particular taste
Bagian 46 |
I'm so obsessed with her
Akuu datangggg. Sori typo ya. Aku belum cek lagi langsung up soalnya wkwkwk
Vote dan komen lageee yaw✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂
Gio dengan perlahan—takut membangunkan Kinan yang sedang tertidur di jam setengah lima pagi ini, duduk di tepi tempat tidur Kinan. Membawa tangannya untuk menyentuh lengan Kinan yang diperban dan mengusapnya dengan hati-hati.
Mengapa tidak ada waktu yang tepat untuk Gio ada di dekat Kinan saat kejadian itu berlangsung. Dan itu dua kali.
Sudah banyak yang Kinan lewati dan bukan sesuatu yang bagus juga untuk diingat. Telah banyak orang-orang terdekat Kinan yang malah menambah beban baru untuk gadis itu, terlebih Gio sendiri. Bagaimana caranya untuk membuat Kinan melupakan semua itu sedangkan Gio sudah menjadi bayang-bayang buruk. Gio sudah berkali-kali menyakiti Kinan.
Kadang juga Gio berpikir dirinya tidak pantas untuk Kinan sama sekali.
"Ssstttt." Gio meletakkan jari telunjuk di depan bibir ketika mengamati Kinan yang kini dengan perlahan-lahan membuka matanya. Melihat ke arah Gio. Gio tersenyum tipis dan melanjutkan lagi untuk mengelus lengan Kinan itu.
Seraya mengusap kedua matanya, Kinan bertanya, "Kok Gio pagi-pagi banget udah ke sini?"
"Kangen sama Kinan," jawab Gio masih dengan senyum tipisnya, melirik ke arah netra cokelat Kinan sekilas kemudian melihat perban di lengan Kinan kembali. Senyumnya perlahan-lahan hilang. "Gue gak bisa tidur, Ki. Takut lo kenapa-kenapa lagi."
Kinan mulai menggerakkan tubuhnya yang sekarang sudah duduk dengan bersandar pada headboard. Menyingkirkan selimut putih tebal itu, melihat ke arah Gio sepenuhnya. "Semalem Kinan nungguin Gio tau," kata Kinan. Agak cemberut juga, karena ketika seseorang yang diinginkan untuk hadir malah tidak datang menemuinya di saat-saat dirinya membutuhkan orang lain.
Gio tidak ingin menyahuti perkataan Kinan yang satu itu lebih jauh, Gio hanya mengucapkan kata maafnya dan lebih memilih untuk membawa tangan kanannya merapikan rambut Kinan, lalu mengatakan. "Kemaren lo ketemu Abby ya? Nggak ada yang gimana-gimana kan, Ki?"
Kepala Kinan menggeleng. Menjauhkan tangan Gio dari rambutnya yang sekarang Kinan genggam erat-erat. "Kak Abby malah nolongin Kinan, Kinan belum sempet bilang makasih tapi Kak Abby udah pergi. Terus juga Kak Abby beliin Kinan makanan kesukaan Kinan. Kak Abby baik banget ya, Gio." Kinan menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Mengubah posisinya lagi untuk duduk di sebelah Gio persis tanpa melepaskan genggamannya itu.
"Mhm-mm." Gio hanya bergumam.
Kinan menggigit bibir bawahnya. "Jadi, Gio semalem itu sibuk ya?" Kinan bertanya lebih pelan kali ini. Mendongak sedikit untuk melihat wajah Gio lebih jelas. Kinan bertanya seperti itu, karena belum mendapatkan jawaban mengapa Gio tidak menemuinya semalam.
Gantian, Gio yang menggeleng kini. "Gak gitu, Kinan. Sekarang bisa lo mandi terus rapi-rapi?" Dengan mudahnya Gio mengubah arah pembicaraan mereka.
Mendengar itu, Kinan justru mengernyit. Melihat Gio di sampingnya yang memakai hoodie hijau gelap dengan celana jins hitam. "Gio, kok gak pake seragam sekolah? Seragamnya masih di mobil ya?" tanya Kinan.
"Iya, seragam gue di mobil. Cepetan lo mandi. Keburu Ayah lo ke sini."
Sebelum bangkit, Gio menyempatkan untuk mencium pipi kiri Kinan. Mengeluarkan ponselnya dari saku hoodie dan mengetikan pesan singkatnya pada Ari. Kemudian, memerhatikan Kinan yang sudah masuk ke dalam kamar mandi. Membuka sedikit gorden untuk melihat tepat ke arah mobilnya yang terparkir dan tidak ada siapa-siapa di sana.
Malam itu setelah bertemu dengan Abby, Gio merasa memang benar-benar ada yang ganjal. Bahwa Abby mengetahui sesuatu. Dan itu.. bukan sesuatu yang bagus tentunya.
Semua kemungkinan-kemungkinan buruk sudah menggerayangi kepala Gio. Kinan akan mendapatkan hal yang lebih-lebih dari ini. Gio pastinya tidak ingin terjadi seperti itu.
Gimana kalo selama ini Sean udah tau? Gio mengencangkan rahangnya hanya memikirkan kalimat di otaknya. Dan Sean hanya berpura-pura untuk membantu Kinan padahal dirinya sendiri yang menyakiti gadis itu. Tetapi... memang bisa saja , 'kan?
"Gio, tadi lewat depan apa lewat jendela?"
Saat suara Kinan terdengar—menginterupsi pikiran Gio, Gio langsung menoleh ke arahnya. Di depan cermin besar itu, Kinan sedang menyisir rambut panjangnya. Sudah mengenakan sweater hitam juga untuk menutupi lengannya yang terluka. "Gue.. mm, gue lewat jendela tadi. Lo udah rapi? Ayo, jalan sekarang." Gio sudah membuka jendela kamar Kinan lebar-lebar.
"Ngapain lewat jendela lagi? Kinan sekarang pake rok juga bakalan susah, Gio. Lewat depan aja!"
Mendengar itu, lantas Gio langsung mencegah. "Eh? Jangan! Ketauan bokap lo entar. Gue harus keliatan jadi anak baik-baik, 'kan?"
Kerutan di dahi Kinan terlihat. Kinan melangkah mendekat ke arah Gio. "Maksudnya Gio apa?"
"Gue takut ketauan Ayah lo, Kinan. Gimana kalo—"
"Ayah lagi gak ada di rumah." Senyum Kinan terbit melihat wajah panik Gio.
Gio menghela napas leganya. "Kenapa gak bilang dari tadi, Kinan." Dan Gio mencium pipi Kinan berkali-kali. Tersenyum juga. Padahal dari tadi Gio juga sedang memikirkan bagaimana membawa Kinan dengannya tanpa diketahui Adam. Dan sekarang wangi bedak bayi yang Kinan pakai membuat Gio tidak ingin jauh-jauh dari Kinan.
"Gio, ayo sekarang aja ke mobil Gio-nya. Biar Gio masih punya waktu buat make seragam sama sarapan." Kinan menyingkirkan wajah Gio dari dirinya seraya terkekeh pelan.
Gio mengalah dan menggenggam tangan Kinan untuk mengikuti dirinya keluar dari kamar gadis itu setelah Kinan juga mengambil tas ranselnya. "Gue udah siapin sarapan buat lo di mobil," kata Gio saat mereka menuruni anak tangga. Menengok ke arah Kinan yang berada di belakangnya. Kinan tersenyum. Gio membalasnya.
"Waffle?" Kinan melirik ke arah Gio yang sudah duduk di kursi kemudi. Sudah membuka tempat makan krem yang berisikan waffle dengan susu cokelat di dalamnya.
Gio manggut-manggut. Mengusap sisi wajah Kinan terlebih dahulu sebelum akhirnya mulai menyalakan mesin mobil.
"Kok Gio gak ganti baju dulu? Nanti diomelin sama guru yang liat lho." Kinan mengeluarkan suaranya lagi. Mulutnya juga sudah sibuk mengunyah waffle yang Gio bawakan. Enak. Kinan suka!
Gio diam beberapa saat, lalu menoleh ke arah Kinan sekilas. "Gue mau bolos hari ini. Lo ikut gue."
...
"Kita ke Villa Mamah Anneth yang ada di Puncak?"
Diberi pertanyaan seperti itu oleh Kinan, kepala Gio mengangguk. "Yep! Enak kok di sana. Adem." Gio menjawab dengan santai sekali.
Kinan tidak bisa lagi menahan untuk tidak langsung memukul bahu Gio di sampingnya. "Sampe harus bolos? Kenapa gak pulang sekolah aja sih? Atau enggak pas hari Sabtu sekalian malem mingguan? Ish! Kinan bilang apa nanti sama Ayah?"
"Santai aja kali. Bolos sekali doang. Sebenernya gue udah nyuruh Ari buat bilang guru kalo lo lagi sakit."
Mendengar perkataan Gio barusan, mata Kinan melotot. "Kalo Kinan sakit beneran gimana?"
"Ya, jangan sampelah!"
Sepertinya Gio itu orang yang tersantai kali ya! Kinan jadi ingin marah-marah sama Gio. Sudah kemarin Kinan tunggu-tunggu tidak datang. Kemudian hari ini membuat Kinan membolos dengan berbohong pula. Kinan cemberut.
Bagaimana nanti Flora datang ke rumahnya dan menanyakan Kinan pada Ayah lalu Ayah tahu bahwa Kinan pergi? Duh! "Pokoknya kalo Ayah sampe marah, Gio yang harus tanggung jawab!" Kinan melihat ke arah Gio yang masih terlihat biasa-biasa saja. Tersenyum juga ke arah Kinan malah dan menganggukkan kepalanya.
Namun, sepertinya Kinan harus mencari tahu mengapa sikap Gio seperti ini. Sampai Kinan membolos demi bersama dirinya hari ini.
"Gio," panggil Kinan pelan. Gio menoleh lagi ke arahnya. Sebenarnya dari pertama kali melihat kehadiran Gio di kamarnya itu, hal pertama yang ingin Kinan lakukan adalah memeluk Gio. Jika bisa tidak Kinan lepaskan sampai besok pagi. Karena bisa-bisanya Gio membuat Kinan menunggu semalaman. Tanpa kabar juga.
Kinan mulai meletakkan kepalanya pada bahu Gio. Memeluk leher Gio juga dengan kedua tangannya. "Gio mau cerita sama Kinan, Gio lagi kenapa? Sampe harus bolos gini?"
Kepala Gio menggeleng pelan. Dan mengusap lengan Kinan yang berada di depan lehernya. "Mau berduaan sama lo. Seharian, Ki."
"Beneran cuma karena itu?"
Gio menggerakkan kepalanya menghadap Kinan sebentar. "Buat gantiin waktu semalem juga, karena gue gak nemuin lo. Seharian ini lo bakalan sama gue. Gak akan ada yang nyakitin lo." Tatapan sudah fokus lagi ke depan jalan sana.
"Seharusnya gak sampe bolos juga. Kinan masih kepikiran tau." Dan Kinan memilih untuk menyembunyikan wajahnya.
"Mending sekarang juga, 'kan? Gimana kalo besok kita gak bisa begini? Nikmatin aja selagi kita bisa."
Kinan tidak menyahut lagi dan melihat jalanan dari jendela di samping Gio. Lalu, yang Kinan tahu suara Keshi sudah memenuhi mobil. Dan Kinan mendengar suara Gio yang ikut menyanyi. Kinan tanpa mengubah posisinya itu membekap mulut Gio dengan tangannya. "Jangan ikut nyanyi, suara Gio jelek!" Itu hanya candaan karena saat mengatakan itu Kinan menahan tawanya.
Sedang Gio kini terkekeh. Menggerak-gerakkan kepalanya agar Kinan melepaskan tangannya itu.
"Kinan ngantuk, Gio."
Tangan Gio yang langsung menyingkirkan tangan Kinan dari mulutnya. Kinan masih menyembunyikan wajahnya pada leher Gio itu. "Ya.. lo tidur lah. Emang mau gue apain?" Tawanya terdengar lagi.
"Tapi Kinan gak mau tidur."
Itu kata Kinan karena setelah beberapa saat mengatakan itu, Kinan sudah terlelap. Ketika ada kesempatan, Gio membenarkan letak kepala Kinan. Memerhatikan wajah damai gadis itu. Tidak ada yang namanya ketakutan, kesakitan. Gue bakalan nyari tau siapa yang udah berani-beraninya buat lo begini, Ki.
"Lo pasti udah tau sesuatu, 'kan? Lo gak mungkin tiba-tiba dateng kalo gak ada maksud apa-apa. Sekarang kasih tau gue."
"Lo seharusnya dari dulu perhatiin sekitar lo, Yo! Jangan fokus sama diri lo terus."
"Gue gak ngerti maksud lo apa, By."
"Dari kapan lo ngerasa semuanya jadi beda? Semuanya jadi aneh?"
Gio mengetukkan jarinya pada kemudi. Abby hanya mengatakan itu dan dia langsung pergi begitu saja. Meninggalkan Gio dengan beribu pertanyaan baru. Lalu, Gio menolehkan kepalanya pada Kinan yang masih tertidur.
Semenjak ada Juli. Semenjak Juli pergi. Semuanya jadi tidak sama lagi.
Perhatian Gio kini teralihkan pada suara dari ponsel Kinan. Ada panggilan masuk. Gio meraih ponsel dengan case Rapunzel yang Kinan letakkan di dashboard. Nama Dean yang muncul. Tanpa memikirkan apa-apa lagi, Gio langsung mematikan ponsel Kinan itu. Meletakkannya di tempat semula.
Tak berapa lama, Gio menghentikan laju mobil. Memegang bahu Kinan, berniat untuk membangunkan gadis itu tetapi justru Kinan sudah membuka kedua matanya. Gio menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Pas banget lo bangun, ayo turun."
Kinan tidak menuruti ucapan Gio itu, karena setelah mendengar Gio menutup pintu mobil Kinan juga menutup kedua matanya lagi. Menghadapkan tubuhnya pada jendela. Dan langsung terusik oleh ketukan Gio di kaca sebelahnya. Kinan memberengut.
Mau tidak mau Kinan mengambil tas ranselnya di jok belakang dan tak lupa dengan ponselnya yang langsung Kinan masukkan ke saku seragam. Melangkahkan kakinya untuk mengikuti Gio yang sudah berjalan jauh di depan sana. Dan yang harus Kinan lakukan adalah menaikki anak tangga.
Kinan langsung disambut oleh kolam renang berukuran besar yang di sebelahnya sudah ada gazebo juga di sana yang harus di lewati dengan rerumputan dan batu setapak. Kinan menggigit bibir bawahnya. Dinginnya udara kota Bogor mampu menembus sweater hitamnya itu.
"Gio, tungguin Kinan." Kinan berujar saat matanya melihat Gio yang melangkah masuk ke dalam Villa besar dengan cat tembok putih gading.
"Wah." Satu kata yang langsung keluar dari mulut Kinan ketika pertama kali membuka pintu di hadapannya. Mengamati bangunan mewah yang terdapat banyak juga barang-barang kuno. Kinan seperti bisa melihat film yang pernah Kinan tonton hanya dari interior Villa yang sekarang Kinan kunjungi.
Gio menarik pergelangan tangan Kinan untuk mengikutinya ke lantai dua. Membuka pintu kamar yang sering Gio gunakan. Semuanya selalu pada tempat yang sama, tidak pernah berubah sedikit pun. Lalu, Gio langsung menjatuhkan tubuhnya.
Kinan meletakkan tas ranselnya di atas tempat tidur. Membuka sweater-nya juga, sebelum kakinya melangkah untuk ke balkon. Dari atas sini Kinan dapat melihat puncak gunung yang tertutupi kabut di depan sana. Ada banyak juga orang yang melakukan terjun payung. Kinan menundukkan kepalanya sedikit dan melihat taman yang sudah ditumbuhi banyak bunga warna-warni. Ada ayunan juga. Kinan akan mencobanya nanti bersama Gio.
"Gio, nanti kita ke ayunan ya!" Senyuman Kinan perlahan-lahan terlihat. Tetapi, Gio tidak juga menyahutinya. Kinan masuk lagi ke dalam kamar dan menemukan Gio sudah tertidur dengan telungkup. Pasti Gio capek.
Kinan dengan agak cemberut mendekat. Membungkukkan kepalanya untuk mencium kepala Gio dan mengusap rambut hitam Gio itu. "Kinan mau keliling dulu ya, Gio."
"Mhm-mm."
...
Tidur Gio benar-benar terganggu dengan suara renggekkan Kinan yang tidak kunjung berhenti. Kinan berulang-ulang mengatakan, "Gio, Kinan laper."
Dan Gio merasakan Kinan sudah memeluknya. Masih mengatakan kalimat itu. "Bentar, Ki." Gio menyahut dan dengan tangan kanannya memeluk tubuh mungil Kinan.
"Wangi Gio kok enak banget?" Kinan kira Gio sudah membuka matanya, tetapi ternyata belum. Kinan cemberut lagi, makin merapatkatkan wajahnya pada leher Gio.
"Ki, gak usah digigit juga leher gue."
Kinan langsung memukul dada Gio dengan tenaga yang tidak seberapa dan memilih untuk mengubah posisinya. Duduk dengan kaki bersila. "Kinan gak gigit tadi. Ayo makan mie kuah, Gio. Gio juga laper, 'kan?"
Gio justru merespons Kinan dengan tangan yang sudah menutupi wajah Kinan itu, Kinan terkekeh dan menyingkirkan tangan Gio. "Gio, ayo! Enak tau dingin-dingin begini makan mie kuah." Kinan memegang tangan Gio yang satunya lagi saat Gio ingin menutupi wajah Kinan.
"Dingin ya? Sini gue peluk." Gio merentangkan kedua tangannya yang Kinan genggam lebar-lebar.
Kinan menahan senyumannya. "Abis itu makan tapi."
"Iya, sini." Gio mengangguk. Kinan mulai memeluk tubuhnya. "Duh. Jangan di atas gue juga, Ki. Bahaya banget nih."
Kinan mengangkat kepalanya. Menatap mata Gio yang sudah lebih dulu melihat ke arahnya. Rambut panjang Kinan mengenai wajah Gio yang langsung Gio singkirkan dari sana. Tangan Gio menarik leher Kinan untuk mendekat lagi. "Yaudah kalo lo maunya kayak gitu. Sini, Kinan." Kinan sudah menjatuhkan tubuhnya lagi. Gio mengusap rambut panjang Kinan dengan jantung yang berdetak dua kali lebih cepat. Pastinya Kinan bisa merasakan itu.
"Tadi udah keliling-keliling ya, Ki? Suka gak?"
Gio merasakan kepala Kinan mengangguk.
"Kinan nanti mau main ayunan."
"Iya, abis makan kita main ayunan. Terus jalan-jalan, mau?"
Kinan mengangguk lagi. "Main terjun payung!"
"Lo gak akan berani." Gio tertawa membayangkan wajah ketakutan Kinan.
"Kinan berani!"
"Enggak."
"Berani, Gio."
"Mau coba?" tanya Gio dan tidak mendengar suara Kinan setelah itu. Gio dengan menahan senyumannya, mengangkat kepala Kinan dan yang terlihat sekarang Kinan sedang menutup kedua matanya rapat-rapat. Dengan jailnya Gio meniup mata Kinan berkali-kali. Kinan masih tetap memejamkan matanya.
"Ki, jangan jauh-jauh dari gue ya? Biar lo gak kenapa-kenapa."
Kinan yang mendengar Gio mengatakan itu dengan suaranya yang lembut sekali, perlahan membuka matanya. Kinan mengangkat sudut bibirnya dan yang Kinan rasakan sekarang adalah hangat napas Gio di wajahnya dan turun ke lehernya. Tempat sensitif bagi Kinan. Dan sudah dapat Kinan tebak apa yang Gio lakukan karena kini Kinan merasakan gigitan di sana.
Tangan Kinan yang menyangga tubuhnya mencengkeram hoodie yang Gio kenakan. Dan Gio mengubah posisi mereka, Kinan sudah berada di bawahnya. Menyelusupkan tangannya ke dalam seragam yang Kinan kenakan. Mengusap lembut permukaan kulit Kinan yang terasa hangat di telapak tangannya.
Gio bergerak menelusuri leher Kinan dengan gerakan lambatnya dan berhenti di dekat telinga gadis itu. "Gue bakalan diomelin sama Ayah lo kalo lebih dari ini. Makan yuk, Ki."
Kinan meletakkan mie kuah yang sudah Kinan aduk bersama bumbu dan bubuk cabai yang lumayan banyak. Duduk di pinggir kolam dengan Gio yang sedang berenang di dalam sana.
Sesaat Kinan lupa bagaimana takut dirinya jika Ayahnya tahu bahwa Kinan membolos. Lupa jika Kinan kesal dengan Gio karena mengharuskan dirinya melakukan hal yang belum pernah Kinan lakukan.
Kinan berharap semoga saja di dalam kelasnya ada murid lain yang tidak masuk, sehingga Kinan dan Gio tidak dicurigai oleh teman-temannya. Ah iya, apalagi Rama.
"Kinan, jangan ngelamun!"
Percikan air mengenai wajah Kinan dan Kinan memandang Gio garang. "Ngeselin!" Dan mengambil mangkuk putihnya.
Gio mendekat ke arah Kinan. Meletakkan dagunya pada kedua tangan yang sudah Gio lipat di atas tepi kolam renang. "Sebelum pulang nanti makan nasi dulu ya, Ki."
Kinan hanya mengangguk saja. Tuh kan! Memang enak memakan mie kuah panas dengan udara yang dingin begini. Apalagi mie-nya tadi Gio yang masak. Saking fokusnya pada makanan, Kinan tidak menyadar bahwa Gio sudah duduk di sampingnya. Mengeringkan rambutnya dengan handuk yang Gio yang sudah berada di lehernya.
"Tuh, Ki. Lo beneran mau main itu?"
Kinan mengikuti ke mana telunjuk Gio mengarah. Kinan meringis. "Enggak jadi deh main terjun payungnya. Kapan-kapan aja."
Tanpa mengalihkan pandangannya pada langit di atas sana, Gio terkekeh mendengar ucapan Kinan barusan dan Kinan memerhatikan bagaimana laki-laki itu tertawa. Ganteng banget, sampai Kinan saja tidak ingin melihat ke mana-mana selain Gio di sampingnya.
Kinan mau Gio selalu seperti ini. Bersikap hangat pada Kinan. Memperlihatkan senyuman dan tawanya di dekat Kinan. Tidak ada tatapan tajamnya. Tidak ada bentakkannya.
Dan Gio merasakan Kinan mencium pipinya. Senyum Gio perlahan-lahan hilang. Menoleh ke arah Kinan dengan pandangan bingungnya. "Ada apaan sih? Tumben banget nyium gue duluan."
Duh, Kinan menjadi deg-degan sekarang. Kepalanya menggeleng. Demi menyembunyikan kegugupannya, Kinan mengambil gelas di sampingnya itu. Meminum air mineral hingga setengahnya. Gio masih memerhatikan dirinya. Degupan jantung Kinan semakin menjadi-jadi.
"Lo seneng bolos sama gue, Ki?"
"Seneng... tapi gak juga." Kinan menjawab tanpa melihat lawan bicaranya.
"Seneng atau enggak?"
Tangan dingin Gio sudah Kinan rasakan menyentuh sisi wajahnya dan menyelipkan rambut Kinan ke belakang telinga. Gio menjadi lebih jelas memandang Kinan sekarang.
"Seneng, Gio. Tapi jangan bolos lagi ya?"
Dengan senyum tipisnya Gio mengangguk. Tangannya turun ke lengan Kinan yang diperban lalu turun lagi ke kelingking gadis itu yang Gio genggam erat-erat. "Kinan, liat gue."
Kinan menurut. Gio memandangnya lain. Kinan tidak suka itu.
"Gue kepikiran terus dari kemaren."
Kinan menahan napasnya sebentar. "Apa, Gio?"
"Udahan aja ya, Ki?"
Gio sama kayak Rega emang anak puncak banget cyin lol
Nah lho, Gio mau udahan. Setuju gak?;(
Sudah mulai lelah si Gio tuh hm
Eh ya, kok masih banyak yang ngira si Dean belum tau Gio pacarnya Kinan ya👀
Padahal udah aku kasih clue nya di part "Air" sama "Never Be Alone" muehehe
Gimana sama part ini gais?
Suka?
Pusying;(
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro