Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

roses

Bagian 19 |
but I got you this rose, and I need to know
will you let it die or let it grow?

Niatnya mau up malming karena ada 'halangan' jadi up sekarang hiks.

Enjoy gais. Vote dan komen jangan lupa✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

Kinan cepat-cepat melangkahkan kaki menuju ke arah pintu utama rumahnya saat mendengar bel berbunyi di jam tujuh pagi ini. Dengan masih mengenakan piyama dan nyawa yang belum juga terkumpul Kinan membuka pintu di depannya lebar-lebar dan terlihatlah Dean di sana. Sudah rapi, sudah kelihatan menarik perhatian juga walau hanya mengenakan kaus hitam dengan jins berwarna senada. Kinan mengusap kedua matanya berkali-kali dan tarikan di ujung rambutnya membuat Kinan mendongak ke arah Dean.

"Cepetan mandi sana." Suara Dean terdengar.

Tangan Kinan menarik lengan Dean untuk masuk ke dalam rumahnya dan menutup lagi pintu di depannya itu. "Kok Kak Dean udah di sini sih? Janjinya kan jam sepuluh." Mengabaikan ucapan Dean tadi, Kinan memberikan Dean pertanyaan baru. Tangannya belum juga Kinan lepaskan dari lengan Dean. Kinan masih ingat perkataan Dean yang akan mengajak Kinan pergi di hari Sabtu.

Dean mulai mengikuti langkah kaki Kinan di depannya. "Gue berubah pikiran. Lo gak ngecek hape?"

Kepala Kinan menengok ke arah Dean sebentar lalu, kembali menaiki satu per satu anak tangga untuk menuju ke kamarnya. "Kinan baru bangun."

Iya, terlihat juga dari penampilan Kinan saat ini. Menyadari sesuatu, Dean berdeham pelan. "Kinan," panggilnya. Kinan menoleh lagi. "Gue tunggu lo di bawah aja ya? Lo mau mandi, kan?" Alis Dean terangkat sebelah, memastikan.

Kinan memerhatikan wajah Dean di depannya dan tangannya yang berada di lengan laki-laki itu secara bergantian. "Ah iya, Kinan mau mandi dulu. Kak Dean, tungguin Kinan ya. Nanti Kinan bikinin scrambled egg buat Kak Dean." Setelah mengatakan itu dan memperlihatkan senyumannya, Kinan akhirnya melepaskan tangannya dari lengan Dean. Sebenarnya Kinan baru sadar untuk apa juga Kinan mengajak Dean ke dalam kamarnya. Hm.

"Oke." Dean melihat kini Kinan berjalan lagi, sedangkan Dean sendiri mulai menuruni anak tangga. Untuk hari ini—pergi berdua dengan Kinan, Dean sudah membayangkan segala hal menyenangkan dari semalam. Merangkai bayangan-bayangan di otaknya saat bersama gadis lucu itu.

Sayangnya Kinan tidak diperbolehkan untuk pergi terlalu jauh dari rumahnya, itu kata Adam ketika Dean meminta izin lewat telpon—Adam belum juga pulang—untuk membawa putrinya itu pergi. Dan Dean tidak bertanya lebih lanjut, langsung mengiyakan. Anna bakalan aman, Om.

Dengan jari telunjuknya, Dean mulai mengelus tempurung Pororo yang sudah Dean beri makan terlebih dahulu. Lalu, pandangannya mengarah pada pigura besar di depannya. Kinan kecil sedang tersenyum lebar di antara Oma Shellyn dan Adam. Dean mengamati foto itu lama, hingga sentuhan tangan dingin Dean rasakan di lengannya. Dean langsung saja menoleh ke samping. Di dekatnya, kini Kinan sudah terlihat rapi dengan kaus pink yang dimasukkan ke dalam rok ketat hitam di atas lutut. Aroma manis juga sudah menguar di indra penciuman Dean. Entah sejak kapan, Dean suka itu.

"Pororo dikasih makan Kak Dean sama Ayah mau, giliran sama Kinan enggak." Kinan membungkukkan tubuhnya. Memerhatikan kura-kura miliknya itu sedang diam melihat ke arah Kinan juga. Kinan memperlihatkan ekspresi cemberutnya.

Dean membungkukkan tubuhnya mengikuti Kinan. Bedanya Dean mengamati gadis itu dari samping. Ingin sekali menyelipkan helaian rambut Kinan ke belakang telinga gadis itu agar Dean dapat melihat wajah Kinan lebih jelas. "Gue yang rawat aja ya Pororonya?" Itu hanya candaan.

Dengan mata yang belum beralih ke mana-mana selain Pororo di dalam akuarium, Kinan menjawab, "Nanti kalo Kinan kangen sama Pororo gimana?"

"Lo temuin gue lah."

Mendengar itu, Kinan langsung menggerakkan kepalanya untuk menghadap ke arah Dean. "Gitu ya?" tanyanya.

"Iya."

Kinan menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Yaudah deh, Kak Dean aja yang rawat Pororonya." Secepat itu pula Kinan mengambil keputusan.

"Biar apa?"

"Biar Kinan bisa ketemu Kak Dean juga kalo kangen." Setelah mengatakan itu, Kinan menggigit bibir bawahnya dan melihat ke arah Pororo lagi.

"Gak kangen juga temuin gue terus lah."

Kepala Kinan terlihat mengangguk. "Boleh."

Dean tidak menyahuti perkataan Kinan lagi dan menegakkan tubuhnya. Bersandar juga pada meja di belakangnya itu. Kinan sedang mengetukkan jari telunjuknya ke kaca akuarium berkali-kali. Dan terlihat kini Kinan mulai menegakkan tubuhnya juga. Berdiri di hadapan Dean persis. "Kak Dean, sarapan sekarang aja yuk!" Kinan tidak menunggu lagi respons dari Dean karena Kinan langsung menggapai lengan laki-laki itu dan mengajaknya untuk ke dapur.

"Kak Dean, duduk di sini. Kinan yang mau masak sekarang." Kinan menarik langkah menjauh dari Dean yang sudah duduk di depan meja bar. Membuka lemari pendingin dan mengambil beberapa butir telur dari sana.

Dean mengamati setiap pergerakkan Kinan yang anehnya tidak pernah terlihat membosankan. Bagaimana jika pemandangan seperti ini—Kinan yang berada di depannya sedang nemasak, Kinan yang sesekali melihat ke arahnya sambil tersenyum, bisa Dean lihat setiap hari? Karena tidak pernah ada di dalam hidup Dean, kecuali Abby yang kini semakin sibuk dengan pacarnya itu, diberikan seseorang yang tidak meminta apa-apa dari Dean. Tidak menuntut apa-apa dari Dean. Yang selalu punya cara tersendiri untuk membuat Dean ingin terus-terusan berada di dekatnya. Ya, hanya Kinan.

Sialnya hanya Kinan.

Entah sejak kapan, fokus Dean kini hanya tertuju pada Kinan. Ingin menjaga gadis itu. Ingin memiliki gadis itu. Ingin mengetahui semua yang Kinan rasakan, yang Kinan alami. Tidak ingin ada orang lain juga yang mendekati gadis itu, menyakiti gadis itu.

Menyakiti Kinan. Dean tersenyum kecut. Bagaimana Dean melindungi Kinan dari seseorang yang begitu jahatnya? Dean harap Kinan tahu bahwa Dean sedang berusaha untuk membuat Kinan jangan sampai terluka.

"Udah jadi deh!"

Suara Kinan menginterupsi lamunan Dean itu. Dean melihat sudah ada scrambled egg di piring putih di depannya. Kinan juga sudah duduk di sampingnya. "Makasih, Kinan."

Kinan mengangguk tidak lupa dengan senyumannya. Lalu Kinan menunduk, membaca doa. Dean memerhatikannya. Mengikuti Kinan.

"Semoga Kak Dean suka."

"Iya, gue udah suka duluan." Sama lo juga, lanjut Dean dalam hati. Dan Dean menghentikan pergerakkannya saat ingin mengambil gelas di depannya itu, karena kini ada yang lebih menarik perhatiannya. Leher Kinan. "Kenapa tuh, Nan? Gak mungkin kena jendela atau pintu, kan?"

Kinan menolehkan kepalanya ke arah Dean yang terlihat sedang mengamati lehernya itu. Kinan menutupi lehernya yang keunguan dengan cepat. Beruntungnya itu sudah tidak sakit. "Ini Kinan abis—" Kinan menggantungkan ucapannya ketika Dean menyingkirkan tangannya dari sana yang sekarang digantikan tangan Dean sendiri yang mengusap lehernya. Kinan menutup matanya sebentar.

"Jangan ngelakuin hal ekstrim lagi ya, Nan. Lo bisa janji sama gue?" Masih dengan mengusap leher Kinan, Dean berkata seperti itu.

Kinan menganggukkan kepalanya perlahan dan yang Kinan tahu Dean menundukkan kepalanya. Kinan dapat merasakan kecupan lembutnya di sana.

...

332. Gak ada perubahan.
Read. 11.08 am.

Dean mengembuskan napas beratnya setelah membaca pesan singkat di ponselnya itu. Sudah ada Kinan di sampingnya. Seharusnya Dean tidak boleh seperti ini. Dan Dean memutuskan untuk tidak lagi peduli atau akan menunggu pesan singkat selanjutnya dari temannya itu. Jika Dean benar-benar ingin Kinan bersamanya, tidak boleh ada orang lain kan? Jadi, Dean langsung menghapus kontak itu dari ponselnya dan bertekad untuk tidak lagi mengurusi semua yang telah membebaninya. Tidak akan lagi.

"Lo mau ikut gue masuk atau di dalem mobil aja?" Seraya menunggu jawaban Kinan, Dean melepaskan seatbelt dan bersiap untuk membuka pintu mobil.

"Kinan mau ikut Kak Dean." Kinan yang lebih dulu membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Berjalan mendekat ke arah Dean dan menarik ujung jaket Dean. Tidak pernah Kinan duga, Dean melepaskan tangan Kinan dari jaketnya dan memilih untuk menggenggam tangan Kinan erat. Kinan melihat wajah Dean dan beralih melihat genggaman tangannya itu.

Dean membuka pintu minimarket di depannya sekarang. "Beli makanan dulu ya, biar lo gak bosen di jalan."

Sebenarnya walaupun tidak ada snack untuk menemani Kinan selama di perjalanan, kehadiran Dean juga sudah cukup. Tetapi, Kinan juga menganggukkan kepalanya. "Kinan mau ciki yang itu!" Kinan menunjuk snack berwarna hijau yang berukuran besar.

Dean langsung meraih snack yang Kinan inginkan. Kinan berjalan ke arah rak paling depan dan mengambil satu bungkus kuaci rasa green tea. Mengambil permen karet juga.

"Udah itu aja?" Dean bertanya memastikan. Di tangannya kini sudah ada beberapa air mineral juga.

Kinan lagi-lagi menganggukkan kepalanya. "Kata Ayah Kinan jangan banyak-banyak beli makanannya. Nanti gak abis. Mubazir deh."

Mendengar itu, Dean membawa tangannya ke atas kepala Kinan dan mengusak rambut Kinan hingga rambut gadis itu berantakkan. "Pinter lagi." Lalu, meletakkan semua makanan dan minumannya di meja kasir.

Kinan memberenggut. Rambutnya berantakkan. Padahal Kinan membutuhkan waktu lama untuk mengurusi rambutnya itu.

"Kak Dean, jangan main rahasia-rahasian dong sama Kinan. Sekarang kita mau ke mana?" Kinan membuka suaranya lagi. Saat ini mereka sudah berada di dalam mobil dengan Dean yang sedang fokus mengemudi.

"Ganti dong pertanyaannya." Dean malah menyahuti perkataan Kinan seperti itu.

Kepala Kinan menggeleng dua kali. "Kita lagi gak main tanya-jawab, Kak Dean. Jadi, kita mau ke mana? Kinan udah penasaran nih." Kinan memasukkan snack rasa rumput laut itu ke dalam mulutnya. Mengunyah perlahan-lahan juga seraya mengamati Dean. Entah sudah berapa kali Kinan mengatakan bahwa Kinan suka sekali melihat Dean yang sedang mengemudi di sampingnya. Kinan bisa melihatnya lama. Meskipun yang terlihat hanya sisi wajah Dean saja.

"Nanti juga lo tau. Gue juga mau dong."

Kinan mengerjap. "Mau apa?"

"Itu yang lagi lo makan."

"Nih." Kinan menyodorkan bungkus snack yang sedang ia makan itu.

Dean menoleh sebentar ke arah Kinan. "Tangan gue kotor, Nan."

Kinan terdiam sebentar. "Oh. Kinan ngerti! Nih pake tisu dulu bersihin tangan Kak Dean." Kinan mengulurkan tisu yang berada di dashboard ke arah Dean.

Melihat itu, Dean tidak bisa untuk tidak menarik ujung rambut Kinan dengan gemasnya. "Ribet. Pake tangan lo aja."

"Nih!" Kinan tanpa berpikir dua kali mendekatkan tangannya ke arah Dean dengan snack yang sudah ia pegang itu. Dean melihat mata Kinan sebentar sebelum akhirnya memasukkan snack rasa rumput laut yang sedang Kinan makan ke dalam mulutnya. Kinan menarik tangannya kembali. "Kenapa gak ngomong dari awal aja sih, Kak Dean mau Kinan suapin?!"

Ya, kali.

Dean tidak mengeluarkan suaranya lagi. Memilih untuk fokus juga mengemudikan mobilnya itu.

Kinan juga sama. Sibuk menghabiskan snack di tangannya. Tetapi, berdiam seperti ini membuat Kinan tidak nyaman. Kinan melihat ke arah Dean. "Kak Dean," panggil Kinan.

"Ya?"

"Kinan gak pernah liat tuh di sekolah Kak Dean sama cewek. Kak Dean udah punya pacar ya?" Kinan mengambil tisu basah dan membersihkan tangannya itu. Kinan sudah kenyang.

Dean lagi-lagi menoleh ke arah Kinan sebentar. "Ketauan lo, merhatiin gue."

"Enggak.. juga."

Terlihat Dean manggut-manggut. "Kalo gue udah punya cewek gak akan lah gue ngajak lo jalan kayak gini. Ngerti?"

"Iya, Kinan ngerti. Jadi, gak punya?" Kinan bertanya lagi.

"Iya, gak punya." Dean diam sebentar dan melanjutkan, "Lo punya gak?"

Diberi pertanyaan seperti itu, Kinan memperlihatkan senyumannya. "Menurut Kak Dean, gimana?" Kinan bertanya balik.

"Gue harap enggak."

"Kenapa?"

Dean berdeham pelan. "Bisa ganti pertanyaannya?"

Kinan menggeleng. "Ish! Kita lagi gak main tanya-jawab, Kak Dean."

"Yaudah gue gak mau jawab sekarang."

...

Kinan melihat dengan takjub pemandangan di depannya sekarang. Hamparan dari banyaknya bunga matahari. Kinan tidak pernah tahu ternyata ada tempat seperti ini. Kinan terkesiap saat tangan Dean menyentuh pergelangan tangannya dan menarik Kinan untuk mengikuti langkah kakinya. Jika Oma Shellyn masih ada dan Kinan mengajaknya ke tempat ini, pasti Oma Shellyn senang. Salah satu bunga yang menjadi favoritnya; bunga matahari.

Senyum di wajah Kinan terbit. Kinan memilih untuk memeluk leher Dean dari samping. Membisikkan betapa senangnya Kinan. Membisikkan rasa terima kasihnya juga berkali-kali.

"Duduk di samping gue sini." Dean menarik tangan Kinan yang tadinya masih berdiri dan memperhatikan pemandangan di depannya itu. Masih dengan senyumannya yang secerah bunga matahari.

Kinan ikut duduk di blanket yang Dean bawa.

"Dulu pas gue masih kecil nih tempat semuanya itu bunga matahari, sekarang udah digantiin sama gedung-gedung itu." Telunjuk Dean mengarah pada gedung pencakat langit di depan sana. Kedua matanya terlihat menerawang. Dean tahu tempat ini dari Ibunya yang sering mengajak Dean ke sini setiap weekend. Lalu, memakan masakan Ibunya. Bercerita tentang mimpi-mimpi Dean. Bercerita tentang banyak hal.

Dan Dean ingin berbagi semua itu dengan Kinan kini. Pertama kalinya juga Dean membawa seseorang bersamanya ke tempat kesukaan Ibunya. Dan Dean... tentu saja senang.

Kinan memeluk lututnya dengan kedua tangannya itu dan menoleh ke arah Dean di sampingnya. Senyumannya juga belum hilang. "Kak Dean, ke sini seringnya sama siapa emangnya?"

Dean melihat ke arah Kinan juga. Meletakkan sisi wajahnya di lututnya. "Nyokap gue," jawabnya. Lalu, terlihat Kinan menganggukkan kepalanya mengerti. Dean memilih membungkam mulutnya dan meneliti baik-baik Kinan di sampingnya itu. Kinan dan senyumannya yang tidak pernah tidak terlihat di wajahnya. Dean selalu ingin melihat itu. Melihat Kinan selalu tersenyum.

Kinan masih melihat betapa kagumnya ia dengan pemandangannya di depannya, sedang Dean tidak mengalihkan pandangannya ke mana-mana selain Kinan.

Angin di sekitar sini memang berembus agak kencang. Terlihat Kinan berkali-kali menyingkirkan helaian rambutnya dari wajahnya itu. Dean mengubah posisinya sekarang. Duduk di belakang Kinan. Dan Kinan merasakan tangan Dean merapikan rambutnya. "Sini, gue kuncirin rambut lo," ujar Dean dan Kinan memberikan ikat rambut berwarna hitam yang Kinan jadikan gelang itu kepada Dean.

Kinan menarik satu garis tipis di bibirnya. Masih merasakan tangan Dean di rambutnya itu. Sesekali menyentuh lehernya juga. Kinan ingin mengatakan sesuatu yang mendesaknya kepada Dean sekarang, tetapi Kinan urungkan itu. Kinan memilih menggigit bibir bawahnya.

Dean sudah selesai mengikat rambut panjang Kinan. Dan Dean memeluk leher gadis itu dari belakang, menempelkan sisi wajahnya pada wajah Kinan juga. "Kinan, lo seneng?" bisiknya.

"Banget!" jawab Kinan disertai anggukkan kepalanya.

Dean mulai memejamkan matanya perlahan. Menghirup dalam-dalam wangi Kinan. "Gue seneng kalo lo seneng, Nan." Dean belum pernah lagi merasakan perasaan nyaman seperti di dekat Kinan sekarang. Rasanya Dean tidak ingin melepaskan pelukannya juga.

Tangan Kinan mengusap lengan Dean di lehernya itu. Dan Kinan harus menahan napasnya saat Dean menenggelamkan wajahnya itu di lehernya. Merasakan hangat napas Dean juga di sana dan kecupan lembutnya berkali-kali. Kinan mengeratkan tangannya pada lengan Dean. "Kak Dean," panggil Kinan pelan.

"Apa?" Dean bertanya dengan tak kalah berbisik, masih melakukan kegiatannya itu.

Kinan seakan lupa apa yang akan ia keluarkan dari mulutnya. Sentuhan-sentuhan lembut Dean lah penyebabnya. Kinan memilih diam dengan degupan jantungnya yang berdetak dua kali lebih cepat. Dan merasakan lagi bibir Dean di lehernya.

"Mau bawa pulang bunga mataharinya?" Dean yang kali ini bertanya. Dengan hidung yang masih menempel pada kulit leher Kinan, Dean bergerak menuju ke belakang telinga gadis itu. Memberikan kecupan lembutnya di sana.

"Mau."

Lalu, bergerak lagi untuk memberikan kecupan lembutnya di pipi Kinan. Kemudian, ke ujung bibir gadis itu. "Mau ke sini lagi bareng sama gue?"

"Mau." Setelah mengatakan itu, Kinan menggerakkan tubuhnya menghadap ke arah Dean. Sekarang mereka duduk berhadap-hadapan. Kemudian, Kinan menatap mata Dean di hadapannya lekat-lekat. Dan lagi-lagi Kinan memejamkan matanya saat merasakan sentuhan tangan Dean di lehernya, menuntut Kinan untuk mendekat ke arahnya. Hingga napas Dean menerpa halus wajahnya lagi.

Dean memerhatikan Kinan di depannya sebentar lalu, ikut menutup kedua matanya. Dean memiringkan kepalanya juga dan pelan-pelan Dean dapat merasakan bibir manis Kinan di bibirnya. Dean memperlakukan Kinan selembut mungkin. Dan Dean merasakan Kinan membalasnya. Dean merasakan juga tangan Kinan yang meremas sisi kausnya itu.

Yang ada di pikiran Dean kini hanya ada nama Kinan di sana. Dean ingin Kinan tahu bahwa Dean benar-benar menginginkan Kinan. Menyalurkan semuanya yang Dean rasakan pada Kinan dari ciumannya itu.

Dan Dean yang pertama kali memutuskan untuk menjauh. Napas Kinan masih bisa Dean rasakan. Tangannya yang berada di leher Kinan, Dean usapkan lagi perlahan. Melihat Kinan yang belum ingin membuka kedua matanya, Dean mendekat lagi. Mencium bibir manis Kinan lagi. Kali ini Dean memperdalam ciumannya itu.

Lenguhan Kinan terdengar saat Dean menggigit bibir bawah gadis itu sebelum akhirnya benar-benar melepaskan pagutannya. Mengusap bibir Kinan yang basah dengan ibu jarinya, Dean menunggu Kinan untuk membuka kedua matanya. "Kinan," bisik Dean memanggil nama gadis itu.

Dari penglihatan Dean, perlahan-lahan terlihat Kinan membuka kedua matanya itu. Dean beralih mengusap sisi wajah Kinan. Memiringkan kepalanya lagi dan mencium pipi Kinan lembut. Dean menatap netra cokelat milik Kinan lurus-lurus. Dan mengatakan, "Mau jadi cewek gue?"

Akhirnya hm hm

Siapa yang nungguin Dean nembak Kinan? Lol

Coba tebak apa yang bakalan Kinan jawab wkwkwk

Siapa yang suka part ini?

Sengaja aku bikin part full Kinan-Dean biar ngefeel aja gitu. Ngefeel gak?

Kalo ada yang nungguin konlfik nanti ya gais :)

SATU KATA UNTUK PART INI?

Sori banyak typo, cyin.

Lanjut nih?

[ Kinan ]

[ Dean ]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro