Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

queen

Bagian 43 |
you treat me like I got nothing on you

Enjoy!

Vote dan komen ya ehe✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

"Kak Dean ikut ke Bandung, Yah?!" tanya Kinan saat melihat mobil hitam berhenti di depan pagar rumahnya dan terlihatlah si pemilik. Sore ini Dean berpenampilan lebih santai hanya dengan kaus hitam dan celana pendeknya. Tapi terlihat sebegitu menariknya.

Adam hanya menjawab, "Iya." Dan berjalan mendekat ke arah Dean. Membukakan pagar. Menyambut Dean dengan senyuman lebarnya. Memeluk laki-laki itu juga.

Kinan menggigit bibir bawahnya. Sudah begitu dekat antara Adam dan Dean. Kinan meringis.

"Kamu udah makan belum? Makan dulu ya. Om masak banyak nih." Seraya merangkul pundak Dean, Adam berkata seperti itu. Mereka berjalan ke dalam rumah bersisian.

Dean merapikan rambutnya terlebih dahulu. "Masak apa tuh, Om?"

"Ayo liat sendiri di dapur." Dan Adam melepaskan rangkulannya setelah itu. Menghampiri Kinan yang ternyata sudah duduk di depan meja bar dengan kedua tangan dilipat—menyangga kepalanya. Adam mengelus rambut panjang putrinya dengan senyumannya tentu saja.

"Anna, temenin Dean makan dulu ya. Ayah mau telpon Kang Aji sama Tante Kila juga, oke?"

Kepala Kinan mengangguk. "Mhm-mm."

Adam menoleh ke arah Dean kali ini. "Dean, kamu duduk di sini. Biar Anna yang siapin. Om tinggal dulu sebentar."

Kinan melihat Dean menganggukkan kepalanya dan Adam pergi meninggalkan mereka berdua. Dean menuruti pekataan Adam tadi untuk duduk di sebelahnya. Kinan mulai mengubah posisi kepalanya yang sekarang Kinan hadapkan ke arah Dean.

"Nih, buat lo." Dean yang paling pertama membuka suaranya. Mengeluarkan botol kecil berisi cairan warna merah dari saku celana. Mendekatkannya pada Kinan. Itu gelembung balon yang Kinan minta.

Kinan yang masih menyangga kepalanya dengan kedua lipatan tangannya pun menerima itu. Melihat ke arah botol kecil yang ia pegang dan melirik Dean secara bergantian. "Kinan minta ini udah dari kapan tau." Suaranya terdengar kecil.

Seraya mengeluarkan ponselnya juga, Dean menyahut, "Susah nyari begituan."

Mendengar itu, Kinan mengangkat kepalanya. "Kak Dean, yang nyari ini?" Kinan memegang kembali botol kecil itu. Memandang Dean dengan mata agak membulat.

"Enggak lah. Reksha yang nyari."

Kinan memutar kedua bola matanya dan bangkit dari bangku. Dengan tangan yang sibuk mengambil piring kosong di dalam rak, Kinan mengatakan, "Kak Dean, tolong bilangin Kak Reksha makasih udah nyariin Kinan ini."

Respons Dean hanyalah anggukkan kepala.

"Eh ya makasih juga, Kak Dean." Kinan berujar kembali dan menyelipkan senyumannya setelah mengatakan itu. Memindahkan Aglio olio dengan ikan tuna yang tadi Adam masak itu ke piring kosong.

Membalikkan tubuhnya dan Kinan berjalan mendekat lagi ke arah Dean. Meletakkan piring putih itu di hadapan Dean dan dirinya duduk kembali.

"Makasih, Kinan!"

Membalas perkataan Dean, Kinan hanya mengangguk. Lalu, Kinan menopang dagunya dengan kedua tangan di atas meja. Memerhatikan Dean yang mulai mencicipi masakan Ayahnya itu. Senyum Kinan perlahan terbit. "Kinan berhasil masak nasi goreng dong tadi pagi!" kata Kinan bangga.

Dean terlebih dahulu menoleh ke arah Kinan di sampingnya. "Mana? Masih ada gak nasi gorengnya?"

"Udah dingin. Terakhir dimakan Ayah terus Ayah bilang; Enak, kok. Gitu." Kinan terlihat bersemangat untuk bercerita.

"Tuh pinter," puji Dean.

Kinan malah mengernyit. "Pinter apa, Kak Dean?"

"Pinter udah bisa buat nasi goreng."

Kedua bola mata Kinan berputar lagi. "Yeeeh! Kinan udah bisa kok sebenernya bikin nasi goreng. Hari Senin Kinan masak yang laen yang lebih susah dari nasi goreng pokoknya. Biar Kak Dean tau aja."

"Lo mau masak apa?"

Ditanya seperti itu, Kinan diam beberapa saat. Bingung harus menjawab apa. "Mm.." Kinan masih berpikir. "Liat aja nanti," lanjutnya.

"Oke, gue tunggu hari Senin."

Duh! Padahal cuma asal ngomong aja tadi! batin Kinan. Kemudian, Kinan ingat sesuatu. Dirinya mengamati Dean lagi. "Kak Dean, ikut ke Bandung tapi kok gak kasih tau Kinan?" Setidaknya memberitahukan Kinan juga ya, kan?

"Ayah emang gak ngomong?"

"Enggak juga. Kinan kaget aja ternyata Kak Dean ikut. Emangnya Kak Dean-nya lagi gak sibuk?" Kinan bertanya lagi. Kinan sebenarnya tidak menginginkan juga keterpaksaan dari Dean karena permintaan Ayahnya itu. Dan sudah berkali-kali juga Kinan membahas ini.

Dengan kedua bahu terangkat, Dean menjawab, "Enggak juga."

"Beneran?" tanya Kinan meyakinkan.

Dean menghela napas pelan. Lalu, Dean membawa kedua tangannya ke bahu Kinan mengarahkan gadis itu untuk benar-benar menghadap ke arahnya. "Coba liat mata gue." Setelah mengatakan itu, Dean menjauhkan tangannya.

Kinan di hadapan Dean persis, menatap netra abu-abu gelap milik Dean. Sudah berapa lama Kinan tidak mengamati dalam-dalam netra milik Dean itu. Masih sama. Dengan begitu mudahnya menenggelamkan Kinan ke dalam sana. "Mata Kak Dean bagus." Refleks, Kinan berkata seperti itu.

Seperti pertama mereka bertemu.

Dean menggeleng pelan. Menarik ujung rambut Kinan. "Bukan itu."

Kinan mengerjap. Mengalihkan pandangannya pada bekas luka di dahi Dean. "Terus apa, Kak Dean?" Sebisa mungkin tidak memerhatikan mata di depannya lagi, meski sulit.

"Keliatan boong?"

"Kinan gak tau." Gantian, Kinan yang menggeleng.

Dean mendekat. "Enggak, Kinan. Gak pernah mau bohong juga sama lo."

...

"Kak Dean, gak nunggu lama, 'kan?"

Kinan menyandarkan punggungnya pada mobil. Sore ini, setelah mereka tiba di rumah Tante Kila. Kinan berpamitan untuk pergi ke makan Oma Shellyn. Berdua dengan Dean yang Kinan minta untuk menunggunya saja di depan.

Setelah itu barulah, mereka berdua pergi ke Villa milik Adam sendiri. Tempat keluarga mereka sering berkumpul, dulu. Dan di sini lah Kinan sekarang, menyandarkan punggungnya pada mobil Dean dengan Dean yang duduk di atas kap mobil. Kinan baru saja selesai membersihkan diri.

Tidak kunjung mendengar suara Dean, Kinan mendongak. Mata Dean memandang lurus-lurus ke depan sana yang ada hanya banyaknya pepohonan tinggi yang daunnnya bergerak karena ada angin yang menerpanya. Dean melamun. Kinan menarik ujung jaket yang Dean kenakan. "Kak Dean!" panggil Kinan agak kencang.

"Ya? Kenapa, Nan? Lo udah selesai?" Dean memberikan banyak pertanyaan untuk Kinan. Menunduk juga untuk melihat wajah Kinan yang terlihat bingung. "Sori-sori tadi gue ngelamun." Dan menjelaskan dan mengulurkan kedua tangannya pada Kinan, Kinan menerimanya. Dan ikut duduk di sebelah Dean sekarang.

"Hayooo Kak Dean lagi mikirin apa?" Senyuman Kinan terlihat kini.

Dean menggelengkan kepalanya. "Mau makan donat green tea lo sekarang?" Kardus oranye yang berada di pahanya itu, Dean berikan pada Kinan. Donat yang sebelumnya Dean beli setelah dari makam Oma Shellyn. Dean tahu Kinan meminta donat itu sudah lama dan Dean baru bisa memberikannya langsung pada Kinan di saat-saat seperti sekarang. Berdua dengan Kinan seperti saat ini.

Kinam menerima kardus itu dengan senyuman lebarnya.

Lalu, Dean mengamati Kinan yang sedang menikmati donat kesukaannya. Menggerakkan kedua kakinya juga dengan angin sore menjelang malam ini, menampar lembut wajahnya berkali-kali. Villa milik Adam memang dihadapkan langsung dengan pemandangan pepohonan tinggi itu. Dengan jalanan setapak juga yang terlihat begitu kecil dari atas sini.

"Gue jadi inget." Dean membuka suaranya lagi. Kemudian, Dean melihat Kinan perlahan menoleh ke arahnya juga.

"Inget apa tuh, Kak Dean?"

"Gelang yang lo pake. Pertama kali kita ketemu juga. Dari Oma lo, 'kan?"

Menjawab pertanyaan Dean, Kepala Kinan mengangguk pelan. Kinan menutup kardus donat di atas pahanya. Melirik ke arah Dean sebentar dan memilih melihat ke depannya sambil mengelus gelang perak di pergelangan tangan kirinya itu. "Mm.. Kinan dikasih ini pas banget beberapa jam setelahnya Oma dipanggil Tuhan." Tersenyum sedih, Kinan mengingat.

"Lo sayang banget ya sama Oma lo?"

Ditanya seperti itu Kinan semakin memperlihatkan senyumannya. Tetapi terlihat beda dari biasanya. Sebelum menjawab Kinan mengembuskan napas panjang. Sesak tiba-tiba saja sudah bergerumul di dadanya sekarang. "Kinan lebih sayang Oma dibanding sama Bunda Kinan sendiri, Kak Dean. Pas Oma pergi Kinan gak berhenti nangis di kamar sampe Ayah bingung harus ngapain lagi." Baru lah Kinan menoleh ke arah lawan bicaranya.

Ketika Dean melihat pancaran kesedihan di mata Kinan itu, Dean langsung saja menarik Kinan ke dalam dekapannya. Mati-matian, Dean menekan dalam-dalam yang sekarang seperti sedang memukul-mukul dadanya. Dan setidaknya memeluk Kinan membuat Kinan sedikit merasa lebih tenang. Dengan dagu yang Dean letakkan di puncak kepala Kinan itu dan memberikan kecupan lembutnya di sana Dean berujar pelan. "Sori udah ngingetin lo ya."

Dean merasakan kepala Kinan menggeleng sebelum akhirnya Kinan menjauh. Matanya terlihat memerah. "Nggak apa-apa kok, Kak Dean. Kinan udah biasa juga. Setiap malem malah Kinan inget Oma sama... Bunda. Oh ya, Kinan baru inget mau cerita ini ke Kak Dean." Secepat itu Kinan dengan gampangnya merubah semuanya.

Kinan baru mengingat bahwa tadi di perjalanan, Ayah menanyakan Kinan apakah Kinan sudah menceritakan tentang Tante Kila—yang rumahnya mereka datangi, ke Dean yang mengantarkan mereka berdua. "Itu... Tante Kila, yang cantik banget itu.. dulu istrinya Ayah. Mamah Kinan juga." Mulai Kinan. Punggung tangannya mengusap hidungnya yang terasa gatal.

"Nyokapnya Rama nyokap lo?" Dean bertanya, memastikan.

Kepala Kinan lantas mengangguk. "Dulu tapi. Kinan juga gak tau kenapa mereka pisah. Padahal Tante Kila baik banget. Kak Rama apalagi. Keluarga mereka sayang juga sama Kinan." Di akhir kalimat Kinan memelankan suaranya.

Dean manggut-manggut. Mungkin Kinan tidak melihat dari sisi yang berbeda. Terlalu fokus pada apa yang terpampang di depannya. "Siapa yang gak bisa sayang sama lo sih, Nan." Anehnya setelah mengatakan itu Dean mendapatkan pukulan dari tangan Kinan, dengan tenaga yang tidak seberapa itu.

"Kok gue dipukul?" tanya Dean, mengernyit.

Kepala Kinan justru menggeleng. "Nggak tau, Kinan mau pukul Kak Dean aja." Dan menggigit bibir bawahnya menahan senyum. Merasakan tarikan di ujung rambutnya setelah itu. Kinan memutar kedua bola matanya. Kemudian yang Kinan lakukan adalah membuka kotak kardus di atas pahanya lagi. Memakan donat rasa green tea-nya lagi. Melihat ke arah Dean yang sudah memerhatikannya lebih dulu.

"Mau?" Kinan menawarkan. Donat yang Kinan pegang, Kinan dekatkan pada Dean.

Dean malah menggenggam pergelangan tangan Kinan. Menjauhkannya sedikit. "Kebiasan lo makan donat kayak Pororo. Berantakkan."

Yang Kinan rasakan setelah itu, usapan ibu jari Dean di sudut bibirnya. Jika bisa Kinan ingin menyangkal segala yang Kinan rasakan saat bersama Dean. Sedekat ini dengan Dean. Dan tiupan yang menerpa matanya membuat Kinan mengerjap.

Mata Kinan seketika membulat. "Aduh! Kinan lupa bawa Pororo yang ada di deket tiang depan rumah."

...

Kinan : Gio, bawa Pororo dulu ya
ke rumah Gio. Kasian dia sendirian:(
Send. 07.05.

Kinan sudah mencoba beberapa kali menghubungi Gio tetapi tidak diterima oleh laki-laki itu. Entah Gio sedang melakukan apa atau Gio sedang berada di mana. Kinan tidak tahu.

Setelah makan malam bersama Adam dan Dean, Kinan langsung masuk ke dalam kamarnya. Kasian pokoknya Pororo jika Gio tidak membawa Pororo bersama Gio. Bagaimana jika Pororo ketakutan? Jika Pororo kelaparan? Jika Pororo kedinginan? Kinan cemberut memikirkan itu dan membuka pintu kamarnya. Mengeratkan scraf yang Kinan gunakan untuk menutupi pundaknya itu.

"Mau gue bilangin Reksha atau Angga biar ke rumah lo. Ngambil Pororo?" Suara Dean terdengar.

Kinan berjalan mendekat ke arahnya yang sedang duduk menghadap ke arah api unggun di tengah-tengah bangku panjang yang mengelilingi. Bayangan dari api yang bergerak karena angin malam yang kencang itu terlihat di wajah Dean. Kinan mengeratkan scraf-nya dan duduk di samping Seniornya itu. Duduk di halaman belakang berdua dengan Dean.

"Nggak usah, Kak Dean. Nanti ngerepotin Kak Reksha sama Kak Angga lagi." Kinan meletakkan ponsel di sampingnya dan memilih untuk membungkukkan tubuhnya. Mendekat ke arah api di depannya itu. Udara di atas sini memang benar-benar dingin.

"Boleh nggak?" Tiba-tiba Dean bertanya seperti itu, Kinan tentu saja bingung.

"Boleh apanya, Kak Dean?" Senyum tipis Kinan terlihat. Menunggu Dean menjelaskan ucapannya itu. Dan jawabannya adalah Dean meletakkan kepalanya di atas paha Kinan.

"Kinan kan belum jawab. Jawabannya gak boleh." Kinan menggelengkan kepalanya dua kali. Menunduk juga untuk melihat wajah Dean yang tidak berekspresi itu.

"Sebentar aja gue kayak gini. Ada yang mau gue omongin juga sama lo." Entah harus berapa lama lagi Dean pendam hal yang memang seharusnya Dean ucapkan pada Kinan. Dan mungkin waktu seperti sekarang ini yang memang lebih tepat.

Kerutan di dahi Kinan muncul lagi. Mencoba menerka-nerka apa yang akan Dean katakan padanya. "Apa tuh?" Tidak bisa disangkal juga degupan jantungnya terasa lebih cepat.

Dean melihat hamparan dari banyaknya bintang di langit gelap dan beralih menatap Kinan di hadapannya persis. "Kinan," panggilnya pelan. Dan perlahan-lahan menarik juga scraf yang Kinan gunakan. Kinan menunduk lagi. Membisikkan Kinan bahwa Dean meyayangi Kinan. Masih.

"Kinan—"

"Gue belum selesai ngomong. Gue lanjutin dulu ya?"

Kepala Kinan mengangguk.

Netra cokelat Kinan, Dean tatap lurus-lurus. Dan kalimat yang sudah tertahan itu, akhirnya keluar juga dari bibirnya. "Mikayla mau ketemu sama lo."

Part full Kinan-Dean. Suka tidak?

Kangen sama mereka berdua juga gak?

Mikayla mau ketemu Kinan mau ngapain ya? Hm hm hm

Next part full Kinan-Gio. Biar adil muehehe

Aku juga mau cepet2 tamatin Lines biar bisa publish cerita baru🙈🙈🙈

Double up aja kali ya hari ini hm hm

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro