Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

as long as it takes you

Bagian 55 |
i need you here with me

Masih ada yang nungguin nih cerita kan ya?

Yang lupa part2 sebelumnya bisa baca ulang dulu gais supaya gak bingung🙈🙈 maaf yaa lama upnya
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂

"Gio."

"Gio!"

"Anaknya Mamah Anneth!"

"Kelvin, ish!"

Dipanggilan yang entah keberapa barulah Gio mengalihkan pandangannya dari ponselnya itu. Akan Kinan rebut benda pipih menyebalkan yang Gio pegang jika Kinan mau. Perhatian Gio dari beberapa menit yang lalu teralihkan. Lebih penting membalas pesan singkat yang entah untuk siapa kali ya?

"Apaan?" tanya Gio. Memasukkan ponselnya ke dalam saku hoodie. Menyandarkan sisi kepalanya pada jok, memerhatikan Kinan sepenuhnya. Lucu. Itu yang langsung Gio pikirkan setelah melihat wajah Kinan yang terlihat kesal. Seharusnya Gio mengamati Kinan dari lama.

Suhu di malam ini sedang menurun. Hujan datang sepertinya tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Di parkiran salah satu restoran cepat saji, mereka berada di dalam mobil Gio. Kinan ingin makan ayam goreng tepung dengan bumbu pedas. Adam jarang memperbolehkan Kinan mememakan makanan junk food itu, dan bersama Gio di sini Kinan memanfaatkan keinginannya.

"Dari tadi beneran Gio gak dengerin Kinan ngomong?" Kinan bertanya dengan nada tidak percayanya. Memasukkan nasi panas ke dalam mulutnya setelah lebih dulu Kinan memakan ayam gorengnya itu. Duduk bersila menghadap ke arah Gio.

Kepala Gio menggeleng dan mengambil gelas kertas berisikan es kopinya. Seraya matanya masih melihat ke arah Kinan, Gio meminumnya perlahan. "Ngomong apaan?" Dan memasukkan kentang goreng yang berada di atas paha Kinan itu.

Mendengar pertanyaan Gio barusan, Kinan memutar kedua bola matanya. "Gak jadi. Gak ada pengulangan."

"Mau nambah?"

Kepala Kinan menggeleng.

"Apaan dong?" Gio bertanya lagi.

"Dibilang gak ada pengulangan!"

Gio hanya manggut-manggut seraya menahan senyumnya, tidak mengeluarkan suaranya lagi begitu pun Kinan sendiri. Kinan masih sibuk menghabiskan makananya. Selama itu, Gio mengamati Kinan. Besok hari di mana Gio tahu Kinan tahu semuanya tidak akan pernah sama. Tetapi Kinan selalu mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tidak ada yang berubah juga.

Di malam itu, ketakutan Gio bertambah satu.

Memangnya apa yang lebih penting dari membuat Kinan tidak merasa... tersakiti? Lagi? Atau dari membuat Kinan tahu bahwa kenyataan yang Kinan selalu beri garis itu nanti akan terbuka? Atau dari membuat Kinan tidak lagi terkukung oleh rasa kehilangannya?

Apa lagi? Gio bertanya-tanya.

Tangan Gio kemudian terulur untuk mengusap rambut Kinan lembut. Berulang-ulang. Hingga kedua mata Kinan melirik ke arah Gio, Gio mengangkat kedua sudut bibirnya sedikit. Tangannya mengusap sisi wajah Kinan kini. "Mau janji sama gue, Ki?" Suaranya pelan. Tenang.

"Janji apa?" Kunyahan di dalam mulut Kinan, memelan.

Gio beralih melihat ke arah netra cokelat Kinan. Dipandanginya lurus-lurus. Tidak ada yang boleh menyakiti Kinan lagi. Kinan pasti sudah lelah. Kinan tidak boleh kehilangan seseorang yang Kinan sayang lagi. Kinan pasti tidak akan mampu menopang bebannya lagi. Dan di sini lah Gio, yang harus selalu mengingat kata-kata itu. Kinan, seseorang yang Gio sayangi jangan sampai jatuh.

"Besok.. mm, jangan pernah lupain gue ya, Ki?"

Kinan diam.

Tak lama, sudut bibirnya terangkat dan kekehan pelannya terdengar. Gio mengernyit. Kinan menahan tawanya kali ini. "Gio ngomong kayak gitu kayak mau ninggalin Kinan tau gak? Gak usah sampe segitunya—Ih Gio udah punya kumis tipis. Kinan baru sadar pas Kinan liatin muka Gio dari deket gini."

Mendengar itu, dan karena saking gemasnya dengan balasan Kinan dari ucapan serius Gio, Gio langsung memeluk leher Kinan dan dibawanya ke dadanya itu. Mencium puncak kepala Kinan berkali-kali. "Lo suka gak?"

Kinan mendongakkan kepalanya. "Gio jadi tambah ganteng. Kinan antara gak suka sama suka banget." Dipandanginya wajah Gio di hadapannya persis itu.

"Kok gitu, Ki?"

Kinan mendekat, berbisik. "Jadi banyak lagi nanti yang suka sama Gio."

Gio tersenyum. Kinan terlalu jujur. Kinan akan mengutarakan semua yang ada di pikirannya.

"Tapi Gio cuma boleh buat Kinan aja."

Respons Gio, Gio hanya memeluk Kinan erat-erat.

Dan Gio mengerjap. Terlihat di depan pagar rumah Kinan, Rama dan Flora berserta Viorent keluar. Berpamitan pada Dean juga yang terlihat di sana. Kinan tidak muncul. Perasaan khawatir semakin menekan Gio. Tidak bisa juga langsung menghampiri Kinan layaknya pahlawan kesiangan saat mereka semua ada di sana.

Tidak bisa juga untuk menghubungi Kinan, karena Gio pikir lebih baik seperti ini juga. Berjarak dengan Kinan.

"Gak akan kejadian pot tiba-tiba jatoh. Kalo aja kena kepala si Kinan gimana?!"

"Gio!"

"Levi, goblok!"

"Levi temen lo, dia gak bakalan sengaja ngelakuin itu!"

Sandra menahan lengan Gio agar tidak pergi ke mana-mana. Mendorong bahu laki-laki itu juga hingga punggung Gio membentur tembok. Kalo aja kena kepala Kinan gimana? Hanya itu yang berada di pikiran Gio hingga saat ini.

Beruntungnya Sandra bisa mencegah Levi mendepatkan pukulan berkali-kali dari Gio yang terlihat kalap.

Memang bodohnya Levi mengapa saat kejadian itu dia berada di sana? Gio berdecak.

Tetapi seharusnya Gio sadar, Levi tidak tahu bahwa Kinan itu pacar Gio.

Lalu, siapa?

Lalu, kenapa?

...

"Biar gue aja yang jagain Kinan. Terus yang ngomong sama Om Adam, pas Om Adam balik."

Rama hanya mengganggukkan kepalanya—menyetujui ucapan Dean tadi. Mengajak Flora dan Viorent untuk pulang. Kinan masih di dalam kamarnya malam ini.

Dean mengantar mereka hingga depan pagar lalu masuk ke dalam rumah Kinan lagi bertepatan dengan Kinan yang sedang menuruni anak tangga. Sudah berganti pakaian dan.... senyumnya sudah terlihat lagi. Seperti tidak terjadi apa-apa.

Mengapa seseorang bisa menjadi sebegitu jahatnya?

Apa yang salah dari Kinan? Apa yang Kinan lakukan? Dean menjadi sama penasarannya dengan seseorang yang dengan sengaja menjatuhkan pot bunga itu agar mengenai kepala Kinan yang kebetulan memang sedang berada di bawahnya. Dean mengikuti langkah Kinan ke arah dapur.

"Ola sama Viorent mana, Kak Dean?" Kepala Kinan bergerak ke segala penjuru. Tidak menemukan teman-temannya itu. Lalu, menoleh ke arah Dean yang kini berjalan mendekat untuk duduk di depan meja bar, di depan Kinan.

"Mereka udah pulang bareng sama Kak Rama. Mm, lo gak kenapa-kenapa, 'kan ya?" tanya Dean hati-hati.

Kepala Kinan mengangguk. Tangannya mengambil gelas yang paling dekat dengan dirinya lalu Kinan menuangkan air mineral ke gelas itu. Meminumnya perlahan. "Kinan baik-baik aja kok, Kak Dean. Huh, untung aja kepala Kinan gak kena." Kekehan kecilnya terdengar.

Kinan sudah beberapa kali melewati keadaan yang mengharuskan dirinya hampir mati dan untuk kali ini, Kinan seharusnya memang tidak perlu merasa takut lagi. Segala macam pertanyaan dengan awalan bagaimana jika sudah Kinan lenyapkan dari kepalanya. Tidak apa-apa, tidak kenapa-kenapa, Kinan sudah melalui itu semua.

"Mau gue peluk?"

Genggaman Kinan di gelas itu mengerat. Mengapa yang datang di waktu Kinan sedang membutuhkan seseorang malah Dean? Kinan menggigit dalam bibirnya menahan agar air matanya tidak terjatuh. Dulu, mungkin hanya Ayah dan Oma Shellyn yang dengan sergap berada di sisi Kinan jika Kinan merasa sedih, merasa tersakiti. Lalu, datang Dean.

Seseorang yang seharusnya Kinan hindari sejak awal karena Kinan tahu mungkin Kinan akan menyakitinya lebih. Jadi, jika sudah seperti ini Kinan harus bagaimana?

"Boleh?" Suara Kinan terdengar serak.

Dean mengulurkan tangan kanannya, Kinan meraihnya dengan pelan. Mendekat ke arah Dean dan menyembunyikan wajahnya pada dada Dean setelah Kinan duduk di sebelah Seniornya itu. Kemudian, cairan hangat dari matanya terasa. Kinan menangis.

"Mau jawab pertanyaan gue tentang siapa aja yang sayang sama lo?"

Kepala Kinan menggeleng.

"Kenapa?"

"Kinan... gak tau." Hanya itu yang bisa Kinan ucapkan.

"Mau es krim stoberi?"

Kepala Kinan menggeleng lagi.

"Mau makan donat rasa greentea?"

"Nggak mau."

"Maunya apa?"

"Liat Sergio. Boleh, 'kan?"

...

Seperti yang Kinan ingini. Di sini lah mereka di jam tujuh malam ini, tempat Sergio yang ternyata sudah tertidur. Kinan di balik kandang memperlihatkan senyumannya. Dean menarik ujung rambut Kinan. "Bentar, Kinan belum puas liatin Sergionya. Dia tuh bener-bener kayak yang di film Tangled tau, Kak Dean."

Dean memerhatikan Kinan seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket. Bersandar pada tembok belakang. Mendengar cerita Kinan.

"Kinan pernah sekali liat kuda poni sama Ayah, terus Kinan pengen pelihara tapi Ayah malah bawain Kinan Pororo." Kinan menoleh ke arah Dean di belakangnya sebentar yang masih saja mengamati dirinya itu. Kinan tersenyum. Melihat ke arah Sergio lagi. "Kalo Kinan udah gede, terus kerja, terus dapet uang, Kinan bakalan beli yang sama kayak Sergio gini. Terus Kinan numpang taro di sini ya, Kak Dean? Ya? Ya?"

Dean tidak menyahut, dirinya langsung menggapai tangan Kinan dan mereka berjalan bersisian. "Iya, Kinan." Dean menjawab.

Kinan menoleh ke arah kandang Sergio lagi di belakangnya dan melihat genggaman tangan Dean itu. "Mau pulang?"

"Lo mau pulang?" Dean menanyakan hal yang sama pada Kinan.

Kinan menggeleng. "Main tanya-jawab sama Kinan yuk, Kak Dean!"

"Males. Lo curang."

Kinan berjalan mundur di depan Dean kini. Tangannya masih Dean genggam. Kinan menggelengkan kepalanya. Poninya ikut bergerak lucu. "Kinan gak curang lagi. Mulai dari Kak Dean."

Dean menarik sweater Kinan agar Kinan berjalan di sebelahnya saja. Kinan menurut. Genggamannya mengerat. "Lo beneran gak kenapa-kenapa?" Itu yang paling ingin Dean tahu.

"Yep!" Kinan mengangguk. Senyuman lebarnya terlihat. "Giliran Kinan."

Kali ini, Dean harus lebih sabar menunggu dengan apa yang ingin Kinan tanyakan. Gadis itu melihat ke arahnya. Dean bertanya-tanya apa yang akan Kinan keluarkan dari mulutnya itu. "Kak Dean, pernah kesel sama Kinan?"

Dean mengembuskan napasnya pelan-pelan. Pertanyaan apa itu? Dean menundukkan kepalanya, Kinan mendongak. Mata mereka bertemu lagi. Dean kesal pada Kinan yang tidak dari awal mengatakan bahwa Kinan sudah mempunyai Gio. Dean kesal pada Kinan yang tidak bisa Dean jauhi. Dean kesal pada Kinan yang tidak pernah bisa Dean gapai.

"Pernah."

"Karena?" Kinan terdengar antusias. Mungkin kesalnya Dean padanya, nanti akan membuat Dean bisa.... "Biar Kinan tebak."

"Ini giliran gue nanya, Kinan. Jangan curang."

"Oke, apa?"

"Setelah gue lulus, lo mau liburan ke Berlin bareng gue?"

Aku gak akan berenti nulis gitu aja kok, gais. Aku bakalan lanjutin sampe ending ehehehe..

Stay safe semuanya. Jangan keluar rumah kalo gak penting2 amat yaaa. Rajin2 cuci tangan juga.

Yang kangen Dean - Kinan - Gio semoga suka yaaaa.

Dari 1 sampai 10 seberapa kangen kalian sama lines?🙈🙈

[ Dean ]

Laperrrrrr

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro