Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

hold on

Bagian 9 |
but you're always on my mind

Kecepetan gak sih aku upnya? ((:

Banyak banget cyin yang komen part kemarin. Aku seneng. Ini buat klean. Komen lagi ya ya biar malming up lagi✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

"Pororo punya Anna bergerak, Yah. Biasanya diem aja kayak gak punya semangat idup."

Tanpa mengalihkan pandangannya pada aquarium berukuran kecil itu, Kinan berujar. Dan saat Mba Dewi—wanita yang bekerja di rumah Kinan, tidak sesering mungkin hanya jika dibutuhkan oleh Ayah Kinan—lewat di belakang Kinan, Kinan langsung mengatakan, "Pororo-nya Anna bergerak, Mba. Liat deh."

"Eh iya, dia jalan itu, Ann. Baru Anna kasih makan ya?" Mba Dewi menengok sedikit untuk melihat kura-kura kecil di dalam aquarium itu kemudian melihat ke arah Kinan yang menggeleng. Setelah itu Mba Dewi berjalan kembali ke kamar Kinan untuk meletakkan baju-baju bersih Kinan di sana.

Malam ini Kinan sedang berada di ruang keluarga bersama Ayahnya yang ternyata sedang sibuk menelpon seseorang. Tawa khas dari Adam—Ayah Kinan, terdengar dan Kinan menoleh sebentar ke arah Adam lalu memperhatikan lagi kura-kura miliknya itu seraya mengusap tempurungnya.

"Si Pororo Ayah yang kasih makan tau!" Suara Adam lalu terdengar.

Kinan melihat Adam yang kini sedang duduk di sofa seraya mengganti channel TV. "Pantesan aja, kok Pororo gak mau dikasih makan sama Anna ya?"

"Karena Anna belum mandi," sahut Adam asal. Pandangannya melihat ke arah putrinya itu yang masih saja memperhatikan ke dalam aquarium. Hari ini juga Adam bisa pulang lebih awal. Bisa menghabiskan waktu dengan anaknya lebih lama.

Kening Kinan berkerut. Sedang memikirkan ucapan Ayahnya itu. Lalu, Kinan bertanya. "Apa hubungannya?" Iyaa apa hubungannya Pororo yang tidak mau Kinan beri makan dengan Kinan yang belum mandi. Kinan menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Hubungannya Anna harus mandi dua kali sehari. Anna kayak gitu gak?"

Oh.

Kepala Kinan menggeleng dua kali. Rambut Kinan yang sedang diikat dua membentuk bun itu terlihat bergerak lucu. "Nggak juga sih." Kinan meringis setelah menjawab pertanyaan Ayahnya itu.

"Ya, itu jawabannya." Adam mempertegas perkataannya itu untuk Kinan.

Kinan cemberut. "Padahal Anna udah baik banget sama Pororo," gumamnya.

"Ann, sini duduk di deket Ayah." Adam membuka suaranya lagi setelah beberapa saat dirinya tidak mendengar suara Kinan. Dan kali Adam duduk menghadap ke arah Kinan sepenuhnya seraya menepuk tempat di sebelahnya itu ketika melihat putrinya sudah berjalan ke arah Adam.

Kinan menurut, duduk di samping ayahnya dan sesekali menyendokkan brownies panggang ke dalam mulutnya yang Adam buat tadi sore. Enak. Kinan makan lagi. Lagi.

"Gimana tadi di sekolah? Cerita dong sama Ayah." Dikarenakan juga waktu mereka bertemu tidak sesering mungkin, Adam berusaha untuk terus menjaga komunikasinya dengan Kinan. Selain bekerja, Adam juga harus sering keluar kota. Adam pastilah ingin mengetahui perkembangan Kinan.

Kinan manggut-manggut sebelum akhirnya menelan brownies yang ada di dalam mulutnya itu. "Sama kayak biasanya kok, Yah. Cuma tadi ditambah kepala Anna kepentok jendela."

Adam langsung memperhatikan kepala Kinan itu di sampingnya. "Yang mana?"

"Yang ini." Telunjuk Kinan menyentuh pelipisnya itu yang sekarang sedang diusap oleh Ayahnya.

"Tapi udah gak sakit kan? Anna hati-hati makanya kalo jalan ya."

Kinan mengangguk lagi. Memasukkan brownies itu ke dalam mulutnya lagi. "Anna tadi bukan lagi jalan tapi Anna lagi ngintip di kelasnya Kak Dean. Ayah harus tau itu karena disuruh sama Ola. Kalo Ola ke sini, marahin aja Ola-nya, Yah." Kinan lalu mengeluarkan senyumannya.

Adam ikut tersenyum lebar. Satu nama yang langsung berhasil membuat Ayahnya langsung teringat sesuatu. "Oh ya, mana nih Dean yang jago masak yang Anna ceritain ke Ayah. Kok gak dateng-dateng?"

"Ayah-nya aja jarang ada di rumah. Anna udah bilang kok sama Kak Dean semoga aja dia mau ke sini."

"Jarang kan buat kerja, An. Kalo kerja terus ngasilin uang buat Anna juga. Anna, gak kesepian kan? Kak Rama jagain Anna, kan?" tanya Adam memastikan. Karena dirinya juga mengetahui hanya ada satu laki-laki yang dekat dengan Kinan, yang bisa menjaga Kinan saat dirinya jauh dari Kinan ya hanya Rama.

Mendengar itu, Kinan menoleh ke arah Ayahnya kali ini. Senyumannya terlihat kembali. "Kak Rama mah selalu ada buat Anna. Kemarin juga Kak Rama beliin DVD sama cincin perak gitu. Anna suka banget. Nanti Anna kasih liat Ayah deh."

Mendengar cerita Kinan barusan senyum Adam terbit lagi, Perlahan Adam menarik tubuh Kinan ke dalam dekapannya yang terasa hangat. Dan bergumam. "Ayah gak mau terjadi apa-apa sama anak Ayah satu-satunya."

...

"Hei," bisik Abby tepat di telinga kiri Sean. Terlihat Sean yang sedang duduk membelakanginya, menoleh ke samping untuk melihat Abby yang kini sedang tersenyum ke arahnya. Posisinya, Abby sedang memeluk leher Sean dari belakang.

Sore ini, Sean sedang bersantai di dalam kamarnya. Duduk menghadap jendela. Menulis lirik lagu juga sebenarnya dengan gitar akustik kesayanganya itu. Tidak menyangka juga seseorang yang menginspirasi lagu yang ia buat, datang menemuinya. "Kok gak bilang-bilang mau ke sini, By?" tanyanya.

Abby yang masih mengenakan seragam sekolah lengkap itu, menarik langkah menjauh dari Sean dan setelah meletakkan tas di bawah tempat tidur laki-laki itu, Abby menjatuhkan tubuhnya. "Emang gak mau ngabarin. Pengen langsung ke sini aja," jawab Abby dan yang terlihat kini Sean menanpilkan senyum tipis.

"Oh, iya.. iya gue juga kangen." Kepala Sean manggut-manggut.

Setelah mendengar itu, Abby juga memperlihatkan senyuman lebarnya. Sean, kok lo tau aja sih gue kangen lo? "Sayangnya, gue nggak." Malah jawaban seperti itu yang Abby keluarkan dari mulutnya. Masih dengan senyumannya, Abby menggelengkan kepalanya dua kali.

"Nggak salah lagi?" Seringai Sean muncul setelah bertanya seperti itu.

Abby justru langsung mengubah posisinya untuk berbaring menyamping menghadap ke arah tembok. "Iya.. iya, gak salah lagi." Sean pasti tidak mendengar jawaban Abby yang terdengar pelan sekali. Bodohnya Abby yang dengan sengajanya menjatuhkan dirinya ke dalam lingkaran dengan Sean yang berada di sana. Jangan pernah tinggalin gue, Yan.

"Abriella."

Merasa dipanggil, Abby mengerjapkan matanya. Suara Sean berhasil menginterupsi pikirannya tadi. Abby memilih untuk duduk dan meraih bantal di dekatnya untuk Abby peluk erat-erat. "Apa, baby?" tanyanya kemudian.

Sean terdiam sebentar. Ia lalu tersenyum masam. "Jangan panggil gue begitu kalo lo belom jadi milik gue," katanya. Saat mengatakan itu, Sean tidak mengalihkan pandangannya ke mana-mana selain mata Abby.

"Make me." Dengan suara yang agak menantang Abby menyahut.

Kepala Sean menggeleng. Laki-laki itu kemudian bangkit dari kursi dan meletakkan gitar yang sedari tadi ia mainkan. Berjalan mendekat ke arah Abby. Dengan tangan kanannya yang kini sudah berada di sisi wajah Abby, dan turun ke leher gadis itu Sean membuat Abby mendongak ke arahnya. Sean menundukkan kepalanya juga dan perlahan mendekat ke telinga Abby seraya berbisik, "Abby, lupain dulu si Dean-nya dong. Kalo udah, gue bakalan buat lo jadi milik gue." Lalu, Sean memberikan kecupan lembutnya di pipi Abby.

Abby memegang tangan Sean yang masih berada di lehernya itu. "Sean," panggilnya pelan.

"Semua tergantung lo, By." Sean menarik sudut bibirnya sedikit. "Jadi, lo mau dengerin lagu baru gue gak?" tanya Sean dengan topik pembicaraan baru.

Menanggapi pertanyaan Sean, Abby hanya menganggukkan kepalanya saja. Setelah itu Sean menjauh. Duduk lagi di kursinya. Mengambil gitarnya lagi. Dan Abby memperhatikan punggung laki-laki itu.

I know nothing about constellations
but, when I look in to the sky..
I truly believe you're my shining star

Dengan masih memperhatikan Sean, Abby mendengarkan Sean menyanyikan lagu barunya itu. Memahami liriknya juga.

Everyday I wanna see your beautiful self..
Standing there with your shine

Abby melihat Sean menengok ke arahnya sebentar.

I couldn't help but wanna keep you safe
But, I'm blind
Scared to lose something that never be mine..

Justru di sini Abby yang takut kehilangan Sean.

I'm afraid we can never be together
cause i don't even know how to get closer..
being with you.. I want forever
I dream about it over and over

Abby rasa Sean sudah membuat satu celah lagi di hatinya. Andai saja Sean tahu apa yang membuat Abby memilih untuk menggantungkan hubungan mereka seperti ini. Andai saja Sean tahu mengapa Abby belum bisa membuat Sean menjadi miliknya saat Sean dengan begitu mudahnya bisa Abby genggam kapan saja.

Ya.. Andai saja Sean tahu.

Dengan senyum yang sudah mengembang di wajahnya kini, Abby memeluk lagi leher Sean dari belakang. Memuji bagaimana bagusnya suara Sean, bagaimana jagonya permainan gitar Sean, betapa bagusnya juga lirik lagu yang Sean buat. Lalu, dengan jailnya, Abby mencium pipi Sean berkali-kali dan mengatakan, "Baby. Baby. Baby."

Sean mengusap tangan Abby yang masih berada di lehernya itu. Kemudian, Sean menoleh ke sampingnya. Terlihat Abby telah lebih dulu memperhatikannya. "Dinner berdua sama gue ya, di resto prancis kesukaan lo."

Abby dengan riangnya, menganggukkan kepalanya. "Mau. Anterin gue pulang dulu tapi. Mau ganti baju."

"Iya, By." Sean menyetujui.

Makin terlihatlah senyum lebar Abby. Dan Abby baru ingat sesuatu. Abby menjauh sebentar. Mengambil ponselnya. "Eh iya, gue juga mau nanya dong," ujarnya masih mencari foto di galeri ponsel putihnya itu.

Sean menunggu. "Nanya apa, By?"

"Lo tau dia?" Abby memperlihatkan foto Kinan di ponselnya kepada Sean. Dari penglihatan Abby—entahlah dia benar atau tidak, ada sedikit perubahan diraut wajah Sean saat memperhatikan foto Kinan baik-baik.

Lalu, Sean mengalihkan pandangannya ke arah mata Abby. Ia mengernyit sedikit. "Kenapa sama dia?"

...

Kinan bertepuk tangan seraya memperlihatkan senyum lebarnya saat melihat anggota cheers sedang latihan. Sore ini, Kinan sedang menunggu Rama untuk pulang bersama. Sambil menunggu, Kinan yang sedang berada di lantai satu memilih untuk memperhatikan ke arah lapangan outdoor di sana. Ada beberapa anggota cheers yang Kinan tahu; Fanya, Talitha, Tiffany, Selma dan juga Elara tentu saja yang lain Kinan hanya kenal wajahnya.

Oh ya, Flora juga ingin masuk eksul itu.

Terlihat sekarang Elara yang menjadi top flyer melakukan gerakan yang membuat Kinan takjub.

"Seneng banget lo."

Mendengar suara di sebelahnya, Kinan langsung menoleh. Ini sih Kakak Kelas yang tingkat cueknya sudah di atas rata-rata. Kinan ingat saat pertama kali Kinan bertemu dengan Kakak Kelas di sebelahnya sekarang, Kinan diabaikan begitu saja. Lalu, Kinan agak menjauh sedikit. "Iya, emang Kinan lagi seneng ngeliat itu." Dengan dagunya, Kinan menunjuk ke arah lapangan lagi.

Geraldi membawa kedua tangannya ke pagar pembatas. Menyilangkan tangannya itu, kemudian melihat ke arah Kinan di sampingnya. "Udah deket aja ya lo sekarang sama Dean," katanya yang mengawali pembicaraan lagi. Masih belum ingin mengeluarkan ekspresi apa-apa juga.

Kinan mengernyit mendengar itu. "Emang ya?"

"Menurut lo?" Geraldi bertanya balik seraya mengangkat salah satu alisnya tinggi.

"Menurut Kinan sih biasa aja." Kedua bahu Kinan lalu terangkat. Kinan belum mengerti apa maksud kedatangan Geraldi dan menanyakan hal yang berkaitan dengan kedekatan Kinan bersama temannya itu, Dean.

Lalu, tanpa Kinan duga sebelumnya Geraldi mengangkat tangan kanannya ke arah Kinan tiba-tiba. Kinan langsung menutup kedua matanya rapat-rapat. Pergerakkan Geraldi membuat Kinan berpikir bahwa kakak kelasnya itu akan memukul Kinan karena Kinan menanggapi semua perkataan Geraldi dengan sedikit tidak suka, tetapi yang Kinan rasakan kini adalah usakan di rambutnya.

Geraldi menahan tawanya saat mengamati Kinan yang kini sudah melihat ke arahnya dengan bingung. "Bagus dong lo deket sama temen gue. Deketnya sampe jadian ya, gue dukung."

Kinan melihat Geraldi sudah menjauhkan tangannya dari puncak kepala Kinan dan memperhatikan ke lapangan lagi. Kinan masih dengan ekspresi bingungnya melihat ke arah pandang Geraldi juga.

Geraldi mengunyah permen mint di dalam mulutnya itu dan mengeluarkan suaranya lagi. "Lo kenal dia gak?" Telunjuk Geraldi mengarah pada murid perempuan yang kini sedang tertawa bersama Fanya di pinggir lapangan.

Kinan mengangguk. Memperhatikan baik-baik murid yang sedang bersama Fanya itu. "Kinan cuma tau namanya aja. Dia Litha. Cantik ya, Kak?" tanya Kinan balik dan menoleh ke arah Geraldi yang ternyata sudah tidak ada. Yang terlihat malah Dean di sampingnya.

Dean.

Di sampingnya.

Kinan memperhatikan wajah kakak kelasnya itu beberapa detik.

"Kak Dean, tadi ngeliat Kak Geraldi gak? Kok ngilang sih?!" Kinan bingung tentu saja. Dan menoleh ke arah samping Dean, mungkin Geraldi sedang mengumpat di sana.

Dengan jari telunjuknya, Dean mendorong dahi Kinan. Terlihat kini Kinan sudah berdiri di tempat semula. "Mana tadi yang lo bilang cantik?" tanya Dean kemudian. Arah pandangnya masih ke arah Kinan.

Mendengar pertanyaan Dean barusan, Kinan menarik napas dan mengembuskannya pelan. Entahlah, Kinan tidak tahu apa yang Kinan rasakan namun yang pasti ada di dalam dirinya yang sedikit merasa tidak suka. Dengan ogah-ogah an Kinan menunjuk ke arah lapangan secara asal. "Tuh!" katanya. Telunjuknya mengarah pada lapangan tetapi wajahnya masih memperhatikan Dean di sebelahnya.

Dean membalas tatapan Kinan itu. Raut wajah Kinan sulit dideskripsikan, seperti sedang kesal mungkin yang bisa Dean simpulkan. Tetapi, kesal kenapa?

Barulah setelah Dean memperhatikan Kinan agak lama, Dean mengalihkan pandangannya dan membungkukkan tubuhnya itu. Kedua tangan Dean yang terlipat di pagar besi, menyangga dagunya. "Dia yang Geraldi suka?" tanyanya memastikan.

"Itu mah Elara!" Suara Kinan lagi-lagi terdengar ketus. Kinan juga sudah melihat ke arah lapangan lagi.

Terlihat kepala Dean manggut-manggut. "Oh, namanya Elara."

Kinan mendengus. "Kak Dean, gak boleh deketin Elara soalnya Elara udah punya pacar. Pacarnya serem." Yang Kinan lihat malah Ardi kini sedang menarik ikat rambut yang digunakan Elara dan itu berhasil membuat Elara terlihat marah. Namun, setelah itu Ardi juga langsung mengikat kembali rambut pacarnya itu.

"Oh ya?" Dean mengeluarkan suaranya lagi. Dean baru menyadari ternyata banyak juga teman-teman Sean yang bersekolah di Pertiwi.

Kepala Kinan mengangguk. "Ya. Setiap Kinan ngeliat Kak Ardi, Kinan takut aja sama tatapannya Kak Ardi." Dan itu memang benar.

"Jadi, kalo lo boleh ya?"

"Maksud Kak Dean, Kinan boleh apanya?"

"Boleh gue deketin?"

Yaaa petrus, Yan jakandor :))

Btw, Dean ngalus mulu y kerjaannya hm

Tebak coba apa yang Kinan jawab wkwkkw

Terus menurut kalian Sean kenal gak tuh sama si Kinan👀

Coba ah aku mau tau. Kalian dukung Abby-Sean apa Abby-Dean?

Ini sepertinya akan banyak partnya gais

Dan tadi Ayahnya Kinan bilang Kinan anak satu-satunya. Itu artinya Rama............

[ Sean ]

[ Nge-teh, bang ]

Pororo.. pororo teman baiknya kinan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro