangguk paham.

"Satu? Dua?"

"Dua boleh?" Demi apapun, bagaimana juga kondisi hati Kiki. Si mungil tak akan bisa tahan jika dihadapkan dengan buah favorit nya tersebut. Itu kenapa Kiki segera meminta jumlah yang dia mau pada sang mama, membuat wanita cantik didepannya itu tertawa pelan.

"Boleh...buat anak cantik mama berapa aja juga boleh." Mama Kiki memasukkan dua pack strawberry kedalam troli, dan nampak akan beranjak.

Kiki nampak masih diam tak beranjak, membuat mama nya menoleh dan menatap Kiki yang sudah memasukkan satu pack Strawberry lagi kedalam troli.

"Katanya berapa aja boleh." Ucap Kiki nyaris bergumam saat sang mama memberikan tatapan bertanya.

Diam sesaat, mama Kiki tertawa kemudian karena tingkah imut putrinya.

"Iya....terserah kamu aja." Akhirnya seulas senyum terkembang dibibir Kiki karena ucapan sang ibu.

"Mau nambah lagi, apa udah cukup?"

"Udah cukup." Jawab Kiki masih tersenyum.

"Kalo gitu kita cari belanjaan yang lain yuk." Ajakan sang mama lagi-lagi dibalas anggukan Kiki. Namun kini gerakannya sedikit lebih bersemangat membuat mama Kiki cukup merasa lega.

"Mau makan malam apa?" Mama Kiki menanyakan pendapat putri tersayangnya.

"Kiki mau..." Belum Kiki menyelesaikan kata-katanya, disebuah belokan trolinya membentur troli pengunjung lain. Membuat si mungil dan mama nya terkejutm

"Ma.....af." Ucapan Kiki sedikit terpenggal melihat sosok didepannya adalah mama Keanu.

"Ehh...Kiki...kok disini? Ngak sekolah?" Ucap wanita itu hangat.

Kiki tersenyum kaku, membuat sang mama menalar sesaat sebelum kemudian tersenyum menatap mama Keanu.

"Tadi perut Kiki keram karena lagi datang bulan. Makanya izin ngak masuk sekolah hari ini." Jelas mama Kiki cepat membuat pandangan sang putri juga mama Keanu mengarah padanya.

"Ohh...gitu." Mama Keanu mengangguk paham. "Lagi belanja juga?" Menatap troli belanja Kiki, mama Keanu kembali bertanya.

"Iya tante." Jawab Kiki dengan jemari yang mencengkram erat troli didepannya.

"Aduh rajin nya." Puji mama Keanu. "Pantesan aja Keanu sayang banget sama kamu. Udah cantik, rajin bantuin mama nya lagi."

Bukannya melayang dengan pujian itu, Kiki justru merasa sesak. Diapun tertunduk, sementara dua wanita dewasa disisinya saling balas menatap seraya tersenyum.

"Kata Keanu kamu pinter masak juga ya kan?" Kiki mengarahkan pandangannya pada mama Keanu. "Kapan-kapan tante mau dong rasain masakan kamu. Karena Keanu itu bilang kalo masakan pacarnya..."

"Kiki bukan pacarnya Keanu lagi tante." Cepat Kiki memutus ucapan mama Keanu, membuat dua wanita dewasa disisinya terkejut.

Senyum yang sejak tadi kedua nya kembangkan segera memudar.

"Kami udah ngak pacaran lagi." Cairan tipis melapisi netra bening Kiki.

Mama Keanu terkejut mendapati itu, begitupun dengan mama Kiki.

"Kenapa? Keanu jahat ke kamu ya?" Kiki menggeleng kuat, lalu berjongkok dan menyembunyikan wajahnya diantara lutut.

"Ki..." Mama Keanu panik.

Segera dia menghampiri Kiki dan berjongkok dihadapannya bersama mama Kiki.

"Ki..." Dua wanita dewasa itu terkejut mendengar suara isak Kiki.

Dua wanita dewasa itu saling berpandangan sesaat, sebelum kemudian mama Kiki memeluk tubuh putrinya. Sedangkan mama Keanu mengusap surai merah muda Kiki untuk membuat si mungil tenang. Mama Kiki yang mulai paham dengan sikap muram putrinya mengucapkan banyak kalimat lembut untuk menghentikan tangis Kiki. Begitupun dengan mama Keanu yang juga berusaha menghentikan tangis si mungil. Berharap isak Kiki yang membuat hatinya sakit terhenti dengan semua kalimat lembutnya.

:::TBC:::

Sorry for Typo
Thanks for Reading & Votement

🌻Haebaragi🌻

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro