Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

because i had you

Bagian 34 |
there's nothin' left to lose,
because I had you

Up lagi nich malming karena banyak yang komen✨✨

Vote dan komen terus gais wkowkowkwo
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

"Anna."

Kinan mengusap kedua matanya berkali-kali. Menyibakkan selimut tebalnya dan memilih untuk duduk dengan masih menutup mata—mencoba mengumpulkan semua nyawanya. Tidak lama, Kinan merasa ada yang bergerak di sebelahnya dan Kinan langsung membulatkan matanya saat itu juga ketika Kinan mengingat bahwa Gio tidur di kamarnya.

Pintu kamarnya tidak dikunci.

Ayah sekarang ada di depan pintu.

Kinan segera menutupi tubuh Gio dengan selimut hingga ke kepala laki-laki itu saat bersamaan Adam membuka pintu kamarnya. Kinan langsung bangkit, mendekat ke arah Ayahnya dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat. "Ayah, kok gak bangunin Anna dari tadi?" tanyanya dengan detakan jantung yang dua kali lebih cepat itu. Tidak bisa membayangkan jika saja Adam melihat Gio di kamarnya.

"Ayah udah bangunin Anna dari tadi. Anna-nya aja yang gak mau bangun. Alarmnya rusak lagi?" Adam memberikan Kinan pertanyaan lain.

Kinan menganggukkan kepalanya cepat-cepat. "Kalo gak rusak pasti kedengeran, ini mah enggak sama sekali." Kinan cemberut.

"Pake hape aja kalo gitu, Ann. Atau belajar bangun pagi sendiri."

"Anna bisa bangun pagi sendiri," sanggah Kinan.

Terlihat Adam manggut-manggut. "Iya, pas hari libur doang. Cepet sana mandi terus sarapan sama Ayah di bawah. Hari ini juga Ayah yang nganter Anna ke sekolah." Setelah mengatakan itu, Adam menyelipkan senyum tipisnya melihat kedua mata putrinya berbinar.

"Asik dianter Ayah lagi. Kalo bisa setiap hari, Yah." Kinan mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas. Detakan jantungnya sudah terganti oleh kesenangannya di pagi ini.

"Sana cepetan mandi."

Kinan mengangguk dan saat melihat Ayahnya yang akan meninggalkannya, Kinan langsung berjinjit dan mencium pipi Adam sekilas. "Makasih udah bangunin Anna ya, Yah." Diberikannya senyum tulus, Adam membalas senyumannya dan melanjutkan langkah kakinya lagi.

Sementara Kinan sudah melihat Adam yang menghilang itu, Kinan masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu kamarnya. Menghampiri Gio yang masih saja tertidur itu.

"Gio." Kinan menepuk pipi Gio berkali-kali.

Gio hanya meresponsnya dengan bergumam. "Hm." Tidak bergerak sama sekali.

Kinan menjadi geram sendiri lalu yang Kinan lakukan sekarang adalah mendorong-dorong tangan Gio itu. "Gio, bangun cepetan terus pulang sana," katanya. Gio harus cepat-cepat pulang sebelum Ayahnya tahu.

"Iya." Hanya itu yang keluar dari mulut Gio.

"Gio, pulang sekarang biar gak telat masuk ke sekolah." Kinan menyingkirkan kedua tangannya dan mengamati Gio yang bergerak hanya untuk membenarkan letak bantal di kepalanya. Kinan menghela napas sabar.

"Gue gak masuk."

Kinan melotot. "Gak boleh gitu, Gio. Cepetan bangun."

"Iya."

"Ish! Kinan mandi dulu ya. Gio harus udah bangun kalo Kinan selesai mandi."

"Mhm-mm."

Kinan menghentakkan sekali kaki kanannya sebelum akhirnya berbalik ke arah almari dan mengambil seragam sekolahnya. Berlari kecil menuju kamar mandi. Awas aja sampe Gio belum bangun!

Dan tidak lama—Kinan tidak membasahi rambutnya pagi ini, Kinan sudah selesai untuk membersihkan diri. Tinggal merapikan rambutnya kemudian memakai sunscreen, bedak lalu liptint dan selesai. Oh satu lagi, mengusir Gio dari kamarnya.

Kemudian, kaki Kinan berhenti beberapa detik saat Kinan melihat Gio sedang duduk menghadap jendela yang belum Kinan buka gordennya. Perlahan-lahan kepalanya bergerak melihat ke arah Kinan juga. Tersadar, Kinan melanjutkan langkah ke depan kaca besar. Meski sudah berkali-kali ditatap seperti itu oleh Gio, Kinan tidak bisa menyangkal degupan jantungnya terasa cepat.

"Udah selesai mandinya?" Suara serak khas bangun tidur dari Gio terdengar.

Dari pantulan cermin, Kinan melihat ke arah Gio yang ternyata masih memerhatikan dirinya. "Kalo belum selesai pasti Kinan gak di sini, Gio." Lalu, dengan cepat Kinan menyisir rambutnya dan mengambil sedikit helaian rambut panjangnya itu yang berada di sisi sebelah kiri untuk kemudian Kinan bentuk kepangan kecil. Meraih juga beberapa bobby pin untuk membuat rambutnya lebih rapi.

"Ah iya, bener juga lo." Gio membuka suaranya lagi.

Kali ini, Kinan melihat Gio bangkit dari tepi tempat tidur berjalan mendekat ke arahnya. Kinan mencoba fokus lagi untuk membuat kepangan di sisi sebelah kanan dan matanya justru melirik ke arah di mana pantulan Gio berada. Sudah di belakang Kinan.

"Sini gue bantuin." Kedua tangan Gio mulai membenarkan letak bobby pin yang berada di rambut Kinan. Merapikan juga helaian-helaian rambut Kinan yang terlihat mencuat itu. Kinan membiarkan dan Gio merapikan rambut Kinan yang di sebelah kanan juga.

Kinan mengamati wajah serius Gio dari kaca. Melihat pergerakkan Gio yang tidak pernah membosankan untuk dirinya pandangi. Rambut Gio berantakkan, tetapi malah itu yang membuatnya semakin menarik.

"Mau gue benerin kancing seragam lo juga?"

Mendengar itu, Kinan langsung melihat ke arah seragamnya dan menutup dua bagian dari atas yang ternyata belum dikancing. Tertutup kok. Dan dengan sekuat tenaga Kinan melayangkan pukulannya pada bahu Gio. "Ish! Jangan ngeliat ke arah Kinan!"

Gio mengernyit dan membalikkan tubuhnya. Meraih jaketnya juga yang berada di atas tempat tidur. "Kok malah gue ditabok? Gue cuma ngasih tau."

"Tapi Gio ngeliat!" sahut Kinan.

"Lo pikir gue ngeliat apa?"

Kinan mendengus. "Tau deh! Kinan udah selesai."

Membalikkan tubuhnya lagi, yang pertama Gio perhatikan adalah seragam Kinan itu.

"Jangan ngeliat ke arah sini! Liat ke arah mata Kinan aja." Tangan kanan Kinan meraih rahang Gio untuk Kinan arahkan ke matanya.

Gio menepis pelan tangan Kinan. Senyum tipisnya terlihat. "Gue cuma mau mastiin," ujar Gio seraya memakai jaket hitamnya itu dengan mata yang tidak beralih dari Kinan.

"Sana pulang!" Kinan melirik ke arah jam digital di atas nakas. Sebenarnya Kinan masih mempunyai banyak waktu bersama Gio, tetapi Ayahnya pasti sudah menunggu.

"Iya-iya gue pulang. Nanti pulang sekolah gue jemput."

Ekspresi Kinan seketika itu juga berubah. Sama seperti mengetahui bahwa Adam akan mengantarkannya ke sekolah. "Beneran?"

Kepala Gio mengangguk. "Iya, di belakang sekolah nanti gue tunggu. Deket fotocopy-an yang biasa anak-anak nongkrong. Gue tunggu di situ ya?" Tangan Gio terangkat untuk menyingkirkan rambut Kinan yang jatuh ke bahu. Menekan sedikit bahu Kinan juga. Kinan tidak bereaksi apa-apa, itu tandanya sudah tidak sakit, 'kan?

"Gio gak berani jemput Kinan di depan gerbang?" Senyum Kinan terlihat.

Kedua mata Gio beralih menatap netra cokelat Kinan di depannya lagi. "Lo nantangin?" Sebelah alis Gio lalu terangkat tinggi.

Kinan menggigit bibir bawahnya menyembunyikan senyumannya dan menggeleng. "Jangan deh. Nanti Gio kenapa-kenapa lagi. Yaudah jemput Kinan di sana aja."

Dengan tangan yang masih berada di bahu Kinan, Gio menaikkan sampai ke leher Kinan dan mengusap sisi wajah Kinan dengan ibu jarinya yang terasa lembut itu. Gio bodoh ya sudah menyakiti Kinan semalam. Diperlihatkannya senyum yang biasa Gio keluarkan. "Oke. Lo beneran gak mau kayak Vioren sama Reza yang bisa pacaran di kelas? Lo sama gue?" tanya Gio memastikan.

Lagi-lagi kepala Kinan menggeleng. "Entar fans Gio marah lagi."

"Entar ada yang cemburu sama gue lagi," balas Gio.

Kinan yang mengerti, langsung memperlihatkan wajah agak kesalnya. "Gio!"

"Oke gue ralat, entar Kak Rama ngajakin gue berantem lagi."

"Entar kaki Gio patah lagi." Kinan sudah tersenyum kembali.

"Enggak lah."

"Sana pulang," kata Kinan mengulang ucapannya beberapa menit lalu dan mencoba menyingkirkan tangan Gio yang belum ingin menjauh dari dirinya itu.

"Gue mau jujur sama lo gue gak pulang nanti. Main ke rumah temen ngelanjutin tidur di sana."

"Kinan aduin ke Mama Anneth."

Mendengar itu, Gio memandang pintu kamar Kinan. "Gue aduin ke Om Adam."

"Jangan, ih!" Kinan cepat-cepat mencengkeram jaket Gio, takut-takut Gio benar akan melakukan hal yang Gio bilang tadi.

Gio memandang wajah Kinan baik-baik. Lucu. Gio memilih untuk tidak menyahut dan untuk beberapa saat mereka berdua diam. Pelan-pelan, Gio menundukkan kepalanya. Gio mempunyai pikiran lain. "Makasih buat semalem ya, Ki. Gak akan gue lupain pokoknya," ucapnya tiba-tiba.

Kinan mengernyit. "Semalem apa?" tanyanya.

"Lo gak inget?" Raut wajah Gio begitu terlihat meyakinkan bahwa memang ada terjadi di antara mereka berdua.

Tangan Kinan mendorong dada Gio sedikit untuk memberi jarak bagi mereka berdua. "Apa?" Kinan benar-benar mendongak untuk melihat wajah Gio di hadapannya itu. Karena seingatnya, Kinan langsung tidur semalam.

"Gue ingetin ya?"

Kinan tidak mengerti apa yang Gio maksud, sebelum akhirnya punggung Kinan menyentuh kaca di belakangnya dan Gio semakin menundukkan kepalanya, membisikkan kata-kata yang membuat Kinan membulatkan matanya itu. Lalu, yang Kinan tahu saat Gio menggigit lehernya, Kinan mendorong tubuh Gio lagi. "Gak usah bercanda, Gio!"

Baru lah Gio berjalan mundur, mengambil ponselnya di atas nakas dan mendekat ke arah jendela. "Kalo ada apa-apa nanti gue bakalan tanggung jawab." Gio membuat ekspresi wajahnya seserius mungkin.

Kedua pipi Kinan sudah memerah. Gio akhirnya terkekeh pelan.

"GAK LUCU!"

"Ann?" Itu suara Adam.

...

"Itu.. Pororo gak lucu, Yah!" Kinan mengalihkan pandangan dari Adam ke jendela mobil di sampingnya itu. Menutup matanya rapat-rapat. Menyesali teriakkannya untuk Gio tadi di kamar. Dan Adam mendengar.

"Sampe teriak-teriak gitu."

Kinan mendengus. "Abisan dia bercandanya kelewatan!" Sampai membuat Kinan takut sendiri, bukan karena apa-apa sih. Hanya saja dalam keadaan ditakut-takuti seperti itu Kinan tidak bisa berpikir jelas. Yang dipikiran Kinan juga hanya Ayahnya.

"Ayah pulang malem hari ini, jadi gak bisa jemput Anna. Ayah suruh Kak Rama aja ya?" Adam membuka topik pembicaraan baru. Sekilas melihat ke arah Kinan yang langsung menggelengkan kepalanya.

"Gak usah, Yah! Kak Rama pasti pulangnya sama Ola, Anna takut ganggu. Anna sama temen Anna aja." Kinan menjawab pertanyaan Ayahnya dengan cepat. Kelewat cepat malah. Dan jika diperhatikan baik-baik, Kinan sedang tersenyum tipis. Namun, itu tidak bertahan lama saat Ayahnya menyebutkan satu nama yang langsung membuat senyuman Kinan hilang perlahan-lahan.

"Dean?"

Kinan menghela napas pelan. "Mm.. bukan."

"Ah iya, Dean kan bukan temen Anna. Jadi, temen Anna yang mana?"

Eh, apa tadi?

"Yang..... itu." Belum memungkinkan juga Kinan menyebutkan nama Gio di depan Ayahnya.

"Sama Dean aja ya? Nanti Anna ditemenin juga sama Dean di rumah sampe Ayah pulang, terus kita pergi. Dinner di luar."

Kinan yang mendengar ucapan Ayahnya tadi, lagi-lagi menggelengkan kepalanya. "Gak bisa, Yah." Dengan suara yang pelan sekali.

Kerutan di dahi Adam terlihat. "Biasanya juga gitu, 'kan? Dari awal Ayah tau Dean, Ayah udah ngerasa kalo Dean bisa jagain Anna. Anna juga suka ya?" Di akhir kalimat, Adam memperlihatkan senyumannya dan melirik ke arah putrinya itu.

Ini salah Kinan ya yang sudah membuat Ayahnya begitu percaya oleh laki-laki itu dan justru Kinan juga yang harus mematahkan semuanya. Kinan terdiam beberapa saat. Matanya sudah terlihat menerawang. "Kak Dean itu.... beda, Yah. Anna gak bisa sama Kak Dean, 'kan?"

Sebenarnya pertanyaan itu untuk Kinan sendiri.

"Bisa, kalo Anna mau. Kalo Dean-nya juga mau." Adam memberi jeda, mengingat sesuatu. "Jadi, pacar Anna bukan Dean dong?" Pertanyaan yang sudah lama ingin Adam tanyakan akhirnya keluar juga.

Tetapi, Kinan langsung mengalihkan pembicaraan mereka. "Akhirnya sampe!" Beruntungnya begitu. Kinan melihat gerbang Pertiwi di sana. Melepas seatbelt-nya juga ketika mobil Ayahnya berhenti.

"Makasih udah dianterin, Yah. Semangat kerjanya. Anna sayang Ayah!" Kinan memberikan ciuman berkali-kali ke pipi Ayahnya itu.

"Anna semangat juga belajarnya ya!"

Kinan menganggukkan kepalanya dan turun dari mobil. Menundukkan kepalanya untuk melihat Ayahnya sekali lagi. "Hati-hati, Yah!"

"Daaah!"

Tangan kanan Kinan terangkat untuk membalas lambaian tangan Ayahnya dan membalikkan tubuhnya saat mobil Ayahnya sudah menjauh. Baru beberapa langkah dari gerbang Pertiwi, Kinan sudah merasakan rangkulan di bahunya. Kinan menoleh, itu Reksha dengan hoodie maroon yang Seniornya itu letakkan di pundaknya.

"Asik banget nih dianter ama abang!"

Kinan melihat rangkulan tangan Reksha di bahunya dan wajah laki-laki itu secara bergantian. "Abang yang mana, Kak Reksha?"

"Yang tadi di mobil, gue kira malah Rama abang lo." Kekehan Reksha lalu terdengar. Berarti teman-temannya juga salah mengenai hal yang satu itu.

"Itu tadi Ayah Kinan."

Reksha menoleh ke arah Kinan kali ini. "Nikah muda ya?"

Menanggapi itu Kinan hanya mengangguk kaku, entah apa yang harus Kinan jawab juga. Kinan memperhatikan sekitar yang memandangnya aneh. Duh, ini pasti karena rangkulan Reksha di bahunya. Kinan mendongak.

Reksha mengerti. "Biar akrab kita, Nan. Udah sarapan belom lo?"

"Udah, Kak Reksha gimana?"

Kepala Reksha mengangguk. "Gue juga udah. Oh ya, sebagai temen gue mau ngasih tau lo sesuatu, Nan." Kali ini, wajah Reksha terlihat serius. Bukan tanpa alasan juga sih sebenarnya Reksha yang menunggu Kinan di parkiran dan memilih berjalan bersama di koridor seperti ini.

Untuk seseorang yang Reksha sudah anggap sebagai teman sendiri, Kinan juga harus tahu apa yang akan terjadi. Apalagi ini menyangkut Dean.

Kinan mencoba menerka-nerka tetapi tidak ada satu pun hal yang terlintas di pikirannya saat ini. Jadi, Kinan memutuskan untuk bertanya, "Apa tuh, Kak Reksha?"

"Sini gue bisikin." Reksha berhenti melangkah begitupun Kinan. Berhenti di samping loker dekat kelas III IPS 4, itu kelas Reksha.

Mendengar ucapan Reksha tadi, satu yang Kinan tahu; teman-teman Dean semuanya begitu menyayangi Dean hingga tidak ingin membuat Dean terluka. Sebegitunya ya? Tetapi memang bukannya seperti itu yang seharusnya teman lakukan?

Kinan melanjutkan langkah kakinya menaikki anak tangga untuk sampai ke lantai tiga di mana kelasnya berada. Dan memelankan laju kakinya ketika melihat seseorang yang sudah berada di pikirannya pagi ini terlihat sedang memerhatikan bawah lapangan sana di dekat tembok pembatas. Kinan menepuk bahu Dean pelan.

Dean melepas penutup kepala dari hoodie hitamnya itu. Menoleh ke arah Kinan yang sedang tersenyum. "Pantesan gak mau gue jemput bareng Om Adam ternyata."

Kinan mengangguk. Tangannya merapikan rambut Dean yang menutupi dahi laki-laki itu seraya menyahut, "Kinan lebih milih Ayah dari pada Kak Dean." Membawa tangannya menjauh setelah itu.

"Gak ada yang gimana-gimana tadi?" Dean memberikan Kinan pertanyaan baru.

"Gimana apanya, Kak Dean?"

Dean diam. Ternyata memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk saat-saat ini, mungkin itu hanya ancaman Matthew saja untuk Dean. Dean menggeleng. "Lucu," komentar Dean saat melihat rambut Kinan pagi ini.

Untuk menahan senyuman, Kinan tidak bisa. "Beneran?"

Dean hanya mengangguk.

"Lagi pengen aja dibuat kepangan kayak gini. Kalo rambut Kinan udah panjang kayak Rapunzel, Kinan mau buat yang kepang anggur."

Dari penglihatan Dean, ketika Kinan mengatakan hal yang ingin gadis itu lakukan, kedua mata Kinan terlihat berbinar. Senyumannya juga beda. Lalu, Dean melihat Kinan menoleh ke arahnya. Dean mengerjap, merapikan rambut Kinan sebentar sebelum akhirnya Dean tarik ujung rambut Kinan. Membuat gadis itu mengaduh.

"Kebiasan!" Kinan menampar pelan tangan Dean itu dengan kekehannya.

"Lo mau rambut lo panjang kayak Rapunzel?" Dean bertanya, Kinan mengangguk mantap.

"Tapi Kinan gak mau dibuat warna kuning rambutnya." Senyumannya juga belum hilang dan Kinan agak meringis pelan saat tidak sengaja Dean menyentuh bahu kirinya.

Kinan buru-buru mengalihkan pandangan takut Dean bertanya lebih lanjut, tetapi mungkin itu tidak berpengaruh karena suara Dean sudah terdengar. "Kenapa lagi? Lo ngelakuin hal ekstrim apa sekarang?"

"Kinan... tadi kena tembok aja kok."

Kok.

"Lo gak jujur, Ann."

Tidak mungkin juga Kinan bilang karena kemarin malam Gio mencengkeram bahunya begitu kuat. Enggak, Kinan menyangkal. Gio tidak mungkin sengaja untuk menyakiti Kinan, buktinya Gio langsung meminta maaf.

"Kak Dean bener Kinan gak jujur. Tapi Kinan gak bisa bilang sama Kak Dean ini karena apa. Tapi... beneran Kinan udah gak apa-apa kok, cuma sakit dikit aja. Besok pasti langsung sembuh." Kinan mengangkat kedua sudut bibirnya, menyakinkan Dean.

"Kalo ada apa-apa bisa lo kasih tau gue?"

Kinan mengangguk kaku. "Kak Dean juga harus kasih tau Kinan ya! Sama cewek yang kemaren juga."

Itu yang dikatakan Reksha. Kinan berbalik, tidak ingin menunggu sahutan dari Dean. Masuk ke dalam kelasnya.

...

Gio memberhentikan mobilnya tepat di samping Kinan berdiri. Kinan sedang memasang wajah cemberutnya. Iya, Gio telat beberapa belas menit untuk menjemput pacarnya itu. Kinan masuk ke dalam mobil Gio, siap menyemburkan kata-kata mutiaranya itu untuk Gio.

"Kinan sering nunggu Kak Rama, tapi gak lama banget kayak nunggu Gio. Gio, ke mana dulu sih?!" Kinan melempar tas ranselnya ke jok belakang dan melepas sweater hitamnya juga.

Dan tahu-tahu lengan Gio yang ditutupi kaus panjang putih itu mengusap keringat yang terlihat di dahi Kinan. Sambil mengelap peluh Kinan, Gio menjawab, "Maaf ya, tadi gue harus pergi dulu. Penting soalnya. Ini juga harus buru-buru. Takut ketinggalan."

"Ketinggalan apa?"

"Yang iya-iya. Mau liat gak lo?"

Kinan mengangguk. "Mau!"

Gio terkekeh pelan dan memberikan Kinan botol air mineral—itu punya Kinan terlihat dari gambar Rapunzel di sana, dan Kinan menerima itu sementara Gio mengendarai mobilnya menjauh. "Beli makan dulu buat lo ya? McD mau?"

"BigMac. Kinan lagi laper banget!"

"Okuy." Gio manggut-manggut, sesekali tatapannya melihat layar ponsel. Membalas kabar terbaru dari temannya itu.

"Gio, gak boleh main hape kalo lagi nyetir. Ayah bakalan marah nih kalo ngeliat Gio kayak gini. Sini, Kinan aja yang pegang hapenya Gio."

Gio hanya menurut. Memberikan ponselnya pada Kinan dan memfokuskan pandangannya ke jalan. Sedikit mempercepat juga laju mobilnya.

"Nih temennya Gio namanya Dava bilang, Sean udah ada di tempat. Eh bentar, ini Kak Sean yang ada tatonya bukan sih, Gio?" Kinan melihat ke arah Gio sepenuhnya.

"Yang ada di kontak Line lo? Iya, dia. Mba, saya pesen satu paket BigMac ya." Saat ini mereka sudah berada di salah satu restoran cepat saji. Gio memilih untuk drive-thru juga. Memesankan yang Kinan inginkan itu.

"Gio mau ketemu Kak Sean?" Suara Kinan terdengar lagi. Gio lebih dulu menerima pesanan Kinan itu dan memberikannya pada Kinan yang langsung mengambil makanannya dengan senang hati.

"Asik dapet tumbler warna kuning. Makasih, Mba!" Kinan tersenyum lebar dan meletakkan reusable cup-nya di atas dashboard.

"Enggak lah. Gue bukannya mau ketemu sama dia." Gio menjawab pertanyaan Kinan tadi dan mengendarai mobilnya lagi ke tempat tujuan utamanya sekarang.

"Terus mau ngapain?" Kinan memasukkan kentang goreng yang dibaluri keju itu ke dalam mulutnya.

Gio melihat ke arah Kinan sekilas. "Jadi, mata-mata. Keren gak tuh?"

"Kayak detektif conan yang sering Ola baca?"

"Yoi."

Kinan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Keren!"

Gio menarik leher Kinan untuk mendekat ke arahnya dan Gio cium pipi Kinan berkali-kali yang langsung Kinan usap dengan punggung tangannya, Gio hanya tertawa saja.

"Kasih tau Kinan dong, Gio ada apa sama Kak Sean?" Kinan mengunyah burgernya sekarang. Gio sudah menghentikan mobilnya di depan salah satu rumah besar. Entah rumah siapa.

Di sebelahnya, Gio mengetukkan jarinya di kemudi. Sean belum juga keluar dari beberapa menit yang lalu. Temannya bilang, ada hal penting tentang Sean yang harus Gio tahu dan itu penyebab semuanya terjadi. Jika bukan karena itu, tidak akan Gio mau mengurusi Sean.

Segalanya berubah karena itu. Dan apakah Kinan akan membenci Gio juga jika Kinan tahu? Tetapi, Gio harap Kinan tidak menelan bulat-bulat apa yang orang-orang katakan tentang Gio.

"Dia temen gue, Ki. Tapi itu dulu." Tatapan Gio belum beralih ke mana-mana selain ke arah mobil sedan hitam milik Sean yang terparkir.

Kinan mengunyah pelan-pelan. "Dulu?"

Gio mengangguk. "Nanyanya nanti aja ya? Gue bakalan cerita semuanya kok. Abisin makanan lo." Ditariknya sudut bibir untuk memperlihatkan senyum tipis.

"Tapi kayaknya Kinan inget rumah yang pager putih deh. Kinan pernah sekali ke sini."

Tentu saja Gio langsung menoleh ke arah Kinan lagi. "Beneran? Lo gak salah inget, 'kan?"

Kinan mengangguk seraya menggigit burgernya lagi. "Tapi pas itu Kinan cuma disuruh tunggu di luar."

Gio ingin bertanya Kinan ke sana dengan siapa tetapi jawabannya sudah Gio dapatkan saat Sean keluar dengan seorang perempuan yang Gio kenali dan mereka tertawa-tawa sebelum akhirnya berpelukan lalu, Sean masuk ke dalam mobilnya.

"Lo mikir apa yang gue pikirin, Ki?" Semoga tebakan Gio salah.

"Emangnya apa yang Gio pikirin?"

Nah, itu part 34-nya. Suka gak gais?

Hayo siapa cewek yang Gio liat sama Sean? Wkwkwkwk salah satu hal penting dicerita ini sih

Apakah ada yang merasa ganjal juga dipart ini?🙈🙈

Next part mau request siapa gais? Sean-abby? Dean-Kinan? Gio-kinan lagi? ehe

Berikan komentar muhhhh..
Semakin banyak yang komen semakin cepet up gais wkwokwowkow

Sori typo

[ Sean ]

[ Reksha ]

Ini untuk klean yang kangen om adam wkwkw

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro