Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

treat you better

Bagian 44 |
I just wanna give you the loving
that you're missing

Aku memutuskan untuk double up. Sori ya yang nungguin. Semoga kedepannya aku
up cepet🙂👌

Vote dan komen lagi ya biar semangat lanjutinnya gitchu✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

Kinan merasakan sebuah tangan yang mulai memeluk tubuhnya dari belakang. Setelah mengobrol dengan Dean dan Adam yang menemui mereka berdua, Kinan memutuskan untuk pergi ke kamarnya. Salah satu alasannya juga karena kantuk yang datang. Meninggalkan Dean dengan Ayahnya di halaman belakang. Dan di sini lah Kinan; mencoba memejamkan matanya dan menghiraukan pelukan yang semakin mengerat.

"Bangun dong, Ki. Gue ke sini buat nemuin lo nih."

Itu jelas saja suara Gio. Kinan sedikit agak kesal sebenarnya. Menunggu kabar Gio yang tak kunjung Kinan dapatkan. Menunggu balasan Gio pada chat yang berkali-kali Kinan kirimkan. Padahal Kinan juga sudah bilang jika Gio akan menemuinya setidaknya beritahukan Kinan terlebih dahulu. Jangan tiba-tiba seperti ini.

Tapi... bukan itu yang menjadi permasalahannya sekarang. Bagaimana bisa Gio masuk ke dalam kamarnya. Kinan seketika itu juga membuka matanya dan mengubah posisinya. Berhadap-hadapan dengan Gio yang sialnya terlihat begitu menarik. Kinan saja sampai lupa dengan kekesalannya pada Gio jika Gio terlihat seperti ini. Tetapi.. tidak!

"Kan Kinan udah bilang kalo mau ke sini kasih tau Kinan dulu!" Kinan memilih untuk duduk, bersandar pada headboard. Membawa selimut putihnya untuk menutupi tubuhnya itu.

Gio melakukan hal yang sama. Menyandarkan sisi kepalanya pada headboad dengan tangan kanan yang terangkat untuk merapikan rambut Kinan. "Kaget gak gue di sini?" tanya Gio dengan senyum tipisnya yang Gio selipkan setelah bertanya seperti itu. Mengusap sisi wajah Kinan juga yang terasa dingin di kulitnya.

Kepala Kinan menggeleng. Cemberut juga. "Kok bisa ada di sini?" Di dalam kamar Kinan seperti ini. Kinan melihat ke arah pintu putih di depannya. Kinan perlu mengunci pintu kamarnya sekarang juga tidak?

Dengan santainya Gio menjawab, "Lewat jendela."

Tatapan Kinan beralih pada jendela di samping kirinya. Tertutup rapat. Lalu, melihat ke arah Gio. "Jendela lagi? Kok bisa?"

"Kalo gak bisa gue gak akan ada di sini, Ki. Di deket lo kayak gini." Kekehan Gio terdengar setelah itu. Dan perlahan-lahan tawanya hilang semakin mendekatnya Gio dengan Kinan. "Jangan kesel lagi dong. Seenggaknya kan gue dateng. Masih bisa dibilang malming juga kok ini," lanjut Gio dan mencium pipi Kinan.

Sebelum Kinan berangkat, Gio memang mengatakan bahwa Gio akan menemui Kinan untuk mengajak gadis itu malam mingguan berdua. Dan malam ini sudah menunjukkan pukul 09.45 pm. Jelas saja Kinan tidak akan diperolehkan untuk keluar. Bersama Gio pula.

Tangan Kinan mencengkeram sisi kaus yang Gio kenakan. "Tadi Gio ke mana dulu? Kinan telpon gak diangkat. Chat Kinan juga gak dibales sama Gio." Membuat Kinan memikirkan hal-hal buruk yang bisa saja terjadi.

Gio terlebih dahulu menjauh dari Kinan sedikit. "Sori ya. Gue lagi dijalan tadi. Jadi gak bisa ngangkat telpon lo. Nanti Ayah lo marah lagi kalo tau gue maen hape sambil nyetir. Lo pernah bilang itu, lo inget?" Sebelah alis Gio terangkat. Senyum tipisnya lagi-lagi terlihat.

Kinan tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum juga. "Bukan cuma Ayah yang marah sama Gio. Nanti polisi juga marah."

"Iya, nanti polisi juga marah sama gue."

"Kinan juga bakalan marah sama Gio," kata Kinan dan perlahan memeluk leher Gio dengan kedua tangannya erat.

Mendengar itu justru Gio tertawa pelan. "Lo gak bisa marah, Kinan."

"Bisa."

"Enggak," sahut Gio.

"Bisa, Gio."

"Iya.. iyaa bisa." Akhirnya Gio mengalah. Tersenyum juga, walau Kinan tidak melihatnya.

"Jadi, mana Pororonya? Gio bawa, 'kan?" Kinan mengubah posisinya senyaman mungkin, masih memeluk leher Gio itu.

"Anjir. Gue lupa!"

Kinan langsung membuka kedua matanya. Menyibakkan selimutnya juga. Kinan tidak bisa tidur dan tadi hanyalah bayangan-bayangan di kepala Kinan. Pikiran Kinan terlalu jauh. Menginginkan Gio untuk tiba-tiba datang menemuinya saat kenyaataan Gio tidak ada kabar hingga sekarang.

Pikiran Kinan itu tidak akan mungkin juga terwujud seperti dalam novel-novel yang Kinan baca.

Dan ya.. memang yang paling asyik itu menggambarkan hal-hal menyenangkan di dalam pikiran sendiri.

Kemudian, Kinan meraih ponsel di atas nakas yang tadi Kinan dengar berbunyi menandakan ada pesan masuk dan benar saja. Di notifnya ada nama Gio dan Kinan langsung membukanya.

Gio : Udah tidur, Ki?
Read. 10.01 pm

Kinan membaca sekali lagi pesan singkat yang Gio kirimkan itu. Gio hanya mengirimkannya sederet pesan yang isinya hanya seperti itu? Kinan menggeram tertahan. Jarinya dengan cepat mengetikkan balasan untuk Gio.

Kinan : Kinannya udah tidur dari tadi!!!
Sent. 10.01 pm

Biarkan saja, biar Gio juga tahu bahwa Kinan sebenarnya kesal. Kinan melempar ponselnya ke atas tempat tidur dan mencoba untuk menutup kedua matanya rapat-rapat lagi.

Lalu, tak lama ponselnya berbunyi. Kinan membuka matanya dengan cepat dan meraih ponselnya yang berada di dekat kakinya itu. Itu balasan dari Gio.

Gio : Gue telpon lo ya?
Read. 10.03 pm

Jangan diangkat, Kinan! batin Kinan dan meletakkan ponselnya di sampingnya itu. Mencoba menutup matanya kembali. Tidak berniat juga untuk membalas pesan singkat Gio.

Tetapi ada yang aneh semakin Kinan menghiraukan, telpon dari Gio tak kunjung masuk ke dalam ponselnya. Tuh kan! Gio pasti tidak berniat juga untuk menelpon Kinan. Apa yang masih ditungguin sih, Kinan? Tidur sekarang! Suara di kepalanya terdengar lagi. Kinan melempar lagi ponselnya dan itu hampir jatuh.

Kinan menghela napas pendek. Meraih ponselnya yang berada di tepi tempat tidur bersamaan dengan telpon Gio yang masuk. Kinan langsung mengangkatnya. "Lama banget sih nelpon Kinan-nya?!"

Kekehan Gio terdengar di seberang sana. "Lo nungguin?"

"Ish! Tau deh!" Kinan tidak ingin juga berkata bahwa Kinan menunggu panggilan masuk dari Gio sampai dirinya kesal sendiri.

"Lo marah?" tanya Gio lagi.

"Enggak! Gio tadi ke mana? Telpon Kinan kok gak diangkat? Pororonya udah Gio ambil, 'kan di rumah Kinan? Gio sekarang lagi di mana?" Kinan langsung menyerbu Gio dengan pertanyaan bertubi-tubi.

Lagi-lagi suara tawa Gio terdengar. "Nanyanya satu-satu dong, Ki. Kinan tadi udah tidur ya?"

"Jawab pertanyaan Kinan dulu, Gio." Kinan makin terdengar kesal. Lihat saja bantal guling di sampingnya sudah Kinan remas.

"Yang mana?"

Kinan mengembuskan napas pendek. "Gio ke mana pas tadi Kinan telpon Gio?"

"Lagi di jalan. Sori gak bisa nemuin lo di sana. Mau cerita sama gue gimana ketemu Tante Kila? Gimana rasanya udah ke makam Oma?" Suara Gio terdengar lembut sekali saat mengatakan itu. Ingin mendengarkan juga bagaimana Kinan seharian ini. Apa yang sudah Kinan alami.

"Tante Kila sama aja, masih cantik. Kinan juga udah ke makam Oma Shellyn. Kirim doa juga buat Oma Shellyn. Kapan-kapan ke sininya sama Gio ya?"

"Iyaa, nanti sama gue ke sana." Jeda sebentar.

"Gio, buka sekarang yo yang laen nungguin."

Samar-samar Kinan mendengar suara lain dari seberang sana. Pasti teman-temannya Gio yang sedang berkumpul.

"Bentar dulu, Tolol. Gue lagi nelpon cewek gue."

Kinan melotot. Jika Gio berada di dekatnya dan Kinan mendengar Gio berkata kasar seperti tadi sudah Kinan pukul badan Gio. "Siapa tuh yang Gio katain tolol?!" Kinan lantas bertanya.

"Lo denger ya? Sori-sori jangan diikutin omongan gue yang tadi, Ki."

"Siapa, Gio?" Kinan mengulang pertanyaan yang sama.

"Levi si orang gila haha."

"Jangan ngatain Levi orang gila."

"Iya-iya, Levi si anak pinter! Si ketua osis. Si anak raja. Anak ratu. Anak kesayangan guru."

Mendengar itu, Kinan memutar kedua bola matanya meski Gio tidak melihatnya. "Gimana Pororonya?" Kinan bertanya dengan topik baru.

"Gue bawa nih sama gue ke tempat tongkrongan. Udah gue kasih makan juga. Nanti gue kirim fotonya ke elo."

Kinan merasakan bahwa saat ini Gio sedang mengelus tempurung Pororo yang berada di dekatnya. "Makasih ya, Gio." Kinan berujar tulus.

"Mm.. sori lagi ya, Ki. Gue berantem tadi sama orang yang ngeselin banget. Tapi gue gak kenapa-kenapa kok."

Entah sudah berapa kali Kinan menghela napas pelan. "Dianya?"

"Nggak tau. Mati kali di rumah sakit." Ada nada geli di suara Gio.

"GIO!"

"Bercanda elah. Lo udah mau tidur?"

"Mhm-mm."

"Mau gue temenin sampe lo tidur?"

"Mau."

...

Gio langsung menarik pergelangan tangan Kinan dan menutup pintu ruang musik di lantai satu. Pagi-pagi sekali Gio sudah datang ke sekolah. Menunggu Kinan tentu saja. Ini hari Senin dan Gio harus bangun lebih pagi dari biasanya. "Nih Pororo lo. Masih sehat kok dia." Tangan Gio terulur dan memberikan Kinan peliharaannya itu.

Kinan tersenyum sumringah. Mengetukkan jarinya ke akuarium kecil Pororo. Kali ini melihat ke arah Gio. "Tumben banget Gio udah dateng pagi-pagi kayak gini. Biasanya pas bel mau bunyi baru Gio dateng."

"Gue peluk lo ya?" sahut Gio dengan pertanyaan yang tidak ada nyambung-nyambungnya dengan ucapan Kinan barusan.

Kinan mengangguk. Sebenarnya jika Kinan pulang di hari Minggu pagi, Kinan bisa bertemu dengan Gio dulu. Tetapi Adam malah menundanya dan mereka pulang Minggu malam. Kinan langsung istirahat saking lelahnya.

Gio sudah memeluk tubuh mungil Kinan dan itu sebentar. Gio langsung melepaskannya. Mengamati Kinan di depannya itu. "Sana, masuk kelas. Nanti gue nyusul." Gio berjalan mundur hingga punggungnya menyentuh tembok di belakangnya.

"Beneran gak akan bolos?" Kinan bertanya, memastikan.

"Gue gak bolos, tenang aja." Gio mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas. Meyakinkan Kinan. Kinan malah berjalan mendekat ke arah Gio. Meraih kelingking Gio yang Kinan genggam erat-erat dengan satu tangannya yang bebas.

"Pulang sekolah Kinan bareng sama Gio ya?"

Bagaimana caranya untuk menolak permintaan Kinan itu? Gio mengalihkan pandangannya sebentar selain mata Kinan. "Ki, kan ada Rama di sini. Nanti malem gue ke rumah lo. Kangen ya?" Dengan mudahnya Gio membuat semuanya terlihat seperti yang seharusnya.

Kinan menahan senyumannya dan menggeleng.

"Yaudah temuin gue di belakang sekolah. Sambil nunggu Rama latihan basket, oke?" Sebelah alis Gio terangkat tinggi.

Kepala Kinan mengangguk. Lalu, Kinan berjinjit, mencium pipi kiri Gio. Lama. "Kinan masuk kelas duluan."

"Dahh, Pororo!" Gio melambaikan tangannya. Kinan terkekeh dan berjalan mendekat ke arah pintu besar di depannya. Meninggalkan Gio sendiri di dalam ruangan itu.

Dan setelah melakukan upacara bendera sambil menunggu guru Matematika masuk ke dalam kelas, Viorent—yang bertugas menjadi Bendaraha mulai menagih satu per satu murid-murid yang uang kas mereka masih belum lunas. Dan itu banyak. Viorent meringis. Kebanyakan murid-murid yang memang susah ditagihnya. Nah itu dia.

"Gio, hari ini kamu harus bayar uang kas!" Viorent yang sedang berada di depan meja guru, berdekatan dengan pintu kelas langsung saja menghadang Gio yang baru melangkahkan kakinya masuk. Ada Flora juga yang sedang menghapus papan tulis di dekatnya.

Gio berjalan ke arah Viorent. Melempar topinya juga dan mengenai kepala Ari yang sedang berbicara dengan Erik di belakang sana. Gio tertawa. "Apaan tadi? Uang kas?" Tatapannya terarah pada Viorent di sampingnya sekarang.

Viorent mengangguk. Gio malah melihat ke arah Kinan bertepatan Kinan juga melirik ke arahnya. "Kinan udah bayar uang kas belum? Mau sekalian Gio bayarin nggak?"

Ditanya seperti itu, Kinan tentu saja mengernyit. Entah sejak kapan Gio tidak pernah memulai berinteraksi dengan dirinya. Dan saat di dalam kelas seperti ini, Gio bertanya pada Kinan membuat Kinan salah tingkah sendiri. Kinan memberikan isyarat pada Gio melalui tatapannya. Gio malah bersikap makin santai. "Uang kas Kinan udah lunas kok. Makasih ya, Gio." Kinan menggigit bibir bawahnya setelah itu.

Tidak ingin teman sekelasnya berpikir yang tidak-tidak, Gio menoleh ke arah belakang. Ke arah Flora yang masih sibuk membersihkan papan tulis. "La, lo mau gue bayarin?"

Flora memandang Gio aneh. "Tumben amat lo nanya gue. Gak usah, gue udah lunas."

"Gue lagi mau berbagi, La." Gio menyahut.

"Emang begitu, Yo kalo umur udah tinggal menghitung hari," sambar Ari di belakang sana. Gio hanya membalasnya dengan jari tengah yang Gio arahkan pada Ari.

"Vioren, kamu udah lunas belum? Mau aku sekalian bayarin?" tanya Gio lagi. Semua teman-teman Kinan akan Gio tanya seperti yang Gio berikan pada Kinan. Teman sekelasnya tidak akan curiga.

"Aku kan bendaharanya. Jadi, aku udah lunas lebih dulu. Makasih ya, Gio." Viorent menjawab.

Gio manggut-manggut. "Btw, gue harus bayar berapa?"

"Mm.. lima puluh ribu."

"Uang kas apaan ampe gocap? Yang bener aja," kata Gio dan melihat ke arah teman-temannya di belakang sana.

Viorent memperlihatkan buku catatannya pada Gio. "Kamu dari awal masuk kelas sebelas gak pernah bayar, Gio."

"Masa sih?"

"Iya. Kalo kamu bayar pasti ada catetannya di sini." Viorent menunjuk buku dengan sampul barbienya itu.

Gio menunduk untuk melihat catatan Viorent di sana. "Lo salah kali. Gocap? Gue gak makan apa-apa dong istirahat?"

"Anak sultan gocap doang ngeluh. Malu ama mobil." Kali ini Erik yang mengeluarkan suaranya.

"Bacot lo, Bang—" Gio melirik ke arah Kinan sekilas. Hampir saja. "Bacot lo, monkey."

"Kamu mau bayar gak?" tanya Viorent lagi. "Nanti kamu gak akan diajak jalan-jalan sekelas kalo kamu gak bayar." Viorent melanjutkan.

"Uang kas buat jalan-jalan kok gue baru tau?" Gio mengernyit.

"Baca makanya grup kelas di WhatsApp." Flora berdiri di samping Viorent. Melihat catatan di buku temannya itu.

"Jalan-jalan ke mana? Bali? Jogja?"

"Ke Planetarium!" Itu baru suara Kinan.

Gio melihat ke arahnya. Lucu. "Itu mah deket banget, Kinan. Lo jalan berdua sama gue juga bisa, gak perlu bayar uang kas lagi."

Beberapa detik kemudian Gio tersadar. Dirinya berdeham pelan. "Yaudah nih gue bayar." Dan mengeluarkan uang berwarna biru itu dari saku seragamnya. Setelah itu mengetikan pesan singkat untuk Kinan.

Hari kamis ke planetarium yuk, Ki?
Berdua aja.
Sent. 07.23 am
...

Kinan benar-benar tidak pernah mengenal yang namanya Mikayla atau bisa dibilang baru mendengar namanya. Cantik. Itu yang pertama kali terlintas di pikiran Kinan saat mendengar nama itu dari mulut Dean. Dan Dean bilang bahwa gadis itu ingin menemuinya. Untuk apa?

Mikayla mengenalnya, kah? Dari mana? Dean? Kinan jadi pusing sendiri memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang kebanyakan ya.. buruk. Duh, Kinan harus mementalkan pikiran itu sekarang juga. Mungkin bukan hal yang gimana-gimana. Tekan Kinan dalam hati.

Kinan mengerjapkan matanya juga ketika mobil Gio sudah di berada di dekatnya. Langsung masuk ke dalam dan melihat Gio yang sudah memakai hoodie maroon-nya itu. "Gio, mau main dulu ya?" tanya Kinan. Dan Gio mulai mengendarai mobilnya untuk berhenti di ruko kosong depan sana. Kinan meletakkan akuarium Pororo di dashboard.

"Kok tau?" Gio bertanya balik.

"Karena Gio gak mau pulang bareng sama Kinan?" Jawaban Kinan terdengar seperti pertanyaan baru untuk Gio.

Kepala Gio menggeleng. Dirinya menghadap ke arah Kinan sepenuhnya. "Kinan, kan tadi gue udah bilang ada Rama di sini." Gio mencoba untuk menjelaskan. Dan tentu saja bukan karena Gio ada urusan dengan teman-temannya lah alasan untuk menolak permintaan Kinan untuk pulang bersama.

"Kan Kak Rama sama Ola. Ayah aja sampe sungkan juga mau minta Kak Rama buat anterin Kinan pulang. Tapi Kinan mau sama Gio bukan karena Kinan manja kok. Kinan cuma—" Kinan menghentikan ucapannya ketika dirasakannya Gio mencium sudut bibirnya itu. Hanya beberapa detik Gio menjauh. Menimbulkan efek berlebihan untuk Kinan sendiri.

"Gue tau. Nih makan." Gio meraih plastik putih di jok belakang. Memberikannya pada Kinan setelah itu.

"Apaan nih?"

Gio mengeluarkan ponsel yang berada di saku hoodie. "Mie ayam yang ada di kantin. Lo suka, 'kan?"

Kinan mengangguk mantap. "Suka! Makasih ya, Gio."

"Iya, Ki. Makan sana. Gue nge-chat temen gue dulu bentar."

"Pegangin tempat mie ayamnya dulu, Kinan mau buka kuahnya."

"Sini gue pegangin." Tangan kanan Gio masih sibuk untuk mengetik pesan singkat.

"Sampah plastiknya banyak banget nih, Gio. Belum lagi plastik buat sambel sama saosnya. Besok-besok makan langsung di tempatnya aja ya, Gio?" Suara Kinan terdengar lagi.

Mendengar itu, Gio tidak bisa untuk tidak menoleh ke arah Kinan dan mencium pipi Kinan berkali-kali. Mengangguk juga. Menyetujui permintaan Kinan tadi.

"Gio cuma mau main aja, 'kan? Gak akan berbuat yang gimana-gimana?" Beberapa menit kemudian setelah Kinan sudah selesai dengan Mie Ayamnya, Kinan membuka suaranya lagi.

Gio menampilkan senyumannya. Menengok ke arah Kinan juga. "Yang gimana-gimana tuh maksudnya gimana?"

"Pasti Gio udah tau."

"Enggak kok. Cuma mau ngumpul aja sama temen lama." Dan itu memang benar.

"Oh gitu." Kinan membalas pendek. Dan mengeluarkan ponselnya yang bergetar. Ada satu chat Rama di sana. Kedua bahunya turun perlahan. "Kak Rama bilang Kinan pulang sama Kak Rama."

"Tuh kan."

"Besok Kinan pulang sama Gio tapi." Kinan menatap ke arah Gio penuh harap.

"Iyaa, besok lo pulang bareng gue." Tangan kiri Gio mengusak rambut Kinan hingga berantakkan. Satu hal yang Gio suka juga. Dan membalas pesan singkat temannya itu. Yang sebenarnya... membuat Gio emosi juga. Tidak ingin Kinan melihat dirinya lepas kendali. Gio menekan dalam-dalam amarahnya.

"Si Rama belom selesai juga?" Gio yang lebih dulu bertanya kali ini dan memilih untuk memasukkan ponselnya ke saku hoodie lagi. Fokus ke arah Kinan di sampingnya. Padahal hanya dua hari Gio tidak bertemu dengan Kinan, tetapi terasa lama juga. Gio mendekat dan menyandarkan kepalanya pada bahu Kinan sesekali mencium pipi gadis itu.

"Nanti Gio langsung pergi aja. Kinan nungguin Kak Rama di sini. Biar Gio gak bolak-balik." Kinan menundukkan kepalanya untuk melihat wajah Gio itu. "Ini dia chat Kak Rama."

Gio mendengus. "Padahal masih mau berduaan dulu sama lo," ujar Gio dan menjauh dari Kinan. Menyandarkan kepalanya juga pada jok.

Kinan menarik kedua sudut bibirnya sedikit. "Kinan pulang ya. Gio hati-hati."

"Mhm-mm. Lo juga."

"Kinan tunggu di rumah. Jangan lewat jendela." Kinan sudah membuka pintu mobil.

"Gak janji."

Kinan tidak menyahut lagi dan turun dari mobil Gio. Gio menurunkan kaca mobil. Tidak mengatakan apa-apa hanya memerhatikan Kinan yang sedang bermain dengan ponselnya. Mungkin membalas pesan singkat dari Rama. "Ki, gue cabut sekarang."

"Daaaah, Gio!"

"Dahh!" Dan Gio mengendarai mobilnya lagi dengan perasaan yang tidak karuan. Gio menekan gas mobil dalam-dalam. Dan mengumpat tertahan. Fak!

Sementara Kinan menunggu Rama ada seseorang yang berjalan mendekat ke arahnya. Tidak mungkin orang yang beberapa hari lalu mencekik dirinya kan? Karena penampilannya sama. Kinan menahan napasnya ketika orang itu sudah berada di hadapannya sekarang.

Ketakutan seketika itu juga menguasai diri Kinan. Untuk mengeluarkan suaranya saja, Kinan merasa kesulitan. Karena setelah itu lagi-lagi tubuhnya terdorong ke belakang. Dihimpit oleh sosok di depannya. Yang kali ini baru Kinan tahu sudah menggoreskan segaris luka di lengan Kinan dengan pisau lipat.

"Bangsat!"

Lalu, sosok itu terjatuh. Dipukul juga berkali-kali oleh orang yang lain. Kinan menoleh ke arah lengannya yang sudah mulai mengeluarkan darah. Ketakutannya bertambah.

"Dri, lo gak apa-apa, 'kan? Anjing! Lo berdarah lagi."

Hanya itu yang Kinan dengar dari Sean yang kini membawanya entah ke mana.

Ngebut dong acu ngetiknya takut gak bisa up hehe. Ngefeel gak tuh? Wkwkwkw

Suka gak nih?

Gio-Kinan mana shippernya?

Rasanya pengen ngasih masalah deh antara Gio sama Kinan hm hm :))

Lanjut gak?

SORI TYPO HIKS

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro