understand
Bagian 8 |
changing isn't a bad thing and it never was
Readersnya spakel kuy lah jadi active readers✨✨
Dan karena part kemarin banyak yang komen, aku up cepet nih. Komen lagi yaw
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂
"Kak Dean, mau main tanya jawab sama Kinan gak?"
Mendengar itu, Dean menoleh ke arah Kinan yang memang sedang berjalan di samping gadis itu. Kinan yang sudah menghabiskan es krimnya serta penyataan Dean yang masih belum dapat Kinan mengerti. Menggantung. Dan Dean justru membiarkan. Di sore ini—seperti malam sebelumnya, Dean akan mengantarkan Kinan sampai ke rumahnya. Tak lama kepala Dean mengangguk. "Boleh," jawab Dean kemudian.
Kinan mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas. "Dari Kinan duluan ya," katanya. "Mm.. Kak Dean, sebelumnya pindahan dari sekolah mana nih?"
"SMA Harapan. Gak jauh juga kok dari Pertiwi. Giliran gue ya sekarang." Dean melihat Kinan menganggukkan kepalanya. Sebenarnya ada satu pertanyaan yang ingin sekali Dean ketahui, namun mungkin pertanyaan itu ia akan simpan dulu. Dan Dean lebih memilih bertanya, "Lo suka apa?"
Diberi pertanyaan seperti itu, Kinan tersenyum sumringah dan kini Kinan berjalan menghadap ke arah Dean. Dengan langkah pelannya, Kinan berjalan mundur ke belakang. "Kesukaan Kinan itu banyak, Kak Dean. Kinan sebutin satu-satu nih ya. Kinan suka si cantik Rapunzel, Kinan suka semua makanan yang ada rasa green tea-nya gitu, Kinan suka es krim rasa stoberi juga. Kalo Kak Dean sendiri suka apa?" Kinan berbalik bertanya.
Sebelum menjawab, Dean masih memperhatikan belakang Kinan. Takut-takut Kinan terjatuh atau apa. Dan Dean juga mengamati Kinan yang sedang menceritakan sesuatu yang Kinan suka dengan mata berbinarnya dan senyum lebarnya itu. Menanggapi pertanyaan Kinan, Dean terdiam beberapa saat. Padahal itu pertanyaan paling sederhana, tetapi Dean susah sekali untuk menjawabnya. "Bisa nanti aja gue jawabnya?"
"Kalo udah tau jawabannya, kasih tau Kinan ya." Kinan mengikuti kata-kata Dean beberapa saat lalu ketika mereka masih duduk di bangku taman di dekat minimarket. "Kak Dean, ulang tahunnya kapan?"
Dean ingin memberitahukan Kinan bahwa sekarang giliran Dean untuk bertanya. Namun, Dean mengurungkan itu. "Delapan Desember," jawabnya. Dan tanpa Dean duga Kinan mengubah posisinya kembali untuk berjalan di samping Dean, itu tiba-tiba sekali hingga Dean mengulurkan tangan kanannya untuk memegang lengan gadis itu.
Dan yang Dean dapatkan ialah kekehan Kinan di sebelahnya. "Muka Kak Dean kenapa panik banget?" tanya Kinan masih dengan sisa tawanya itu. Dikarenakan ekspresi yang paling sering Kinan lihat dari Dean—jawabannya tidak ada, maka melihat ekspresi cemasnya Kinan agak senang.
"Takut lo jatoh, Nan." Dean menjauhkan tangannya kembali. Selain berhasil membuat Dean penasaran, satu keahlian Kinan adalah membuat Dean khawatir pada hal-hal kecil mengenai gadis itu.
Kepala Kinan menggeleng dua kali. Senyum lebarnya juga belum hilang dari wajahnya. "Enggak kok, Kinan gak akan jatoh. Oh ya, delapan Desember ya ulang tahunnya Kak Dean. Masih lama dong, ini aja baru Januari." Kinan mengingat.
Dean tidak menyahuti lagi perkataan Kinan itu saat kedua matanya sudah melihat pagar rumah Kinan di depan. Tinggal beberapa langkah lagi mereka akan sampai. Ternyata tidak ada yang perlu disesali ketika Dean memilih untuk menemui Kinan. Sama seperti sebelum-sebelumnya.
"Yeay, udah sampe rumah Kinan." Setelah mengatakan itu, Kinan berdiri di depan pagar rumahnya. Dean sudah menghadap dirinya juga. Lalu, Kinan memegang lengan Dean untuk menarik Dean mendekat ke arahnya. Dean menurut. "Dari tadi ternyata Kinan gak sadar ada ini di rambut Kak Dean." Dean menundukkan kepalanya. Dengan berjinjit—Dean memang jauh lebih tinggi dari pada Kinan, tangan kiri Kinan berpegangan pada pundak Dean sedangkan, tangan satunya meraih daun kering kecil yang berada di rambut Dean itu.
"Udah gak ada deh," ujar Kinan setelah membuang daun kering itu dan berdiri pada posisi semula. Dean juga.
"Bener?"
Kinan mengangguk, meyakinkan. "Iya, udah nggak ada."
"Satu pertanyaan lagi ya, Nan." Dean langsung berkata seperti itu saat melihat Kinan sudah berbalik membelakanginya hendak membuka pagar.
Kinan menghadap ke arah Dean lagi. "Apa, Kak Dean?"
"Rama siapa?"
...
Rama yang Dean lihat di Selasa pagi tepatnya di parkiran Pertiwi, sedang berbicara dengan Kinan di belakang mobil hitam laki-laki itu. Entah apa yang sedang mereka bicarakan, tetapi yang pasti kini terlihat Kinan tertawa dan Rama mengusak rambut gadis itu hingga berantakkan.
Dean yang sedang bersandar pada pintu mobil, membuang rokok di tangan dan menginjaknya hingga hancur. Lalu, tanpa melihat ke arah mereka berdua lagi Dean langsung menarik langkah menjauh menuju ke kelasnya yang berada di lantai satu.
Selama berjalan di koridor, Dean mengetikan balasan dari chat masuk di ponselnya itu. Hingga terlihatlah pesan singkat baru dari Abby yang terlihat dinotifikasi. Dean membukanya.
Abby : Aku belum bilang makasih
karena kamu udah nganterin aku kemarin.
Pulang sekolah main ke rumah aku dong.
Aku punya hadiah buat kamu :)
Read. 06.36 am.
Dan Dean hanya membalas ia tidak bisa berjanji untuk menemui Abby nanti. Kemudian, Dean menarik napas dan mengembuskannya dengan pelan. Sebelum akhirnya memasuki kelasnya, Dean mengetikan pesan singkat lagi.
Dean : Pulang. Gue tunggu.
Send. 06.37 am.
Pelajaran Matematika di jam pertama, Geraldi yang duduk di samping Dean, menyikut lengan temannya itu saat Pak Setyo melihat ke arah mereka berdua. Dean sedang melamun. Dan keberuntungannya Pak Setyo langsung mengalihkan pandangan ke arah belakang kelas saat terdengar suara mengaduh yang tak lain adalah suara Kinan karena kepalanya terbentur jendela kelas.
"Suruh masuk coba anaknya!" Perintah Pak Setyo kepada murid laki-laki yang duduk di depannya itu.
Tak lama terlihat Kinan yang sedang memasuki kelas dengan takut-takut. Flora sudah duluan lari. Benar-benar bukan teman sejati. Awas aja ya, Ola! Batin Kinan dan meringis memegangi pelipisnya itu. Segera, Kinan mengulurkan tangannya berniat untuk salim pada guru yang mengajar di kelas Dean itu. "Ada apa ya, Pak manggil Kinan?" tanyanya. Tidak berani melihat ke arah depan sana karena yang pasti semua mata tertuju pada Kinan saat ini.
"Kelas berapa kamu?" Pak Setyo justru memberikan pertanyaan untuk Kinan.
"Kelas dua, Pak." Kinan bisa merasakan jantungnya bekerja dua kali lebih cepat dari biasanya. Kinan gugup dan tangan Kinan sudah mendingin. Ini semua gara-gara Flora pokoknya.
Pak Setyo—guru Matematika yang berumur setengah abad itu memperhatikan Kinan dari atas sampai bawah. "Tadi kamu ngapain?" Pak Setyo bertanya lagi.
Kinan meringis. Tangan kirinya meremas sisi rok abu-abunya itu. "Kepala Kinan kepentok jendela."
Dan suara tawa dari arah sampingnya itu terdengar. Kinan semakin mau menenggelamkan dirinya ke dasar bumi. Tolongin Kinan dong, siapa pun.
"Ganggu saya ngajar aja kamu. Coba sekarang kamu kenalin diri kamu ke kakak kelas kamu ini!" Telunjuk Pak Setyo mengarah pada sekumpulan murid-muridnya itu.
Dengan suara yang sangat kecil sekali Kinan mengatakan, "Kinan malu."
"Mau kenalin diri apa kerjain soal di depan papan tulis?!"
Kepala Kinan lantas langsung melihat ke arah papan tulis di sampingnya itu. Duh, Kinan tidak begitu bisa dengan hitung-hitungan. Kinan meringis lagi. Dengan mengigit bibir bawahnya Kinan berkata, "Kinan janji gak akan ganggu kelas Bapak lagi."
"Kenal gak kamu siapa saya?"
Kinan mana tahu nama-nama guru yang mengajar di kelas tiga. Dengan percaya dirinya Kinan menebak. "Mm.. Pak Eko?"
Dengan aksen jawanya yang begitu kental, Pak Setyo menyahut, "Sembarang! Sini kenalan sama saya dulu." Tangan kanannya, Pak Setyo ulurkan. Kinan membalas uluran tangan guru Matematika itu. "Pak Setyo."
"Adrianna Kinandita, Pak."
Dan dengan telunjuknya yang diarahkan ke arah Kinan, Pak Setyo berujar, "Saya hapalin ya muka kamu."
"Kinan juga hapalin nama Bapak, pokoknya." Kinan mengangguk mantap.
"Yaudah sana, masuk ke kelas kamu!"
"Makasih ya, Pak." Sekali lagi Kinan salim dengan Pak Setyo dan sebelum benar-benar keluar dari kelas tiga itu, Kinan melirik ke arah Dean yang baru Kinan tahu saat pelajaran berlangsung Dean mengenakan kacamata dengan bingkai hitam.
Kok ganteng banget?
...
"Marah ah Kinan sama Ola!" Kinan benar-benar ngambek hingga bel istirahat pertama berbunyi. Bibirnya mencebik ke bawah. Salahkan Flora yang mempunyai ide untuk pura-pura ke toilet lalu mengintip dari jendela anak kelas tiga IPS atau kelas Dean itu. Kinan. Masih. Malu.
Flora di sebelahnya menahan tawanya sebisa mungkin. "Ya ampun, Nan. Gue kaget anjir tadi. Lagian ngapain sih lo pake kena jendela segala? Gak jago lo kayak gue!"
Salahkan Kinan juga yang tidak bisa bermain dengan rapi seperti Flora. Bisa-bisanya Kinan membenturkan kepalanya ke jendela dan saat Flora menyadari guru di kelas Dean melihat ke arah mereka berdua, Flora otomatis langsung melarikan diri. Posisinya Kinan masih terjepit di jendela kelas.
"Tau ah, Kinan bete. Kinan mau makan." Kinan lalu bangkit dari bangkunya.
Flora memeluk lengan Kinan secepat yang ia bisa. "Yaudah ayo bareng sama gue. Sekalian kita daftar ekskul."
"Kinan mau ke toilet dulu, mau pipis. Tempatin Kinan bangku di kantin."
"Iya, iyaa. Gue pesenin juga makanan buat lo. Cepetan ya gue gak mau nunggu lama."
Kinan hanya menganggukkan kepalanya saja. Dan kembali ke mejanya untuk mengambil tisu di tasnya itu. Kemudian barulah Kinan melangkahkan kakinya keluar kelas. Yang tidak pernah Kinan duga, Dean sudah terlihat di depan kelasnya sedang bersandar seraya memainkan ponselnya. Kacamatanya kok gak dipake?
Mengingat peristiwa di kelas Dean dan yang pasti Dean melihatnya, Kinan langsung menutupi sebagian wajahnya dengan tisu yang tadi Kinan bawa. "Hai, Kak Dean," sapanya.
"Kenapa muka lo?" tanya Dean. Dan yang menjadi fokus utamanya kini ialah pelipis Kinan yang Dean tahu terbentur jendela di kelasnya. Kinan memang ada-ada saja.
Kepala Kinan menggeleng. "Kinan cuma malu ketemu sama Kak Dean."
"Sakit gak?" Dean bertanya dengan pertanyaan yang melenceng jauh.
"Apanya?"
"Kepala lo. Sakit gak?"
Kinan lagi-lagi menggeleng. "Udah enggak kok."
Dean memperhatikan kembali ke arah pelipis Kinan yang memang sudah tidak memerah lagi. Kepala Dean mengangguk perlahan. "Ayo, makan." Setelah mengatakan itu, Dean berjalan mendahuluinya.
Kinan langsung saja menyamai langkah kaki Dean yang terkesan terlalu terburu-buru. Dan akhirnya Kinan sudah berada di samping Dean. "Kinan mau ke toilet dulu," katanya seraya menahan lengan Dean untuk tidak berjalan lagi.
"Kenapa gak ngomong dari awal, Nan? Sana. Gue tungguin." Dean menyandarkan punggungnya pada pagar besi. Dean sama sekali tidak tertawa ataupun mengejek Kinan saat gadis itu melakukan hal yang sungguh konyol di kelasnya. Malah jika bisa tadi—layaknya pahlawan kesiangan, Dean ingin membawa Kinan menjauh dari kelasnya itu. Tidak perlu ditertawakan. Tidak membuat Kinan malu.
Bego emang lo, Yan! desisnya.
"Sori ya, Nan." Itu kata Dean saat dirinya melihat Kinan sudah berada di dekatnya.
Kinan lagi-lagi tidak mengerti mengapa Dean justru meminta maaf padanya. Seingat Kinan, Dean tidak pernah berbuat salah pada Kinan.
"Oh ya, sebelum ke kantin mending lo daftar ekskul dulu." Dean menghentikan pergerakkan Kinan dengan menarik lengan seragam Kinan itu. Kinan berbalik menghadap ke arahnya.
"Kok Kak Dean tau Kinan belum daftar ekskul?" Kinan sudah mengeluarkan senyuman tipisnya itu.
Alis Dean terangkat sebelah. "Berarti bener?"
Kepala Kinan mengangguk dua kali. Ikut menggoyangkan poninya yang bergerak lucu. "Belom."
Dean mengembuskan napas pelan dan memperhatikan mata bulat Kinan di depannya lekat-lekat. "Lo mau kita ketemu terus gak, Nan?" Pertanyaan itu Dean keluarkan dengan sedikit pelan. Kinan di depannya perlahan-lahan menghapus senyum di wajahnya dan yang Dean tahu, Kinan sudah bergerak tidak nyaman.
"Kenapa Kak Dean nanyain itu?"
Belum ingin mengalihkan pandangannya ke mana-mana, Dean menjawab, "Kalo mau, ikut ekskul baseball ya."
Dan belum sempat Kinan menyahuti perkataan Dean barusan, suara Flora yang berada di depan sana terdengar nyaring. "Kinan, ke sini cepetan!" Flora terlihat menggerakkan tangannya menyuruh Kinan untuk cepat-cepat mendekat ke arahnya.
Kinan beralih ke arah Dean lagi sebentar. "Kinan mau nemuin Ola dulu ya, Kak Dean. Gak lama kok."
Respons Dean hanyalah anggukkan kepala.
"Ngapain ya Kak Dean bilang sama Kinan kalo misalnya Kinan mau ketemu terus sama Kak Dean, Kinan harus ikut ekskul baseball." Kinan sedang bercerita dengan Flora yang sudah berada di sampingnya itu.
Flora menghela napas pendek. Perutnya lapar. "Cepetan ah, Nan. Jadi lo mau ikut ekskul apa? Capek nih gue diri mulu!"
"Ekskul baseball lah!"
Ini aku ngetiknya cepet2 sori ya ada typo wkwkw gak jelas juga🙈🙈
Jadi, menurut kalian Rama siapanya Kinan ya?
Terus gimana Kinan di part ini?
Dean?
Ada yang punya pengalaman kayak Kinan juga gak? Ahahahh
Ini part full Dean-Kinan. Semoga gak bosen sama tuh anak dua..
Semoga suka jugaa :))
Lanjut? Yay? Or Nay?
Sparkel menunggu komentar kamu ya. Iya kamu✨✨✨
[ Dean ]
[ Kinan ]
Tengkyu yang udah mampir
Revisi dikit ehe
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro