fallin' all in you
Bagian 35 |
you are bringing out a different
kind of me
sori typo belum ngecek lagi hiks
Vote dan komen yaw✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂
"Kalo gitu Om pergi dulu."
"Hati-hati, Om."
"Kamu juga harus hati-hati ya, Dean. Om pantau nih dari kejauhan."
Kinan cepat-cepat lari dari depan pintu ke arah pagar rumahnya bertepatan dengan mobil Ayahnya yang sudah menjauh. Kinan menghela napas pasrah. Padahal Kinan hanya ingin memeluk Ayahnya saja sebelum Adam harus pergi pagi ini.
"Lama sih bangunnya, ditinggal, 'kan sama Ayah."
Itu suara Dean.
Dean.
Kak Dean. Kinan langsung menoleh ke sampingnya. Melihat Dean yang ternyata sudah berada di sana. Kinan mengusap kedua matanya perlahan. "Sejak kapan, Kak Dean di sini?" Di hari Sabtu begini. Kinan baru bangun juga.
"Sebelum lo bangun gue udah di sini," jawab Dean dan menutup pagar hitam di depannya itu.
Kinan melepaskan tangan kirinya dari pagar. Melangkah masuk ke dalam rumahnya sambil terus mengamati Dean yang juga berjalan di sebelahnya. Demi apa sih pagi-pagi udah ada Kak Dean di sini? "Ayah ya yang nyuruh, Kak Dean?" Kinan tidak bisa lagi menahan untuk tidak bertanya. Tanpa diperjelas pun pertanyaan sudah pasti akan Dean mengerti.
Kepala Dean hanya mengangguk, menjawab pertanyaan Kinan barusan.
"Kak Dean boleh lho nolak permintaannya Ayah, kalo Kak Dean gak mau. Kak Dean, emang lagi gak sibuk ya? Padahal udah biasa aja kok sekarang Kinan kalo Ayah tinggal sendiri," cerocos Kinan ketika dirinya sudah berada di depan pintu utama persis. Mengulurkan tangannya sampai Dean tidak bisa untuk ikut masuk juga.
Dean mengernyit, tetapi tak lama ekspresinya berubah. Dean berdeham pelan. Dan memilih untuk menyandarkan sisi tubuhnya ke pintu. Menghadap ke arah Kinan sepenuhnya. Dean merasa jika memerhatikan Kinan baik-baik dan lama, Kinan benar-benar lucu ya.
Merasa ditatap Dean dengan sebegitunya, Kinan mengerjap berkali-kali.
"Gue kangen."
Hanya itu yang Dean ucapkan untuk menanggapi perkataan Kinan yang panjang. Kinan yang mendengar itu, menutup mulutnya rapat-rapat. Dean mengatakan itu tepat menatap netra cokelat milik Kinan lekat-lekat. Pelan, namun bisa mengantarkan perasaan aneh pada dada Kinan.
Dan seketika itu juga Kinan merasa malu pada dirinya sendiri karena sudah terlalu percaya diri saat Dean melanjutkan,
"Sama Pororo. Udah lama juga gue gak ke sini."
Oh.
Kinan membawa tangannya perlahan ke sisi tubuhnya. Setelah itu Kinan manggut-manggut kemudian melanjutkan langkah kakinya untuk sampai ke ruang tamu. Menjatuhkan tubuhnya di sofa. "Pororonya tapi gak kangen," sahut Kinan dan meraih remote dan TV flat di depannya langsung menyala menampilkan kartun yang tayang setiap pagi.
"Sok tau." Dean ikut duduk di samping Kinan. Melirik Kinan di sampingnya.
"Emang Kinan tau."
Dean diam tidak menyahut lagi. Menyandarkan kepalanya ke sofa dengan nyaman dan memerhatikan tokoh kartun berbentuk kotak kuning itu yang sedang meniup gelembung balon bersama temannya. Lalu, terdengar tawa pelan Kinan.
"Gelembung balon punya Kinan udah dibuang ya sama Kak Dean?" Kinan dengan kakinya yang ia naikkan ke atas sofa menyentuh kaki Dean itu hingga Dean menengok ke arahnya. Gelembung balon yang diberikan driver ojek online saat Kinan ke apartemen Dean yang mengira Kinan sedang sedih itu.
Tangan kiri Dean sekarang sudah berada di pergelangan kaki Kinan. Meremasnya pelan. "Lupa. Iya kali gue udah buang." Kedua bahu Dean terangkat. Ia benar-benar lupa.
"Gantiin." Saat mengatakan itu, pandangan Kinan tertuju pada tangan Dean. Seperti dejavu. Kinan bersama Dean berbicara tentang hal-hal yang tidak terlalu penting dan Dean yang memegang pergelangan kakinya serta Kinan yang mengamati Dean tidak ada henti-hentinya. Tapi, Kinan merasa beda.
"Besok."
Kedua mata Kinan kini bersirobok dengan netra abu-abu gelap milik Dean yang telah berhasil menenggelamkan Kinan ke dalam sana. "Beneran?" Kinan mengulum senyum.
Dean mengangguk. "Iya."
"Jangan kenceng-kenceng, Kak Dean. Eh ya, besok Kak Dean ikut eskul?" Kinan mengganti topik pembicaraan mereka. Besok hari Minggu jadwal latihan baseball bersama teman-teman Kinan yang baru. Kinan senang bertemu mereka, apalagi Windi.
"Iya, tapi gue bakalan telat dateng. Ada les soalnya." Itu untuk ujian sekolah yang akan Dean hadapi beberapa bulan lagi.
"Les di hari minggu?"
"Mhm-mm."
Kinan menarik kedua kakinya untuk Kinan peluk dengan tangannya itu, masih duduk menghadap ke arah Dean. Pelan-pelan, Kinan meletakkan sisi wajahnya itu ke atas lututnya. Kinan menghela napas pelan sebelum akhirnya mengatakan, "Ini beneran ya, Kak Dean. Kalo Ayah nyuruh-myuruh Kak Dean lagi, Kak Dean boleh nolak kok."
Rasanya Dean ingin menghapus pikiran buruk itu dari kepala Kinan, jika ia bisa. Mengapa Kinan tidak percaya dengan apa yang Dean katakan sebelum ini?
"Kinan."
"Ya?"
"Ini keinginan gue sendiri. Bukan karena paksaan." Dean menggelengkan kepalanya, meyakinkan. Jeda sebentar, tatapan Kinan meluluh. "Lo beneran mau gue ngejauhin lo?"
Ekspresi Kinan beda lagi, sedikit terkejut. "Kapan Kinan bilang begitu?"
Dean mengalihkan pandangannya sebentar ke arah pigura besar di samping Kinan kemudian menyisir rambutnya ke belakang. "Gue nangkep omongan lo kayak gitu." Berulang-ulang.
"Bukan, Kak Dean."
"Terus apa?" Dean mengangkat sebelah alisnya tinggi, menuntut Kinan untuk memberikan alasannya.
"Kinan cuma gak mau aja Kak Dean nurutin ucapan Ayah padahal Kak Dean gak mau."
"Udah gue jelasin yang itu," kata Dean menegaskan.
Kinan diam sebentar. Mengerjapkan matanya. "Gak usah marah," ujarnya pelan.
Mendengar itu, Dean ingin sekali membawa Kinan ke pelukannya sekarang juga. Memberikan Kinan jawaban bahwa Dean tidak merasa marah sama sekali. Marah pada Kinan, Dean mana bisa. "Gue gak marah, Kinan."
Kepalanya Kinan angkat. "Main tanya-jawab sama Kinan kalo gitu."
Dean lagi-lagi mengangguk. "Sure. Lo duluan."
Kinan menggigit bibir bawahnya. "Mm.. kenapa Kak Dean masih baik sama Kinan sampe sekarang? Padahal Kinan udah ngecewain Kak Dean berkali-kali."
Tanpa Dean tahu apa yang Kinan lakukan atau yang Dean merasa sekali pun.
"Berkali-kali?" Dean malah tidak mengerti apa yang Kinan dimaksud dengan 'berkali-kali' itu.
"Iya."
Jawabannya gampang; Dean sayang Kinan. "Seharusnya lo udah tau jawaban gue apa."
"Apa?"
"Karena pasti lo tau, coba inget-inget apa yang gue bilang ke lo waktu di parkiran Pertiwi pas pulang sekolah. Itu jawabannya. Sekarang giliran gue."
Dean melihat Kinan sedang mengingat-ingat apa yang Dean katakan di hari itu. Hari di mana Dean tidak bisa lagi menutupi bahwa ada di dalam dirinya yang ingin memiliki Kinan seutuhnya. Semoga Kinan ingat.
"Kenapa akhir-akhir ini lo ngejauhin gue?" Karena Dean merasa begitu. "Be honest, please."
Kinan mengusap lehernya. Senyum tipisnya Kinan perlihatkan. "Kinan gak ngejauhin Kak Dean. Kalo iya, Kinan gak akan mau ketemu Kak Dean sekarang."
Tetapi Dean tidak setuju. "Sikap lo udah mulai beda, Nan. Coba lo sebutin apa yang udah berubah?"
"Giliran Kinan nanya sekarang." Kinan mencoba menghindar dari pertanyaan yang satu itu.
"Lo tadi nanya dua kali. Jawab pertanyaan gue dulu."
Kinan menggeleng. "Kinan gak tau."
"Fair enough." Dean menegakkan tubuhnya. Itu jelas saja sindiran.
"Kinan emang gak tau."
"Jawabannya banyak, Nan. Lo jauh banget sekarang. Beda juga. Gue cuma mau tau alasannya apa?"
"Bukannya Kak Dean sendiri yang beda?"
Dean diam.
Iya, 'kan?
...
Dean itu memang paling bisa mempermainkan perasaan Kinan seperti sekarang ini. Kinan menjadi bingung sendiri. Lihat saja Dean di malam ini; dirinya begitu menarik dan itu naik sembilan puluh sembilan persen. Berdiri di samping mobil Ayah seraya berbicara dengan Adam—entah apa, terlihat begitu akrab. Memakai batik juga. Itu point utamanya.
Dean memakai batik berwarna cokelat dengan bawahan celana jins hitam. Ganteng banget. Mirip seperti batik yang Adam pakai. Hanya motifnya saja yang berbeda.
Batik yang Dean kenakan itu namanya motif pring sedapur yang asalnya dari daerah Magetan. Motifnya simple; gambar bambu.
Kinan saja sampai tidak ingin mengalihkan pandangannya ke mana-mana hingga suara Adam terdengar memanggil namanya.
"Anna, sini!"
Kinan menurut.
Adam memang sengaja menyuruh Dean untuk menemani mereka ke acara pernikahan Tante Jeanna. Di sana pasti Adam akan bertemu dengan saudara jauhnya, rekan kerja dan teman-temannya. Dulu Kinan pasti akan bete sendiri jika Adam memilih untuk berbicara dengan orang-orang yang tidak Kinan kenal dan berakhir Kinan yang kesal karena ditinggal sendirian.
Tetapi karena sekarang telah ada Dean—seseorang yang sudah dekat dengan putrinya, tidak ada salahnya juga meminta Dean untuk menemani Kinan di sana.
"Menurut kamu cocok gak batik yang Dean pake, Ann? Ayah yang beli lho."
Kinan melihat ke arah Dean lagi lalu menganggukkan kepalanya. Tersenyum juga seraya mengangkat kedua ibu jarinya itu. "Cocok. Bagus, Yah."
Adam tersenyum lebar. "Kalo Ayah?"
"Ganteng!"
Mendengar jawaban putrinya, Adam tertawa kali ini. Membawa tubuh mungil Kinan mendekat dan mencium puncak kepala Kinan berkali-kali. "Anna, nanti ditemenin sama Dean lagi ya? Jadi, jangan cemberut pas pulang karena gak ada temen buat ngobrol."
"Ayahnya suka lupa sama anak sendiri kalo udah kumpul sama geng Ayah."
Adam tertawa lagi. "Kayak kamu enggak aja. Fotoin Ayah sama Dean dulu, Ann. Ayah mau post di Instagram."
Kinan memutar kedua bola matanya dan mengambil alih ponsel Ayahnya itu. Adam dan Dean sedang berdiri bersebelahan membelakangi mobil. Iya, gaya Adam juga seperti yang sudah-sudah. Mereka berdua hanya berdiri tanpa ekspresi. Senyum kek! Kinan jadi greget sendiri.
"Satu... dua.. tiga!"
Klik! Satu foto berhasil Kinan ambil. Adam langsung melihat hasil foto di ponselnya itu. Kepalanya manggut-manggut.
"Bagus, Ann. Sekarang Anna sama Dean yang foto sekalian Ayah upload di Instastory Ayah. Ayo cepet, Ann. Jangan malu-malu."
Kinan agak melototkan matanya saat Adam mendorong bahu Kinan untuk mendekat ke arah Dean. Adam berpura-pura tidak melihat itu. Mau tidak mau Kinan akhirnya tersenyum juga saat Adam mengabadikan foto mereka berdua. Duh.
Adam berkomentar, "Bagus juga nih. Eh sebentar, Om Arthur nelpon."
Kinan melihat Ayahnya yang kini membelakangi mereka untuk menerima panggilan dari—seingat Kinan nama Arthur juga dari gengnya Ayah. Kinan mendengar Adam mengucapkan,
"Kado gue udah siapin. Lo udah sampe?"
Dan tak lama Kinan melihat Ayahnya berbalik. Menghadap mereka berdua.
"Ayah mau ke dalem dulu ngambil barang yang ketinggalan. Anna sama Dean tunggu Ayah di dalem mobil ya."
Kinan dan Dean mengangguk.
"Gue bawa nih sekarang. Lo juga bawa ya haha!"
Kinan tidak tahu apa yang Adam tertawakan sebelum Adam masuk ke dalam rumah. Kinan menoleh ke arah Dean sekarang. Kinan menarik ujung kemeja Dean itu. "Ayo masuk, Kak Dean."
"Tante Jeanna temen Ayah ya?" Seraya memasang seatbelt, Dean bertanya. Terlihat juga undangan pernikahan yang ada di dashboard.
Kinan yang berada di kursi belakang mengangguk. "Yep. Gengnya Ayah pas kuliah. Pasti bakalan heboh deh mereka. Nanti Kinan dilupain lagi." Dan menyandarkan kepalanya pada jok. Mulai membuka ponselnya. Melihat ternyata ada banyak DM di Instagram-nya.
Kinan titip salam buat Ayah kamu ya. Btw, ini Desti☺️☺️
Kinan mengernyit. Ah iya, Desti anak kelas II IPA 5. Kinan mengingat.
Kinan bilang dong sama ayah kamu follback ig aku hehehehe
Kak Dean X Om Adam. Kinan pilihannya mantep juga.
Parah lo, Nan! Minta foto Om Adam sendiri pake batik kirim ke Line gue sekarang! Gans bat elah. Monanges;(
Itu DM dari Flora. Kinan terkekeh pelan. Lalu, di ponselnya terlihat notifikasi yang baru muncul. Kinan langsung membukanya.
Kak Rama : Ann, sori kak rama gak bisa ikut
Anna sama ayah. Kak rama di bandung
sekarang. Mau makan nasi goreng
buatan mamah berdua sama kak rama?
Read. 07.05 pm.
Kinan : Mauu. Bawa mamah Killa ke siniiii!!!
Send. 07.05 pm.
Kak Rama : :)
Read. 07.06 pm.
Kinan melirik ke arah Dean yang sedang bermain dengan ponselnya juga. Kinan membungkukkan tubuhnya dan memilih untuk memeluk leher jok di belakang Dean itu. "Kak Dean, Kinan mau nanya."
"Apaan?" Dean berhenti sejenak.
"Kalo ada cowok yang bales chat kita cuma ngasih emot senyum, kita harus bales apa?"
Cowok ya?
Dari sudut matanya, Dean melirik Kinan sekilas. "Gak usah dibales," jawabnya dan memainkan lagi ponselnya itu.
Kinan manggut-manggut. "Ah iya, mending gak usah dibales ya. Kak Dean, udah ngerasa bosen belum hari ini seharian sama Ayah sama Kinan juga?" Kinan memberikan Dean pertanyaan baru. Senyumannya tidak bisa Kinan tahan.
"Nope." Dan itu memang benar. Dean senang malah. "Lo gimana?"
"Enggak juga."
Dean melihat di depan sana Adam sedang menutup pagar rumah dan sebelum Adam masuk ke dalam mobilnya, Dean menengok ke arah Kinan yang belum juga merubah posisinya. Dean mengamati Kinan tepat di depan wajah Kinan persis.
Kinan menahan napasnya.
"Kalo lo mau gak ada yang beda lagi. Ayo, buat gak ada yang beda."
Tapi... apa bisa?
...
"Udah ketebak Ayah langsung nemuin temen-temennya." Kinan mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas saat melihat Adam yang sedang tertawa tanpa beban bersama dengan ke empat teman laki-lakinya itu. Dua di antaranya; Adam dan Arthur sudah menikah dan mempunyai anak sebesar Kinan diusia yang menginjak awal-awal kepala tiga.
"Pertama ngeliat Om Adam gue beneran ngira abang lo."
Kinan mendongak sedikit untuk melihat wajah Dean di sampingnya. Kinan tersenyum. Bukan hanya Dean saja yang berpikir begitu. "Cari makan yuk, Kak Dean." Dan Kinan menarik pergelangan tangan Dean untuk menuju ke stan makanan.
Tante Jeanna memilih merayakan acara pernikahannya di rumah yang tidak bisa dikatakan hanya mewah saja. Megah juga. Ada ruangan khusus tersendiri yang bisa menampung ratusan orang seperti sekarang. Terbayang betapa luasnya rumah Tante Jeanna dan suaminya. Kinan saja sampai terkagum-kagum saat pertama kali menginjakkan kakinya di sini. Acara pernikahannya juga dengan tema adat jawa yang begitu kental.
"Lo laper?" Dean meneguk air mineral yang ia ambil di meja prasmanan. Memerhatikan Kinan yang sedang mengunyah kue di mulutnya itu.
"Mau cobain?" Kinan mengulurkan kue berwarna merah muda di tangannya mendekat ke arah Dean. Dean mengangguk. Menggigit sedikit kue yang langsung terasa manis di lidahnya.
"Enak?" Kinan bertanya lagi.
Dean hanya menganggukkan kepalanya saja. Dan setelah Kinan mencicipi berbagai macam kue yang Dean juga ikut merasakannya, Dean yang sekarang menarik pergelangan tangan Kinan. Keluar dari kerumunan orang-orang di dalam sana dan memilih untuk menikmati udara malam di luar ruangan. Semacam taman dengan rumput yang terjaga serta pemandangan kota Jakarta di bawahnya yang selalu ramai.
Tangan Dean menyentuh pagar besi di depannya, begitupun Kinan. Merasakan terpaan angin yang menampar lembut wajahnya. Kinan menoleh ke arah Dean. Selain sudah merebut perhatian Adam, Dean juga dengan mudahnya menarik Kinan lagi. Meskipun Kinan sudah mati-matian menyangkal.
"Udah selesai ngeliatin gue-nya?"
Kinan tidak mencoba untuk cepat-cepat menghindari tatapan Dean yang tiba-tiba itu. "Geer!" Kinan menggeleng-gelengkan kepalanya. Terlihat Dean mengubah posisi untuk membelakangi pemandangan di bawah sana. Memilih untuk melihat banyaknya orang-orang yang berlalu-lalang dan terakhir melihat ke arah Kinan.
"Lo ngerasa bosen?" tanya Dean dan tangannya mulai terangkat untuk menyelipkan helaian rambut Kinan yang terlihat berantakkan karena angin itu.
Merespons pertanyaan Dean, Kinan hanya menggeleng seraya tersenyum.
Tangan Dean kini bergerak ke pergelangan tangan kiri Kinan yang terdapat gelang di sana. Memandangi gelang perak itu dan mengelusnya perlahan. Dean jadi ingat pertemuan pertama mereka. "Hei, liat gue sebentar. Gue mau ngomong."
Kinan melepaskan kedua tangannya dari pagar pembatas dan melihat ke arah mata Dean di depannya sekarang. Dan yang Kinan lihat Dean menundukkan kepalanya. Merasakan juga tangan kanan Dean merengkuh pinggang Kinan agar semakin dekat, kemudian Kinan mendengar Dean berbisik, "Gue boleh jujur sama lo, Nan?"
Tentu saja Kinan menganggukkan kepalanya. Dan dapat Kinan rasakan detakan jantung Dean yang terasa agak cepat.
"Ada cewek namanya Mikayla. Dia dateng lagi. Dan lo, Kinan... cewek yang bisa-bisanya buat gue ngerasa kehadiran dia udah biasa aja sekarang."
Kinan belum mengerti maksud Dean apa berbicara seperti itu padanya. Kemudian Kinan merasakan tangan Dean mengerat.
"Bilang sama gue, Nan. Gue harus apa sekarang?"
Kinan menggelengkan kepalanya tidak tahu.
"Gue gak mau lo kenapa-kenapa lagi. Bisa jangan jauh-jauh dari gue?" Suara Dean lembut sekali saat mengatakan itu. Kinan hanya menganggukkan kepalanya sekarang. Dean menghela napas lega. Menjatuhkan kepalanya pada bahu Kinan sebentar sebelum akhirnya mengangkat kepalanya itu.
"Maksud, Kak Dean apa? Kinan gak ngerti." Kinan mencoba mencari jawabannya di mata Dean. Tetapi seakan Dean tutupi itu.
"Yang mana yang lo gak ngerti?" balas Dean tak kalah pelannya.
"Semuanya, Kak Dean. Jangan buat Kinan makin pusing sama Kak Dean."
Kinan sedang menahan kesal yang terlihat lucu di mata Dean kini. Wajahnya agak memerah. Dean melihat mata Kinan agak lama dan memiringkan kepalanya lagi.
"Lo harusnya tanggung jawab lho, Nan udah buat gue begini," bisik Dean tepat di sebelah telinga kanan Kinan. Dan perlahan-lahan kedua tangan Dean berubah menjadi pelukan di pinggang ramping Kinan itu.
Kinan boleh mendorong Dean seperti yang Kinan lakukan pada Gio, tidak? Tetapi tubuhnya menolak itu. Kinan membiarkan. Dan Kinan terkekeh pelan menutupi kegugupannya. "Aneh dasar. Masa Kinan yang tanggung jawab?"
Kinan merasakan Dean menganggukkan kepalanya.
"Iya, elo."
Mata Kinan melirik ke arah dalam ruangan. Ayahnya jangan sampai melihat ini.
"Tanggung jawab gimana, Kak Dean?"
"Make me yours."
Part full Dean-Kinan siapa suka? Wkwkwkwk
Kalian kalo bayangin Dean itu siapa gais?
Coba dong satu kata untuk part ini?
Banyak yang bilang Kinan sana mau sini mau. Dean sama Gio. Sebenernya kinan suka siapa? Kok mau-maunya begitu?
Oke, aku akuin Kinan emang geblek banget malah "begitu" tapi ada yang iya-iya gais nanti masalahnya huhu
Teamnya Gio-Kinan next part mau full gini juga? Nyahahaha
Lanjut gak?
Biasa aja dong, Yan natapnya;(
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro