Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

atlas

Bagian 56 |
carry me home like you used to

Hai, sparkel datang lage. Assikkk gak ngaret wkwkwk

Komen yaa menurut kalian
tentang part ini✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

"Yo, ambil trolinya."

Gio mengangguk. Melaksanakan apa yang Mamanya katakan barusan. Iya, di hari Sabtu menjelang siang ini Anneth mengajak Gio untuk membeli keperluan dapur. Gio tidak ada kegiatan juga. Tidak ada salahnya ikut Anneth untuk berbelanja di supermarket.

Kaki Gio melangkah ke mana pun Anneth pergi. Membeli snack, membeli sayuran, buah, daging juga dan masih banyak lagi hingga Gio berpikir satu troli mungkin tidak akan cukup. Gio menghela napas pelan.

Seraya menunggu Mamanya yang memilih yogurt itu, Gio mengeluarkan ponselnya dari saku jaket. Hal pertama yang Gio lihat adalah foto Kinan yang memang menjadi wallpapernya. Memakai kaus kuning kebesaran. Mereka sedang berada di Villa dekat pantai.

Kinan terlihat senang. Salah satu hal yang Gio ingini juga memang; Kinan senang. Di hari itu juga Gio banyak mengetahui sisi Kinan yang lain, yang sebelumnya tidak pernah Gio ketahui. Kinan mulai mempercayainya.

"Kalo ke pantai kayak gini lagi, Kinan mau ajak Pororo ah!" ujar Kinan dengan mata berbinarnya. Saat itu mereka sedang duduk berdua di atas pasir yang dialasi blanket—itu Gio yang bawa. Gio sudah merencanakan acara jalan-jalan mereka dari jauh-jauh hari. Dan melihat bagaimana sinar matahari yang mulai bersembunyi keperpaduaannya  mengarah pada ombak di pantai sana. Terlihat begitu cantik.

Gio manggut-manggut saja mendengar ucapan Kinan dan menyelipkan helaian rambut panjang Kinan yang bergerak sesuai angin yang menerpa halus wajahnya. Kinan sudah Gio nobatkan sebagai seseorang yang begitu penting untuk dirinya. Lihatlah gadis di sebelahnya itu, selalu mengeluarkan senyumannya seperti tidak pernah ada yang menyakitinya. Tidak pernah ada yang membuatnya sedih.

Tapi, Gio salah. Dan memang benar mungkin orang yang terlihat begitu ceria menyimpan banyak luka.

Seperti Kinan yang menceritakan bagaimana Bundanya. Bagaimana pertama kali mengetahui ia kehilangan seseorang yang menjadi penyemangatnya. Bagaimana Kinan harus menerima kenyataan pahit bahwa dulu Bundanya tidak menginginkannya. Bagaimana Kinan menceritakan semua yang sudah menghancurkan dirinya.

"Ki," panggil Gio pelan. Kinan menoleh ke arahnya. Gio mengulum senyum. Kinan membalasnya dengan senyum sedih. Lalu, genggaman tangan Gio mengerat. Memberikan kekuatan lebih untuk Kinan. "Makasih udah terbuka sama gue ya," katanya tulus.

Gio itu seseorang yang tidak pernah ingin peduli tentang orang-orang di sekitarnya. Memedulikan dirinya saja tidak pernah. Dia akan melakukan hal apa pun. Membuat dirinya berada dalam bahaya sekalipun. Tidak terlintas di pikirannya bahwa mengetahui apa yang terjadi pada orang lain adalah sebuah keharusan. Dan itu hanya pada Kinan.

Ingin sekali Gio menyelami semua yang Kinan lewati. Semua yang Kinan dulu alami. Lalu, membuat Kinan tidak perlu mengingat itu semua lagi karena Gio akan menggantikan memori itu dengan yang lebih baik.

Kinan, jangan sampai mengingat hal buruk lagi.

Kinan, jangan sampai mendapatkan perlakuan buruk lagi.

Kinan, jangan sampai menyakiti dirinya lagi.

"Sekarang gantian Gio yang cerita." Kinan dengan mudahnya menormalkan suaranya kembali. Senyumannya terbit lagi. Tangan Kinan mulai naik ke lengan Gio, menggerakkan jari telunjuknya di sana untuk membentuk pola abstrak yang menenangkan.

Dengan tangan satunya yang bebas, Gio merapikan rambutnya yang sudah terlihat berantakkan itu kemudian mengatakan, "Lo mau tau apa aja tentang gue?"

"Semuanya. Kinan harus tau semuanya tentang pacar Kinan, 'kan?" Kinan melirik ke arah Gio yang sudah lebih dulu memerhatikan dirinya. Menahan senyum setelah mengatakan itu.

Menggeleng-gelengkan kepalanya, Gio menyahut, "Apa yang udah lo tau tentang pacar lo?"

Kinan tampak berpikir. "Mm.. Gio itu nyebelin banget. Suka mukul Kak Rama. Suka berantem sama siapa aja. Suka bikin Kinan terus-terusan khawatir. Suka bikin Kinan kesel. Terus apa lagi ya? Ah iya, Gio itu gak suka pedes beda banget sama Kinan. Gio malem-malem bakalan nelpon Kinan cuma karena Gio gak bisa tidur. Gio suka—"

"Gak ada bagus-bagusnya ya kayaknya gue."

Kepala Kinan yang kali ini menggeleng. Tawanya terdengar. "Enggak, Gio. Gio itu nyebelin tapi selalu ngebuat Kinan pengen ngeliat Gio terus. Kalo Gio bolos sehari aja, Kinan ngerasa sepi banget di sekolah. Gio yang selalu pengen Kinan liat juga di kantin pas lagi makan bareng Ola."

"Segitu sukanya ya lo sama gue." Gio menarik kedua sudut bibirnya. Menyenangkan sekali rasanya mendengar itu dari mulut Kinan sendiri. Padahal di hidupnya tidak ada yang pernah mengatakan itu. Jauh sekali dari kata-kata itu. Dan sini lah Kinan, membuat senyum Gio terus-terusan terlihat. Kinan membuat Gio merasa ada yang mengharapkan kehadirannya.

Kepala Kinan mengangguk. "Iya, Kinan suka banget sama Gio. Gio juga, 'kan?"

"Kalo gue gak suka sama lo, gak bakalan kita berdua sekarang ada di sini, Kinan."

Bukan itu yang ingin Kinan dengar. "Gio."

"Apa?"

"Suka gak?"

Gio diam sebentar. Kinan menatapnya lurus-lurus.

"Suka." Kepala Gio lalu mengangguk. Senyumnya belum juga hilang. Dan Gio melanjutkan,

"Sayang juga sama Kinan."

Gio dengan jarinya menggeser layar ponsel. Melihat-melihat foto-foto di galerinya itu. Sebelum suara Anneth tiba-tiba memanggil nama gadis yang memang berada di pikiran Gio.

"Kinan."

Dengan cepat Gio mendongak. Terlihat di depan sana—di rak yang menampilkan banyaknya merk detergen itu Kinan dan Adam berdiri. Mamanya akan bertemu dengan Adam. Yang Anneth tahu Kinan adalah pacarnya. Gio harus menghentikan pergerakkan Anneth sekarang juga.

"Mah, kita belum beli buah naga buat Papa, 'kan? Nanti keburu abis lho, Mah."

Dan Anneth tidak menghiraukan ucapannya, karena yang sekarang Gio tahu Anneth menghampiri Kinan yang terlihat sama gugupnya dengan Gio. Adam masih sibuk melihat-lihat rak menjulang di depannya itu.

"Mamah Anneth ada di sini juga." Kinan membalas pelukan Anneth yang sepertinya terlihat begitu senang mengetahui keberadaannya.

Gio jalan pelan-pelan untuk mendekat.

"Kamu ke mana aja? Kok udah jarang lagi main ke rumah? Kamu gak putus sama Gio kan ya? Gio gak—"

"Kelvin!"

Suara Adam mengangetkan Gio. Mamanya jangan sampai berkata yang tidak-tidak. Nama Gio sudah terdengar buruk di telinga Adam. Nama Gio tidak akan pernah diterima baik oleh keluarga Kinan.

"Ah, Om Adam. Apa kabar, Om?" sahut Gio kalem. Berjalan lebih mendekat pada Mama dan berbisik. "Plis, panggil aku Kelvin di sini, Mah."

Mamanya memandang bingung Kinan, Gio dan Adam secara bergantian. Melihat kini Gio sedang menyalami tangan Adam dengan sopannya. "Sejak kapan Gio mau dipanggil Kelvin?" Itu yang berada di pikiran Anneth juga.

"Itu.. Om kamu Kinan?" tanya Anneth dengan berbisik. Adam—laki-laki tinggi yang sedang mengenakan topi hitam dengan pakaian santai itu sungguh menarik perhatian.

Kinan menggigit bibir bawahnya. "Itu, Ayah Kinan."

Anneth mengerjapkan matanya berkali-kali. Manggut-manggut juga setelah itu. Dan tersenyum sumringah saat Adam berjalan ke arahnya, mengulurkan tangannya. "Saya Adam, Ayahnya Anna."

"Anneth, Mamanya... Kelvin." Sesuai yang Gio mau, Anneth berkata seperti itu. Membalas uluran tangan Adam beberapa saat.

Tak lama, Anneth tersenyum ke arah Kinan. Melirik ke arah Gio juga. "Kinan gak mau jalan-jalan sama Gi—Kelvin dulu? Mamah Anneth mau ngomong sama Ayah kamu. Boleh ya?"

Apa-apaan? Gio menggeleng samar ke arah Anneth. Tidak perlu melakukan itu. Anneth berpura-pura tidak melihat kode dari putranya.

Kinan mau tidak mau menganggukkan kepala. Menggigit bibir bawahnya juga. Ayahnya mengambil alih troli dari tangan Kinan begitupun Anneth sendiri.

"Ketemu di pintu masuk Mal aja ya, Vin."

Gio mengangguk. Dan mengetikkan pesan singkat ke Mamanya agar tidak membicarakan ke arah Kinan dan dirinya pacaran atau menyebut nama Gio di hadapan Adam.

Jika Adam mengetahui itu apa kemungkinan yang akan terjadi? Gio akan semakin sulit untuk bertemu dengan Kinan. Adam pasti akan membuat Kinan tidak dekat-dekat dengan anak nakal macam Gio. Adam pasti tidak akan membiarkan putrinya menjalin hubungan dengan seseorang yang Adam tahu merenggut nyawa Juli—orang terdekat Rama.

Kenapa harus ketemu sih?

Sementara Gio sudah mengirimkan pesan singkat itu pada Anneth, Gio mendongakkan kepalanya.
Kinan sudah tidak ada. Gio menghela napas pelan. Ah iya, mungkin Gio yang lupa terakhir mereka bertemu mereka sedang tidak baik-baik saja.

Seiring kakinya melangkah, mata Gio melihat ke mana-mana. Mencari keberadaan Kinan. Sampai di lantai tiga di sanalah gadis itu. Berada di dekat kaca pembatas, melihat ke arah bawahnya.

Gio menghela napas leganya sekarang. Dan memilih untuk berdiam diri di tempatnya. Memerhatikan Kinan dari jarak jauh seperti ini. Hingga ponselnya bergetar. Anneth mengiriminya pesan singkat.

Anter Kinan pulang, Vin.
Mamah masih ada urusan sama
ayahnya. Oke, ganteng?
Read. 12.03 pm.

...

Kinan yang sedang mengamati banyaknya orang yang berlalu lalang di bawahnya itu tersentak saat tangannya ditarik. Hampir membuat Kinan mengumpat dan melihat Gio di depannya. Kinan menggigit bibir bawahnya itu. Mengapa untuk membenci Gio rasanya sulit? Padahal jika diingat-ingat Gio pernah memperlakukannya buruk. Memilih mengabaikannya saat Kinan membutuhkan dirinya. Seperti orang asing di dekat Kinan.

Dan sekarang malah Gio memegang pergelangan tangannya.

Punggung Gio yang dibalut jaket hitam itu Kinan perhatikan baik-baik. Mereka sedang menunggu pintu lift terbuka. Dan melangkah masuk. Gio menekan tombol B2 untuk sampai ke basement tempat mobilnya terparkir.

Tidak ada yang membuka suaranya hingga mereka sudah berada di dekat mobil Gio. "Masuk." Dagu Gio terangkat, mengisyaratkan Kinan untuk masuk ke dalam mobilnya.

Kinan diam.

"Ki, masuk. Gue anter lo pulang." Gio berbicara lagi.

Kinan memandang ke arah lain. "Kemaren Gio gak kayak gini. Sekarang kok jadi beda lagi? Sebenernya yang di depan Kinan sekarang siapa?" Kinan bahkan seperti tidak mengenal Gio. Tidak tahu apa yang ada di kepala Gio. Apa yang sedang Gio rencanakan.

Gio tidak ingin menyahut dan menarik tangan Kinan kembali, membukakannya pintu mobil dan mendorong pelan bahu Kinan untuk masuk ke dalam mobilnya itu. Kinan tidak memberontak.

Dan lagi, suasana sepanjang perjalanan menjadi canggung. Terlebih tidak ada yang ingin lebih dulu memecahkan dinding beku di antara mereka berdua. Hingga Kinan menarik napas pelan. "Seharusnya Gio gak boleh kayak gini. Kan Gio sendiri yang udah janji. Seharusnya Gio gak boleh seenakknya dateng terus pergi lagi. Seharusnya Gio gak boleh keliatan baik-baik aja sama Kinan terus Gio ngejauh lagi. Gak boleh, Gio. Gak boleh kayak gitu." Tanpa melihat lawan bicaranya, Kinan berujar.

Siapa yang menginginkan hal itu? Tidak ada. Kinan tidak pernah ingin Gio yang menjadi seperti ini. Berubah drastis seperti ini.

"Dari dulu Gio emang gak pernah mau cerita sama Kinan. Sampe Gio yang berubah kayak gini aja Kinan yang nyari tau sendiri. Kinan bingung banget, Gio."

Rasa bersalahnya semakin banyak dan menumpuk. Gio menghentikan laju mobilnya. Berhenti di depan pagar rumah Kinan.

Jika ditanya apakah Kinan masih ingin Gio berada di dekatnya? Jawabannya tentulah iya.

Dan Gio tersenyum kecut. Betapa benarnya perkataan Kinan itu. Dirinya tidak pernah bisa membuka diri. Bahkan dengan Kinan, seseorang yang amat Gio sayangi. Alasannya;

Gio tidak ingin membuat Kinan lebih mengkhawatirkannya. Gio tidak ingin Kinan memikirkan hal yang membuat Kinan cemas sendiri. Kinan sudah mempunyai beban banyak, Gio tidak ingin menambah itu. Kehidupan Gio tidak ada baik-baiknya. Jangan sampai Kinan memikirkan hal itu juga.

"Gue udah nyuruh lo buat udahan. Kenapa belum mau juga sih? Kan lo udah dapet jawabannya." Dengan dinginnya, Gio berkata seperti itu.

Tanpa dijelaskan lebih detail pun Kinan sudah sangat paham. Kepalanya menggeleng. "Jawaban yang mana? Kinan belum tau."

Tatapan Gio mengarah ke depan jalan sana. "Mau sampe kapan jadinya? Gue udah mulai capek. Lo terlalu berlebihan."

Kinan mengakui itu dan perkataan Gio berhasil membuat dada Kinan berdesir halus. Kinan menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Sekarang mengapa menjadi Kinan yang merasa bersalah dengan semuanya?

"Pikirin gue sekali aja. Lo pasti gak bakalan mau kayak gitu, Ki."

Mengesampingkan Gio sudah tanpa sadar Kinan lakukan sejak lama. Gio ada benarnya. Seharusnya Kinan memikirkan Gio. Seharusnya Kinan tahu apa yang akan Gio rasakan saat Kinan melakukan itu.

"Makasih udah anterin Kinan pulang. Hati-hati ya, Gio." Setelah mengatakan itu, Kinan langsung membuka pintu mobil. Keluar dari sana.

Gio tidak boleh egois. Tekan Gio berkali-kali dan keluar juga dari mobilnya. Kinan sedang membuka pagar, Gio menahan lengannya. "Omongan gue terlalu kasar ya? Sori-sori gue yang salah." Dan menarik Kinan ke dalam dekapannya. Tubuh Kinan, Gio rasakan bergetar. Gio mengusap punggung Kinan perlahan.

Tidak seharusnya Gio memperlakukan Kinan seperti ini. Gio sudah berjanji sebelumnya jangan sampai Kinan sakit. Gio sudah berapa kali melupakan ucapannya sendiri.

Dan Gio akan menyesali perbuatannya nanti karena yang ia tangkap di penglihatannya kini, di depan sana Sean terlihat sedang duduk di atas kap mobil hitamnya. Entah sudah berapa lama. Mengamati Gio yang sedang memeluk Kinan.

Iya, Sean.

Konflik kecil bakalan sering bermunculan sebelum konflik yang bener-bener konflik dateng ehehehe

Siapa yang udah nungguin Endingnya???

Bakalan kayak gimana ya endingnya Lines? Ada yang udah mikirin? Wkwkwk

Aku masih bingung buat Ending lines. Coba menurut kamu harusnya gimana? Siapa tau aku bisa wujudtin :)))

Karena ini full Gio, next part full Dean kali ya hm

Semoga suka<3

Siap-siap, Yo ((:

Ramein ignya sparkel dund
@sparkleinureyes.wp ehehe

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro