Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

one step closer

Bagian 3 |
Abriella Danilova

Malming Lines up lageeee. Siapa yang udah kangen nih? Wkwkwk

Seperti biasa ya. Vote dan komen☀️☀️☀️
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

"Hei."

Dean memang belum sepenuhnya sadar, tetapi saat mendengar suara itu Dean langsung tahu siapa yang menyapanya. Dengan usapan dikedua matanya dan juga Dean yang mendudukkan tubuhnya sekarang di tepi tempat tidurnya, kini Dean menghadap ke arah Abby yang sedang duduk di sofa di depannya itu. Hanya sweater biru kebesaran saja yang terlihat di tubuh Abby. Dean diam beberapa saat. Ia mengerjap, Dean baru menyadari sesuatu. Kedua mata tajamnya lantas bersirobok dengan Abby. "Lo ngeliat semuanya ya, By?" tembak laki-laki yang menggunakan kaus putih polos itu langsung.

Abby merapikan rambut brunette panjangnya yang tergerai. Menaikkan satu kakinya ke atas sofa, lalu Abby peluk. "Aku udah berapa lama sih kenal sama kamu? Nggak apa-apa kali." Dengan senyum menenangkannya, Abby perlihatkan setelah mengatakan itu. Masih dapat Abby lihat ekspresi tidak suka Dean. Kemudian, yang Abby lakukan adalah ia bangkit. Beralih duduk di samping Dean. Mengusap punggung Dean, mengatakan sekali lagi bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kepalanya juga Abby letakkan di bahu laki-laki itu.

"Aku tadi sore ke sekolah kamu. Kamu kenapa lagi?" Abby memperhatikan sekilas belakang kepala Dean. Karena menurut informasi yang Abby dapat kepala Dean kini yang menjadi sasaran. Dan yang Abby tahu setelah ia ke Pertiwi tadi sore, ternyata Dean sudah tidak ada di sana. Makanya, Abby langsung menghampiri Dean ke apartemennya. Ya.. tidak mungkin juga ke rumahnya.

"Gue baik-baik aja. Gak perlu lo khawatirin sampe segitunya." Setelah mengatakan itu, Dean berdiri. Meninggalkan Abby tanpa mengatakan apa-apa lagi. Abby tentu saja langsung mengikutinya. Dean melangkahkan kakinya menuju ke arah dapur.

"Dean serius ya kali aja aku bisa bantu kamu. Kayak—"

"Apa? Minta bantuan sama cowok lo?" Dean langsung memotong ucapan gadis itu. Alisnya terangkat sebelah menunggu sangkalan apalagi yang akan Abby berikan padanya. Lalu, Dean menuangkan air mineral ke dalam gelas berukuran sedang dan langsung Dean teguk hingga habis.

Abby memainkan ujung sweater-nya itu. Pandangannya beralih ke arah jam digital yang menunjukkan pukul 20.12 pm di sebelah Dean dan memperhatikan Dean yang kini sedang duduk di depan meja bar seraya memainkan ponselnya. "Sean bukan pacar aku." Masih jauh dari itu. Abby sendiri justru tidak tahu ia dengan Sean itu apa? Masih terlalu abu-abu semua yang berada di antara mereka berdua.

"Oh." Dean menyahutinya dengan singkat. Jika ditanya apakah Dean peduli terhadap Abby jawabannya tentu saja sangat-sangat peduli hingga Dean mau melakukan apa saja saat Abby membutuhkannya. Selalu ingin menjadi seseorang yang bisa Abby andalkan. Sebegitunya memang, namun dengan bisanya juga Dean simpan semuanya dibalik sikap cueknya itu. Sikap yang sepertinya tidak akan bisa dengan mudah digapai, bahkan oleh Abby sekalipun.

"Kamu cemburu ya?" Abby langsung duduk di samping Dean. Menampilkan senyum tertahannya saat menyadari nada tidak suka dari Dean tadi. Selalu seperti itu saat pembicaraan mereka menuju ke arah hubungan Abby dengan Sean. Abby boleh berharap, kan?

Dean hanya menggelengkan kepalanya saja menanggapi itu. Dan saat jarinya men-scroll layar ponsel dan ada satu kontak nama di aplikasi chatting-nya, Dean terdiam sebentar.

Ini Kinan
Read. 15.34 pm.

Sore itu, Pertiwi sudah membunyikan bel pulang sekolah mereka. Dean yang berniat untuk menunggu adik kelas yang menginginkan gelang perak yang Dean pegang di parkiran seraya merokok, Dean urungkan. Dan rokok yang belum Dean apa-apakan langsung Dean buang ke tempat sampah, berjalan menghampiri Kinan yang ternyata sudah duduk di dekat mobilnya seraya menggerak-gerakkan kedua kakinya itu dengan kotak kardus orange juga yang sedang Kinan pegang.

"Kak Dean!" sapa Kinan dengan lambaian tangannya dan senyum lebar setelah menyadari Dean yang berjalan ke arahnya.

Dean tidak membalas itu. Dirinya justru lebih memilih untuk langsung duduk di samping Kinan. Melepas penutup kepala dari hoodie hitam yang Dean gunakan. "Inget juga lo mobil gue." Itu kalimat pertama yang Dean ucapkan.

Kinan di sebelahnya langsung menoleh ke arah Dean secepat yang Kinan bisa. "Kan Kinan emang gampang inget sama sesuatu. Kak Dean, lupa ya? Nomor plat mobil Kak Dean mah Kinan udah hapal di luar kepala," katanya bangga. Tatapannya lalu Kinan arahkan ke Dean.

Hanya ada empat murid di Pertiwi yang pernah membawa mobil seperti itu ke sekolah, Kinan mengingat. Pertama, Kak Dean, Kak Ardi, Gio dan satu lagi ketua osis yang namanya Kak Levi.

"Bagus dong ya nilai-nilai lo?"

Ditanya seperti itu, Kinan tersenyum malu-malu. Pandangannya beralih lagi ke arah Dean di sampingnya yang ternyata sedang memperhatikan dirinya lebih dulu. "Ya.. gitu deh. Nilai Ola aja kalah sama Kinan. Kalo misalkan juga ada hapalan, Kinan maju paling pertama. Kinan suka hapalan."

Dean dapat melihat kedua mata Kinan berbinar saat mengatakan hal yang gadis itu suka. Lalu, Dean manggut-manggut. Tatapannya, Dean alihkan ke depan sana. Banyak murid-murid Pertiwi yang mencuri-curi pandang ke arah mereka berdua. Namun, Dean mana peduli.

"Oh ya, jadi mana?" Kinan tahu-tahu sudah mengulurkan tangan kanannya di depan Dean.

Mengerti maksud Kinan, Dean merogoh saku hoodie-nya dan mengeluarkan gelang perak milik Kinan. "Mau langsung lo pake, kan?" Kinan mengangguk dua kali.

Dengan hati-hati, Dean membuka pengait gelang itu dan memakaikannya ke tangan kanan Kinan. "Lain kali seharusnya lo jangan ceroboh sama benda berharga kayak gini, Nan." Seraya mengaitkan gelang tersebut, Dean berujar. Arah matanya tidak beralih ke mana-mana selain gelang perak yang sekarang sudah berada di pergelangan tangan Kinan. Manis.

"Pasti. Makasih ya, Kak Dean."

Kepala Dean hanya mengangguk. Kinan memperhatikan gelang perak pemberian Oma-nya yang sekarang sudah berada di tangannya lagi. Senyum Kinan mengembang. "Kak Dean, gak mau pulang?" Kinan mengeluarkan suaranya kembali saat melihat Dean yang masih duduk di sampingnya.

"Gue nanti pulangnya. Gue mau kerja dulu."

Mendengar itu, Kinan memandang Dean takjub. "Wah Kak Dean, kerja apa emangnya?"

"Menurut lo apa?" Dean bertanya balik.

Kinan tampak berpikir. "Mm.. ojek online?" Hanya itu yang ada dipikirannya saat ini.

Dean menggelengkan kepalanya. "Gue kerja di bengkel, Nan." Bersama teman-temannya juga. Sebenarnya Dean dapat dibilang berkecukupan. Lebih dari cukup malah. Orang tuanya yang sibuk dengan pekerjaan biasanya dengan mudah mengiriminya uang. Tetapi karena jauh juga dari kedua orang tuanya, Dean memilih untuk hidup mandiri dengan pekerjaan yang bisa juga memberikannya uang jajan tambahan yang lumayan. Tidak melulu dari orang tuanya.

"Kalo sepeda Kinan terus motor ayah Kinan juga rusak bisa ke bengkelnya Kak Dean dong?"

"Bisa. Bawa aja ke bengkel gue."

Kinan mengangguk antusias. "Kak Dean punya kartu nama gak? Nanti Kinan kasih ayah Kinan."

"Nggak ada."

"Id Line ada?"

Untuk pertanyaan yang satu itu, Dean diam sebentar lalu mengganggukkan kepalanya tak berapa lama. Dan yang Dean tahu, Kinan mengeluarkan ponselnya dari saku seragam. Memberikan ponsel dengan case Rapunzel itu ke tangan Dean. "Masukin Id Line Kak Dean ke hapenya Kinan ya. Nanti kalo ada apa-apa, Kinan bisa langsung chat Kak Dean deh."

Dean tidak pernah langsung mengiyakan banyaknya orang-orang yang meminta kontak pribadinya, Kinan jelas pengecualian. Entah karena apa. Mungkin juga karena Dean tahu, Kinan bukanlah seperti orang-orang itu. Setelah memasukkan kontaknya, Dean memberikan ponsel Kinan lagi ke si empunya.

"Kinan mau cek dulu ya, Kak Dean."

Dan Kinan langsung mengiriminnya chat pertama yang berisikan Ini Kinan dan jangan lupakan donat cokelat yang Kinan beri kepada Dean sebelum gadis itu melangkahkan kakinya menjauh dari dirinya yang masih saja memperhatikan punggung Kinan hingga tidak terlihat lagi.

...

"Liar. Liar. Liar."

Saat sindiran itu terdengar dari Sean, Abby malah langsung memeluk leher Sean. Menenggelamkan wajahnya di sana. Mereka sedang berada di mobil Sean malam ini. Abby yang menyuruhnya untuk menjemputnya di depan apartemen Dean. Tidak jadi bermalam di sana. Dean menyuruhnya pulang. Tadinya Dean sudah menelpon supir Abby, tetapi Abby langsung menolak dan memilih untuk dijemput oleh Sean. Di sinilah mereka sekarang. "Seharusnya gue yang ngambek." Sean justru merasakan Abby mengeratkan pelukannya itu.

Abby masih saja diam. Tidak ingin bergerak juga. Sean sudah beberapa kali melewati keadaan seperti ini; Abby yang langsung ngambek saat Dean mengabaikannya atau apa pun itu yang berhubungan dengan Dean dan Sean yang harus selalu ada untuk gadis itu.

"By, makan yuk. Laper kan lo?" Sean mengusap lengan Abby perlahan. Lalu, beralih mengusap pipi gadis itu. Merasa kasihan jika Abby sudah seperti ini. Tetapi salah Abby juga yang masih saja mengharapkan seseorang yang tidak mengharapkan dirinya balik.

Sean sadar, ia seperti berbicara untuk dirinya sendiri. Sean yang mengharapkan—menginginkan Abby namun gadis itu menginginkan yang lain. Fuck that shit! Sean tersenyum kecut. Sean akui susah memang melepaskan Abby begitu saja. Dan Sean yakin cepat atau lambat gadis yang sedang memeluknya ini akan menjadi miliknya.

Abby akhirnya menarik wajahnya dari leher Sean, itu hanya untuk ia letakkan sisi wajahnya pada bahu Sean. "Mau makan lo aja." Entah pikiran itu dari mana, tetapi setelah melihat Sean yang berada di dekatnya sekarang dengan menggunakan kaus hitam yang menampilkan tato di lengannya dan juga rambut hitamnya yang terlihat agak berantakkan, Abby malah suka. Sedikit hilang sedihnya.

Abby ingat temannya—Andrea dan Jasinda, pernah bertanya padanya, jika Abby tidak menginginkan Sean untuk apa masih dipertahankan?

Dan Abby akan menjawab, "Pertama, gue punya pengalaman buruk sama anak band. Kedua, tapi lo harus liat Sean yang gak ada celahnya. Ganteng banget gitu, gue juga suka pas sama dia. Tapi.. emang susah buat gue ngejelasinnya."

Dan yang pasti ada Dean, yang sudah dari dulu merebut semuanya yang Abby punya.

Tangan kiri Sean, Abby rasakan sudah menjalar ke pinggangnya dan mendekatkan wajahnya pada telinga Abby. "Iya, By. Tapi nanti. Makan beneran dulu yuk? Lo mau apa, hm?" Hidung Sean sudah bergerak dari sisi wajah Abby lalu ke garis rahang gadis itu, turun ke leher Abby dan bergerak ke tempat semula lagi dengan gerakan lambat. Seperti itu terus menerus hingga Abby mengeluarkan suaranya.

Dan Abby sengaja berpikir agak lama. Menikmati juga perlakuan Sean padanya. Lalu, Abby melihat ke arah Sean sepenuhnya. Tangan kanannya kini mengusap pipi Sean berkali-kali. "Pizza. Tapi makannya di rumah gue sambil ngabisin episode dari American Horror Story ya, Sean?" Kini, gantian Abby yang mengusap tangan Sean yang masih berada di pinggangnya itu dengan tangan Abby yang satunya.

Seringai Sean terlihat. "Sounds good."

Dan Abby tidak bisa lagi menahan untuk tidak mencium seringai Sean tadi.

...

Sean, masih ngejar gue njing.
Gue gak akan pernah lolos.
Send. 21.45 pm

Salah satu hal yang barus ia hindari; bertemu dengan Sean ataupun dengan Rama.

Dari balik kemudi, laki-laki itu mengirimkan pesan singkatnya kepada temannya itu. Ponselnya lalu ia lempar ke kursi penumpang. Matanya kini melihat ke arah bangunan rumah minimalis lantai dua dengan cat abu-abu. Pandangannya tertuju pada balkon kamar Kinan. Andai saja dia punya keberanian lebih, ia akan menghampiri Kinan sekarang juga. Tidak seperti ini yang hanya bisa bersembunyi, berharap tidak ada yang menemukannya.

Di jam segini pastinya Kinan sudah tertidur pulas. Saking tahunya ia pada kebiasaan Kinan, apa pun sudah ia hapal di luar kepala.

Apakah Kinan merindukannnya juga?

Apakah Kinan ingin bertemu dengan dirinya juga?

Hanya Kinan yang dengan bisanya membuat ia ingin sekali menjauhkan semua yang bisa membahayakan gadis itu. Melindungi Kinan walau dengan jarak mereka yang jauh seperti ini.

Ia kemudian meraih lagi ponselnya, lalu ia ketikkan pesan singkat untuk Kinan.

Sleep tight, Ki.
Send. 21.55 pm.

Yaaa.. gimana sama part 3 nya?

Masih belum masuk ke konflik ya cyin. Ini agak panjang juga kayaknya partnya hm.

Menurut kamu karakter Kinan itu gimana sih?

Dean?

Sean?

Abby?

Pengen tau nih aku muehhehehe

Semoga suka yaa kalian<3

Mau lanjut kan ya?

[ Sean ]

[ Abby ]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro