Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

like this

Bagian 31 |
and I love it how she's honest, you don't
find that nowadays

Akhirnya bisa juga up malming lagi wkwkwkw tengkyu buat komennya part kemarin

Vote dan komen lagi dund biar semangat lanjutinnya gitchu✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

Gio Arkelvin. Nama laki-laki yang masih Kinan pandangi itu. Laki-laki yang sedang mengelus berkali-kali tempurung Pororo setelah terlebih dahulu Gio beri makan. Duduk bersebelahan di tepi tempat tidur. Dengan Kinan yang mengusap rambut Gio dan Gio yang sesekali melihat ke arahnya lalu tersenyum. Kinan membalasnya.

Kinan berpikir dari pertama kali bertemu dengan Gio dan menjadi sedekat ini, Gio itu seperti tak tersentuh. Seperti teka-teki yang harus Kinan sendiri yang mencari jawabannya. Padahal—sekali lagi, Kinan dan Gio sudah sedekat ini. Dan seperti beberapa saat yang lalu juga ketika Gio bertanya tentang Sean padanya,

"Dia baik sama lo?"

Dengan anggukkan kepala, Kinan menjawab. Kinan juga melihat Gio tidak mengalihkan kedua matanya dari ponsel Kinan. Agak mengencangkan rahangnya juga. Kinan dengan hati-hati bertanya, "Gio kenal Kak Sean ya?" Dan itu berhasil membuat Gio menoleh ke arah Kinan juga.

Gio menatap Kinan lurus-lurus. Diperlihatkannya senyum tipis itu. "Kinan, bilang sama dia kalo kita gak pernah kenal ya kalo dia nanya sama lo." Kedua matanya begitu penuh harap.

Mendengar itu, Kinan tentu saja mengernyit. Bingung juga dengan kata-kata Gio barusan. "Kinan sama Gio... gak pernah kenal?" Kinan mengulang ucapan Gio dengan perasaan yang Kinan sendiri tidak mengerti harus menyebutnya apa. Tetapi yang Kinan tahu hanya satu; pasti itu bukan sesuatu yang bagus.

Kepala Gio mengangguk. "Iya, Ki. Cuma itu aja yang gue mau. Inget itu ya." Lalu, senyuman Gio yang bisa membuat Kinan jatuh berkali-kali pada laki-laki itu terlihat semakin lebar.

Bodohnya Kinan, ia tidak bertanya lebih lanjut. Dan tidak bisa disangkal juga Gio belum ingin memberitahukannya. Jika Gio mau, sudah pasti tadi Gio menjelaskan sedetailnya pada Kinan kan? Namun Gio malah mengalihkan pembicaraan mereka dengan penyebab mengapa Kinan menangis sore tadi.

"Jadi, ini yang namanya Pororo? Kecil amat gue kira gede."

Saat suara Gio terdengar, Kinan kembali lagi fokus pada laki-laki di dekatnya itu. Kinan mengangguk. "Kalo gede malah Kinan takut peliharanya. Untung aja Ayah beli yang kecil," sahut Kinan dan menjauhkan tangannya pada rambut Gio. Beralih mengetukkan jarinya di akuarium kecil Pororo.

"Om Adam yang ngasih?" tanya Gio dan memerhatikan Kinan di sampingnya. Mengeluarkan tangan kirinya dari akuarium juga.

"Iya, kata Ayah pas Oma udah gak ada biar Pororo yang nemenin Kinan. Tapi malah Pororo gak suka sama Kinan." Saat mengatakan itu mata Kinan belum beralih ke mana-mana selain kura-kura miliknya.

Gio menarik sudut bibirnya sedikit. "Gak suka gimana?" tanyanya lagi.

"Pororo selalu gak mau kalo Kinan kasih makan."

"Masa?" Gio melihat ke arah akuarium sekarang.

Kinan mengangguk. "Iya, Pororo maunya dikasih makan sama cogan alias cowok ganteng."

Mendengar perkataan Kinan itu, Gio tidak bisa menahan untuk tidak tertawa. Tangannya mengusak puncak kepala Kinan. "Kura-kura lo doang emang." Kemudian, yang Gio lakukan adalah kembali membaringkan tubuhnya. Memandang langit-langit polos kamar Kinan lama, hingga suara Kinan terdengar lagi.

Sebenarnya jika bukan perihal harus memastikan langsung dari orang itu dan Gio mau tidak mau mesti menurut juga—Gio tidak punya pilihan lain, Gio yakin Kinan juga akan melakukan hal yang sama. Jadi, apalagi yang harus Gio khawatirkan dari gadis itu? Jawabannya, tidak ada.

"Ki," panggil Gio dan melihat Kinan yang langsung menengok ke arahnya dengan senyum yang selalu Kinan perlihatkan itu. Mungkin sekarang Kinan sedang menunggu Gio untuk melanjutkan ucapannya.

"Kenapa, Gio?"

Gio menggelengkan kepalanya.

"Gio, udah mau pulang?"

"Enggak."

"Gio, udah ngantuk?"

"Enggak juga."

Sebelum menyahuti ucapan Gio, Kinan lebih dulu menaikkan kedua kakinya dan duduk bersila menghadap ke arah Gio yang masih melihat Kinan. "Terus kenapa?" tanya Kinan dan menopang dagunya dengan satu tangan.

"Masih mau lanjut?"

Tanpa Gio jelaskan pasti Kinan sudah mengerti. Dari penglihatan Gio, raut wajah Kinan agak berubah. Tetapi sebisa mungkin Kinan tetap perlihatkan senyumannya itu dan mengatakan, "Gio mau udahan?"

"Udahan yang kayak gimana dulu maksud lo?" tanya Gio balik.

Kinan mengangkat kedua bahunya dan memilih untuk menyembunyikan wajahnya di leher Gio itu dan memeluknya. Memejamkan matanya rapat-rapat. Tidak pernah Kinan duga bahwa pertanyaan seperti itu keluar dari mulut Gio langsung. "Tunggu ya, Gio. Kinan pastiin gak akan lama lagi." Kinan harap begitu.

Lalu, yang Kinan rasakan bahu Gio bergetar dan tak lama tawa Gio terdengar. Kinan mengangkat kepalanya, memerhatikan Gio di bawahnya itu dengan mengernyit.

"Baper amat. Gue cuma nanya kali."

Sesantai itu Gio berujar berbanding balik dengan yang Kinan rasakan. "Kinan udah deg-deg an tapi."

Gio tidak membalas perkataan Kinan dan lebih memilih untuk menyelipkan helaian rambut Kinan ke belakang telinga gadis itu dengan senyuman lebarnya yang perlahan-lahan pudar seiring mendekatnya Gio pada sisi wajah Kinan itu.

Dan yang Kinan tahu Gio mencium lagi pipinya. Kinan menutup matanya rapat-rapat. Hingga Kinan merasakan Gio akan mencapai bibirnya, baru lah Kinan berpaling. Kembali menenggelamkan wajahnya pada leher Gio dengan perasaan bersalah yang semakin menjadi-jadi. Bagus Kinan, you broke two hearts at the same time.

"Kinan."

Kinan harus bilang apa pada Gio?

Menceritakan sejujurnya apa yang terjadi dan Gio kembali tersakiti? Atau Kinan pendam sendiri? Lagi?

"Dean ya?"

Dan tersentaklah Kinan saat mendengar Gio bertanya seperti itu. Sungguh tepat sasaran. Kinan sampai tidak tahu harus menanggapinya bagaimana.

"Di mana aja, Ki?"

Kinan menggelengkan kepalanya pelan, enggan menjawab. Pacar macam apa Kinan? Seharusnya Kinan tidak boleh seperti itu.

"Gio." Dengan suara pelannya Kinan hanya dapat memanggil nama laki-laki itu tanpa bisa melanjutkan kalimat yang tertahan di bibirnya. Bagimana jika Gio marah padanya? Bagaimana jika setelah ini Gio akan menjauhinya?

"Gak apa-apa, ngomong aja. Di mana, Ki?"

Butuh waktu lama Gio menunggu Kinan untuk menjawab pertanyaannya. Gio mendorong pelan bahu Kinan. Merapikan rambut Kinan yang menghalangi wajah gadis itu. Kinan masih saja menutup kedua matanya.

"Gue cuma pacar lo, Kinan. Gak bisa nuntut diri lo harus ngapain. Gue bukan tipe pacar yang kayak gitu, jujur gue gak mau. Tapi pasti lo tau lah harus gimana kalo lo udah punya pacar. Udah punya gue."

Tanpa perlu Gio beritahukan sejelas-jelasnya juga. Karena pasti ada perasaan yang harus saling dijaga. Lalu, Gio melihat Kinan membuka matanya pelan-pelan.

"Dia cium lo ya?"

Dan memang seperti yang Gio pikirkan, Kinan menganggukkan kepalanya perlahan.

Mungkin kah ini salah Gio yang tidak pernah ada untuk Kinan? Selalu berpikir semuanya baik-baik saja padahal tidak? Melonggarkan genggamannya di tangan Kinan hingga membuat semuanya terjadi seperti ini?

"Bilang sama gue lo gak suka sama dia, Ki."

...

"Ini yang rasa green tea buat Anna."

Kinan mendekatkan minuman yang baru saja Adam pesankan untuk dirinya. Sore ini, Adam benar-benar mengajak Kinan untuk minum kopi bersama. Kinan melihat Ayahnya yang berada di sampingnya itu dan meletakkan kepalanya pada bahu Adam. Tanpa memikirkan berbagai tatapan dari pengunjung lain di kafe yang agak ramai ini.

Kemudian, Kinan memerhatikan Adam yang sedang bermain dengan ponselnya—membalas DM di Instagram. Sesekali Kinan tersenyum tipis melihat balasan yang Adam berikan pada penggemarnya itu.

Dan Kinan mengalihkan pandangannya pada ponselnya juga. Menunggu balasan pesan singkat Gio yang tak kunjung terlihat. Padahal Kinan mengiriminya chat sudah lama.

Saat di sekolah juga, sikap Gio beda. Lebih ke menjauhi Kinan. Tidak ingin melihat Kinan juga. Pokoknya menghindari Kinan sebisa mungkin.

"Ayah." Kinan memanggil Adam pelan.

Adam terlebih dahulu meletakkan ponselnya ke atas meja dan menoleh ke arah Kinan yang masih saja meletakkan kepalanya pada bahunya itu. "Kenapa, Ann? Kok muka Anna sedih?"

Kinan menggeleng pelan. "Ayah bakalan marah gak kalo pacar Ayah berduaan sama orang lain, tapi sebenernya pacar Ayah udah bilang ke Ayah."

Mendengar itu, Adam diam beberapa saat. Memegang bahu Kinan agar melihat ke arahnya. "Kalo Anna sendiri bakalan marah gak?" Adam memberikan Kinan pertanyaan yang sama.

"Enggak." Dengan cepatnya Kinan menjawab.

"Beneran gak marah?"

Kinan menghela napas pendek. "Iya-iya, sedikit. Karena Anna udah tau kalo dia bakalan begitu. Itu juga kan—"

"Ann, gak ada yang gak bakal marah sekalipun dia tau," tukas Adam dengan nada kebapakannya itu. Melihat putrinya dengan senyum tipis. "Anna pasti bakalan marah tapi mungkin Anna gak mau ngakuin? Jadi, Anna bilang Anna gak marah sama pacar Anna. Terus siapa yang bakalan sakit? Anna sendiri."

"Mau emangnya Anna punya pacar kayak gitu?" Adam melanjutkan.

Mau emangnya Gio punya pacar kayak Kinan?

Kinan menggelengkan kepalanya pelan. Mengalihkan pandangannya ke arah ponselnya lagi. "Anna gak berniat begitu, Yah. Kalo aja dia gak baik banget sama Anna, Anna gak akan mau juga."

"Jadi, Anna sendiri yang kayak gitu ke pacar Anna?"

Kinan hanya menganggukkan kepalanya saja. Dan tiba-tiba Kinan merasakan tubuhnya ditarik. Adam memeluknya erat-erat. "Anna, gak boleh begitu ya. Pilih satu orang aja pokoknya. Kalo Anna bingung suruh mereka ketemu sama Ayah."

"Ngapain, Yah?" Kinan melihat wajah Ayahnya itu.

"Biar Ayah bisa milih juga."

Kinan menggigit bibir bawahnya itu. "Kalo pilihan Ayah beda sama Anna gimana?" tanya Kinan lagi dan Adam menjauhkan tubuhnya. Merapikan rambut Kinan.

"Yaudah Ayah gak jadi milih, kan Anna yang ngejalanin hubungan. Anna pasti udah tau siapa yang baik buat Anna." Dan mencium berkali-kali puncak kepala Kinan hingga kekehan Kinan terdengar.

Bagaimana jika Ayahnya tidak ada di samping Kinan saat Kinan sedang merasa seperti ini? Kinan tidak berani membayangkannya. "Anna sayang Ayah pokoknya!" bisik Kinan di depan telinga Ayahnya itu.

Adam manggut-manggut. "Ayah lebih-lebih sayang sama Anna. Btw, pilihin poto Ayah dong, Ann. Ayah mau upload di IG nih."

Kinan tertawa lagi dan mengambil alih ponsel Ayahnya dan men-scroll layar yang kebanyakan malah foto dirinya di galeri Adam. "Foto yang baru aja, Yah. Nanti Anna yang fotoin deh."

"Yang bagus ya!"

Kinan mengangkat kedua ibu jarinya. "Siap, bos!" Senyuman lebarnya juga terlihat.

"Anna, mau makan sekalian gak?" Adam bertanya dengan topik baru. Menyesap kopinya dengan perlahan juga. Matanya mengedar pada setiap sudut kafe.

Kepala Kinan menggeleng. "Anna mau makan masakan Ayah aja di rumah."

"Beli waffle berarti gak jadi ya?"

"Jadi. Itu nanti Anna makan di mobil. Pengen banget waffle yang ada es krim stoberinya, Yah. Anna udah bayangin itu dari kemaren." Dan memeluk lengan Ayahnya dengan pancaran penuh harap dari kedua matanya.

Melihat putrinya yang merajuk itu, Adam mengangkat kedua sudut bibirnya. "Nggak boleh sering-sering makan es krim, Ann. Jalan sama Dean juga gitu kan? Makan es krim teruuus."

"Tau dari mana?"

"Ayah kan selalu chatting-an sama Dean. Jadi, Ayah tau."

Kinan menggeleng. "Semalem gak jadi beli es krim kok. Ya, sekarang jadi ya, Yah? Ya?"

"Mhm-mm," balas Adam dengan gumaman. "Nanti kalo Anna udah batuk Ayah tinggal bilang; Es terooooos."

Menanggapi itu Kinan hanya tertawa. Dan Adam membuka pembicaraan lain lagi tanpa melibatkan masalah Liora, tentu saja. Tetapi pasti Adam akan menceritakan semuanya pada Kinan. Tidak akan Adam biarkan juga nanti Kinan pergi lagi.

Jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam, keinginan Adam hanya satu; membuat keluarganya utuh kembali.

"Ayah fotoin Anna dulu ya, Yah! Sekali aja, abis itu baru Ayah yang foto. Jangan dari bawah, Yah. Jangan dari atas juga. Nah, iya kayak gitu."

Klik!

Suara dari ponsel Kinan lalu terdengar, Kinan langsung berlari menuju Ayahnya untuk melihat hasil foto yang Adam ambil tadi. Dan Kinan tersenyum. Bagus!

"Wah, Anna cantik banget di situ. Ayah yang foto in!" ujar Adam bangga.

Kinan memutar kedua bola matanya. "Sekarang ayo Ayah yang foto. Duduk di situ, Yah." Telunjuk Kinan mengarah pada besi panjang berwarna oranye itu.

"Kayak gini, Ann?" Adam sudah duduk dan melihat ke arah Kinan dengan wajah tanpa ekspresinya itu.

Kinan hanya manggut-manggut saja. "Satu... dua... tiga!"

Klik!

"Ayah ganteng banget di situ. Anna yang foto in!" Kinan mengikuti ucapan Adam tadi dan mendapat pelukan erat dari Adam di lehernya. Ternyata Kinan baru sadar warna pakaian yang ia gunakan sama seperti Ayahnya. Hitam-hitam.

"Anna, pesen waffle sendiri ya. Ayah tunggu di mobil."

Kinan hanya menganggukkan kepalanya saja. Melihat Ayahnya yang sudah menarik langkah menjauh dari dirinya dan Kinan yang berjalan ke arah Chloe's yang memang tidak terlalu jauh dari tempatnya berdiri. Membuka pintu kayu di depannya dan tidak menyangka juga Kinan melihat punggung yang sangat dikenalnya itu.

Dean yang sedang berdiri di depan etalase untuk memesan menu yang tertera seraya menunggu Abby yang sedang berbicara dengan Ardi, itu temannya Sean. Mereka juga sedang berada di Chloe's, merasakan hoodie-nya ditarik-tarik. Dean berpikir itu Abby yang melakukannya dan setelah Dean menoleh ternyata Kinan.

"Hai, Kak Dean!" sapa Kinan dan ikut berdiri di samping Dean. Mengambil buku menu yang berada di sebelahnya.

Sebelum membalas sapaan Kinan, Dean menoleh ke arah belakangnya. "Hei. Ke sini sama siapa?"

"Sama Ayah. Kalo Kak Dean?"

Belum sempat Dean menjawab, Abby sudah lebih dulu memeluk lehernya dari belakang. Membuat Dean bergerak tidak nyaman. "By." Suara Dean terdengar memperingatkan.

"Sori lama ya. Aku tadi abis ngobrol sama temennya Sean di situ gak enak juga kalo gak nyapa. Muka kamu jangan bete gitu dong." Dan Abby mengubah posisinya yang sekarang sudah berada di samping Dean dengan Dean yang mencoba melepaskan tangannya.

Dean berdeham pelan. "Kinan, ini Abby."

Abby langsung mengerti. Ada Kinan ternyata. Abby malah mengeratkan rangkulannya pada Dean. Menoleh ke arah Kinan dengan senyum ramah dibuat-buat. Dan saat melihat Kinan mengulurkan tangannya Abby menerima itu. "Abby."

"Kinan."

Dan Abby yang pertama kali menjauhkan tangannya. Berbicara lagi pada Dean seolah-olah Kinan hanya angin lalu. Dean berusaha melepaskan tangan Abby dan saat dirinya ingin menemui Kinan, Kinan malah berjalan ke belakang sana.

Dengan perasaan yang campuk aduk, Kinan melangkahkan kakinya menuju ke arah Ardi yang sedang duduk bersama teman-temannya di meja pojok. Kinan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat menahan kesal. "Kak Ardi!" panggilnya.

Alis Ardi terangkat sebelah. Sebelum menoleh ke arah Kinan di sampingnya, Ardi lebih dulu melihat teman-temannya secara bergantian. "Kenapa, Kinan?" tanyanya.

"Kinan boleh mesen langsung ke Kak Ardi aja gak? Kinan mau waffle yang ada es krim stoberinya."

Tentu saja Ardi langsung mengalihkan pandangan ke depan etalase. Dan menangkap sudah ada Abby dan Dean di sana. Ardi mengerti sekarang. "Boleh." Ardi mengangguk dan berdiri dari persinggahaannya. Berjalan ke arah dapur dengan Kinan yang mengikutinya dari belakang.

"Dell, bikinin nih anak waffle yang ada es krim stoberinya ya. Dibawa pulang, kan?" Ardi menengok ke arah Kinan, Kinan mengangguk dua kali. "Dibungkus, Dell."

Sebenarnya jika bukan karena terpaksa dan sangat menginginkan waffle, Kinan memilih pergi saja langsung menemui Ayahnya.

"Kinan kalo ke Chloe's lagi mesennya kayak gini aja ah. Biar gak ngantri." Kinan berceloteh.

"Kalo gue ada di sini boleh-boleh aja."

"Ah, iya juga. Yaudah kalo Kak Ardi ada di sini aja. Chloe's rame terus sih, jadi capek Kinan ngantrinya." Demi mengusir rasa bosannya dan tidak tahu harus berbuat apa saat hanya ada Senior cueknya ini di sampingnya, Kinan mengeluarkan suaranya lagi.

Ardi hanya mengangguk.

Tuh kan!

"Kalo tadi sebenernya gak rame-rame amat. Tapi ada yang buat Kinan gak suka. Maafin Kinan yang udah ngerepotin Kak Ardi ya?"

Ardi melirik ke arah Kinan. "Iya, santai aja."

Sesaat Kinan memilih diam. Memikirkan gadis yang bernama Abby itu, yang bersama dengan Dean tadi.

Apa Abby yang dimaksud Geraldi?

Dia gak butuh minta maaf lo, Nan. Dan gue kasih tau lo, posisi lo bakalan digantiin kalo lo masih aja ngegantungin dia. Lo mau?

Tanpa sadar, Kinan menggeleng samar.

Suka gak sama part ini gais?

Meskipun cuma jadi pacar seharusnya udah tau lah ya harus gimana. Tapi Kinan begitu hm. Siapa yang greget sama Kinan? Wkwkwk

Jadi, menurut kalian Kinan suka gak sih sama Dean?🙈🙈

Scene Dean-Kinan emang dikit. Next part baru banyak muehehe

Teamnya Dean-Kinan udah goyah belum nih?

Aku pengen cepet-cepet ngeluarin konflik parssss 😭😭

Mau lanjut?

[ Gio ]

[ Abby ]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro