Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

where were you in the morning

Bagian 15 |
there was something in between you and me

Aku up cepet nich, seneng gak? (:

Vote dan komen lagi ya. Biar up cepet lagi✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

"Kak Rama, gak tidur ya semalem?" Kinan melihat ke arah Rama yang baru saja menutup pintu mobil dan berjalan di samping laki-laki tinggi itu. Memperhatikan kedua mata Rama. Pukul 06.35 am mereka baru saja sampai di Pertiwi dan Rama seperti biasa menjemput Kinan untuk berangkat ke sekolah bersama.

Rama membuka hoodie maroon-nya itu sebelum akhirnya bertanya, "Keliatan banget emangnya ya, Ann?"

Kepala Kinan mengangguk. "Kak Rama yang selalu bilang sama Anna kalo Anna gak boleh tidur malem-malem, tapi Kak Rama sendiri malah yang gak sering tidur. Tuh liat mata Kak Rama jadinya!" celoteh Kinan yang justru dibalas oleh Rama dengan kekehannya.

Tangan Rama lalu mengusak rambut Kinan hingga berantakkan. Kinan mencoba menghindar, Rama beralih merangkul leher Kinan itu seraya melanjutkan langkah kakinya di koridor lantai satu. "Nggak sering banget kali, Ann." Rama mencoba mengelak. Dirangkulannya, Kinan berusaha menjauhkan tangan Rama itu.

"Mau Anna ingetin gak kapan aja? Anna inget nih," kata Kinan dan akhirnya dapat melepaskan tangan Rama dari lehernya. Kinan memilih untuk duduk di koridor tepat di depan kelas Rama. Rama ikut duduk di sebelahnya.

Rama menggeleng dengan senyum tipisnya itu. "Enggak usah. Anna, bawa sarapan gak? Mau sarapan bareng sama Kak Rama? Ke kantin yuk?"

Ingat sarapan, Kinan jadi ingat Dean. Tadinya, pagi-pagi sekali, setelah Kinan sadar bahwa semalaman Dean bersamanya. Menunggu Kinan tidur dan membuatkannya makan malam juga, Kinan berniat untuk mengajak Dean sarapan bersama. Tetapi, Kinan belum menemukan chat dari Dean atau pesan singkatnya yang belum juga dibalas oleh Seniornya itu. Kinan menghela napas pelan.

Seraya merogoh tas ranselnya—Kinan mengambil tempat makan yang ia bawa, Kinan berujar, "Anna bawa sarapan. Pagi-pagi banget Anna buat sendiri. Kak Rama, mau gak?" Dari pada tidak jelas untuk menunggu balasan dari pesan singkat yang Kinan kirimkan pada Dean, Kinan membuat sarapan untuknya sendiri. Kak Dean, ke mana ya?

"Apa tuh, Ann?" Di sebelahnya, Rama bertanya.

Kinan lebih dulu memberikan tempat makan berwarna kuning itu pada Rama dan menjawab, "Sandwich." Kali ini, dengan senyum tipisnya.

Rama menerima tempat makan berukuran sedang itu. "Kak Rama kira Anna buat nasi goreng."

"Kalo Anna bisa, Anna buat nasi goreng. Eh ya, Anna jadi kangen makan nasi goreng buatan Mamanya Kak Rama." Kinan mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas. Dirinya mengamati lapangan di depan sana dan matanya terlihat menerawang. Sudah sangat lama sekali Kinan tidak bertemu dengan Kila—Ibunya Rama. Kinan saja tidak ingat kapan terakhir kalinya melihat Kila. Kinan kangen.

Mendengar itu, Rama langsung berdeham pelan. "Mm, Mamah lagi gak di sini. Lagi ke Bandung buat ngurusin nenek yang lagi sakit. Kalo Mamah dateng, Kak Rama bakalan ngabarin Anna biar kita makan bareng nasi goreng yang Anna mau."

Mata Kinan terlihat begitu penuh pengharapan. "Beneran nih?" tanyanya.

"Iya."

"Yeay. Anna tunggu." Kinan lagi-lagi memperlihatkan senyum lebarnya dan itu tidak berlangsung lama, karena saat mendengar perkataan Rama selanjutnya, Kinan langsung menghapus senyum itu secepat kedipan mata.

"Eh iya, Kak Rama semalem ngeliat Dean di rumah Anna." Dan masih dengan sikap santainya, Rama mengunyah roti lapis buatan Kinan itu.

"Apa, Kak Rama?" Kinan bertanya untuk memastikan. Dan berharap juga pendengarannya salah untuk saat ini saja.

Kepala Rama menoleh ke arah Kinan di sampingnya. "Semalem Anna ditemenin Dean di rumah ya?" Sebisa mungkin Rama menormalkan nada suaranya itu.

Ternyata memang benar. Jika seperti itu, Kinan memang tidak akan pernah bisa untuk melakukan hal yang ingin sekali Kinan lakukan. Kinan menggigit bibir bawahnya. Kakinya sudah bergerak tidak nyaman. "Itu.. iya. Kak Rama, jangan marah ya?" tanyanya dengan hati-hati.

"Enggak kok."

Kok.

Kinan semakin tidak yakin dengan jawaban Rama yang satu itu dan Kinan memilih untuk membungkam mulutnya hingga Rama memberikan tempat makannya dan berpamitan untuk masuk ke dalam kelasnya. Meninggalkan Kinan sendiri dengan pikirannya yang melayang jauh. Itu peringatan dari Rama, tentu saja.

...

"Dari tadi tumben lo diem aja. Biasanya ngoceh mulu lo kek anak bebek." Flora mengernyit melihat Kinan yang masih saja diam sambil terus memainkan ponselnya. Diamnya Kinan itu sungguh hal yang tidak biasa dan itu berlangsung hingga jam pulang sekolah. Bayangin aja bagaimana Flora dengan keterdiaman Kinan itu. Pusing sendiri. "Lagi sariawan nih anak!" Flora menerka.

"Kinan lagi gak sariawan tau!" Barulah suara ketus Kinan terdengar. Kinan benar-benar cemberut sekarang. Ia lalu meletakkan ponselnya ke atas meja.

Flora mendekatkan bangkunya ke arah Kinan. Memperhatikan baik-baik. Pasti ada sesuatu yang mengganggu temannya itu. "Ya terus ngapa coba lo diem aja? Sakit gigi?"

"Kinan lagi puasa ngomong," jawab Kinan asal.

"Mana ada puasa ngomong sih? Gue heran kenapa gue masih bertemen sama lo, Nan. Astaga." Flora menggeleng-gelengkan kepalanya dan matanya beralih melihat ponsel Kinan itu. "Oh bentar!" katanya. Cepat-cepat Flora mengambil alih ponsel Kinan yang beruntungnya belum terkunci.

"Ola, kembaliin ih!" Kinan mengulurkan kedua tangannya itu. Tetapi sebenarnya percuma, Flora sudah melihat layar ponselnya.

"Nah kan! Asik gue tau nih. Cie temen gue sekarang lagi suka sama orang. Cie. Cie. Pororo cemburu gak ya?" ledek Flora dengan senyum anehnya itu dan memberikan kembali ponsel Kinan ke si empunya.

"Apaan sih, Ola!"

Flora masih dengan senyum anehnya berkata, "Lo lagi nungguin chat-nya Kak Dean, demi apa?" Senyum lebarnya kini terlihat.

Kepala Kinan menggeleng. "Enggak juga. Tapi.. iya sih."

Mendengar ucapan Kinan barusan, Flora memutar kedua bola matanya. "Jadi, ini penyebab diemnya elo, Nan? Kak Dean, emang gak masukkan? Lo jadi galau gitu? Kasian banget sih temen gue, nunggu crush-nya bales chat. Utuk utuk." Flora beralih memeluk bahu Kinan.

"Padahal kemaren Kak Dean selalu bales chat Kinan tau. Apa Kinan ada salah ya?" Kinan mencoba mengingat-ingat semua yang Kinan katakan pada Dean atau perlakuan Kinan yang membuat Dean menjadi seperti ini.

"Kayak yang di tumblr-tumblr, Nan. Gini nih bunyinya; It hurts the most when the person that made you special yesterday makes you feel so unwanted today. Sedih banget gak tuh, Nan?"

"Alay banget sih, Ola!" Kinan menyingkirkan kedua tangan Flora dari tubuhnya.

Flora justru tertawa. "Bercanda elah! Positive thingking aja mungkin Kak Dean emang gak suka sama lo?"

"Gitu ya?"

Goblo. Flora membatin. Kinan memang gampang termakan omongan orang. Nggak ngerti lagi deh Flora sama Kinan ini. "Enggak, anjir! Mungkin aja Kak Dean lagi ada urusan jadi dia gak bisa bales chat lo? Dia aja gak masuk kan ya? Jangan mikir yang enggak-enggak dulu lah. Santai aja sih." Flora dengan cepatnya meralat ucapan pertamanya itu. Takut-takut Kinan malah berpikiran seperti yang Flora katakan. Duh, Kinan.. Kinan. Sarapan apa sih lo tadi pagi? lanjut Flora dalam hati.

"Yaudah deh kalo gitu. Ola, gak mau pulang?"

"Mau lah, gila aja masa gue nginep di sini. Bunda gue belum nyampe nih." Flora mengeluarkan ponselnya sendiri dari saku seragam dan memang benar belum ada pesan masuk dari Bundanya.

Kinan pertama bangkit dari bangkunya itu. Memakai tas ranselnya juga. "Tungguin Bundanya Ola di lantai satu aja yuk?" ajak Kinan kemudian.

"Oke. Jangan galau lagi lo. Gabut banget gue gak denger suara lo, Nan." Flora memakai tasnya juga dan melangkah keluar kelas bersama Kinan yang sekarang sedang berjalan bersisian dengan dirinya itu menuju ke lantai satu seperti yang Kinan bilang tadi.

Senyum lebar Kinan terbit seketika itu juga. "Ola jujur nih ya ngomong gitu? Cie cie. Besok Kinan diem lagi ah, biar Ola gabut terus."

"Kalo lo diem mulu gue beneran mau jadiin Om Adam pacar gue nih! Mau lo?" Itu hanya candaan. Flora menahan tawanya sebisa mungkin melihat wajah Kinan yang kembali memberenggut.

"Ih, jangan. Masa Ola pacaran sama Ayah Kinan."

"Lagian salah sendiri punya bokap ganteng banget gitu. Mana keliatan masih kayak anak kuliahan. Duh, Nan. Besok gue maen ke rumah lo ya?" Ucapan Flora tadi memang benar. Setiap melihat Adam atau minimal foto Adam tidak akan ada yang mengira bahwa laki-laki itu sudah memiliki anak sebesar Kinan. Lumayan juga kan Flora jika ke rumah Kinan, bisa cuci mata terus kalo Adam ada di sana.

Kinan mengangguk. "Bawain Kinan donat green tea tapi."

"Beres. Ada kan bokap lo?" Flora menaik-turunkan kedua alisnya itu. Mereka sudah berada di koridor lantai satu.

"Ola! Sana, pulang gih. Salam buat Bunda Lily."

Flora melihat sekali lagi ponselnya dan kali ini menemukan pesan dari Bundanya. "Dadah Kinan yang masih nungguin chat-nya Kak Dean. Blwe! Mampus sendirian."

"Bodo!"

"Hahaha mau bareng gak?"

"Enggak. Kinan tunggu jemputan juga. Dah!" Kinan melambaikan kedua tangannya.

Flora membalas. "Dahh!" Dan berlari menuju ke arah gerbang di depan sana.

Kinan memilih duduk di bangku koridor memperhatikan punggung Flora yang sudah tidak terlihat lagi dari jangkauannya. Kinan menggerakkan kakinya ke kanan lalu ke kiri dan menghentikan pergerakkan itu ketika melihat ada kulit kacang di dekat sepatunya. Lemparan kulit kacang dari arah kanannya membuat Kinan menoleh. Geraldi yang terlihat.

"Kak Gerald, gak boleh tau buang sampah sembarangan. Kasian nanti yang lagi piket, kasian juga sama petugas kebersihan!" Kinan berceloteh dan memunguti kulit kacang itu lalu Kinan buang ke tempat sampah. Selanjutnya Kinan duduk lagi di tempat semula dengan Geraldi yang kini sudah ikut duduk di sampingnya.

"Padahal emang gue yang lagi piket. Biarin aja tadi, biar gue ada kerjaan." Geraldi menyahut masih terus membuka kulit kacang dari bungkusan yang laki-laki itu bawa-bawa sedari tadi. "Mau lo?" tawarnya. Mengulurkan bungkusan kacang itu ke depan Kinan.

Kepala Kinan menggeleng dan Kinan berpura-pura sibuk memainkan ponselnya sekarang.

Geraldi memerhatikan Kinan sebentar sebelum pandangannya ia alihkan ke arah lapangan. "Lagi nungguin siapa nih yang jemput lo?"

Terlihat bahu Kinan terangkat. "Nggak tau."

"Kalo mau sama Dean dia lagi di depan." Setelah mengatakan itu, Geraldi memasukkan kacang ke dalam mulutnya. Kali ini, ia buang kulit kacang itu ke bungkusannya langsung.

Sontak Kinan menengok ke arah Geraldi di sampingnya dengan sorot mata yang ingin sekali tahu. "Depan mana?" tanyanya dengan cepat. Kelewat cepat malah hingga membuat Geraldi menoleh ke arahnya juga dengan sebelah alis terangkat tinggi.

"Maksud Kinan—"

"Iya.. iyaa gue ngerti. Dari tadi lo nungguin dia?" tukas Geraldi sebelum Kinan menuntaskan ucapannya itu.

"Kinan ngeliat di kelasnya Kak Dean, Kak Dean juga gak ada. Kak Dean gak masuk ya?" Kinan bertanya kembali.

Geraldi mengangguk dua kali. "Iya, dia nggak masuk. Gak ngabarin lo?"

Lagi-lagi kedua bahu Kinan terangkat. "Emangnya Kinan siapanya Kak Dean harus dikabarin segala?" Di akhir kalimat, Kinan tersenyum kecut.

Geraldi yang mendengar itu, lantas berdeham pelan. "Dia pergi tadi ke bandara."

"Kak Dean mau ke mana emangnya?" Mungkin Kinan tidak sadar nada suaranya terdengar begitu kaget. Khawatir juga. Dean pergi. Bandara. Pasti jauh. Itu yang langsung terlintas di pikiran Kinan.

"Cuma ke bandara aja nemuin orang."

Diam-diam Kinan mengembuskan napas leganya. "Oh. Kinan kira ke mana." Lalu, Kinan mengingat sesuatu. "Tadi Kak Gerald bilang, Kak Dean ada di depan ya?"

"Iya."

"Depan mana?"

"Lo jalan aja ke depan gerbang ketemu dia pasti. Gue tinggal ya." Geraldi berdiri dari tempat persinggahannya. Tanpa menoleh lagi ke arah Kinan, dirinya menarik langkah dari gadis itu.

"Jangan buang sampah sembarang lagi, Kak Gerald." Saat mengatakan itu, Kinan agak berteriak. Memastikan bahwa Geraldi mendengar ucapannya itu.

Geraldi mengangkat ibu jarinya. "Dimengerti, Jendral!"

...

Ternyata memang benar perkataan Geraldi tadi. Kinan hanya harus berjalan beberapa langkah dari pagar sekolah dan terlihatlah Dean di depan sana. Sedang duduk di atas kap mobil dengan pakaian santainya itu. Hanya kaus putih polos dengan bawahan celana jins hitam. Dan yang Kinan lihat sekarang, Dean melihat ke arahnya juga seraya mengangkat tangan kirinya. Kinan mulai melangkahkah kakinya mendekat ke arah Dean.

"Sebelum lo mau nanya kenapa gue nggak chat lo atau apa. Hape gue ancur." Dean memperlihatkan ponselnya kepada Kinan yang kini sudah banyak retak disegala sisi. Niat Dean sepulang dari urusannya itu, Dean akan membeli ponsel baru tetapi Dean lebih memilih untuk langsung menemui Kinan di sekolah.

Iya, menemui Kinan.

Kinan mengambil alih benda pipih hitam itu dari tangan Dean. "Kak Dean, banting ya hapenya sampe retak gini?" tanya Kinan masih memerhatikan ponsel Dean di tangannya.

"Enggak lah." Dean memandang Kinan di depannya itu beberapa saat. Dan tangan kanannya terulur untuk menarik ujung rambut Kinan, menyuruh gadis itu mendekat lagi ke arahnya. Barulah ketika Kinan sudah berada persis di sampingnya—Dean masih saja duduk di atas kap mobilnya, Dean memberikan satu kotak donat kepada Kinan. "Buat lo," katanya.

Mata Kinan berbinar. Baru tadi Kinan menyebut ia ingin makan donat, sekarang apa yang Kinan inginkan sudah ada di depan matanya. Lalu, Kinan agak mendongak melihat ke arah Dean di sampingnya itu. "Kak Dean, mau nyogok Kinan pake donat karena Kak Dean udah ngilang seharian ya?" Kedua mata Kinan menyipit.

"Lo gak mau donatnya?"

Ditanya seperti itu, lantas Kinan menjawab, "Mauuu. Kinan lagi pengen donat juga. Ada rasa green tea-nya nggak, Kak Dean?"

"Liat aja." Dengan dagunya, Dean menunjuk ke arah kardus oranye itu. Dan turun dari atas kap mobilnya. Berdiri di samping Kinan yang sedang melihat isi di dalam kardus donat yang Dean berikan.

Kinan sudah menghitung berapa banyak donat rasa green tea yang sangat Kinan ingini itu. Kinan mengalihkan pandangannya ke arah Dean, dan masih mendongak juga. "Ada. Lima. Makasih, Kak Dean." Senyum yang biasa menghiasi wajah Kinan, terlihat.

Dean mengangguk. "Iya, ayo pulang bareng sama gue." Dean membuka pintu mobil untuk Kinan. Kinan masuk dengan kardus donat di tangannya.

Dean sudah menghidupkan mesin mobil tetapi dirinya belum ingin langsung pergi. Tadi sambil menunggu Kinan, Dean merokok sebentar dan sekarang tenggorokkannya kering. Dean memilih untuk membuka botol air mineral yang langsung dirinya tegak hingga setengah bagian. Mengambil satu bungkus permen karet mint juga di dashboard yang Dean masukkan ke dalam mulutnya.

Dari penglihatan Dean, Kinan sedang memakan donat yang ia beli. "Gimana tadi? Lo nggak ngelakuin hal ekstrim, kan?" tanya Dean dan mengunyah permen karetnya itu sambil terus mengamati Kinan di sebelahnya. Rasanya Dean tidak bertemu Kinan beberapa hari dan saat melihat gadis itu, Dean ingin mendekap tubuh mungil Kinan sekarang juga.

Kinan menelan donat di dalam mulutnya itu sebelum menjawab, "Enggak dong. Terus gimana sama, Kak Dean?" Arah pandangnya sudah melihat ke arah Dean yang ternyata sudah lebih dulu memerhatikan Kinan.

"Gue juga enggak."

"Bagus dong. Emangnya tadi, Kak Dean ke mana? Kalo Kinan boleh tau?" Suara Kinan memelan di akhir ucapannya.

"Nemuin orang?"

"Sampe nggak masuk sekolah?"

Dean menyisir rambutnya yang jatuh ke dahinya itu dengan jarinya. "Iya, ada yang harus gue kerjain juga." Lalu, Dean menegak lagi air mineral yang ia letakkan di dekatnya itu.

"Berarti bener yang dibilang Kak Gerald."

Alis Dean terangkat sebelah. "Dia ngasih tau lo?"

"Yep. Kak Gerald juga yang ngasih tau Kinan, Kak Dean ada di sini."

Merespons ucapan Kinan, Dean hanya manggut-manggut. Kemudian Dean bertanya kepada Kinan dengan topik baru. "Lo mau kita pulang sekarang?"

Kinan mengambil satu donat green tea lagi. "Kinan nggak mau pulang dulu." Kepalanya menggeleng dua kali dan menggigit donat di tangannya itu.

Selama beberapa saat Kinan tidak mendengar suara Dean dan yang baru Kinan tahu, Kinan merasakan usapan lembut di sudut bibirnya. Tentu saja Dean yang melakukan itu. "Lo mau kita ke mana dulu?" Dean bertanya pelan seraya masih membersihkan noda dari topping donat yang Kinan makan itu. Dan lama-lama, Dean mendekat, mengusap bibir bawah Kinan juga.

Tak lama Kinan melihat, Dean melihat ke arahnya. Kinan menahan napasnya saat Dean menipiskan jarak mereka berdua. Hangat napas Dean saja bisa Kinan rasakan menerpa halus wajahnya. Kinan memerhatikan netra abu-abu gelap milik Dean lekat. Siap menenggelamkan dirinya ke dalam sana.

"Kita ke apart gue dulu aja ya?"

Mau makan donat bareng gais mereka
di apartnya dean :)) clue buat next part lol

Jadi gimana sama part ini? Suka gak? Suka gak?

Ngebosenin gak?

Penasaran gak?

Penasaran sama yang mana nih?

Mau lanjut?

Mau lanjut kapan?

Komen komen biar cepet up lagi wkwkwk

Met malming all

[ Dean ]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro