Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

she'll be the one

Bagian 49 |
she'll be the one i can't let go

Vote dan komen dong gais biar aku semangat ngelanjutinnya ehe✨✨

Tengkyuu
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

"Dari satu sampe sepuluh, berapa tingkat kekesalan Kak Dean sekarang?"

Kinan mengamati Dean di sebelahnya yang menatap ke depan sana dengan pandangan menerawang. Kinan tahu di jam sepuluh malam ini seharusnya Kinan pulang bukannya malah di Chloe's dengan Dean di sampingnya. Tetapi, pasti Ayahnya akan memaklumi. Ini Dean yang sedang Kinan temui bukan orang lain.. ya, 'kan?

Punggung tangan Kinan mulai menyentuh sisi wajah Dean yang terasa begitu dingin. Mencoba untuk mengembalikan Dean ke tempatnya.

"Dua."

Akhirnya Kinan bisa mendengar suara Dean sekarang. Dan saat Dean menoleh ke arahnya, Kinan menjauhkan tangannya juga. Diselipkannya senyum tipis. "Kalo, mm... sedih?" tanya Kinan lagi. Lebih hati-hati.

Diberi pertanyaan seperti itu, butuh waktu agak lama untuk Dean menjawab. Masih belum ingin mengalihkan pandangannya dari netra cokelat Kinan, Dean akhirnya berkata, "Sembilan."

Kepala Kinan manggut-manggut. Kinan menggigit bibir bawahnya entah harus melakukan apa. Kak Dean pasti lagi bener-bener sedih banget. Kinan melirik ke arah Dean lagi yang sepertinya tidak akan mengeluarkan suaranya. Maka, Kinan dengan kedua tangannya memegang bahu Dean dan mengarahkannya pada Kinan. "Kalo Kinan lagi sedih Kinan selalu—"

"Gue boleh meluk lo, Nan?"

Kinan langsung diam. Memangnya apa yang Kinan harapkan keluar dari mulut Dean selain itu? Selain Dean sedang membutuhkan sandaran? Selain Dean sedang menginginkan seseorang di sampingnya?

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, tangan Kinan terulur. Menarik Dean mendekat ke arahnya. Kinan sudah menobatkan dirinya sebagai seseorang yang paling egois di dunia ini.

Kenapa tidak dari awal terlintas di pikiran Kinan bahwa bersama dengan Dean, apa-apa yang Kinan khawatirkan menguap begitu saja. Semua yang Kinan takutkan perlahan-lahan hilang. Segala sesuatu akan menjadi terasa mudah. Namun, Kinan justru menolaknya.

"Kak Dean," panggil Kinan pelan.

"Ya?" balas Dean tak kalah pelannya.

Kinan menarik kedua sudutnya perlahan. "Ayah kangen Kak Dean tau."

"Oh ya?"

"Iya, ih!" Kinan merasakan Dean mulai menjauh dari dirinya. Kinan menyandarkan sisi wajahnya pada sandaran kursi, Dean juga. Memandang satu sama lain dengan tangan Dean yang sudah berada di bawah pipi Kinan. Mengusapnya perlahan.

Netra abu-abu gelap milik Dean bertemu dengan mata Kinan dan Dean melihat Kinan tersenyum. "Kalo lo gimana?" tanya Dean kemudian.

Kinan tampak berpikir. "Kalo Kinan... enggak." Kepalanya menggeleng pelan, senyumannya belum juga hilang.

Dean tidak mengatakan apa-apa. Hanya memerhatikan Kinan lurus-lurus. Masih belum yakin dengan jawaban gadis itu.

Seakan tahu, Kinan melanjutkan, "Kan Kinan sering ketemu sama Kak Dean, jadi Kinan gak kangen." Kepalanya menggeleng lagi.

"Gitu ya?"

Kinan memperlebar senyumannya. "Yep. Kak Dean—ish, geli!" Tangan Dean yang berada di bawah pipinya bergerak. Mengusap garis rahangnya. Kinan menepuk bahu Dean dengan tenaga yang tidak seberapa.

Dean meletakkan tangannya di pipi Kinan agar Kinan tidak terlalu sakit bersandar pada sandaran kursi yang Kinan duduki itu. "Tadi lo mau ngomong apa?"

"Sini, Kinan bisikin."

Saat Kinan mulai bergerak untuk mendekat ke arah telinganya, Dean melingkarkan tangan kirinya pada pinggang Kinan. Takut Kinan terjatuh atau apa dengan gerakan gadis itu yang tiba-tiba. Lalu, Dean mendengar Kinan berbisik, "Kinan sama Pororo sama Ayah sayang Kak Dean. Jangan sedih lagi ya!" Ucapan Kinan selalu terdengar begitu pure. Tidak dibuat-buat.

"Sayang?" Dean dengan tak kalah berbisiknya, mengatakan itu. Mempererat tangannya pada pinggang Kinan.

Kinan menahan napasnya sebentar dan menjauhkan tubuhnya dari Dean. Kembali pada posisi semula. Menyandarkan sisi wajahnya pada sandaran kursi. "Ya?" jawab Kinan. Mengangguk.

Dean dengan pelan berujar, "Kalo gue beneran sayang sama lo, Nan."

Mendengar itu, Kinan mengerjapkan matanya. Melihat ke arah lain selain mata Dean di depannya. Kinan menghela napas pelan. "Kak Mikayla, dia cantik. Terus juga—"

"Gue gak mau ngomongin dia, Kinan." Dengan dinginnya Dean memotong ucapan Kinan itu.

Kinan beralih lagi melihat ke arah Dean yang tahu-tahu sudah mengencangkan rahangnya. Salahkan Kinan memang yang tidak pas untuk membahas mantan Dean itu. Tetapi padahal tadi niat Kinan baik kok. "Yaudah, jangan marah." Kinan menarik ujung kaus yang Dean kenakan.

"Lo pikir gue marah?"

Tangan Kinan meremas ujung kaus Dean itu. "Tuh, mukanya gak Dean gak ngenakkin banget."

"Ayo, gue anter lo pulang." Dean langsung bangkit.

Kinan diam sambil menggigit bibir bawahnya. Dean ingin pulang tetapi keadaan hatinya sedang buruk? Kinan tidak akan biarkan.

"Kinan." Dean mengulurkan tangannya kali ini.

Tetap pada posisinya, Kinan tidak berkutik sama sekali.

Dean mengambil jaketnya terlebih dahulu. "Makan donat green tea sebelum pulang, mau?"

Nah gitu kek!

"Mau."

...

Kinan mengamati Dean yang sedang berada di depan pintu mobilnya. Menelpon dengan seseorang sambil merokok, sesekali melihat ke arah Kinan. Kinan sendiri sedang memakan donat green tea-nya. Duduk di bangku panjang dekat minimarket kompleksnya itu.

Dean melihat ke arahnya lagi, Kinan menampilkan senyumannya.

"Kamu udah maafin Dean ya?" Mikayla melirik ke arah Kinan yang sekarang sedang berada di sampingnya. Mikayla sedang mengemudi. Mengikuti mobil Dean di depannya yang menuju ke arah Chloe's.

Kinan yang menginginkan ke sana. Ingin makan waffle kesukaannya dengan es krim stoberi. Tadinya Kinan ingin ikut bersama Dean, tetapi Mikayla langsung mengatakan bahwa ada yang ingin ia bicarakan dengan Kinan. Dean menolak, Mikayla memaksa, Kinan mau tidak mau menurut. Dan di sini lah Kinan sekarang; duduk bersebelahan dengan Mikayla dengan tangan yang bergetar.

"Ap-- apa, Kak?" Suara Kinan serak. Matanya juga sudah memerah.

"Kamu udah maafin Dean?" Mikayla mengulang pertanyaan yang sama.

Kinan mengernyit. "Maafin Kak Dean karena apa?" tanyanya bingung. Kinan tidak mengalihkan pandangannya ke mana-mana selain samping wajah Mikayla yang tertutupi rambut brunette-nya itu.

Entah karena apa, Mikayla memandang ke arah Kinan tidak percaya. "Ah, aku udah duga dia belum cerita sama kamu. Duh, aku tarik omongan aku tadi. Oh ya, udah lama ya kamu pacaran sama Dean?" Dipaksakannya senyum itu terlihat.

Apa Mikayla mengira dengan mengubah topik pembicaraan baru, Kinan akan lupa begitu saja? Kinan mengerjapkan matanya berkali-kali. Senyum tipisnya terlihat. "Kinan gak.. pacaran kok sama Kak Dean. Jadi, Kak Mikayla tenang aja."

Kepala Mikayla menggeleng. Senyumannya masih tercetak jelas di wajahnya. "Gimana aku bisa tenang sih, Nan? Dean gak akan mau juga balikan sama aku. Dia udah bener-bener suka sama kamu. Dia bilang itu, 'kan?"

Kinan membenarkan dalam hati. Dan memilih untuk tidak menyahuti perkataan Mikayla yang satu itu. Kinan ingin keluar dari mobil ini sekarang juga. Kinan mencoba untuk memikirkan segala sesuatu yang membuatnya senang. Oke, dimulai dari Ayahnya dan Oma Shellyn. Kinan menggenggam tangannya kuat-kuat.

"Kinan, kamu jangan salah paham. Aku gak bermaksud—"

Kinan menggelengkan kepalanya cepat-cepat. "Kinan nggak kenapa-kenapa kok, Kak. Kinan cuma bingung aja apa cerita Kak Dean? Mm.. Kinan boleh denger dari Kak Mikayla aja?"

Mikayla kali ini melirik ke arah Kinan sekilas. Bagaimana bisa Dean menyukai Kinan? "Sori. Aku juga gak bisa cerita sama kamu kalo Dean belum ngomong duluan. Yang kayak aku bilang, aku takut kamu salah paham.

"Dan alasan aku buat nemuin kamu sama Dean di sana, supaya Dean mau jujur sama cewek yang dia suka. Dean itu emang gak gampang, Nan buat terbuka sama orang. Sama aku contohnya. Jadi, sekali aja aku mau dia gak ngerahasiain apa-apa dari kamu. Biar kamu kenal Dean juga."

Bohong.

Kinan merasakan tarikan pada ujung rambutnya. Membuat Kinan terlonjak kaget. Kinan melihat Dean sudah berada di sampingnya sekarang. "Kak Dean, kalo donat Kinan jatoh gimana?!"

"Kinan, lo kenapa?" Dean bingung tentu saja karena sekarang Kinan mengeluarkan air matanya.

"Kinan takut donat Kinan jatoh tadi, Kak Dean." Bukan. Tentu saja bukan karena masalah sepele itu. Kinan kenapa tidak bisa menjadi seseorang yang dapat menahan air matanya sih?

"Nanti gue beliin lagi kalo jatoh. Udah gak usah nangis. Sori ya, udah ngagetin lo. Jangan ngelamun makanya."

Kinan mengusap kasar wajahnya itu. "Ish! Lagian ngobrol sama siapa sih lama banget? Ninggalin Kinan sendirian di sini. Emangnya Kinan harus ngapain lagi selain bengong. Kalo bisa tadi Kinan—"

"Makin cerewet ya lo." Dean dengan santainya meletakkan kepalanya di atas paha Kinan. Melihat langit malam yang tertutupi oleh dedauan di atas sana. Lalu, melihat ke arah Kinan yang sudah lebih dulu memandangnya.

"Tadi nyokap gue yang nelpon, Nan. Pasti Mikayla yang ngasih tau. Nyokap gue jadi kepo sama lo."

Kinan meletakkan tangannya yang sedang memegang donat itu ke atas dada Dean. Cemberut juga. "Mamahnya Kak Dean ada di sini?"

Kepala Dean mengangguk. Hanya itu. Tidak mengatakan apa-apa lagi:

"Gak boleh." Kinan menggelengkan kepalanya dua kali ketika dirasakannya tangan Dean sudah berada di tengkuknya. Menarik Kinan agar mendekat.

Dean manggut-manggut. "Iya, gue tau."

Oke, Kinan harus bisa menahan. "Kak Dean, gak boleh."

"Cuma kayak gini. Janji." Hanya menatap mata Kinan dari jarak yang sangat dekat ini. Jika salah satu dari mereka bergerak bisa dipastikan tidak akan lagi ada jarak.

Kinan sedang menantang tatapan Dean itu. Mata Dean terlalu bagus untuk tidak Kinan pandangi. "Jangan sedih lagi."

"Iya. Gue udah seneng sekarang."

"Berapa tingkat kesenengan, Kak Dean?"

"Sepuluh, Kinan."

...

"Daaah?"

Kinan melambaikan tangannya pada Dean yang masih berada di dalam mobil. Dirinya sudah berada di depan gerbang rumahnya. Kinan belum juga ingin beranjak, begitupun dengan Dean sendiri.

"Besok lo pergi sama Ayah lo ya?"

Ditanya seperti itu, Kinan mengangkat kedua bahunya. Dirinya memang tidak tahu. Apa yang ia akan lakukan di hari Sabtu besok. "Kalo iya, nanti Kinan kabarin."

"Oke. Gue balik sekarang ya." Dean memakai seatbelt-nya. Melempar ponselnya juga ke kursi penumpang.

"Hati-hati. Line Kinan kalo udah pulang?"

Dean mengangguk. "Salam buat Om Adam."

"Oke."

"Salam buat Pororo juga."

Kinan tertawa kali ini. "Yep! Sana pulang."

Dean diam beberapa saat. "Kinan, maaf ya."

Dan tawa Kinan perlahan-lahan hilang. Tidak pernah Kinan merasakan degupan jantungnya terasa begitu cepat hanya karena seseorang mengatakan maaf padanya, dan itu Dean. Seseorang berkata maaf tentu saja pernah melakukan kesalahan, 'kan? Kinan menahan napasnya sebentar. Dan memilih untuk menganggukkan kepalanya. Membuka pintu gerbang dengan kedua tangan yang bergetar.

Tanpa ingin mendengar alasan mengapa Dean mengatakan itu. Karena Kinan takut itu sesuatu yang akan menyakitinya. Dan... itu sudah pasti, 'kan?

Mungkin sebentar lagi air matanya akan jatuh.

Seharusnya Kinan tahu dari awal, Kinan tidak perlu sedekat ini dengan Dean.

Gio, maaf ya.

Lines edisi maaf-maafan hm

Gimana sama part ini gais?

Sukaaa tidakk?

Sebenernya Dean ngelakuin apa ya? Ada yang tau?;(

Sebenernya juga Kinan sukanya sama Dean apa sama Gio ya? Hm hm

Kok jadi banyak yang berpaling dari Dean ke Gio sih. Kenapa deh? Wkwkw

Next part full Kinan-Gio yaw🙈🙈🙈

Siap-siap :))

SORI TYPO

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro