memories
Bagian 25 |
never will I ever let you go
Karena aku lagi seneng,
hari ini aku bakalan double up. Yeay
Vote dan komen dulu kuy biar cepet up lagee✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂
Kinan : Kak Dean, bukain pintu dong.
Kinan udah di depan nih.
Send. 07.35 am.
Kinan memainkan kembali gelembung balon yang berada di tangannya itu seraya menunggu Dean untuk membuka pintu apartemennya. Kinan meniup kembali dan membiarkan balon itu meletus dengan sendirinya. Hilang. Tidak terlihat lagi. Kinan menarik kedua sudut bibirnya ke atas dan berpikir; bagaimana jika luka itu ibarat gelembung balon?
Yang bisa langsung hilang begitu saja. Tidak menetap berlama-lama. Ya, andai saja seperti itu.
Pagi di hari Sabtu ini bukan tanpa alasan Kinan memilih untuk menemui Dean. Pertama karena Adam yang menyuruhnya dan kedua karena Kinan ingin mementalkan segala pikiran buruk yang menyebabkan lengannya luka sekarang. Mungkin bersama Dean, Kinan akan bisa melupakan segala hal yang perlahan-lahan—meskipun lambat dapat kapan saja menggerogoti dirinya. Dan Kinan takut.
Pandangan Kinan teralih pada pintu hitam di depannya yang terbuka, memperlihatkan Dean di sana sedang.. shirtless, dan Kinan bisa pastikan Dean baru selesai mandi. "Kinan nunggu Kak Dean lama tau." Dengan ekspresi cemberutnya, Kinan berujar
Sebelum menyahut, Dean melihat Kinan dari atas sampai bawah. "Gue baru ngeliat hape gue. Kenapa gak dipencet aja sih bel-nya?"
Kedua mata Kinan langsung mengarah pada bel di depannya itu, lalu Kinan melihat ke arah Dean lagi. "Kinan gak kepikiran. Oke, ini jadi salah Kinan. Kinan boleh masuk gak?"
Kepala Dean hanya mengangguk dan membuka pintunya lebar-lebar. Membiarkan Kinan masuk ke dalam. Beruntungnya Aubrey sudah pulang ke rumah semalam.
"Kok tumben gak bilang dulu mau ke sini? Lo sendirian lagi di rumah?"
Saat suara Dean terdengar di belakangnya, Kinan menghadap ke arah Dean kembali. Memainkan gelembung balonnya lagi. "Ada Ayah kok di rumah. Terus Ayah nyuruh Kinan ke sini." Tadinya malah Adam yang ingin mengantarkan Kinan langsung untuk menemui Dean, tetapi Kinan menolak. Ayahnya pasti akan bertanya kepada Kinan perihal ini dan itu. Kinan tentu saja tidak ingin Ayahnya mrngetahui lebih lanjut.
"Jadi, karena Om Adam lo mau ke sini?"
Mendengar itu, barulah Kinan melihat ke arah Dean yang masih berdiri di depan pintu. Kepala Kinan menggeleng. "Kemauan Kinan juga, Kak Dean." Dan memang benar. Pikiran Kinan langsung tertuju pada Dean. Yang Kinan lagi-lagi berpikir, mungkin bersama Dean bisa menghilangkan semua yang sedang menekannya sekarang.
Dean mengamati Kinan yang kini sedang melihat ke arah satu per satu pigura yang terpampang di dinding. "Naik apa ke sini?" Dean bertanya lagi. Sebenarnya Kinan hanya harus menghubungi Dean dan pastinya Dean akan menjemput Kinan.
Kali ini, senyum Kinan terlihat. "Kinan dianter sama ojek online. Eh terus pas udah sampe Kinan dikasih ini sama abangnya. Dia bilang biar Kinan gak sedih lagi. Emang muka Kinan keliatan sedih ya?" Kinan mengernyitkan dahinya dan memandang gelembung balon yang diberikan oleh driver ojek online yang mengantarkan Kinan ke apartemen Dean ini.
"Gue tanya dulu sekarang, lo ngerasa sedih gak?"
Kepala Kinan menggeleng dua kali. "Udah enggak."
"Berarti tadi iya?" Dean mulai mengambil langkah menjauh dari pintu.
"Dikit." Kinan meringis setelah menjawab itu.
Dean seperti biasa—saat Kinan mengatakan hal atau melakukan sesuatu yang membuat Dean gemas sendiri, menarik ujung rambut Kinan. "Gue mau ngambil baju dulu." Dan melangkahkan kakinya ke dalam kamarnya yang di ujung sana.
"Jangan lama-lama."
"Mhm-mm." Dean hanya bergumam merespons ucapan Kinan itu. Dan ketika dirinya sudah berada di dalam kamarnya, Dean langsung menggeser pintu lemari pakaian. Langsung mengambil kaus putih yang terlihat oleh matanya.
Tak lupa meraih ponsel yang tergeletak di atas tempat tidurnya. Membuka notif yang terdapat nama Abby di sana.
Abby : don't be late.
Read. 07.40 am.
Itu perihal acara dinner keluarga Dean yang nanti malam semuanya akan berkumpul. Termasuk Abby, tentu saja.
Dean tidak berniat membalas dan menemui Kinan lagi yang kini Dean lihat sedang berada di dapur. Memainkan gelembung balonnya lagi. Duduk di atas counter. Kedua kakinya juga bergerak ke depan lalu ke belakang.
"Jangan main balon kayak gini di dapur." Dean mengambil alih tempat seperti tabung kecil dengan cairan berwarna merah itu dari tangan Kinan. Kemudian meletakkannya di meja. Dan yang Dean lakukan ialah mengambil mug putih dari rak.
Kinan mengamati setiap pergerakkan Dean di depannya yang sekarang sedang menuangkan air panas ke dalam mug tadi. Kinan menggigit bibir bawahnya. "Kinan laper." Dengan suara pelannya, Kinan berkata. Memang salah Kinan sendiri yang tidak menghabiskan sarapan buatan Adam. Langsung pergi begitu saja.
"Ada blueberry cake di kulkas, makan aja."
Senyum Kinan terbit lagi. "Kak Dean, pegangin tangan Kinan dulu." Kinan ingin turun dari atas counter. Dan Kinan berpegangan pada tangan Dean yang terulur di depannya itu. Setelah Kinan berhasil menapakkan kakinya lagi di lantai, Kinan langsung membuka pintu lemari pendingin dan benar saja di dalam sana terlihat ada satu kotak kardus yang terdapat blueberry cake yang seperti Dean ucapkan tadi.
"Kinan abisin ya?" Kinan berdiri di samping Dean dengan senyum lebarnya dan setelah melihat Dean menganggukkan kepalanya, Kinan mengambil satu piring dari rak dan memindahkan kue itu ke sana.
"Bisa ngabisin semua?" Dean sudah bersandar pada counter dengan mug putih di tangannya. Memerhatikan Kinan yang terlihat sedang mengambil sendok juga dan merasakan sedikit kue yang sudah berada di piring. Kemudian, Kinan menghadapkan tubuhnya ke arah Dean. Berjalan mendekat juga.
Kinan menganggukkan kepalanya. "Kinan bisa ngabisin. Kinan mau coba yang Kak Dean minum dong." Kinan menunjuk ke arah cangkir yang Dean pegang. Itu chamomile tea.
Terlihat Kinan mulai menyesap teh yang Dean buat tadi dan mengembalikan mug putih itu pada Dean. "Mau gue bikinin juga?"
"Kinan mau minum air putih aja." Dan Kinan kembali mendudukan dirinya di atas counter. Memakan kuenya dengan tidak terburu-buru.
"Nih." Dean memberikan Kinan air mineral yang Kinan inginkan tadi. Dan memilih untuk berdiri di samping Kinan persis. Memerhatikan Kinan yang sedang makan.
"Kak Dean, yang beli ini ya?" Maksud Kinan itu blueberry cake-nya.
Mendengar itu, Dean menggelengkan kepalanya. "Nyokap gue dateng semalem. Terus bawain itu." Dan makanan lainnya.
"Tante cantik yang ada di foto itu?" Kinan menunjuk pigura besar yang terpajang di dinding. Masih bisa terlihat dari penglihatan Kinan dari dapur.
Dean mengikuti arah telunjuk Kinan. "Iya. Sebenernya gue juga gak terlalu suka sama blueberry cake, yang suka itu abang gue. Tau kenapa?" Dean melihat Kinan di sampingnya.
"Kenapa?"
"Karena pacarnya suka blueberry cake makanya dia jadi ikut-ikutan suka." Ditambah Aubrey juga menyukai kue itu.
Kinan memperlihatkan senyuman yang biasa Kinan keluarkan. Lalu, Kinan melihat ke arah netra abu-abu gelap milik Dean dan bertanya, "Kalo Kak Dean udah suka sama es krim stoberi belum?"
Dean mengerti maksud Kinan. Kepala Dean mengangguk dan Dean menghadiahkan Kinan kecupan lembutnya di leher gadis itu. "Udah, Kinan."
...
"Kinan mau cerita tapi sambil meluk Kak Dean boleh gak?"
Mungkin jarang sekali Dean—yang tidak pernah tidak mengamati Kinan dari jarak dekat maupun jauh, melihat wajah gadis itu yang terlihat begitu murung. Dan sekarang Kinan benar-benar memperlihatkan itu. Kinan kenapa? Dean harap bukan karena sesuatu yang bisa membuat dirinya sakit juga. Meskipun sekarang jika melihat Kinan yang tidak seperti Kinan yang biasanya, Dean jadi khawatir sendiri.
Dean mengangguk pelan. Kinan yang sudah menghabiskan blueberry cake-nya dan Dean yang masih berada di samping Kinan yang duduk di atas counter. Dean berdiri di depan Kinan dan mulai merasakan kedua tangan mungil Kinan memeluk lehernya. Selama beberapa saat Kinan belum juga mengeluarkannya, hingga helaan napas berat terdengar.
"Tangan Kinan berdarah lagi tadi pagi. Kinan takut banget. Makanya Kinan cepet-cepet ke sini mau ketemu sama Kak Dean. Untung Kak Dean nggak pergi ke mana-mana."
Dean bisa mendengar dengan jelas suara serak Kinan. Dan mungkin sekarang Kinan sedang mengusap samar air matanya. Dean masih diam, menunggu Kinan melanjutkan ceritanya itu. Dan Dean sedang berusaha menekan dalam-dalam rasa sakitnya juga, Dean seperti bisa merasakan apa yang Kinan rasakan.
"Kinan gak mau Ayah tau. Kinan gak mau buat Ayah kecewa lagi. Kinan tau Kinan salah banget, tapi Kinan gak tau harus gimana. Harus ngapain."
Dan Dean merasakan pelukan Kinan mengerat. Dean mulai paham sekarang. "Lo udah obatin tangan lo yang berdarah tadi?" Dean mulai membuka suaranya.
Menjawab pertanyaan Dean, Kinan menganggukkan kepalanya perlahan. "Udah, Kak Dean. Kinan sekalian mandi juga tadi pagi. Kinan udah kasih plester, nih." Kinan lebih dulu menjauhkan tangan kirinya, tangan kanan Kinan masih berada di pundak Dean. Kemudian memperlihatkan Dean tangannya yang terluka itu yang sudah Kinan beri plester.
Dean mulai mengusap plester di tangan Kinan dengan hati-hati. Dan melihat netra cokelat Kinan lekat-lekat. "Coba sebutin nama-nama orang yang sayang sama lo," kata Dean.
Kinan malah mengernyit dan menggelengkan kepalanya. "Kinan gak tau."
"Yang lo tau aja."
Kinan tampak berpikir dan tangan kanan Kinan berada di pundak Dean, Kinan naikkan lagi ke leher laki-laki itu. Kinan mulai mengangkat kedua sudut bibirnya sedikit. "Ayah." Setelah mengatakan itu, Kinan melihat ke arah mata Dean yang masih belum mengalihkan pandangannya ke mana-mana selain Kinan.
"Terus?"
Kinan melihat ke arah tangannya sendiri kali ini dan tersenyum lagi. "Ola."
"Kak Rama." Kinan memelankan suaranya.
Senyum Kinan semakin lebar. "Gio."
"Viorent."
"Temen-temen Kinan di sekolah."
"Sepupu-sepupu Kinan."
Kinan tersenyum tipis dengan matanya yang kini sudah mulai berembun. "Oma Shellyn."
"Keluarganya Ayah."
Kemudian, Kinan menyempatkan untuk melihat ke arah mata Dean lagi dan senyuman lebarnya kini sudah tercetak jelas di wajahnya sebelum akhirnya Kinan mengatakan, "Terus yang terakhir yang Kinan tau, Kak Dean." Lalu, memeluk leher Dean kembali dan menyembunyikan wajahnya di sana.
Dean menganggukkan kepalanya. "Bener tuh. Dean juga sayang Kinan. Dan lo tau berarti yang sayang sama lo ada banyak, kan?"
"Banyak." Kinan tersenyum.
"Tau juga berarti kalo lo nyakitin diri lo, ada banyak juga yang bakalan sedih? Khawatir?" Bisa Dean rasakan Kinan mengangguk. "Lo mau ngeliat orang yang sama lo bakalan sedih?" lanjut Dean.
Entah itu akan berhasil atau tidak, setidaknya Dean sudah mencoba untuk membuat Kinan mengingat ucapannya itu. Tapi jika dilihat dari senyum Kinan yang terbit perlahan setelah mengingat nama-nama orang yang sayang padanya, semoga Kinan tahu apa yang harus Kinan lakukan setelah ini.
"Enggak. Kinan nggak mau."
"Kalo misalkan lo lagi ngerasa sendirian, Nan. Nggak ada siapa-siapa di deket lo, hal pertama yang harus lo lakuin ambil hape lo terus telpon atau chat gue. Kayak yang pernah lo bilang ke gue pas gue lagi ngalamin mimpi buruk lo bakalan dateng dan meluk gue. Gue bakalan ngelakuin hal yang sama," bisik Dean. Dean ingat sekali bagaimana Kinan dengan tanpa memikirkan apa-apa mengatakan hal itu padanya. Lalu jeda sebentar dan Dean melanjutkan, "Terus kita beli es krim stoberi biar mood lo bagus lagi. Makan fast food mungkin abis itu? Terus jalan-jalan nemuin Sergio kalo lo mau."
"Mau!" Kinan menyahut dengan begitu antusias. Sudah berapa lama tidak menginjakkan kakinya ke peternakan kuda itu dan Kinan memang belum pernah memberi makan Sergio. Salah satu hal yang Kinan ingini.
"Iya, nanti kita ke sana."
Dan masih dengan sisa senyumannya, Kinan menggerakkan kepalanya, mengusap rambut Dean hingga ke tengkuk laki-laki itu berulang-ulang. "Kak Dean, mau tau siapa yang nggak sayang sama Kinan?"
"Nggak ada yang gak sayang sama Kinan."
"Ada, Kak Dean."
"Siapa?"
"Bunda."
...
"Kita mau ke mana, Kak Dean? Jangan pulang dulu ya? Ya? Ya?" Kinan menarik-narik sisi jaket denim yang Dean kenakan itu. Tadi setelah bercerita, Kinan tidur sebentar dan sore ini, Dean mengajaknya untuk keluar. Sekarang mereka sedang berada di basement untuk menuju ke arah mobil Dean yang terparkir.
Dean menunduk, melihat Kinan di sampingnya. "Iya, gak pulang. Beli es krim stoberi dulu." Dan mengeluarkan kunci ketika sudah berada tepat di samping mobilnya. Dan membukakan pintu untuk Kinan.
"Di minimarket deket rumah Kinan gak apa-apa deh. Biar Kak Dean pulangnya gak jauh juga." Kinan mulai menurunkan kaca di jendela mobil dan memainkan lagi gelembung balon yang masih tersisa banyak itu. Dengan Dean di sebelahnya yang mulai mengemudikan mobilnya.
Kinan merasakan angin sore mulai menerpa wajahnya, membuat rambutnya ikut bergerak. Menikmatinya sebentar. Tak lama Kinan mulai menaikkan kembali kaca di jendela mobil dan mengangkat kedua kakinya. Beralih menghadap ke arah Dean sepenuhnya.
"Kenapa?"
Suara Dean membuat Kinan agak terkesiap. Tadinya memang Kinan sedang memerhatikan laki-laki itu. Kepala Kinan menggeleng dua kali. Entah Dean melihatnya atau tidak. Dengan kedua tangannya Kinan mulai memeluk kakinya itu. Kinan lalu teringat sesuatu. "Kak Dean, inget pas Kinan sama Kak Dean pertama kali ketemu di UKS?"
"Mhm-mm." Dean bergumam dan melihat Kinan sekilas.
Kinan menarik kedua sudut bibirnya ke atas mengingat hal itu. "Pas pertama kali ngeliat Kak Dean, Kinan sampe lupa halaman buku yang ditugasin sama Bu Nimas buat dikerjain temen sekelas. Kinan kena omel." Kinan mencebikkan bibirnya ke bawah.
"Kena omel siapa?
"Si ketua kelas namanya Bagas. Tapi abis itu dia ngasih Kinan kuaci rasa green tea. Kinan maafin deh." Dan secepat itu juga Kinan menampilkan senyumannya lagi.
Kening Dean terlihat berkerut. "Kenapa bisa lo lupa? Bukannya lo gampang inget?"
"Ya, alasannya karena Kak Dean lah. Kinan jadi gak fokus." Kinan dan segala ceplas-ceplosnya langsung saja menjawab seperti itu.
"Eh iya, hampir aja Kinan lupa mau nanya kenapa kepalanya Kak Dean bisa sampe berdarah gitu?" Selang beberapa detik Kinan bertanya lagi.
Dean menggeleng. "Gue juga gak tau, Nan. Maksud gue, gue gak tau siapa yang bikin kepala gue berdarah kayak gitu." Karena yang hanya Dean ingat, saat dirinya baru saja keluar dari mobil yang ia parkir di belakang sekolah—hari Senin itu Dean memang telat, kepalanya langsung dibenturkan oleh batu besar.
Kinan yang membayangkannya saja ngeri. Kinan meringis pelan. "Kak Dean, gak berbuat yang macem-macem kan? Waktu itu Kak Rama soalnya juga sampe masuk ke rumah sakit."
"Kenapa dia?"
Kedua bahu Kinan terangkat. "Dikeroyok sama geng apalah itu, Kinan gak tau. Tapi tetep aja Kak Rama masih bandel sampe sekarang. Kak Dean, jangan kayak gitu ya?"
Untuk pertanyaan yang satu itu, Dean melihat ke arah Kinan agak lama. "Iya, Kinan."
Dan masih bisa Dean dengar walaupun Kinan mengatakannya dengan pelan, "Kalo Kinan gak ke UKS waktu itu, kita bakalan sedeket ini juga gak ya?"
Pasti lah. Dean menjawab dalam hatinya.
...
"Nih es krim lo."
Kinan menerima dengan baik es krim cone yang Dean baru belikan itu di minimarket—Kinan tidak menyangka juga akan bertemu Dean untuk yang entah keberapa kalinya di sana. Dan duduk bangku panjang dekat lampu berwarna kuning dengan tiang tinggi. Duduk di samping Dean.
Tangan Kinan menengadah saat angin berembus dan menjatuhkan daun kering yang berada di pepohonan sebelah Kinan.
"Nanti setelah gue anter lo pulang, lo langsung istirahat ya? Terus langsung minum susu biar lo tidurnya cepet."
Mendengar perkataan Dean barusan, Kinan menoleh ke samping lalu memutar kedua bola matanya. "Malem Minggu masa Kinan disuruh tidur cepet? Kalah sama Pororo."
"Ini malem Minggu ya?"
Entah karena apa Kinan malah tertawa mendengar pertanyaan Dean tadi. Tangan Kinan mencengkeram sisi jaket yang Dean gunakan dan Kinan melihat Dean dengan wajah yang Kinan dekatkan ke arah Dean itu. "Iya. Ajak Kinan jalan dong. Biar kayak orang-orang."
Dean menyingkirkan helaian rambut yang mengenai wajah Kinan itu. "Mau jalan ke mana?"
Diberi pertanyaan seperti itu, mata Kinan membulat, tidak percaya "Eh beneran Kak Dean mau ngajak Kinan jalan? Padahal Kinan cuma asal ngomong aja tadi."
"Lo beneran gak mau istirahat aja?" Dean memberikan Kinan pertanyaan lain.
Kepala Kinan menggeleng. Membuat helaian rambutnya mengenai wajahnya kembali. Dean menyingkirkannya lagi. "Istirahatnya kan bisa hari minggu, Kak Dean."
"Tapi gue bisanya jam sembilan. Nanti gue yang ngomong sama Om Adam."
Kinan tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum. "Asikkk. Kinan tunggu ya, Kak Dean."
"Jangan ketiduran ya?"
"Iya."
Kinan boleh menyukai Dean lebih-lebih-lebih dari ini tidak?
Part full Kinan-Dean nih. Siapa yang suka?🙈🙈
Dipart ini Kinan udah mau mulai terbuka sama Dean tentang masalahnya juga;")
Siapa yang kangen sama Lines coba perlihatkan dirimu? Wkwkw
Maap yaa udah buat kalian nunggu lama. Emang nih acu lagi sok sibuk banget akhir2 ini hm
Yang kangen Sean-Abby mereka ada di next part..
Up lagi jam berapa ya?🤔
[ he thought the sky was pretty, but I thought he was the prettier. Azeeeq ]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro