xoxosos
Bagian 60 |
baby, I'm okay
Yang belum pernah komen, komen dund di part ini. Sepi tau lines gak ada kamu ehe
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂
Dean tahu Matthew tidak akan membiarkannya begitu saja setelah Dean menentang apa yang Matthew mau. Seperti sekarang; Kinan terluka. Dirinya yang duduk di bangku tunggu rumah sakit yang sepi dengan tangan yang gemetar. Diam dengan pandangan kosong, tidak tahu harus melakukan apa.
Jika Dean menjadi Matthew pun, Dean akan marah. Adik kesayangannya tidak bisa mendapatkan apa yang ia inginkan, namun Dean tidak akan pernah melakukan hal yang sama persis seperti yang Matthew lakukan beberapa puluh menit yang lalu.
Sekali aja lo temuin Mikayla!
Dia sakit gara-gara lo!
Gue kayak gini gara-gara siapa? Dean menundukkan kepalanya, memejamkan matanya kemudian. Membiarkan kilasan-kilasan itu menerjang kepalanya. Dan tersentaklah Dean ketika ada tangan yang memegang bahunya erat.
"Brengsek!"
Satu pukulan dengan cepatnya mengenai wajah Dean yang kini terdorong ke belakang. Dirinya tidak ingin melawan lagi, karena Dean pun mengakui ia pantas mendapatkannya. Membuat Kinan terluka. "Gue gak bermaksud ngebuat dia jadi kayak gitu!" Dean yang tahu mengapa Gio terlihat sebegitu marahnya, langsung berujar.
Ada ketakutan, rasa bersalah dan amarah disorot mata tajamnya yang tidak pernah lepas dari sosok laki-laki di hadapannya saat ini. Lalu, yang Dean tahu punggungnya membentur tembok di koridor rumah sakit yang sepi di tengah malan ini. Gio di hadapannya mendorongnya, menarik kerah seragamnya yang terdapat banyak bercak darah.
Gio menunjuk wajahnya dengan penuh emosi. "Seharusnya elo yang ada di dalem atau kalo enggak lo mati aja sana!"
"Dia bakalan selamet," sangkal Dean dengan begitu tenang seakan ucapannya memang akan benar terjadi, kemudian Dean melepaskan tangan Gio dari kerahnya. Berjalan mendekat ke bangku panjang dan mendudukan dirinya di sana.
Tak lama helaan napas pendek terdengar. "Dia udah tau semuanya." Gio mendengus.
Perkataan Gio seperti dapat menamparnya. Menohoknya telak sampai Dean sendiri tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ternyata selama ini Dean salah. Dean kira ia bisa menuntaskan apa yang telah ia rencanakan saat kenyataannya justru ia lah yang terjebak di lingkaran yang ia ciptakan sendiri.
Tidak bisa disangkal, mungkin Dean yang akan kalah nanti.
Tetapi, bagaimana bisa Dean menyerah begitu saja saat semuanya yang telah ia dapatkan seperti sudah menjadi bagian dari dirinya sendiri?
Gio di hadapannya yang sama takutnya dengan dirinya berujar kembali selang beberapa menit mereka berdua hanya diam.
"Kalo sampe dia kenapa-kenapa, elo yang gue abisin pertama."
Dean diam, tidak membalas. Dan seperti yang Gio ucapkan beberapa saat lalu; Dia sudah tahu semuanya. Kinan sudah tahu semuanya saat Dean belum sempat mengatakan apa-apa.
Mungkin Dean tidak sadar atau lebih memilih untuk membuang jauh-jauh bahwa Kinan mengingatnya. Kinan mengingat bahwa Dean yang menabrak mobil hitam yang saat itu di kendarai oleh Oma Shellyn dan Kinan yang berada di kursi penumpang.
Saat pertama kali bertemu dengan Kinan di UKS, Kinan sudah mengatakan hal yang seharusnya membuat Dean tahu apa yang sudah ia lakukan pada Kinan.
"Kinan gak kuat kalo ngeliat darah, kayaknya sebentar lagi Kinan bakalan pingsan." Oh, Kinan tentu saja takut darah semenjak di dekat Bundanya dan kecelakaan yang merenggut nyawa Oma Shellyn, membuat Kinan makin-makin takut. Darah ada di sekujur tubuh Omanya dan Kinan tidak dapat melakukan apa-apa.
"Gue baru inget, jadi elo ya yang ngempesin ban mobil gue?"
"Kinan cuma ngempesin mobil yang plat nomornya B 3452 JF aja kok." Iya, untuk mendekati Dean yang baru Kinan tahu bahwa akan bersekolah dengan dirinya, Kinan harus bertindak, 'kan?
"Lo inget nomor plat mobil gue?"
"Iya, Kinan kan emang gampang inget sama sesuatu." Tidak. Tetapi Kinan ingat wajah Dean dan gadis di sampingnya yang menabraknya. Yang membuat Oma Shellyn pergi. Yang meninggalkannya begitu saja.
"Lo gampang inget sesuatu. Lo bisa terus-terusan inget itu?"
Kinan mengangguk, Dean berpikir jauh.
"Iya, gelang dari Oma. Kinan gak mau kehilangan gelang yang ada nama Kinan sama Oma. Kinan suka banget gelang itu." Tentu saja Kinan yang meninggalkan gelangnya di UKS, berharap ada waktu lain Kinan bisa berbicara lebih dulu pada Seniornya itu. Dan Kinan berhasil.
"Dari mana lo tau kalo gelangnya ada di gue?"
"Kinan inget pas Kak Dean pegang tangan Kinan di UKS tadi pagi. Terus juga Kinan udah cari di mana-mana tapi gak ketemu. Jadi, gelangnya ada di Kak Dean, kan?" Harusnya memang seperti itu.
Dan mungkin sekarang Kinan yang tidak sadar, bahwa Dean juga akan mendekatinya agar Kinan tidak ke mana-mana.
"Hujannya dari tadi gak berenti-berenti, Kinan bosen bang—" Kinan langsung menghentikan ucapannya dan menggenggam erat-erat ponselnya saat terlihat kilatan cahaya dan suara petir yang terdengar setelah itu.
Kinan takut hujan. Kinan takut petir. Mengingatkannya bagaimana hari itu, hari Dean menabraknya. Semoga Dean ingat, dan semakin merasa bersalah, Kinan membatin.
"Kak Dean, mau main tanya jawab sama Kinan gak?"
"Boleh."
"Mm.. Kak Dean, sebelumnya pindahan dari sekolah mana nih?"
"SMA Harapan. Gak jauh juga kok dari Pertiwi. Giliran gue ya sekarang." Apa ini? Kinan seperti terdorong ke belakang. Bagaimana jika Kinan mendekatinya, membuatnya mau mengatakan bahwa dialah membuat Omanya pergi. Kinan butuh itu. Kinan tidak boleh seperti ini terus. Kinan harus mendapatkan jawabannya. Dan itu dari mulut Dean langsung.
"Gue juga mau ketemu sama tuh orang kok. Gue ngerasa gue yang udah ngancurin dua orang sekaligus karena dia juga." Dean pernah mengakuinya saat bertemu dengan Matthew. Dia sudah menghancurkan dua orang sekaligus gara-gara kecelakaan itu; Mikayla dan Kinan.
Apa sebenarnya Dean tahu apa yang sedang Kinan rasakan? Apa sebenarnya Dean tahu arti dari senyum Kinan yang dengan mudahnya Kinan perlihatkan untuknya? Apa sebenarnya Dean tahu? Apa sebenarnya Dean tahu bahwa Kinan tidak benar-benar ingin berada di dekatnya? Berada di dekat seseorang yang menghancurkannya?
"Semuanya bukan salah kamu!" Mikayla menggeleng. Kecelakaan itu bukan salah Dean.
"Sekarang kita cari jalan keluarnya, oke?" Mikayla menenangkan Dean.
"Nggak akan ada tau soal ini. Aku bisa pastiin." Tapi Mikayla tidak tahu, bahwa Kinan melihatnya. Seseorang yang ditabraknya, mengingatnya.
"Tolong aku, sekali aja."
"Tolong." Dean menyetujui.
Dan semakin percayalah Kinan, dirinya diajak Dean mengunjungi bengkel yang dikelola oleh Dean dan teman-temannya. Di depannya, Kinan melihat ada satu mobil yang menarik perhatiannya itu. Kinan mendekat lagi. Mobil sedan berwarna hitam. Bagus. Kinan mengintip dari jendela isi dalam mobil itu. Kinan lalu melihat ke depan. Kinan diam beberapa saat dan sedikit lagi tangannya menyentuh kap mobil itu, Dean menghentikan pergerakkannya.
"Jangan dipegang, Nan."
Kinan terkesiap seketika itu juga. "Maafin Kinan ya, Kak Dean. Kinan belum pegang mobilnya kok." Suara Kinan sudah terdengar serak seperti ingin menangis. Padahal nada suara Dean tidak ada bentakkan atau apa pun. Dean memberitahukan Kinan dengan amat sangat pelan.
Kinan menangis tentu saja bukan karena Kinan merasa bersalah pada Dean tetapi karena mobil sedan itu, mobil sedan hitam yang menabraknya. Kini melihatnya lagi. Apa yang Kinan rasakan selain ingin menangis? Bagaimana Dean bisa melakukan itu padanya? Bersikap biasa-biasa saja ketika orang yang ditabraknya melihat mobil yang dikendarai Dean di hari itu. Bagaimana bisa?
Saat Kinan diantar pulang oleh Dean, Kinan langsung memeluk Ayahnya. Maafin Anna, Yah. Kinan selalu meminta maaf pada Ayahnya. Kinan telah membawa Dean—seseorang yang membuat Oma Shellyn pergi dan Adam yang terlihat bisa begitu percayanya pada Dean. Maaf, Yah.
"Masih mau lanjut?"
"Gio mau udahan?"
"Udahan yang kayak gimana dulu maksud lo?"
"Tunggu ya, Gio. Kinan pastiin gak akan lama lagi." Tidak lama lagi, Kinan akan membuat seorang Dean mengaku. Mengakui perbuatannya.
"Kalo kita sayang sama seseorang, kita gak boleh bohongin orang itu, kan Kak Dean?" Dean benar sayang pada Kinan kah? Kinan harus mengetahui itu.
Hari itu, Dean memperlihatkan luka di dahinya. "Ini karena kecelakaan, Nan. Dan gue inget lo pernah nanya juga kenapa di foto kelurga yang lo liat di apart gue itu gak ada gue-nya."
"Iya, gue bandel gak nurut sama nyokap malah pergi pas mereka mau foto keluarga dan berakhir gue malah nabrak mobil." Mobil Kinan kan, Kak Dean?
"Kak Dean gak kenapa-kenapa kan pas itu?"
"Cuma sobek aja di sini." Tetapi, Oma Shellyn sampai tidak bisa diselamatkan.
"Kecelakaan itu juga yang jadi mimpi buruk gue, Nan. Gak pernah bisa ilang. Gue juga ngerasa bersalah."
"Semenjak kejadian itu gue tau gue gak akan bisa lepas gitu aja." Iya, memang seharusnya seperti itu.
"Kinan juga punya. Kinan lupa dapet berapa jaitan pas itu. Rasanya sakit banget, Kak Dean." Jika Dean ingin tahu bagaimana rasa sakitnya itu dan rasa sakitnya bertambah saat orang yang paling Kinan cintai pergi.
"Udahan aja ya, Ki?" Gio menanyakan hal yang sama berkali-kali. Dean tidak akan begitu saja mengakui apa yang telah ia lakukan. Kinan harus menyudahi. Gio malah yang paling tidak ingin Kinan kenapa-kenapa.
Apakah keputusannya sudah tepat? Apa Kinan menerima? Apa Gio menghancurkan semua yang Kinan bangun? Apa dengan seperti ini segalanya menjadi sia-sia? Apa mereka terlalu... jahat? Tetapi, bagaimana dengan dirinya? Dirinya Dean. Dia jahat, 'kan?
"Putusin sekarang dong, Ki. Lama banget. Lo gak kasian sama gue?" Kinan yang selalu dekat-dekat dengan Dean membuat Gio kesal tentu saja. Meskipun Gio sudah sepakat bahwa dirinya akan membantu Kinan, tetapi ini sudah membuat Gio tidak bisa diam begitu saja.
"Tapi jangan udahan ya, Gio."
Gio menggeleng. "Putusin, Ki."
"Gue udah nyuruh lo buat udahan. Kenapa belum mau juga sih? Kan lo udah dapet jawabannya."
Tanpa dijelaskan lebih detail pun Kinan sudah sangat paham. Kepalanya menggeleng. "Jawaban yang mana? Kinan belum tau." Dean masih bungkam.
Tatapan Gio mengarah ke depan jalan sana. "Mau sampe kapan jadinya? Gue udah mulai capek. Lo terlalu berlebihan."
Kinan mengakui itu dan perkataan Gio berhasil membuat dada Kinan berdesir halus. Kinan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Sekarang mengapa menjadi Kinan yang merasa bersalah dengan semuanya? Harusnya Dean yang merasa begitu.
"Pikirin gue sekali aja. Lo pasti gak bakalan mau kayak gitu, Ki." Pikirkan Gio juga dalam rencananya, Kinan tidak akan ingin melakukan hal yang lebih dari itu.
"Kita udah gak marahan, 'kan? Lo mau udahin semuanya sekarang, 'kan?"
"Besok Kinan tanyain. Biar semuanya jelas. Mm.. Kinan juga udah cerita sama Ayah. Semuanya." Kinan dengan pandangan kosongnya berujar.
Mendengar perkataan Kinan barusan, membuat Gio seketika itu juga terdiam. Menahan napasnya seolah tidak percaya. Matanya mengerjap berkali-kali. "Kinan, lo jangan bohong." Tangan Gio memegang bahu gadis itu. Membuat Kinan melihat ke arahnya. Kinan mengangguk.
Tidak pernah dalam hidup Gio, ia merasa seperti ini. Entah Gio menggambarkan perasaannya bagaimana, tetapi ia benar-benar kaget. Adam sudah tahu semuanya? Gila. Senyum Gio terlihat lagi dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Masih tidak percaya. "Ki, seharusnya lo gak ngomong langsung kayak gitu. Lo harus pikirin dulu."
"Mau sampe kapan, Gio?" Mau sampai kapan Kinan harus membuat Gio menderita? Mau sampai Kinan membuat Ayahnya tidak tahu apa-apa? Mau sampai kapan Kinan harus berada di lingkaran yang tak pernah memperbolehkannya keluar? Mau sampai kapan garis-garis menjulang tinggi itu menahan langkahnya?
"La, bawa pergi mobilnya sekarang. Gue udah males banget ngeliatnya." Mobil yang Dean kendarai itu. Mobil yang tidak sengaja membuat satu orang pergi. Mobil Mikayla.
Mikayla mengangguk. "Kamu keinget lagi ya? Aku minta maaf banget karena udah ninggalin kamu." Meninggalkan Dean sendiri di hari kecelakaan itu.
Sebagai anak penurut, Mikayla hanya bisa menyetujui apa pun yang Papanya ucapkan. Meninggalkan Dean tanpa kabar bukan pilihannya.
"Gue udah gak mau ngeliat mobilnya lagi, La." Dean berujar. Mikayla juga.
"Kamu udah maafin Dean ya?" Mikayla melirik ke arah Kinan yang sekarang sedang berada di sampingnya. Mikayla sedang mengemudi. Mengikuti mobil Dean di depannya yang menuju ke arah Chloe's.
Kinan yang menginginkan ke sana. Ingin makan waffle kesukaannya dengan es krim stoberi. Tadinya Kinan ingin ikut bersama Dean, tetapi Mikayla langsung mengatakan bahwa ada yang ingin ia bicarakan dengan Kinan. Dean menolak, Mikayla memaksa, Kinan mau tidak mau menurut. Dan di sini lah Kinan sekarang; duduk bersebelahan dengan Mikayla dengan tangan yang bergetar. Duduk di sebelah orang yang membuat Oma Shellyn pergi? Kinan tentu saja ingin menangis lagi.
"Ap-- apa, Kak?" Suara Kinan serak. Matanya juga sudah memerah.
"Kamu udah maafin Dean?" Mikayla mengulang pertanyaan yang sama.
Kinan mengernyit. "Maafin Kak Dean karena apa?" tanyanya bingung. Kinan tidak mengalihkan pandangannya ke mana-mana selain samping wajah Mikayla. Berpura-pura bingung agar Mikayla menjelaskannya.
Kinan ingin keluar dari mobil ini sekarang juga. Kinan mencoba untuk memikirkan segala sesuatu yang membuatnya senang. Oke, dimulai dari Ayahnya dan Oma Shellyn. Kinan menggenggam tangannya kuat-kuat.
"Kinan, kamu jangan salah paham. Aku gak bermaksud—"
Kinan menggelengkan kepalanya cepat-cepat. "Kinan nggak kenapa-kenapa kok, Kak. Kinan cuma bingung aja apa cerita Kak Dean? Mm.. Kinan boleh denger dari Kak Mikayla aja?" Bisa jadi Mikayla juga ingin menceritakannya, 'kan? Dan Kinan akan langsung menanyakannya pada Dean tentang kebenaran itu. Malam ini. Jika bisa.
Mikayla kali ini melirik ke arah Kinan sekilas. Bagaimana bisa Dean menyukai Kinan? "Sori. Aku juga gak bisa cerita sama kamu kalo Dean belum ngomong duluan. Yang kayak aku bilang, aku takut kamu salah paham." Kinan menahan untuk tidak tertawa. Jika diingat bagaimana Mikayla seperti ingin membodohinya. Apakah Kinan terlihat begitu bodoh di matanya karena tidak tahu apa-apa?
"Eh iya, hampir aja Kinan lupa. Semalem Kak Mikayla nge-line Kinan. Katanya nanti malem dia mau ngajak Kinan ketemuan."
Mendengar itu, Dean diam.
"Kak Mikayla tau id Linenya Kinan dari mana ya?"
"Dari Kak Dean bukan?"
Menjawab pertanyaan Kinan, kepala Dean menggeleng. "Bukan."
"Oh."
Dengan tangan kirinya, Dean menggenggam tangan Kinan. Meremasnya perlahan. "Kinan."
"Ya?"
"Jangan temuin dia. Lo di rumah aja." Harus. Dean harus menahan Kinan untuk bertemu Mikayla. Mikayla pasti akan mengatakan semuanya. Dean tidak boleh membiarkannya begitu saja. Dean merasa ia sedang baik-baik saja dengan Kinan, Dean tidak ingin menghancurkan itu. Kinan belum boleh tahu.
"Dean kurang apa sih, Ann?" Dean yang udah buat Oma Shellyn gak ada di deket kita lagi, Yah. Ayah pasti bakalan gak mau deket-deket Dean lagi kalo Ayah tahu semuanya.
Kinan diam lagi. Ayahnya tiba-tiba mengatakan hal yang tidak pernah Kinan duga sebelumnya. Kinan menggeleng, lalu dipaksanya senyum tipis itu terlihat. "Ayah bisa bilang sama Kak Dean buat gak ninggalin Anna, Yah?" tanyanya.
"Masuk ke dalam kamar kamu sekarang."
"Bisa Yah?"
Kinan membuka matanya. Mengerjap berkali-kali. Ayahnya pasti tidak bisa. Tidak mau juga. Setelah tahu semuanya. Ayahnya akan menarik ucapannya kembali. Dean tidak baik seperti yang Ayahnya pikirkan. Anna minta maaf, Yah.
"Aku tau aku ngebebanin kamu banget karena aku pergi tiba-tiba gitu. Ada yang harus aku... lakuin." Operasi mata. Mikayla meninggalkan Dean karena itu. Tidak ada di dekat Dean untuk mendukungnya.
"Aku tau ini gak tepat banget. Tapi kapan aku bisa ketemu sama dia?" Mikayla ingin bertemu dengan Kinan. Meminta maaf atas apa yang terjadi. Dean harus terus berada di dekat Kinan, itu akan membuat Mikayla tidak perlu susah-susah untuk mengatakan itu. Dean menyutujui apa maunya. Mikayla akan melakukannya suatu saat nanti.
"Gue sendirian yang harus ngikutin apa yang lo mau. Gue sendiri juga yang harus ngeliat mereka dan mereka gak tau apa-apa. Lo bisa kayak gitu? Gue tau, lo gak akan mau juga." Mereka; Kinan dan Adam. Dean berpikir sebegitu jahatnya dia, membuat mereka yang tidak tahu apa-apa semakin menderita. Dean menderita, juga. Kapan waktu yang tepat untuk meminta maaf?
Dean mengatakannya sekali pada Kinan tanpa menjelaskan mengapa dirinya meminta maaf karena Dean masih belum ingin Kinan tahu. Dean belum ingin kehilangan Kinan saat kejujuran itu keluar dari mulutnya. Apa Kinan akan mengerti saat Dean menjelaskan semuanya? Atau langsung pergi begitu saja? Dean harap Kinan akan memaafkannya.
"Kak Matthew lagi nyari orangnya juga. Kamu harusnya gak usah ngelakuin hal yang gak kamu suka lagi. Makasih juga karena udah nurutin permintaan aku ya." Untuk tetap berada di dekat Kinan. Kita akan meminta maaf pada mereka nanti.
"Sayangnya gue udah suka sama orang lain." Ketakutan Mikayla saat itu. Saat mendengar suara Dean mengatakan itu.
"Gue suka Kinan."
BAKALAN ADA YANG IYA IYA LAGI DI NEXT PART WOEEEEE😭😭😭
Bagaimana menurut kamu? Ayo komen dong biar aku tau wkwkw
Marah?
Kesel?
Kecewa?
Seneng?
Jadi, siapa ya yang jahat? Hm hm
Itu kode-kode yang aku selipin di setiap part gais. Akhirnya kebuka ya.
Tapi masih ada kode lagi. Dan bakalan aku kasih tau kalian di next part.
Next part kayaknya ending nich.
Dean-Kinan shipper tenang, masih ada next part😏😏😏
SORI TYPO BELOM CEK LAGI CYIN HIKS
SIAPA YANG MAU BACA PART SELANJUTNYAAAAAA????
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro