this is what it takes
Bagian 5 |
I'll be your shoulder to lean on
Cepet banget ya waktu udah malming lagi. Dan Lines muncul lagi. Senang tidak?🙃
Vote dan Komennya jangan lupa ya eheheh
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂
"Ann."
Rama langsung memanggil Kinan saat kedua matanya melihat gadis itu sedang berjalan sendirian di koridor lantai tiga dengan botol air mineral pada tangan kiri sedangkan tangan kanannya menutupi pipinya itu. Belum lama memang Pertiwi membunyikan bel istirahat kedua mereka. Rama menyandarkan punggungnya pada pagar pembatas tepat di depan kelas Kinan saat melihat Kinan berjalan menuju ke arahnya.
Dari penglihatan Rama, Kinan masih saja menutupi pipi kanannya itu, entah sedang menyembunyikan apa. Kinan memang sudah berada di samping Rama kini. "Kenapa ditutupin?" tanya Rama seraya menyingkirkan tangan Kinan dari sana. Dan terlihatlah banyak bekas tip-ex yang menempel di pipi Kinan itu. Rama menahan tawanya seketika itu juga. Kinan cemberut.
"Abis ngapain sih?" Rama bertanya lagi, kali ini—dengan begitu hati-hati, membersihkan bekas tip-ex di pipi Kinan memakai jarinya.
Kinan melihat ke arah dalam kelasnya yang hanya ada beberapa murid-murid terlihat termasuk Flora. "Anna tadi tidur-tiduran di atas meja eh malah banyak bekas tip-ex nempel. Anna udah bersihin kok di kamar mandi tapi ternyata susah ilangnya. Malu." Iya, malu. Karena Kinan harus ke kantin sendiri dan berusaha untuk menutupi pipinya itu. Flora sama Vioren malah mentertawainya.
Mendengar itu, Rama melihat sebentar ke arah mata Kinan yang masih saja memperhatikan ke dalam kelasnya itu. "Ini udah mau ilang kok," kata Rama yang masih saja mengusap pipi Kinan.
"Ilanginnya sampe bener-bener bersih ya, Kak Rama. Kinan gak mau diketawain lagi sama Ola."
Kepala Rama mengangguk pelan. "Iya, ini sampe bener-bener bersih." Dan Rama melihat Kinan memperlihatkan senyumannya setelah itu. Kemudian tak lama Rama menjauhkan tangannya dari wajah Kinan saat sudah tidak ada bekas tip-ex di sana. Lalu, Rama mengubah posisinya menghadap ke arah lapangan di bawah sana dengan kedua tangan yang berada di pagar pembatas.
Kinan yang sekarang menyandarkan punggungnya. Pandangannya benar-benar melihat ke arah Rama sepenuhnya. "Kak Rama, abis berantem lagi ya?" Kinan baru menyadari ada luka di tangan kanan Rama. Kinan beralih lagi melihat wajah Rama.
"Ah, enggak." Rama menyangkal dengan cepat. Kelewat cepat malah. Dan demi menghindari pembicaraan mereka tentang luka di tangannya itu lebih jauh lagi, Rama mengatakan, "Nanti Kak Rama gak bisa nganterin Anna pulang. Anna ikut temen aja ya? Atau enggak nanti Anna naik ojek online?" Sebenarnya Rama tidak mau membiarkan Kinan pulang sendirian. Tanpa dirinya. Namun mau bagaimana lagi.
"Kenapa?"
Baru lah kali ini Rama menoleh ke arah lawan bicaranya. "Kak Rama baru dapet info pulang sekolah nanti langsung latihan. Karena udah mau tanding jadinya gak bisa bolos."
Mendengar itu, kepala Kinan manggut-manggut. "Oh yaudah. Anna pulang sendiri gak apa-apa." Senyuman lebar Kinan terlihat lagi. Memberitahukan Rama bahwa memang tidak perlu ada yang dicemaskan.
"Berani kan, Ann?" Rama bertanya, memastikan.
"Anna kan udah gede jadi berani dong."
Rama tidak bisa untuk tidak mengeluarkan senyumannya saat Kinan berkata seperti itu dan tangannya Rama bawa ke atas kepala Kinan. Lalu mengusak rambut Kinan hingga terlihat berantakkan.
"Semangat latihannya ya, Kak Rama. Anna mau masuk kelas dulu. Kak Rama, harus masuk kelas juga. Enggak boleh enggak!"
Rama lagi-lagi menganggukkan kepalanya dan belum sempat Kinan melangkahkan kakinya menjauh dari Rama, ia langsung menahan lengan Kinan. Memandang ke arah mata Kinan lurus-lurus. "Jangan pulang bareng sama dia ya, Ann." Suaranya terdengar begitu serius. Rama mesti benar-benar harus memastikan hal itu.
Kerutan di dahi Kinan terlihat. "Siapa?"
"Anna pasti udah tau dia siapa." Sebelum akhirnya menjauh, Rama menyelipkan senyum tipis.
...
"Kinaaan, kepangin rambut gue dong. Kepang jadi dua gitu, Nan. Nih kayak gini. Lucu, kan?!" Flora langsung memperlihatkan foto yang ia temukan di Pinterest yang sedang Flora buka itu kepada Kinan yang duduk di sampingnya. Kinan juga sedang bermain dengan ponselnya.
"Ola, mau dikepang kayak gitu?" Kinan mengalihkan pandangannya dari layar ponsel Flora yang telah gadis itu jauhkan dari dirinya juga.
Kepala Flora mengangguk mantap. "Iya, mau. Lo bisa kan, Nan?" Kedua alis Flora, ia naik-turunkan.
"Yaudah sini, Kinan coba dulu. Flora madep depan." Kinan mengubah posisinya dengan duduk menyamping dan Flora duduk membelakanginya. Sebenarnya Kinan sudah begitu mahir membuat kepangan yang Flora inginkan itu. Karena saat sepupunya atau keponakan perempuannya berkumpul Kinan selalu membuat kepangan di rambut mereka. Kadang juga Kinan bisa mengepang rambutnya sendiri.
"Eh, Nan lo tau gak?" Flora bertanya dengan bisik-bisik.
Dengan tak kalah berbisiknya, Kinan menjawab, "Enggak."
"Tapi mau tau?"
"'Mau. Emang Ola mau kasih tau Kinan apa? Sesuatu yang berfaedah kan? Yang bisa menguntungkan Kinan? Ola, ngerjain PR sendiri ya? Apa ada diskon kuaci rasa green tea?"
Flora memutar kedua bola matanya secara dramatis, sayang Kinan tidak melihat itu. "Bukan begituan anjir. Semalem kan gue lagi nge-stalk IG gitu kan, eh gue ketemu Instagramnya Kak Dean." Setelah mengatakan itu, Flora tersenyum lebar.
"Ya terus?" tanya Kinan masih sambil membuat kepangan di rambut Flora.
"Ya terus lo follow-lah! Gitu aja pake nanya, heran."
"Kalo Kinan udah follow, terus?"
"Terus lo minta follback!"
"Kalo Kinan udah di follback, terus?"
"Terus mentok!" jawab Flora saking gregetnya. Dan selama beberapa saat Flora tidak mendengar sahutan Kinan lagi. Lalu, Flora mengatakan, "Terus lo bisa DM-an sama dia, Nan. Mantul gak tuh?"
"Ngapain juga DM-an di IG? Kinan udah punya kontak Line-nya Kak Dean."
Flora langsung menoleh ke arah Kinan membuat rambutnya seketika itu juga tertarik. "Aw! Kinan, jangan ditarik rambut gue."
"Ola, gak bilang-bilang lagian mau nengok." Kinan mengendurkan tangannya itu di rambut Flora yang beruntungnya tidak berantakkan.
"Eh tapi demi apa lo udah dapet Line-nya Kak Dean? Gercep juga lo." Flora membalikkan tubuhnya kembali seperti di awal dan merasakan Kinan mulai menyelesaikan kepangan di rambut panjangnya. "Lo harus nyari tau tuh, Kak Dean udah taken apa belom? Terus kalo belom, lo petrus, Nan!"
"Petrus apaan tuh, Ola?"
"Pepet terus. Ganteng banget, Nan foto-foto di IG-nya walaupun cuma tiga. Gemes gak lo?"
Kinan malah mengangkat bahunya. "Kinan, udah selesai."
"Yeay. Makasih, Kinan sahabat aku." Flora memeluk Kinan sebentar dan memainkan rambutnya itu.
Dan Kinan lebih memilih melihat bangku yang berada di pojok ruangan. Sudah satu minggu tidak ada yang menempati.
Flora yang menyadari Kinan hanya diam saja, menengok ke arah teman sebangkunya itu yang ternyata sedang melamun. Tatapan Kinan sedih. Siapa pun tahu itu. Lalu, Flora mengikuti arah pandang Kinan dan bergumam, "Dia emang pantes kok dapetin itu." Yang entah Kinan mendengarnya atau tidak.
...
Abby : Sean, lo udah bangun kan?
Lo harus kuliah hari ini. Jangan telat!
Send. 09.45 am.
Setelah mengirimkan pesan singkat itu, Abby meletakkan ponselnya di atas meja. Sekarang SMA Harapan sedang istirahat, namun Abby lebih memilih untuk makan di dalam kelas. Andrea dan Jasinda sedang jajan di kantin. Jadilah, Abby sendirian. Dan tak lama ponselnya bergetar.
Sean : Kok tau?
Read. 09.47 am.
Abby : Gue punya jadwal kuliah lo.
Udah rapi kan?
Send. 09.47 am.
Sean itu hanya berbeda satu tahun dengan Abby. Saat ini Sean memang kuliah dan baru semester dua dijurusan Arsitektur. Abby jadi ingat saat Sean sedang bercerita bahwa bukan dirinya yang menginginkan untuk mengambil jurusan itu tetapi Papanya.
Sean : Lo suka banget ya sama gue?
Read. 09.48 am.
Abby : Gak nyambung!
Send. 09.48 am.
Tepat setelah Sean membaca balasan dari Abby, sekarang di ponselnya sudah tertera nama Sean di sana. Ngapain coba nih anak video call segala?!Kenapa juga gue kok deg-deg an gini? Duh, By. Abby menarik napasnya dan mengembuskannya perlahan, sebelum akhirnya menerima juga video call dari Sean itu.
Dan yang pertama terlihat di layar ponselnya sekarang adalah Sean yang sedang shirtless dan masih berbaring di tempat tidurnya. Abby langsung melihat ke segala penjuru kelas kemudian melihat ke arah layar ponselnya lagi. "Sean, pake baju!" bisiknya dan juga ada nada bentakkan di suaranya.
"Kenapa?" Suara Sean terdengar serak. Dan sekarang terlihat laki-laki itu mengusap mata kirinya berkali-kali.
Abby mendengus. "Masih nanya kenapa?"
"Gue pake bajunya nanti sekalian abis mandi," sahut Sean di seberang sana. Sean tidak mengalihkan pandangannya ke mana-mana selain wajah Abby yang berada di layar ponselnya itu.
"Lo belom mandi?"
"Gue baru bangun tidur, By."
Pantesan aja!
"Serius jam segini lo baru bangun? Tidur jam berapa lo semalem?"
Semalem. Abby mengingat Dean yang tidur di rumahnya dan saat Abby bangun, Dean sudah tidak ada.
"Gak tau. Gak liat jam." Suara Sean terdengar lagi. "Lo lagi di kelas?" tanyanya kemudian.
Abby mengangguk. "Iya, lagi makan."
"Sama?"
"Salad."
"Buah?"
Kepala Abby menggeleng dan menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Sayur, Sean."
Dan saat Sean di seberang sana tidak menyahut lagi, Abby juga membungkam mulutnya. Abby memperhatikan layar ponselnya yang sama-sama Sean juga sedang memandangnya. Dan itu berjalan selama beberapa saat. Hanya diam, tetapi seperti bisa mengantarkan apa yang mereka rasakan saat ini. Lalu, Abby mengerjap. "Kenapa sih?" tanyanya pelan dan Abby berusaha menyembunyikan senyumannya. But she failed.
Sean tersenyum lebih dulu. "Lo mau tau apa yang gue pikirin?"
Abby mengangguk.
"Ketemuan, mau?"
Tidak langsung menjawab, Abby mengalihkan sebentar pandangannya pada teman-temannya yang baru saja duduk di depannya itu. Kemudian kepalanya menggeleng. "Pulang sekolah langsung mau ke tempat pemotretan." Wajahnya terlihat sedih.
Sean berdeham pelan. "Pulang pemotretan aja. Sekalian ada lagu baru yang mau gue kasih tau ke elo."
Mata Abby seketika itu langsung berbinar. Ia menutup layar ponselnya sebentar dan tersenyum lebar ke arah Andrea dan Jasinda yang menatapnya bingung. Lalu, layar ponselnya Abby hadapkan lagi ke arahnya. "Mau. Sekalian jemput ya?"
Kepala Sean mengangguk. "Thanks."
"Buat?"
"Udah ngingetin jadwal kuliah gue?"
Abby mengeluarkan senyum lebarnya. "Oke."
"Eh iya By, sekalian malem sabtuan yuk?"
...
Ini sudah waktunya pulang sekolah dan Kinan masih duduk di bangku koridor lantai satu yang hanya terdapat beberapa murid-murid yang juga sedang menunggu hujan reda sama seperti dirinya. Iya, sore ini hujan deras datang. Flora sudah dijemput Mamanya, Viorent juga sudah pulang bersama Reza. Sebenarnya mereka berdua sudah menawari Kinan tumpangan, namun Kinan menolak itu. Selain karena rumah mereka yang tidak searah dengan Kinan dan itu jauh juga, karena Kinan memang tidak ingin cepat-cepat pulang.
Pasti saat sampai di rumah pukul 15.35 pm ini, Kinan bakalan sendirian. Setidaknya Kinan ingin menunggu hujannya reda dulu. Kinan akan pulang dengan ojek online.
Kedua kakinya bergerak. Demi mengusir rasa bosannya, Kinan bermain game di ponselnya. Itu hanya game bagaimana menyamakan gambar-gambar buah. Kinan suka game itu. Gampang untuk dimainkan dan gambar buahnya lucu-lucu, terus warna-warni juga.
Saking asyiknya dengan game yang Kinan sedang mainkan, Kinan tidak menyadari ada seseorang yang juga ikut duduk di sampingnya.
"Buah apel yang di pojok tuh."
Mendengar suara berat di samping kanannya, Kinan langsung menoleh ke arah sumber suara. Terlihat Dean sedang melihat ke arah depan sana. Lebih tepatnya ke arah lapangan yang kini sudah basah. Dean tidak membawa tasnya. Laki-laki itu hanya memakai hoodie hitamnya lengkap dengan penutup kepala yang sedang Dean gunakan. Kedua tangannya juga Dean masukkan ke saku hoodie. Kinan memperhatikannya sebentar hingga kepala Dean yang tiba-tiba menoleh ke arahnya. Kinan buru-buru melihat ke arah ponselnya lagi. "Makasih Kak Dean udah ngasih tau Kinan."
Ternyata memang benar, Kinan belum memindahkan buah apel di pojok layar ponselnya itu. Seperti yang Dean katakan tadi. Dan Kinan telah menyelesaikan level ke lima belas.
"Gabut banget ya lo?" Dean masih saja memperhatikan Kinan yang terlalu fokus melihat layar ponselnya. Tadinya—setelah meletakkan tas di dalam mobilnya itu, Dean ingin ke kantin yang ternyata masih ada Angga di sana. Tetapi saat melihat Kinan yang sedang duduk sendirian, entah karena apa Dean malah ikut duduk di sebelah Kinan. Dean mulai menyandarkan kepalanya ke tembok belakang. Dengan posisi seperti ini, Dean bisa dengan jelas melihat layar ponsel Kinan.
Tanpa menoleh Kinan mengangguk. "Hujannya dari tadi gak berenti-berenti, Kinan bosen bang—" Kinan langsung menghentikan ucapannya dan menggenggam erat-erat ponselnya saat terlihat kilatan cahaya dan suara petir yang terdengar setelah itu.
Kinan takut hujan. Kinan takut petir.
Dari penglihatan Dean, Kinan masih saja menutup matanya rapat-rapat. Dan entah Kinan menyadari atau tidak, saat ini tangan kanannya sudah mencengkeram ujung jaket Dean. Dean bingung harus melakukan apa di keadaan seperti ini, terlebih ini kali pertama Dean berhadapan langsung dengan seseorang yang sepertinya benar-benar takut dengan petir.
Dan yang Dean lakukan adalah mendekat ke arah Kinan dengan perlahan. "Nan, udah gak ada petirnya. Jangan takut lagi." Suara Dean pelan dan menenangkan. Selama Kinan belum membuka matanya dan belum melepaskan cengkeraman di hoodie-nya selama itu pula Dean tetap pada posisinya. Melihat ke arah Kinan dari jarak sedekat ini. Dean ingin mengatakan bahwa Kinan aman bersamanya, tetapi kata-kata itu tertahan di mulutnya.
"Kinan," panggil Dean. Sisi wajahnya sudah menyentuh rambut Kinan yang masih saja belum ingin membuka matanya. Dan yang Dean tahu, sudut mata Kinan berair.
Sebegitu takutnya kah Kinan?
Dan pelan-pelan tangan Kinan menjauh dari jaket Dean. Bergerak dengan cepat untuk menghapus samar sisa air matanya itu. Dean masih memperhatikan wajah Kinan yang tertutup rambut panjangnya. "Enggak ada yang perlu ditakutin lagi, Nan. Lo liat kan? Udah gak ada petirnya."
Kinan menoleh ke arah Dean yang masih belum merubah posisinya.
"Gue temenin sampe hujannya reda."
"Makasih ya, Kak Dean."
Dean hanya mengangguk. Kilatan cahaya masih datang berkali-kali. Kinan menunduk lagi hingga sisi wajahnya bersentuhan dengan hoodie yang Dean gunakan. Dan posisi mereka masih seperti itu hingga Dean mengetahui bahwa hujan kini hanya rintik-rintik kecil.
Kinan mengangkat kepalanya saat Dean sudah memberitahukannya hujan yang sudah reda dan saat Kinan melihat ponselnya untuk membuka aplikasi ojek online-nya, ternyata ponselnya sudah mati total. Baterai ponselnya habis pasti karena Kinan memainkan game dan itu lama. Kinan langsung beralih melihat ke arah Dean. "Kak Dean," panggilnya dengan berbisik.
"Ya?"
"Mm.. Kak Dean, punya aplikasi ojek online gak di hape Kak Dean? Kinan pinjem dong." Setelah mengatakan itu, Kinan menggigit bibir bawahnya. Semoga saja Dean punya. Hanya itu harapan Kinan saat ini.
Dan yang kini terlihat Dean merogoh saku celananya. Kinan pikir Dean akan mengambil ponselnya ternyata Kinan salah. "Ngapain?" tanya Dean.
Tidak mengerti maksud Dean barusan, Kinan bertanya, "Ngapain apanya, Kak Dean?"
"Iya, ngapain? Lo pulang bareng gue aja."
Ini mah kayaknya Dean yang bakalan nge-petrus Kinan. Uhuk.
Oh ya aku mau tau dong. Kalian suka scene-nya siapa deh? Wkwkw
Yang kemarin nanyain Rama kemana itu dia udah muncul ya🙈🙈
Gimana gais sama part ini? Ngefeel gak sih? Suka gak? Ehe
Kode-kode tersirat sudah mulai bermunculan. Udah siap kan ya kita pecahin bersama-sama? Lol
Masih mau lanjut?
Coba ah mau tanya; mau bagaimana nih untuk part selanjutnya😏
[ Ola ]
[ Sean ]
Untuk yang udah komen tapi komennya belum aku bales, nanti yaa aku bales2in. *sokbatsihhm*
Terima kasih Sparkel ucapkan bagi yang mampir ke Lines ini ehehe✨✨
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro