Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

kid in love

Bagian 28 |
I wanna make you mine

Part kemarin banyak yang komen aku seneng. Tengkyu ya muehhee

Kuy lah vote dan komen lagi✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

Backstreet.

Dari semester terakhir kelas 10 hingga sekarang Gio yang memang menginginkan untuk backstreet seperti ini. Dengan Kinan yang masih bertanya-tanya apa alasannya. Karena alasan Gio ketika itu hanyalah; musuh gue banyak, Ki. Lo bakalan baik-baik aja kalo kita begini. Iya, dan Kinan menyetujui apalagi Gio sudah membawa-bawa Rama dan Rama yang menginginkan hal yang sama untuk jangan dekat-dekat dengan Gio.

Kinan tidak bisa merasakan bagaimana seperti temannya Viorent dan pacarnya—Reza yang bebas untuk terlihat berdua di sekolah. Makan di kantin bersama-sama. Lalu, ke sekolah dan pulang berdua juga. Dan tentu saja Kinan tidak mengerti apa mau Gio saat akhir-akhir ini Gio malah gencar untuk menampakkan dirinya di hadapan Kinan.

Namun, tak bisa disangkal Kinan senang.

"Mau nambah lagi, Ki?"

Kinan mengerjapkan matanya berkali-kali saat suara Gio terdengar. Pandangannya teralih pada salad buah yang berada di tangannya. Kemudian, Kinan menggeleng. "Ini aja masih belum abis. Gio mau?"

Sekarang gantian, Gio yang menggeleng. "Gue perhatiin dari tadi lo bengong terus. Lo mikirin apaan sih?" Setelah mengatakan itu, Gio beralih melihat layar ponselnya lagi dengan tangan satunya yang berada di pergelangan kaki Kinan. Mengusapnya perlahan.

Saat ini mereka sedang berada di living room. Duduk di sofa panjang berdua. Dengan Kinan yang meletakkan kedua kakinya di atas paha Gio, seraya memakan salad buah dan menonton kartun yang tayang setiap pagi di TV.

"Gio."

Gio menoleh ke arah Kinan kembali. "Apa?"

"Itu.. Kinan lagi mikirin Gio." Kinan menjawab pertanyaan Gio beberapa menit yang lalu.

Mendengar itu, Gio mengernyit tetapi tak lama senyum tipisnya terlihat. "Walaupun gue lagi di deket lo kayak gini?" tanya Gio lagi.

Kepala Kinan mengangguk dan Gio makin memperlihatkan senyumannya.

Dan demi menunjukkan pada Rama bahwa Gio sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan Kinan, Gio harus bersikap sebaliknya ketika bersama Kinan kan? Begitu pula dengan Sandra, itu hanya akal-akalan Gio saja. Sandra jelas hanya temannya dan Kinan juga tahu itu.

Beruntung teman-temannya percaya. Semoga Rama percaya. Juga.

Tak lama Kinan bergerak untuk menaruh mangkuk yang sudah habis isinya ke atas meja dan mengubah posisinya yang kini kepalanya Kinan letakkan di atas paha Gio. Mengambil alih ponsel Gio yang sedari tadi dimainkan oleh laki-laki itu.

"Gue lagi nge-chat temen gue, Ki." Tidak menghiraukan ucapannya, Gio malah melihat Kinan mengulurkan tangannya di depan Gio setelah Kinan memegang erat-erat ponselnya dengan tangan satunya itu. Dan Gio justru meletakkan dagunya pada telapak tangan Kinan.

Melihat itu Kinan tertawa sebentar dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kasih Kinan tangan Gio," jelasnya.

Oh. Gio mengerti. "Nih." Dan memberikan tangannya pada Kinan lalu Kinan bawa ke sisi wajahnya. Yang Gio lihat sekarang Kinan mulai memejamkan kedua matanya itu.

"Jangan tidur lagi."

Kinan menggerakkan kepalanya agar mendapatkan posisi yang nyaman. "Kinan cuma mau tutup mata aja gak tidur."

Gio tidak menyahut dan memilih untuk mengusap pipi Kinan hingga ke rambut gadis itu. Berulang-ulang. "Lo mau diginiin?" Gio bertanya seraya terus melakukan kegiatannya dan dilihatnya Kinan mengangguk pelan.

Kinan memang tidak tertidur. Pikirannya melayang jauh. Sebenarnya Kinan sadar dihubungannya bersama Gio ini, Kinan lebih banyak meminta Gio untuk menyetujui permintaannya, sedang Gio sendiri tidak terlalu banyak menuntut.

Terlebih, Kinan menyakiti Gio berkali-kali. Dan itu penyesalan yang hingga saat ini masih bersarang didirinya. Bagaimana Kinan dapat membalas Gio yang masih saja baik terhadapnya? Masih ingin bersama dengan Kinan?

Yang Gio tahu Kinan hanya dekat dengan Dean. Sebatas itu. Tidak pernah terbesit juga untuk memberitahukan Gio. Menyakiti Gio, lebih.

"Kelvin," gumam Kinan memanggil Gio dengan nama panjangnya itu.

Gio dengan tangan yang belum berhenti mengusap rambut Kinan menyahut, "Apaan?" Seraya memerhatikan Kinan yang masih saja menutup kedua matanya itu. Jika Gio bisa, atau mungkin mampu Gio akan melakukan hal ini terus-menerus. Dan jika memungkinkan berada di dekat Kinan terus.

"Makasih ya," ujar Kinan tulus.

"Karena udah bawa lo ke sini?" Gio menebak tentang ucapan terima kasih dari Kinan tadi.

Dengan pelan, Kinan mengangguk. "Kalo ada apa-apa Kinan bakalan ke sini lagi. Gio jangan marah ya?" Meskipun sikap Gio sudah mulai membaik terhadap Kinan, Kinan juga perlu memastikan hal-hal kecil seperti itu.

"Jangan pergi-pergian dari rumah terus lah. Kasian Ayah lo." Semoga gak ada apa-apa lagi, Ki. Gio menambahkan dalam hati.

"Kalo Bunda belum pulang, Kinan gak mau pulang." Kinan lebih memilih untuk tidak mengindahkan ucapan Gio barusan dan mengutarakan lagi apa yang sedang Kinan pikirkan. Tetap keukeuh untuk tidak ingin bertemu dengan Liora. Entah sampai kapan.

"Mau mastiin?"

Mendengar itu, Kinan kali ini menghadapkan wajahnya pada Gio. "Maksudnya?" Kinan mengernyit.

Dengan ibu jarinya, Gio mengusap kerutan di dahi Kinan. "Gue anter ke rumah lo. Terus lo bisa liat sendiri Bunda udah pulang apa belum?" Dan melihat kedua mata Kinan yang sudah lebih dulu menatapnya itu.

Kinan agak tidak setuju sebenarnya. Masih ingin di sini bersama Gio. "Iya, tapi nanti. Kinan mau di sini dulu sebentar sama Gio."

Menanggapi perkataan Kinan barusan, Gio menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Oke," katanya. Lalu, menjatuhkan dahinya pada dahi Kinan di bawahnya itu. Mulai memejamkan matanya juga.

Di saat-saat yang jarang sekali seperti ini dengan Gio, Kinan merasa kebahagiannya bertambah satu. Entah Gio tahu atau tidak, Kinan menantikan kesempatan seperti sekarang. Dan Kinan membawa tangannya untuk mengusap leher Gio yang berada di dekatnya. "Gio, gak mau nanya apa-apa gitu sama Kinan?" Senyumannya terbit perlahan.

"Nggak ada."

Jemari Kinan kini menyentuh rambut Gio yang berada dekat di telinga laki-laki itu. Kinan menggigit bibir bawahnya. "Beneran gak ada?"

"Mhm-mm." Gio hanya bergumam.

"Beneran? Tanya apa aja Gio."

"Lo yang mau gue nanya ya." Gio mengembuskan napas pelannya. Sebelum akhirnya mengatakan, "Gimana sama Dean?"

Kak Dean?

Kinan seketika itu juga terdiam. Langsung teringat ucapan Dean—sebelum dirinya melihat Liora di rumah, yang mengatakan bahwa Dean akan menjemput Kinan jam sembilan malam. Kinan melupakan itu. Kinan melupakan Dean.

Bagaimana bisa?

Pasti Dean kecewa padanya. Apa Dean mencarinya? Apa Dean menunggunya?

"Kak Dean.. gak gimana-gimana," jawab Kinan, kali ini suaranya terdengar pelan sekali.

Gio mengangkat perlahan kepalanya dan berada tepat di hadapan mata Kinan. "Lo tau harus ngapain kan, Ki? Jangan buat gue cemburu." Diakhir kalimat, Gio memberikan Kinan senyum tipisnya.

"Yang buat Gio cemburu itu kayak gimana?"

"Lo pasti tau kayak gimana." Dan Gio benar-benar menegakkan tubuhnya sekarang.

Tangan kanan Gio kemudian meraih ponsel di tangan Kinan itu. "Gue mau ganti baju. Lo minggir dulu."

Kinan menurut dan mengikuti ke mana Gio melangkah. Ikut mengambil satu hoodie Gio yang berwarna putih itu di lemari pakaian, memakainya langsung lalu menjatuhkan tubuhnya pada tempat tidur Gio yang nyaman. Meraih ponselnya juga yang Kinan non-active kan dari semalam dan lantas memasukkan ponselnya itu ke saku hoodie.

Kegiatan Kinan kini ialah mengamati Gio yang sedang mengganti pakaiannya dengan baju lengan panjang berwarna merah dan berbalik ke arah Kinan seraya mengulurkan tangan kanannya itu. "Ayo, cepetan. Kita ke rumah lo dulu. Terus jemput Papa, kalo lo masih mau."

Kinan menggapai tangan Gio itu dan dengan sekuat tenaganya, Gio membantu Kinan berdiri. "Gak nunggu Mama Anneth pulang aja?"

"Mama pulang masih lama. Kita sekalian jalan aja."

Mendengar ucapan Gio, Kinan tidak bisa untuk menahan senyumannya. Namun, itu tidak berlangsung lama karena saat Gio membuka pintu utama rumahnya Rama sudah terlihat di sana. Bersandar pada mobil hitamnya.

"Anna, masuk ke mobil Kak Rama sekarang!"

Pegangan tangan Kinan di lengan Gio mengerat ketika Kinan merasakan Gio akan menghampiri Rama di depan sana. Dengan cepat, Kinan berdiri di hadapan Gio. "Gio, liat Kinan." Kinan melihat rahang Gio sudah mulai mengencang. Pasti sedang menahan kesal, tetapi tak lama Gio melihat ke arah Kinan juga.

"Jangan mukul Kak Rama. Kinan.. Kinan pulang sama Kak Rama aja."

Gio hanya diam.

Dengan senyuman yang Kinan perlihatkan, Kinan melanjutkan, "Kinan inget sama apa yang Gio bilang." Dan berjinjit sedikit untuk mencium pipi kiri Gio itu.

"Besok jangan berubah lagi ya, Gio." Setelah mengatakan itu, Kinan perlahan-lahan menarik langkahnya menjauh. Dan masuk ke dalam mobil Rama.

Jika bukan karena permintaannya dengan Rama itu, Gio pasti akan langsung menyeret Kinan untuk ikut dengannya. Ki, jangan dengerin omongan Rama.

"Udah Kak Rama duga ternyata bener Anna di rumah dia. Udah berapa kali sih Kak Rama bilang jangan deket-deket sama Gio, Ann. Anna gak tau dia gimana." Masih mencoba untuk bersikap sesantai mungkin, Rama berujar.

Kinan mencoba menutup telinganya rapat-rapat dan melihat jalanan dari jendela di sampingnya itu.

"Anna bakalan berterima kasih sama Kak Rama karena Kak Rama udah larang Anna deket sama Gio."

"Masalahnya apa sih, Kak Rama?" Kinan melihat ke arah Rama kali ini.

Dengan senyum masamnya, Rama menjawab, "Liat kan? Dia gak mau terbuka sama Anna tentang masalahnya. Anna bahkan udah tau sendiri dia gimana."

Enggak. Anna gak tau. Kinan beralih melihat ke arah jendela lagi. Dan untuk tidak mengeluarkan amarahnya lebih baik Kinan diam.

"Gio orang yang gak bisa dimaafin, Ann. Ini peringatan terakhir juga. Kalo sampe Kak Rama ngeliat Anna sama Gio lagi, maafin Kak Rama kalo Kak Rama bilang sama Ayah. Sekarang masuk rumah sana, temuin Ayah."

Dengan ucapan terakhir Rama yang masih terngiang di kepalanya, Kinan membuka pagar rumah dan masuk dengan langkah gontainya. Melihat Adam yang baru saja keluar dari kamar.

"Ann—"

"Yah, Anna capek. Anna mau istirahat sekarang," tukas Kinan dan melanjutkan langkahnya untuk menaiki anak tangga.

"Mau Ayah temenin sampe Anna tidur?"

"Enggak, Yah. Anna mau sendiri aja," jawab Kinan dan langsung merebahkan tubuhnya dengan kepala yang ingin Kinan copot, jika bisa.

...

Nomor yang anda

Dean langsung mematikan panggilannya, yang entah sudah keberapa kalinya di malam ini. Menghubungi siapa lagi jika bukan Kinan. Seharusnya Dean menikmati pesta yang berlangsung di rumah Edo, tetapi pikirannya tetap saja mengarah pada Kinan yang tidak juga menerima panggilannya.

Tidak cukup banyak memang tempat yang Dean ketahui yang mungkin saja Kinan berada di sana. Dan semua tempat yang Dean tahu sudah Dean kunjungi tetapi Kinan tidak ada. Dean menghancurkan rokok di tangannya itu.

Seraya bersandar pada dinding. Dean mengetikan pesan singkatnya yang mengatakan bahwa Kinan harus segera menghubunginya saat melihat chat yang Dean kirim lalu memasukkan ponsel ke saku jaket. Tangan Dean terangkat untuk menarik pelan rambutnya lalu ia sisir ke belakang dengan jarinya. Kemudian, berjalan untuk menemui teman-temannya yang sedang berkumpul itu.

Seharusnya Dean tidak di sini. Jika bukan teman-temannya yang memaksa dirinya.

Anna gak bisa ditinggal sendirian.

Kalo Anna udah cerita sama lo pasti lo tau karena apa kan?

Kenapa lo gak pastiin dia udah pulang atau belum tadi malem?

Iya, mengapa Dean tidak memastikan itu? Dan kata-kata Rama mampu menyentilnya. Dean bertemu Rama saat menunggu Kinan di rumah gadis itu. Berakhir mengetahui bahwa Kinan pergi entah ke mana.

"By, udah." Dean mengambil alih gelas yang berada di tangan Abby dan langsung Dean letakkan ke atas meja di dekatnya. Tidak memedulikan tatapan tidak suka dari Abby, Dean memilih duduk di samping Reksha.

"Lo keliatan pusing banget, Njing." Reksha menepuk bahu Dean dengan cengiran bodohnya itu. Dan tertawa-tawa bersama Angga, Geraldi dan pastinya juga Abby.

Dean menyingkirkan tangan Reksha dari bahunya itu dan menyandarkan kepalanya pada sofa. "Menurut lo Kinan di mana?" gumam Dean yang masih bisa Reksha dengar.

Reksha berdeham kencang. Arah matanya tertuju pada Angga yang duduk di samping Geraldi itu. "Ngga, menurut lo Kinan di mana?" Reksha mengulang pertanyaan Dean tadi.

Angga layaknya seorang yang sedang berpikir, menerka-nerka dan menampilkan senyumannya itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah Reksha. "Di rumah anjing-nya! Bener pasti gue. Lo cari, Yan ke sono."

Mendengar itu, Reksha ikut tertawa dan beralih ke arah Geraldi yang berada di tengah-tengah Abby dan Angga. "Kalo lo, Ral. Menurut lo di mana?"

Geraldi mengangkat kedua bahunya. "No clue."

"By?"

Abby memutar kedua bola matanya dan menyandarkan kepalanya itu ke pundak Geraldi di sampingnya. "Reksha, lo pikir gue peduli?"

Reksha manggut-manggut. Dan melihat lagi ke arah Dean yang kini sudah berdiri. "Dia bakalan ngasih tau lo kalo lo penting, Yan."

Tatapan Dean mengarah pada Reksha.

"Nanti juga bakalan ada chat dari tuh anak," ujar Reksha lagi. Ia beri jeda sebentar dan melanjutkan, "Udah bobo kali jam segini."

Dean tidak ingin menyahuti perkataan Reksha itu dan langsung menyentuh pergelangan tangan Abby. "By, pulang sekarang."

Dan tidak Dean duga sebelumnya, Geraldi ikut berdiri dan menepis tangan Dean. "Lo mending cari Kinan aja, biar Abby sama gue. Gue bakalan anter dia ke rumah."

"Apa-apaan?! Enggak-enggak. Lo anterin gue, Nyuk. Biar Abby sama Angga. Mereka satu arah juga. Ya kan, Ngga? Lo mau nganterin Abby? Lo belom kobam kan, Ngga?" Reksha berdiri dan menepuk pipi Angga berkali-kali yang langsung ditepis kasar oleh Angga.

"Ayo, By pulang sekarang," kata Angga dan memapah tubuh Abby bersamanya.

Geraldi melihat punggung mereka berdua hingga tak terlihat lagi. Dan melihat Dean juga pergi setelah itu.

"Thanks, Sha!" kata Geraldi dan bersiap-siap untuk meninggalkan tempat ini.

"Lo cemburu?"

Tatapan tajam Geraldi langsung mengarah tepat di mana Reksha berdiri. "Nope," jawabnya. Dan senyum miringnya terlihat kemudian.

...

Setelah terdengar bunyi dentingan dan pintu lift terbuka, Dean langsung melangkah keluar dari sana. Dan Dean memelankan langkah kakinya ketika terlihat di depan pintu apartemennya gadis yang Dean yakini adalah Kinan sedang duduk memeluk lututnya dengan wajah yang ditenggelamkan.

Dean berjalan mendekat. "Kinan," panggilnya. Dan melihat Kinan mulai mengangkat kepalanya itu. Yang pertama Dean lihat ialah senyum yang biasa Kinan keluarkan.

"Mau donat?" Dengan kedua tangannya, Kinan mengulurkan kotak oranye itu ke hadapan Dean.

"Sanaan." Dean justru berkata seperti itu dan ikut duduk di samping Kinan. Mengamati gadis yang sudah bisa-bisanya membuat Dean khawatir seperti ini dan tiba-tiba Kinan malah datang ke tempat Dean dengan donat di tangannya.

Dean melihat ke arah kardus yang Kinan pegang dan ke arah Kinan lagi secara bergantian. "Gue tebak, lo ngasih gue donat karena lo ngerasa bersalah karena gak ada di rumah semalem?" Tidak ada nada sindiran atau apa pun itu, suara Dean malah lebih lembut.

Kinan di sampingnya menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Senyumannya sudah pudar. "Semalem Bunda dateng jadi Kinan gak pulang ke rumah." Dan sebisa mungkin tidak melihat ke arah Dean di sebelahnya.

"Terus lo ke mana?"

Kinan sudah menduga sebelumnya bahwa pertanyaan ini akan keluar juga dari mulut Dean. "Kinan nginep di rumah Gio." Kinan berusaha jujur.

"Gio?" ulang Dean.

Menanggapi itu, Kinan hanya menganggukkan kepalanya saja.

"Lo juga gak angkat telpon gue, Nan."

"Sengaja. Kinan gak mau ngomong sama Kak Dean ditelpon makanya Kinan ke sini. Kak Dean, abis dari mana?" Kinan sudah melihat ke arah Dean lagi. Sudah tersenyum lagi.

Dean yang kali ini mengalihkan pandangan ke arah tembok di depannya. "Jangan ngalihin pembicaraan, plis." Sudah sangat tertebak bagaimana Kinan ingin mengalihkan pembicaran yang memang seharusnya mereka berdua membahas tentang ke mana perginya Kinan.

"Yaudah, Kinan minta maaf."

Untuk beberapa saat, Dean memilih bungkam dan perlahan menggerakkan kepalanya mengamati Kinan yang ternyata juga melihat ke arah depannya itu. "You okay?" Dean bertanya dengan pelan.

"Ya," jawab Kinan dengan tak kalah pelannya.

Hanya itu yang saat ini memang ingin Dean tahu. Jawaban langsung dari Kinan sendiri. Dan Dean bisa mengembuskan napas leganya kini.

"Kinan minta maaf juga gak bilang-bilang Kak Dean. Buat Kak Dean nunggu."

"Gue gak nunggu," sahut Dean dengan cepat. Kelewat cepat malah.

Kinan menggigit bibir bawahnya. "Kinan tau Kak Dean kesel sekarang. Kinan—"

"Gue penting gak sih, Nan buat lo?" Tiba-tiba saja Dean mengingat ucapan Reksha. Memerhatikan sisi wajah Kinan yang tertutupi oleh rambut panjangnya itu. Pertanyaannya itu lolos begitu saja dari mulutnya.

Kinan tentu saja terkejut diberikan pertanyaan seperti itu. "Apa, Kak Dean?" tanyanya. Mencoba memastikan.

"Lo pasti denger apa yang gue tanyain tadi." Dean belum ingin mengalihkan pandangannya ke mana-mana selain Kinan yang berusaha untuk tidak melihat ke arah Dean.

Tak lama, Dean berujar kembali. "Susah ya pertanyaannya?"

Kinan masih saja diam.

Dean akan bangkit, Kinan menahannya dengan menarik jaketnya itu. "Gue anter lo pulang."

Kepala Kinan menggeleng. "Gak usah, Kak Dean."

"Gue mau pastiin sendiri kalo lo bener-bener pulang, Kinan."

Kinan malah melihat ke arah tangannya itu. "Gelang Kinan nyangkut."

Dean ikut memerhatikan arah pandang Kinan. Benar, gelang gadis itu tersangkut di jaketnya. Gelang yang membuat mereka bertemu lagi dan lagi. Tangan Dean mencoba melepaskan gelang perak Kinan dari sana dengan hati-hati. Seraya melihat ke arah tangan Kinan, Dean berujar dengan suara pelannya. "Lo bakalan baik-baik aja, Nan. Semua bakalan baik-baik aja."

...

"Makasih ya, Kak Dean." Kinan membuka pintu mobil di sampingnya, selama di perjalanan hingga sampai di rumah Kinan seperti sekarang tidak ada yang memulai pembicaraan. Saling berdiam diri.

"Iya." Dean menjawab singkat.

Kinan menutup pintu mobil dan belum ingin juga beranjak dari samping mobil Dean. "Kinan minta maaf—"

"Lo udah ngomong itu berkali-kali," potong Dean.

"Kak Dean, masih marah?" Kinan merasa seperti itu.

"Kapan gue marah sama lo sih?"

Mungkin memang hanya perasaan Kinan saja. Dean memang dingin seperti ini kan?

"It was just a kiss kan. Dan gak berarti apa-apa juga buat lo?"

Kinan terdiam sebentar dan melihat ke arah Dean dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Gimana buat Kak Dean?"

"Lo mau jawaban jujur gue?"

Merespons itu, Kinan lagi-lagi hanya mengangguk.

"Iya, Kinan."

Tapi.. apa itu cukup?

Bingung deh si Kinan wk

Setelah tau Gio ternyata pacarnya Kinan banyak yang baca ulang dari awal ya wkwkwk jadi sekarang udah tau deh tuh kenapa Gio marah2 ke Kinan hm

Ada yang kangen Dean gak?🙈🙈

udah mulai kebuka juga yaa tentang hubungan mereka.

Apa yang kalian mau tau lagi? Komen disini ya :)

Jadi, kalian team siapa sekarang?

Gio?

Atau

Dean?

[ Aku yang bingung upload foto Dean yang mana. Dua-duanya 🔥🔥]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro