love me or leave me
Bagian 45 |
If I told you my thoughts and showed
you all of my scars, would you
love me or leave me?
Makasih buat kalian yang masih nunggu dan semangatin aku;") aku up nih. Seneng gak?
Vote dan komen yaw✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂
"Pas banget."
Kinan mengalihkan pandangan dari lengannya yang sudah diperban ke arah Sean yang kini terlihat berjalan mendekat padanya dengan piring putih dan gelas di tangan. Tersenyum tipis juga. Duduk di tepi tempat tidurnya dan meletakkan piring yang ia pegang ke atas nakas.
Iya, pas sekali saat Sean masuk ke dalam kamarnya dan Kinan sudah bangun dari tidunya.
"Abby baru aja pulang dan sempet beliin lo ayam bakar madu. Lo pasti laper." Sean mengeluarkan suaranya lagi. Dan begitu mengerti pasti Kinan masih syok. Mendapatkan perlakukan seperti yang terjadi sore tadi. Dan Sean menjadi kesal sendiri. Benar-benar tidak waras orang yang berani-beraninya berbuat seperti itu, di tempat umum pula. Goblok! umpat Sean dalam hati.
Jika saja Sean tidak melihat itu, apa yang akan terjadi pada Kinan? Apa yang akan Kinan dapatkan selain goresan pisau lipat di lengannya?
Kinan menggigit bibir bawahnya dan merapatkan lagi tubuhnya hingga punggung Kinan menyentuh headboard. "Makasih ya, Kak Sean." Suara Kinan pelan sekali dan tangannya kini mengelus perban di lengannya lagi.
Sean yang panik langsung membawa Kinan ke apartnya dan menghubungi Abby. Dan yang Abby lakukan setelah melihat Kinan yang terluka seperti itu—terlihat begitu ketakutan juga, Abby tanpa berpikir lagi menelpon dokter yang sekaligus Om nya itu. Untuk keadaan yang seperti ini Abby tentu saja masih punya hati.
Abby memutuskan untuk menemani Sean sebentar hingga akhirnya Abby pulang karena Ashlyn yang ingin menemuinya. Dan di jam tujuh malam ini hanya ada Sean dan Kinan.
"Kok bisa?"
Kinan melirik ke arah Sean yang sudah lebih dulu melihatnya. Kerutan di dahinya terlihat. Belum mengerti yang Sean tanyakan.
Sean berdeham pelan. "Maksud gue, kok bisa ada yang berbuat segitunya ke elo?"
Diberi pertanyaan seperti itu, Kinan menggeleng pelan. Tidak mengerti juga. Kemudian, memeluk kedua lututnya erat-erat.
"Sebisa mungkin lo jangan pernah sendirian, Dri. Gue sebenernya juga gak tau kalo dia bakalan balik lagi atau enggak, tapi seenggaknya lo harus inget kata-kata gue. Orang-orang sekarang makin gila. Lo liat sendiri kan tadi?" Sean menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat itu.
Yang Kinan lakukan sekarang adalah menerka-nerka siapa yang begitu ingin mencelakainya. Apa Kinan pernah berbuat salah pada seseorang? Apa Kinan pernah melakukan hal yang tidak disengaja tetapi orang itu berpikir lain? Atau... apa?
"Kak Sean, Kinan mau pulang." Kinan mengeluarkan suaranya lagi. Tidak mungkin menghubungi Gio untuk menjemputnya karena pasti akan ada masalah baru dengan Sean juga. Ayahnya pasti mengkhawatirkannya. Kinan langsung meraih ponselnya yang Kinan lihat berada di atas nakas.
"Seenggaknya lo makan dulu, Dri. Dean juga lagi di jalan buat jemput lo."
Mendengar itu, kepala Kinan menoleh pada Sean lagi. "Kak Dean mau jemput Kinan?" tanyanya memastikan bahwa pendengarannya tidak salah.
Merespons pertanyaan Kinan, Sean mengangguk. "Iya. Lo makan dulu, oke? Temen gue nelpon, gue tinggal bentar."
Gantian, sekarang Kinan yang mengangguk pelan. Ditelusurinya semua sudut kamar Sean. Pororo di mana ya? Kinan tidak membuangnya di jalan, 'kan?
Memikirkan hal lain, Kinan dengan cepat mengetikkan pesan singkat untuk Ayahnya dan juga membalas chat dari Gio yang sudah menanyakan keberadaannya itu berkali-kali. Ada pesan juga dari Dean. Kinan menggigit bibirnya. Menggeram tertahan juga, mengapa semuanya menjadi rumit seperti ini.
Sementara Sean langsung memutuskan panggilan dengan temannya. Memberitahukan Sean hal yang berhasil membuat Sean mendengus keras. Mengencangkan rahangnya juga. Yang ada dipikirannya saat ini hanya satu; bagaimana caranya membuat Gio kembali padanya. Kembali untuk berkumpul bersama teman-temannya dan mau menuruti keinginannya.
Sebenarnya memang tidak disengaja Sean melihat Kinan dan orang yang menyakiti Kinan itu. Sean sedang menunggu Gio dan sepupunya juga di sana. Namun siapa yang bisa menyangka bahwa malah pemandangan tidak mengenakkan itu yang Sean dapatkan.
"Gio udah buat Juli mati. Dia gak bakalan mau balik lagi kayak dulu."
"Dia harus bayar utang dia gimana pun caranya."
"Gue yakin dia gak bakalan ke mana-mana. Lo cuma harus bujuk dia sekali lagi!"
Sean mengerjapkan matanya berkali-kali. Dan pikiran lainnya muncul saat bel apartemennya berbunyi. Itu pasti Dean. Pacarnya Kinan. Sean berjalan mendekat ke arah pintu utama. Membukanya lebar-lebar dan benar, sudah ada Dean yang kini sedang berdiri di depannya.
"Adri ada di dalem." Tanpa basa-basi, Sean langsung berkata seperti itu. Jadi, bener ya dia udah jadi pacarnya Kinan?
Dean memandang Sean dengan mengernyit. Adri? Dan tidak ingin memikirkan hal itu, kakinya melangkah masuk. Menemukan Kinan yang sedang mengenakan sepatunya. Terlihat piring dan gelas yang sudah kosong juga di atas nakas. Kinan pasti tidak tahu betapa khawatirnya Dean dan betapa leganya ia saat ini.
"Kak Dean."
Dean melangkah mendekat lagi. "Ya? Lo gak kenapa-kenapa?"
Kinan menggelengkan kepalanya dan tersenyum seperti biasa. "Tolong iketin tali sepatu Kinan." Dan melihat ke arah bawahnya. Tali sepatunya lepas. Kinan paling tidak bisa untuk mengikat tali sepatu.
Yang Dean lakukan ialah duduk di sebelah Kinan. Menatap netra cokelat milik Kinan lurus-lurus. Masih terlihat adanya ketakutan di sana. Dan tangan kanannya perlahan terangkat, mengusap sisi wajah Kinan. "Jawab pertanyaan gue dulu. Lo gak kenapa-kenapa, 'kan? Mana yang sakit?" Mata Dean menelusuri tubuh Kinan dan terlihatlah perban di lengan gadis itu. Dadanya terasa sakit juga.
"Udah gak sakit, Kak Dean. Kinan mau pulang sekarang."
"Iya, ayo kita pulang sekarang. Sini, gue iketin tali sepatu lo dulu." Setelah mengatakan itu, Dean duduk di lantai. Mengikatkan tali sepatu Kinan dengan cepat dan membuka jaket baseball merahnya yang langsung Dean pakaikan pada tubuh Kinan. "Ayo pulang." Dean mengulurkan tangan kanannya yang diterima baik oleh Kinan.
"Thanks lo udah jagain dia di sini. Udah nyelametin dia juga." Dean berkata seperti itu ketika di ruang tengah sudah ada Sean yang sedang membawa akuarium kecil milik Kinan.
Sean hanya mengangguk dan memberikan akuarium itu pada Dean. Tersenyum tipis juga ke arah Kinan. "Inget yang gue bilang tadi. Oke, Dri?"
"Iya, Kak Sean. Sekali lagi makasih ya. Kinan pulang dulu."
"Hati-hati," ujar Sean dan sebelum benar-benar menutup pintu apartemennya, Sean membisikan Dean terlebih dahulu. "Jangan pernah lo ninggalin dia sendirian."
...
"Tadi Kak Dean gak masuk sekolah ya?" Kinan menoleh ke arah Dean di sampingnya yang sedang mengemudi. Tatapan Dean fokus ke depan jalan sana. Dari awal masuk ke dalam mobil Dean hingga sekarang tidak ada yang mengeluarkan suara dan untuk saat ini malah Kinan ingin tahu apa yang sedang Dean pikirkan.
Kepala Dean mengangguk pelan. Hanya begitu.
Kinan yang melihat itu mengalihkan pandangan ke arah jendela di sampingnya. "Pantesan aja Kinan cari ke mana-mana gak ada," gumam Kinan yang ternyata masih bisa di dengar oleh Dean di sebelahnya.
Barulah, Dean menengok sekilas ke arah Kinan. "Ada apaan emangnya sampe nyariin gue?"
Dengan senyum yang Kinan keluarkan, Kinan menjawab, "Kinan buat Mac n' cheese buat Kak Dean sarapan tapi ternyata Kak Dean gak masuk yaudah Kinan sama Ola yang ngabisin." Kinan membuat makanan itu juga karena Kinan ingat perkataannya pada Dean sebelum mereka berangkat ke Bandung. Kinan akan memasak selain nasi goreng dan Mac n' cheese lah yang Kinan pilih.
"Curang malah diabisin. Buatin gue lagi besok." Dean menoleh lagi ke arah Kinan kali ini lebih lama, bertepatan dengan Kinan yang melihat ke arahnya juga. Kinan tersenyum, Dean merasa lega luar biasa.
Sebenarnya dari awal Dean masuk ke dalam mobilnya, Dean sedang memikirkan banyak hal dan salah satunya bisa dipastikan tentang Kinan.
"Kalo Kinan gak mager tapi."
Ketika suara Kinan terdengar lagi, Dean menoleh kembali. Kinan sedang mengeratkan jaket baseball merah di tubuhnya. Mengetukkan jari telunjuknya juga pada kaca akuarium. Semakin lama tatapannya berubah menjadi menerawang. "Kinan makin takut, Kak Dean."
Suara kecil Kinan yang bergetar itu membuat Dean menahan napasnya lagi. Kenapa harus Kinan yang mendapatkan perlakukan seperti ini? Kenapa harus Kinan yang menanggung semua ini? Dean menghentikan mobilnya tepat di depan pagar rumah Kinan. Membiarkan Kinan untuk menyelesaikan ceritanya. Menyandarkan kepalanya pada jok.
"Tadi orangnya berani banget, Kak Dean. Padahal lagi banyak orang. Di tempat rame aja dia berani apalagi nanti Kinan sendirian." Kinan membayangkan hal buruk yang akan terjadi padanya. Dan tidak ada siapa pun selain Kinan dan orang itu. Kinan akan kalah sebelum mengetahui siapa yang selama ini berbuat jahat padanya.
Dan Kinan merasakan tangannya menghangat, Dean yang menggenggamnya. Yang Kinan tahu sekarang, Kinan sudah berada di dekapan Dean. "Temen-temen gue lagi nyari tau itu siapa, Nan. Jangan terlalu dipikirin ya. Kasian diri lo juga nanti." Iya, Kinan akan terbebani pastinya.
"Kinan juga gak mau mikirin itu kok, Kak Dean. Besok-besok Kinan bakalan lebih hati-hati lagi," ucap Kinan dan yang pertama memberi jarak. Melihat ke arah rumahnya sekarang. "Jangan kasih tau Ayah ya, Kak Dean. Kinan belum mau Ayah tau."
Beberapa saat Kinan tidak mendengar suara Dean, Kinan menghadap ke arah Dean sepenuhnya sekarang yang lebih dulu memerhatikannya itu. "Ya, Kak Dean ya? Plis banget." Kinan menyatukan kedua tangannya di depan dada. Memohon.
Dean menarik ujung rambut Kinan. "Ayah juga berhak tau apa yang lo lagi alamin, 'kan?"
Mendengar itu, dengan cepatnya kepala Kinan menggeleng. "Kak Dean, ini beda tau. Kinan gak mau malah Ayah yang jadi kepikiran. Kan Kinan juga udah bilang sama Kak Dean kalo—"
"Iya, gue inget." Dean mengalah. Mulai menyandarkan sisi wajahnya pada jok lagi. Mengamati Kinan yang kembali melihat ke arah rumahnya dan sesekali melirik ke arah akuarium Pororo di pangkuannya.
Sudah dua kali Dean tidak bisa menjaga Kinan. Padahal dulu Dean sudah pernah mengatakan bahwa Kinan akan aman bersamanya. Kinan adalah salah satu orang yang Dean sayangi dan melihat Kinan seperti ini, Dean benar-benar menyesal. "Lo bakalan baik-baik aja. Kinan bakalan baik-baik aja."
Kinan menggeleng pelan. Tidak begitu yakin dengan ucapan Dean barusan. Kapan memangnya Kinan bisa merasakan dirinya baik-baik saja sedangkan semua yang Kinan alami jauh dari kata itu. Jawabannya tidak pernah.
"Besok berangkat sekolah bareng gue."
...
Gio melihat semuanya.
Melihat bagaimana Dean memeluk Kinan yang terlihat ketakutan. Melihat bagaimana Dean menenangkan Kinan, mengatakan—entah apa yang bisa membuat Kinan tersenyum. Gio menyandarkan kepalanya pada jok. Mengisap sekali lagi rokok di tangannya dan langsung Gio buang ke luar jendela mobil.
Mulai mengemudikan mobilnya juga ketika melihat Dean ikut masuk ke dalam rumah Kinan. Jika saja Gio bisa menarik Kinan keluar dari mobil Dean dan membawa gadis itu menjauh dari sana, menenangkan Kinan dengan caranya sendiri sudah Gio lakukan sejak tadi.
Ini salahnya, 'kan?
Meninggalkan Kinan begitu saja tanpa mau menunggu Rama untuk datang. Mungkin tidak akan terjadi seperti ini. Mungkin Kinan akan pulang dengan selamat. Mungkin Kinan akan baik-baik saja.
Dengan tangan kanannya, Gio menyisir rambutnya ke belakang lalu Gio tarik agak kencang. Pikirannya sedang kalut, Gio menghentikan laju mobilnya dan keluar dari sana. Tidak baik juga untuk mengemudi di keadaan seperti ini. Seraya memakai jaket denimnya, Gio masuk ke dalam minimarket. Membeli soft drink dan juga rokok.
Memilih duduk di meja yang paling pojok dan tidak pernah Gio duga sebelumnya seseorang yang sangat Gio kenal duduk di depannya. Abby. Gio sudah mengenalnya ketika gadis itu masih menjadi pacar Rama. Agak kaget juga melihat Abby di depannya sekarang.
"Semuanya meja penuh. Gue numpang duduk di sini oke." Abby yang pertama mengeluarkan suaranya.
Gio mengencangkan rahangnya. Abby mendengus melihat itu. "Gue gak sama Sean, tenang aja." Dan mengeluarkan rokok dari sling bag yang Abby bawa. Membakarnya dan mengisapnya perlahan. Gio memerhatikan itu. Mulai menyandarkan punggungnya pada kursi.
"Kebetulan banget ya kita ketemu di sini... Kak Abby?" Sindiran dari Gio begitu kentara. Dirinya masih mengamati Abby dengan sebelah alis terangkat tinggi kini.
Abby mengubah ekspresinya mendengar itu. Tetapi dengan cepatnya, Abby tersenyum sumringah. "Gimana sama kabar lo? Udah lama ya kita gak ngobrol kayak gini. Terakhir pas masih ada Juli ya gak sih?" Dan Rama juga.
Mendengar itu, Gio mengernyit. "Lo lagi kobam ya?"
Merespons pertanyaan konyol Gio, Abby memutar kedua bola matanya. Dunia ini memang sempit ternyata. Gio. Seseorang yang diincar Sean. Temannya Rama dan Juli. Melihat Gio di depannya seperti bisa membuat Abby memikirkan hal yang sudah lama Abby kubur tanpa diminta. Bodohnya Abby malah menghampiri Gio. Semakin banyaklah bayangan-bayangan di otaknya yang muncul ke permukaan.
Abby mencoba menepis semua itu dengan berkata, "Andrea masih suka sama lo lho, Yo." Sahabat Abby yang menyukai Gio sejak pertama kali mereka bertemu.
"Gue udah punya cewek," sahut Gio dan membuka penutup soft drink di atas meja. Menegaknya hingga setengah bagian. "To the point aja sekarang, lo mau ngapain ke sini? Kita udah kayak gak saling kenal dan lo malah tiba-tiba dateng. Gue jadi curiga."
Abby menghancurkan rokoknya terlebih dahulu. Menghela napas pelan juga setelah itu. "Sean tadi nolongin cewek. Kinan, orang yang deket banget sama si Rama."
Gio menahan napasnya. Ia berdeham pelan.
"Anaknya mirip banget sama Juli," lanjut Abby dengan senyum tipisnya ketika melihat Gio bergerak tidak nyaman. "Gue tiba-tiba kangen sama dia. Lo juga, 'kan?"
Tidak menjawab pertanyaan Abby, Gio malah mencengkeram pergelangan tangan gadis itu yang berada di atas meja. Menatap lurus-lurus mata Abby di depannya. Abby agak meringis. "Lo pasti udah tau sesuatu, 'kan? Lo gak mungkin tiba-tiba dateng kalo gak ada maksud apa-apa. Sekarang kasih tau gue."
Selama aku gak nulis aku tuh selalu bacain komen kalian lho wkwk jadi semangat lagi. Jadi pengen nulis lagi walau hasilnya ya begini eheheh
Sori nunggu lama ya;(
Ini kayaknya udah mau masuk konflik. Cast disini juga saling berkaitan gais, jadi jangan kaget kalo si A kenal si B kenal juga si C wkwkw
Menurut kalian siapa tuh dalang dari semua ini🙈🙈
Ada yang ngerasa perubahan di tulisan aku kah?
Aku langsung mau ngetik part selanjutnya nich
Komen yaa untuk part ini :))
Edited.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro