Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

there's nothing holdin' me back

Bagian 7 |
I know we would be alright

'cause today is my birthday and i'm happy, jadi aku up deh Linesnya :))

Seperti biasa gais. Vote dan komen✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

Kinan : Kak Dean, lupa sama samting ya? :)
Read. 08.35 am.

Sebelum membalas chat dari Kinan, Dean membuka terlebih dahulu jaket jins yang ia gunakan. Hari Sabtu di pagi ini, Dean sudah berada di tempat tongkrongan bersama teman-temannya yang sebenarnya juga mereka semalam menginap bersama. Angga dan Reksha yang sekarang sedang sibuk bermain game di lantai sedangkan Dean dan Geraldi duduk di sofa seraya bermain dengan ponselnya.

Dean : Iya, gue tau.
Send. 08.36 am.

Kinan : Coba kasih tau Kinan apa?
Read. 08.36 am.

Dean : Coba kasih tau gue duluan.
Send. 08.37 am.

Kinan : Jaket Kak Dean ada dirumah Kinan..
Read. 08.38 am.

Oh, iya.

Dean : Bener lo. Jaket gue ketinggalan.
Send. 08.38 am.

Dan Dean tidak menduga sebelumnya bahwa saat ia sedang menunggu balasan dari pesan singkat Kinan, Reksha lebih dulu mengambil alih ponselnya. Dean berdecak mengetahui itu.

Terlihat Reksha sedang melihat nama kontak yang sedang chatting-an dengan sahabatnya. Seringainya terlihat seketika itu juga. "Wah.. wah.. pantesan aja dari tadi sibuk sendiri. Ternyata lagi chat-an sama si Kinan." Setelah mengatakan itu, Reksha langsung melempar kembali ponsel Dean ke si empunya. Dan duduk di antara Dean dan Geraldi. Lalu, Reksha melihat ke arah kedua temannya secara bergantian. "Eh? Kinan yang dulu itu bukan? Yang adek kelas?" tanyanya kemudian.

Dean hanya mendengus mendengar itu, dan kembali fokus ke ponselnya—membaca pesan singkat Kinan dan membalasnya. Kemudian, tak lama Dean merasakan tangan Reksha berada di pundaknya. Dean menatapnya dengan mata menyipit. Reksha langsung menarik tangannya kembali.

Tak lama suara deheman Reksha terdengar agak kencang. Kaki kirinya ia naikkan ke kaki satunya seraya bersandar pada sofa, tatapannya melihat ke arah layar TV di depannya. Dan Reksha mengatakan, "Tapi, gue kasih tau nih ya. Hati-hati aja." Reksha berkata seperti itu masih saja melihat ke hadapannya, tepatnya ke arah Angga yang kini menoleh ke arahnya juga.

"Bentar.. bentar. Kinan yang ngempesin ban mobil lo kan ya?" Itu Angga yang bertanya. Lalu, ia tertawa mengingat hari di mana teman-temannya itu mencari tahu siapa yang berani-beraninya menyentuh mobil Dean. Adik kelas perempuan mereka ternyata. "Polos banget lagi tuh anak." Angga menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Mirip mantan lo si Dera ye kan?" celetuk Geraldi yang tadinya hanya diam saja. Sudut bibir kirinya terangkat sedikit.

Angga menanggapi itu hanya mendengus. Lalu, Angga mengalihkan pandangannya ke arah Reksha lagi. "Hati-hati apaan jadinya nih? Si Kinan udah ada anjingnya?" tanya Angga kembali pada topik pertama mereka dan tidak menanggapi ucapan Geraldi itu.

"Coba lo inget-inget si Kinan lagi deket sama siapa." Reksha mengangkat sebelah alisnya tinggi-tinggi. Hingga suara Dean di sebelahnya terdengar menyebutkan satu nama, Reksha langsung melihat ke arahnya.

"Rama?"

Kepala Reksha lantas mengangguk dua kali. Membenarkan perkataan Dean tadi. "Iye, si Rama. Kalo lo mau ngepetrus Kinan ya.. hati-hati aja." Reksha lagi-lagi mengulang ucapan yang sama seperti beberapa menit lalu.

Dean terdiam sebentar. Dengan pandangan yang belum beralih pada layar ponsel, Dean bertanya dengan pelan. "Rama siapanya Kinan emangnya?"

"Cari tau sendiri lah, kampret." Reksha lalu berdiri dari persinggahannya dan pergi entah ke mana.

Angga juga ikut berdiri. "Tapi bodo amat lah, Yan. Gue lebih suka si Kinan deket sama lo dari pada si Abby."

Ucapan Angga barusan langsung mendapatkan tatapan dari Dean dan Geraldi.

...

"Kak Rama, mau ke mana? Kok ganti baju?" Setelah bertanya seperti itu, Kinan membalikkan lagi tubuhnya menghadap TV di hadapannya. Dari pagi sampai siang ini Kinan sudah berada di rumah Rama. Karena seperti biasa; Ayahnya pergi dan Kinan hanya sendirian di rumah. Dan sekarang yang Kinan lakukan ialah berbaring dengan posisi telungkup seraya menonton film Tangled. Favorit Kinan.

Rama yang sudah melepas kaus putihnya itu, menggantinya dengan kaus lengan panjang berwarna abu-abu. Celana pendek hitamnya tidak ia ganti. Kemudian, Rama menoleh ke arah Kinan sebentar yang masih terlihat fokus dengan film kesukaannya. "Kok gak nonton di rumah Elara aja, Ann?" Mengabaikan pertanyaan Kinan tadi, Rama malah balik bertanya. Dan Rama bertanya seperti itu, karena Rama pun tahu pasti Kinan jika sendirian di weekend seperti sekarang, Kinan akan memilih untuk ditemani oleh tetangganya itu.

Kepala Kinan terlihat menggeleng. "Anna tadi udah ke rumah Elara, tapi Kak Ardi dateng terus bawa Elara pergi. Anna gak jadi nonton di kamar Elara deh." Padahal Kinan sudah berada di rumah Elara tepat jam enam pagi. Ingin bercerita-cerita juga dengan Elara. Dan Kinan akhirnya pulang lalu meminta Rama untuk menjemputnya. Mengingat itu, Kinan langsung cemberut.

"Anna, mau ikut Kak Rama gak?" Saat Rama bertanya seperti itu, Rama sudah duduk di tepi tempat tidurnya di dekat Kinan.

Kinan menoleh ke arah Rama dan mendongakkan sedikit kepalanya agar dapat melihat Rama dengan jelas. "Anna mau liat scene yang Rapunzel nyanyi dulu. Sebentar lagi kok ini." Dan yang Kinan lakukan setelah mengatakan itu, Kinan meraih tangan Rama dan Kinan peluk dengan kedua tangannya supaya Rama tidak bisa pergi ke mana-mana.

Rama mau tidak mau melihat layar TV di depannya. Film disney itu seingat Rama selalu Kinan putar berulang-ulang dan anehnya Kinan tidak pernah merasa bosan sama sekali. "Iya.. iyaa, Kak Rama tungguin," katanya dan sesekali melihat ke arah Kinan yang sedang bersenandung sangat pelan saat scene yang Kinan mau terlihat juga. Rama menarik kedua sudut bibirnya sedikit dan mengalihkan pandangan pada ponselnya yang berbunyi di atas tempat tidurnya itu.

Tanpa melihat ke arah Kinan, Rama mengeluarkan suaranya lagi. "Anna, baik-baik aja kan?" Pertanyaan itu memang tidak sesering mungkin Rama berikan pada Kinan. Namun, untuk saat ini—dari sekian lama Rama tidak mengangkat kembali topik sensitif itu, Rama ingin tahu. Memastikan juga. Pandangan Rama alihkan lagi ke arah Kinan sebentar.

"Mhmm." Kinan hanya merespons pertanyaan Rama dengan gumaman.

Rama masih merasa belum sepenuhnya yakin dengan jawaban Kinan. "Kalo ada apa-apa langsung bilang Kak Rama ya, Ann." Dan ucapan yang seperti itu-lah yang selalu Rama ingatkan pada Kinan. Alasannya sudah cukup jelas, Rama hanya ingin melundungi Kinan. Memastikan Kinan selalu baik-baik saja.

Kinan menganggukkan kepalanya dua kali. "Kak Rama, emang kita mau ke mana sih?" Kinan sudah melepaskan kedua tangannya itu dari tangan Rama. Sudah duduk juga. Melihat Rama yang sekarang justru sibuk dengan ponselnya. Sedang mengirimkan pesan singkat entah untuk siapa.

"Temenin Kak Rama beli DVD sekalian deh beli DVD yang Anna mau," jawab Rama dan bangkit. Meraih jaketnya yang memang berada di samping Kinan lalu mengulurkan tangannya. "Ayo berangkat sekarang." Kinan menggapai tangannya itu dan Rama genggam erat-erat.

...

"Sekarang lo mau jalan sama Sean apa Dean sebenernya?" Andrea bertanya seraya mencicipi biskuit cokelat yang berada di atas tempat tidur Abby. Masih merasa bingung dengan cerita Abby tadi. Andrea juga memperhatikan Abby yang duduk di depan meja rias.

Abby melihat Andrea dan Jasinda dari pantulan cermin di depannya itu. "Mau jalan sama Dean." Raut wajah Abby seketika itu juga agak terlihat berbeda setelah mengatakan itu. "Kemarin emang gak jadi jalan sama Sean, dia nya juga sibuk sekarang. Padahal gue udah seneng banget pengen ketemu dia." Iya, malam Sabtu kemarin Abby membatalkan acaranya dengan Sean bukan tanpa alasan. Mamahnya datang menemuinya dan Abby mau tidak mau mengikuti ke mana mamanya akan membawanya. Dan Sean mengerti.

"Seneng ketemu dia-nya atau ketemu—" Sengaja Jasinda tidak melanjutkan ucapannya itu. Dirinya yang sedang tidur-tiduran di kasur Abby tahu-tahu sudah memperlihatkan senyum aneh.

Abby memutar kedua bola matanya. "Pengen ketemu Sean-nya aja kok gue," sangkal Abby dan meraih ponselnya yang tidak terlihat nama Dean di sana. Bisa dipastikan Dean sedang berada di jalan untuk menjemputnya. Jika bukan karena rengekkannya kepada Dean yang terus-terusan Abby keluarkan untuk menemaninnya belanja di Mal pusat kota, pasti Dean tidak akan mau mengindahkan keinginannya itu. Abby tersenyum tipis.

Akhirnya.

"Gue juga masih bingung sama lo, Abriella. Kenapa bisa pas gitu ya lo deket sama cowok yang namanya hampir mirip. Sean, Dean. Kalo lo nge-chat sering ketuker gak tuh?" Andrea ikut berbaring di samping Jasinda dan tertawa bersama.

Jasinda mengangguk-anggukkan kepalanya. "Awas lo salah ngirim foto." Semakin menjadilah tawa mereka berdua.

Mendengar itu, Abby bangkit dari kursi dan meraih sling bag yang berada di dekatnya itu. "Gak pernah sih. Tapi jangan sampe lah, gila! Udah ah gue cabut sekarang Dean udah depan."

Dan saat melihat mobil Dean yang sudah berada di depan pagar rumahnya, Abby dengan berlari kecil menghampiri laki-laki itu. "Nggak lama kan aku-nya?" Abby bertanya ketika dirinya sudah berada di dalam mobil Dean. Saat Abby mendekat ke arah Dean—gadis itu hanya ingin mencium pipinya, Dean menghindar. Ah, seharusnya Abby tahu Dean bukanlah Sean. Dean tidak menginginkannya. "Pengen peluk sebentar aja deh," pinta Abby yang masih belum mengubah posisinya itu.

Baru lah Dean melihat ke arah Abby yang hanya berjarak sejengkal saja dari dirinya. Dean diam sebentar. Lalu, ia menghela napas pendek. "Kita jadi jalan kan, By?" tanya Dean dengan tak kalah pelannya.

Abby yang tadinya menatap mata abu-abu gelap milik Dean kini mengerjap dan menarik kepalanya menjauh. Sudah sangat mengerti bahwa Dean menolaknya. Lagi. Abby kemudian memakai seatbelt-nya. Lalu, menganggukkan kepalanya. "Jadi." Memangnya kapan lagi Dean mau diajak jalan dengan Abby jika tidak penting-penting amat? Tidak pernah. Abby sedang beruntung saja hari ini.

"Aku kemarin ketemu sama Mamah. Terus Mamah nitip salam buat kamu." Abby kembali membuka suaranya saat dirinya juga sudah tidak tahan dengan kebisuan dari mereka berdua di sepanjang perjalanan.

Dean menoleh ke arah Abby sebentar. "Salam balik buat Tante Ashlyn." Mamah Abby yang sudah Dean anggap seperti Ibu kedua bagi dirinya.

"Iya, nanti aku salamin balik. Eh ya, gimana sekolah di Pertiwi?" Lagi-lagi dengan beruntungnya Abby mempunyai bahan pembicaraan baru. Kini pandangan Abby sudah ke arah Dean sepenuhnya.

"Biasa aja." Dengan pendeknya, Dean menjawab begitu.

Abby yang sudah mengetahui sifat Dean memaklumi jawaban Dean barusan. "Kamu kangen gak sama sekolah lama kamu?" Abby bertanya kali ini dengan senyumannya. Sebenarnya dari kelas satu dan dua semester awal, Dean bersekolah di SMA yang sama dengan Abby dan ada alasan mengapa Dean harus pindah sekolah. Abby tentu saja sangat menyayangkan itu. Terlebih waktu mereka bertemu tidak selama dulu.

"Apa yang mau dikangenin sih, By?"

Ouch.

Tentu saja bukan jawaban seperti itu yang ingin Abby dengar dari mulut Dean. "Aku aja kangen sama kamu yang selalu jemput aku, terus makan di kantin berdua. Terus juga pas kamu mau nungguin aku latihan cheers pulang sekolah. Aku kangen banget."

Helaan napas pelan, Dean embuskan. "Cowok lo juga bisa kayak gitu ya, kan?" Entah ini sindiran atau bukan.

Abby memilih diam tidak menyahut lagi. Dan Abby baru mengeluarkan suaranya kembali saat mereka sudah berada di dalam Mal. Memeluk lengan Dean di sepanjang jalan dan melepaskannya saat mereka memutuskan untuk makan terlebih dahulu sebelum akhirnya Dean harus menemani Abby membeli pakaian baru.

Mereka sedang duduk berhadap-hadapan di salah satu restoran cepat saji. Duduk di samping kaca persis. Saat ini mereka sedang menunggu pesanan mereka berdua. Abby menopang dagunya dengan kedua tangannya itu, memperhatikan Dean yang terlihat begitu serius bermain dengan ponselnya. "Dean, bisa gak sih kalo lagi sama aku gak usah main hape dulu. Ngobrol aja. Udah lama kan gak ngobrol bareng?"

Dean mengangkat sebelah alisnya. "Ngobrolin apa?" Dean malah balik bertanya.

"Anything," jawab Abby pelan.

Dan anehnya Dean langsung meletakkan ponselnya ke atas meja. Menyandarkan punggungnya seraya memandang Abby di depannya lekat-lekat. "Oke, ayo kita ngobrol," ucapnya. Masih memperhatikan Abby sampai gadis itu membuka suaranya.

Abby menggigit bagian dalam bibir bawahnya itu. Ia ingin menanyakan sesuatu yang pastinya akan membahayakan posisinya sekarang ini. Tetapi, jika Abby tidak bertanya, ia akan selamanya penasaran. Sebelum membuka suaranya, Abby melihat ke arah luar kaca di sebelah kirinya. Kerutan di dahi Abby terlihat kini. Abby mengamati seseorang di sana. Tidak salah lagi memang.

Di sana—di toko aksesoris, Abby melihat Kinan yang sedang memilih-milih gelang. Abby beralih melihat ke arah Dean. Senyum tipisnya muncul lagi-lagi. "Guess what?"

Uh oh. Pasti itu bukan sesuatu yang bagus dan benar saja. Dean mengikuti ke arah pandang Abby tadi. Kinan. Sendirian. Dean langsung mencekal pergelangan tangan Abby yang memang berada di atas meja. "By, lihat ke arah gue," kata Dean dan genggaman tangannya mengerat. Mata tajamnya memberitahukan Abby jangan melakukan apa yang ingin Abby lakukan sekarang. "By, don't." Kepala Dean menggeleng pelan.

Abby pernah melihat Kinan di aplikasi chatting Dean. Dean sebenarnya memang belum menceritakan semuanya kepada Abby—mereka seharusnya selalu terbuka satu sama lain, dan untuk tentang Kinan, Dean simpan untuk dirinya sendiri.

Melihat itu, Abby mengalihkan lagi pandangannya ke arah Kinan. Dan Abby akan benar-benar mengurungkan niatnya saat melihat laki-laki yang sedang bersama Kinan sekarang. Rama.

Shit.

...

Dean : Gue udah di deket minimarket, Nan.
Send. 16.27 am.

Kinan : Okeee.. tungguin Kinan ya, kak dean.
Read. 16.28 am.

Pertemuan Dean dengan Kinan kali ini bukan karena Dean ingin bertemu dengan Ayah Kinan, yang sekarang saja masih belum pulang ke rumah. Sebenarnya Dean agak kaget juga tahu-tahu Ayah Kinan ingin bertemu dengan dirinya. Kemarin malam, Dean tidak pernah berpikir akan berakhir seperti itu.

Kinan sudah terlihat di depan sana. Pakaiannya masih sama saat Dean bertemu dengan Kinan di Mal tadi. Sweater putih dengan rok pendek berwarna hitam. Membawa sebuah paper bag cokelat di tangan kanannya yang sedang Kinan gerakkan ke depan lalu ke belakang. Selama itu Dean tidak mengalihkan pandangannya ke mana-mana selain ke arah Kinan hingga gadis itu sudah duduk di sampingnya kini. "Semoga Kak Dean gak lama nunggu Kinannya." Kinan dengan begitu mudah memperlihatkan senyumannya itu.

Dean di sampingnya langsung mengulurkan es krim rasa stoberi yang Dean ingat Kinan beli di malam itu. "Buat lo nih," ujarnya. Entah apa yang Dean pikirkan saat memasuki minimarket yang sebenarnya ia hanya ingin membeli air mineral dan tangannya malah meraih es krim juga.

Sebelum mengambil alih es krim itu dari tangan Dean, Kinan melihat netra abu-abu gelap milik Dean di depannya itu sebentar. "Wah, ada apa nih Kak Dean ngasih Kinan es krim? Makasih ya, Kak Dean." Kinan meletakkan paper bag di tengah-tengah dirinya dengan Dean dan membuka pembungkus es krim cone itu. Hari ini kebahagiaan Kinan bertambah satu.

"Ngeliat es krim jadi inget sama lo, Nan. Terus gue mau beliin lo aja." Itu jawaban terjujur yang bisa begitu lancarnya Dean keluarkan dari mulutnya. Langsung. Lalu, Dean berdeham dan melihat pohon-pohon tinggi di sebelahnya yang daunnnya jatuh ke sampingnya itu.

"Kalo Kinan inget apa ya, jadi inget Kak Dean? Sebentar ya, Kinan pikir-pikir dulu."

Dari sudut matanya, Dean melihat Kinan sedang meletakkan jari telunjuknya itu ke dagunya. Layaknya seorang yang memang sedang berpikir. Dean harap ada satu hal yang bisa mengingatkan Kinan padanya. Merasa gemas, Dean menarik ujung rambut Kinan. "Lama, Nan. Nanti kalo udah tau. Bilang gue, oke?"

Seperti tersihir oleh tatapan Dean di depannya, Kinan mengangguk kaku. "Oke," jawabnya pelan.

Kinan hampir saja lupa mengapa Kinan harus menemui Dean. Mengapa Kinan membawa paper bag itu bersamanya. Dan Kinan pun tahu penyebabnya pasti karena tatapan Dean itu. Anehnya, sebuah tatapan mampu membuat Kinan menjadi seperti sekarang. Jika Kinan mencoba menjatuhkan dirinya ke dalam sana, apa Kinan masih bisa keluar?

"Kinan, lo ngelamun."

Suara Dean yang menginterupsi pikirannya itu, terdengar di telinga Kinan. Kinan langsung saja mengerjap. "Gara-gara Kak Dean sih."

"Kok gara-gara gue?" Kedua alis Dean bertaut.

"Ya emang karena siapa lagi? Oh ya, nih jaketnya Kak Dean. Kinan udah cuci kok." Dengan tangan kanannya, Kinan meraih lagi paper bag yang tadi ia bawa dari rumahnya dan memberikannya kepada Dean. Isinya memang hoodie hitam Dean yang tertinggal di rumah Kinan yang Kinan temukan di kursi meja makan.

Itu salah satu hal mengapa Ayah Kinan mengetahui jika Dean ke rumahnya. Dan hal-hal lainnya, karena Kinan menceritakan seniornya itu pada Ayahnya sepanjang makan malam.

"Gue mau nemuin lo bukan mau ngambil jaket gue yang ketinggalan, Nan." Dean justru langsung meletakkan kembali paper bag itu ke tempat asal.

"Jangan bilang Kak Dean cuma mau ngasih Kinan es krim ya!" Kinan melihat es krim di tangannya sebentar lalu melihat ke arah Dean lagi yang masih saja memperhatikan dirinya. Kinan bukan seseorang yang bisa begitu lama menatap mata lawan bicaranya, apalagi Dean. Maka, demi menutupi kegugupannya itu, Kinan mengalihkan pandangannya ke arah es krim yang sudah hampir habis.

"Iya, emang kenapa?"

Seketika itu juga Kinan langsung mengigit bibir bawahnya. Rasa stoberi dari es krim itu masih terasa. "Eh? Enggak kenapa-kenapa kok. Kinan jadi seneng." Dan terlihatnya senyum Kinan itu.

"Jadi, udah tau tujuan gue nemuin lo?"

"Apa?"

Dean membasahi bibir atasnya yang terasa kering. "Jawabannya ada diomongan lo tadi. Lo pasti inget kan? Kan Kinan gampang inget sesuatu."

Untuk kali ini dan untuk tatapan Dean di depannya, Kinan seakan lupa apa yang ingin Dean beritahukan padanya.

Kak Dean, ngomong langsung aja bisa gak?

Mau nanyaa dund para readers. Udah dipart segini, karakter siapa yang kamu suka?

Dean?

Sean?

Kinan?

Abby?

Rama?

Semoga sukaa yaa sama part ini juga🙈🙈

Udah mulai aku buka deh tuh pelan2 kode di cerita ini. Semoga ngerasa(?) wkwkwk

Makasih banyak yaa yang udah vote dan komen<3

Penyemangat aku banget tuh buat terus lanjut Lines ahiw

[ Rama ]

[ Abby ]

Sparkel✨✨

Part ini sudah aku revisi..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro