aftertaste
Bagian 14 |
and you wonder if you could take back
what you did that day
Sori kalo banyak typo belum aku cek lagi.
Enjoy gais^^
Vote dan komen lagi kuy ✨✨
▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂
"Iya, gue besok pagi-pagi banget ke bengkel. Bukan apa-apa, njing. Lo tau dari mana? Siapa? Si Angga? Iya nanti sekalian gue ajak dia."
PIP. Dean langsung memutuskan panggilan di ponselnya itu dan merasakan tarikan di ujung kausnya berkali-kali. Dean memutar tubuhnya dan terlihatlah Kinan dengan rambut basahnya di hadapan Dean sekarang.
Dean mengernyit. "Lo mandi malem-malem gini?" Setelah bertanya, Dean menarik pergelangan tangan Kinan untuk mengikuti langkah kakinya menuju ke arah dapur. Jam sudah menunjukkan pukul 20.10 pm, sore tadi saat Kinan yang dengan pulasnya malah tertidur—meninggalkan Dean sendiri di rumah Kinan itu, Dean memang menunggu Kinan dan memutuskan ke apartnya untuk membersihkan diri, tak lupa juga membuatkan Kinan sup jamur dan kembali ke rumah Kinan jam tujuh.
"Iya, tapi tadi Kinan mandinya pake air anget kok. Kak Dean, maafin Kinan ya," kata Kinan lalu menarik tangannya menjauh dari kaus Dean saat dirinya sudah duduk di bangku depan meja makan. Bersebelahan dengan Dean yang kini sedang menuangkan sup jamur ke dalam mangkuk untuk Kinan.
"Minta maaf kenapa?" Dean meletakkan mangkuk putih itu ke hadapan Kinan dan memperhatikan gadis itu dengan wajah menyesalnya.
Kinan menggigit bibir bawahnya sebelum akhirnya menjawab, "Udah ninggalin Kak Dean sendiri. Tapi serius ya, Kak Dean tadi tuh Kinan ngantuk banget jadinya ketiduran deh. Kak Dean, gak marah sama Kinan kan?"
Ditanya seperti itu, langsung saja Dean menggelengkan kepalanya. "Enggak lah. Suka jamur kan lo?" Dean memberikan Kinan pertanyaan lain.
Kepala Kinan mengangguk dan mendekatkan lagi mangkuk dengan sup jamur itu ke arahnya. "Yang Kinan gak suka cuma udang. Soalnya Kinan alergi sama udang ihh," jawab Kinan dengan ekspresi tidak sukanya dan menyendokkan sup itu ke dalam mulutnya. Melihat ke arah Dean yang masih saja memperhatikannya sesekali.
"Noted." Dean hanya menyahuti perkataan Kinan seperti itu dan mengambil ponselnya lagi saat benda mungil itu terlihat bergetar di atas meja.
Kinan tidak membuka suara lagi dan fokusnya pada Dean di sebelahnya. Tadi ketika Kinan baru bangun tidur ada pesan singkat dari Rama yang mengatakan bahwa laki-laki itu tidak bisa menemui Kinan karena ada acara birthday party temannya dan tak lupa Rama bertanya pada Kinan; Kinan pulang dengan siapa? Kinan tadi ke mana ketika Rama sudah selesai dengan urusannya di saat Kinan sedang menunggu Rama. Dan Kinan selalu mengerti. Rama tidak bisa berada di dekatnya selama 24 jam. Tetapi, bukankah itu justru bagus?
Bagus untuk Rama sendiri.
Dan juga bagus untuk Kinan.
Lalu, Kinan mengerjap. Banyak pertanyaan-pertanyaan di otaknya yang ingin sekali Kinan keluarkan sekarang juga. Membaginya pada Dean di sampingnya. Namun, Kinan lebih memilih untuk memendamnya sendiri. "Kak Dean," panggil Kinan pelan.
"Ya?" Dean meletakkan ponselnya kembali ke atas meja dan duduk menghadap ke arah Kinan dengan sebelah alis terangkat tinggi, menunggu Kinan untuk mengatakan hal yang ingin gadis itu bicarakan.
Kinan menarik kedua sudut bibirnya ke atas dan berujar, "Makasih ya, Kak Dean udah nemenin Kinan di sini. Kinan nggak sendirian lagi deh."
Sebelum menjawab, Dean mengubah posisi duduknya yang sekarang ia letakkan sisi wajahnya ke atas tangan yang Dean lipat di atas meja. Melihat ke arah Kinan di sampingnya. "Seneng gak?" Dean bertanya.
"Seneng kenapa?"
"Gue nemenin lo di sini?" jelas Dean.
Semakin lebarnya senyum Kinan saat ini. "Kak Dean, pasti udah tau jawabannya. Kinan gak usah jawab lagi ya?" Dan demi menyamarkan kegugupannya, Kinan menyendokkan lagi sup jamur itu ke dalam mulutnya.
"Gue gak tau."
Kinan kira dengan menampilkan senyum lebarnya itu, Dean sudah tahu jawaban dari pertanyaannya. Kinan menoleh ke arah Dean lagi dengan senyum tertahannya sekarang. "Iya, Kinan seneng."
"Gitu?"
Kinan tidak bisa lagi menahan untuk tidak menyentuh rambut Dean yang jatuh ke dahi laki-laki itu dan menyisirkannya ke belakang dengan jarinya. "Iya, ih. Kak Dean, jangan bosen-bosen ya nemenin Kinan," ucapnya kali ini dengan memperhatikan mata Dean itu. Sedangkan tangannya masih bergerak, memainkan rambut hitam Dean. Kinan suka.
"Jadi, gue gak boleh bosen-bosen nemenin lo pas lo lagi sendiri?"
"Gimana, Kak Dean?" Kinan dengan kerutan di dahinya bertanya.
"Enggak," jawab Dean cepat. "Abisin dulu tuh makanan lo. Abis itu nanti gue kasih lo hadiah," lanjutnya. Dan menggapai tangan Kinan di rambutnya itu.
Mata bulat Kinan seketika berbinar mendengar ucapan Dean barusan. "Wahh hadiah apa tuh? Padahal ulang tahun Kinan udah lewat."
"Orang ngasih hadiah gak cuma pas ada ultah aja, Nan."
"Jadi, Kak Dean ngasih Kinan hadiah karena apa?"
...
"By, udahan dulu." Sean yang pertama kali memberikan mereka berdua jarak. Mendorong pelan kedua bahu Abby di depannya. Sebenarnya Sean tidak ingin juga cepat-cepat menjauh dari gadis yang dengan suksesnya memorak-porandakan hatinya itu, tetapi teman-teman Sean sudah menunggu dirinya di dalam dan yang memang mesti Sean lakukan adalah menyudahi acara menempelnya dengan Abby sekarang juga.
Dari penglihatan Sean, Abby terlihat memberenggut. Sean terkekeh sebentar melihat itu. Rasanya ingin mendekap Abby sampai pagi. Lalu, Sean membawa tangannya ke rambut Abby yang terlihat agak berantakkan. Menyelipkan helaian rambut Abby ke belakang telinga gadis itu. "Jangan ngambek dong. Temuin temen gue bentar ya?"
Abby menyingkirkan tangan Sean dan beralih melihat ke arah rearview untuk merapikan rambut brunette-nya sendiri dan yang paling penting memakai lipgloss kembali. Padahal Abby ingin berlama-lama dengan Sean di sini saja. Tidak ingin masuk ke dalam sana.
"By, udah ditungguin temen gue nih. Bentar aja, abis itu kita pulang." Sean melihat Abby yang kini langsung menoleh ke arahnya dengan raut wajah kesal. Dan Sean mengerti. "Eh iya, nggak langsung pulang. Lo mau ke mana nanti gue temenin," ralat Sean cepat.
Ekspresi Abby berubah seketika itu juga. "Beneran?" tanyanya memastikan.
Kepala Sean mengangguk. "Iya. Ayo makanya sekarang aja masuk. Biar nanti lama berduaan sama gue nya. Mau kan lo?"
"Enggak sih." Lalu, Abby memutar kedua bola matanya yang terlihat begitu menarik bagi Sean.
"Gak pinter boong lo. Cepetan turun." Setelah mengatakan itu, Sean yang lebih dulu keluar dari mobil. Membuka pintunya lebar-lebar, Abby masih berada di dalam.
"Sean, lo gak mau bukaan pintu buat gue?"
"Manja amat. Cepetan ah."
Abby mendengus dan membuka pintunya sendiri bertepatan Sean juga menutup pintu mobil. Abby membenarkan black dress dengan tambahan jaket jins yang beruntungnya juga ia tidak memakai heels. Bisa repot nanti. "Tungguin kenapa sih!" Suaranya terdengar lagi, saat melihat Sean yang berjalan di depannya.
Sean lagi-lagi terkekeh. Dan menunggu Abby untuk mendekat ke arahnya. "Sori.. sori. Sini, Sayang."
Abby langsung mengamit lengan Sean itu dan berbisik sebelum akhirnya mereka masuk ke dalam night club yang sudah di booking untuk acara birthday party temannya Sean. "Gue nggak kenal siapa-siapa nih." Itu yang dari tadi Abby pikirkan.
"Ada temen-temen band gue kok di sini." Sean mengeratkan tangan Abby di genggamannya sebelum akhirnya, kedua mata Sean melihat wajah yang tak asing di depan sana. "Eh, bentar deh, By."
Dan yang Abby tahu, Sean menjauh dari dirinya untuk mendekat ke arah gadis cantik berpakaian super ketat yang sekarang dengan santainya memeluk leher Sean. Apaan coba pake peluk-peluk segala?! batin Abby. Kemudian, mereka berdua melihat ke arahnya atau lebih tepatnya Sean sedang menunjuk ke arahnya. Abby bersikap sesantai mungkin saat mereka berdua berjalan menuju Abby.
Gadis cantik tadi, mengulurkan tangan kanannya. Memperkenalkan diri. "Lula."
Abby mau tidak mau membalas uluran tangan gadis itu. "Abby." Diperlihatkannya senyum tipis.
Lula lantas melihat ke arah Sean dengan senyum penuh artinya. "Cewek lo yang baru?" tanya Lula kemudian.
Sebelum menjawab, Sean memperhatikan Abby. "Iya." Seringainya lalu terlihat. Abby ikut tersenyum.
"Selebgram kan, ya? Gue sering ngeliat muka lo ada di ig gue nih." Suara Lula terdengar lagi.
Abby menggelengkan kepalanya. "Ah enggak kok. Bukan, Kak."
"Aduh tua banget gue rasanya dipanggil kakak sama cewek lo, Yan."
Sean tertawa. "Gimana rasanya dipanggil Kakak sama cowok lo sendiri, La?"
Mendengar perkataan Sean barusan, Lula mengangkat jari tengahnya. Dan melihat ke arah Abby dengan senyum lebar. "Yaudah, enjoy ya di sini. Jangan kaku-kaku, By. Minum aja sepuasnya yang lo mau. Sean, gue mau nemuin cowok gue dulu."
"Di mana tuh sih, anjing?" Sean langsung bertanya. Sudah lama juga tidak bertemu dengan pacar Lula. Padahal mereka sama-sama satu kampus.
"Atas."
Sean manggut-manggut. "Good luck." Lula hanya tertawa. Dan Sean melihat ke arah Abby lagi. Di bawanya tangan Abby ke genggamannya kembali. Mendekat juga ke telinga Abby. "Lula itu temen gue yang lagi ultah."
Abby meraih rahang Sean untuk membuat Sean menghadap ke arahnya. "Jangan minum." Abby harus mengingatkan Sean hal penting itu.
"Enggak kok. Kan gue nyetir. Gak mau lo kenapa-kenapa juga, By. Minum yang lain aja yuk?"
Abby yang ingin menyahuti perkataan Sean tadi, ia urungkan ketika kedua matanya melihat Rama yang tidak Abby duga ada tempat yang sama lagi dengan dirinya. Yang lebih memuakkan, Rama sedang melihat ke arahnya. "Sean, deketan lagi sama gue." Abby kali ini menarik leher Sean dengan gerakan tiba-tiba.
"Woah. Kenapa?"
"Gue mau peluk lo bentar."
Sean menurut. Sean juga merasakan Abby mengusap belakang lehernya dan membisikkan Sean hal yang berhasil membuat Sean langsung menarik sudut bibirnya. Kedua tangan Sean menyelusup ke dalam jaket jins Abby, memeluk pinggang gadis itu seraya mengusapnya perlahan. "Manja banget, ada apaan nih?" tanyanya seraya menghirup dalam-dalam wangi Abby. Biasanya memang seperti itu. Abby yang sifat manjanya sudah kelewatan pasti ada apa-apa.
"Hape lo geter tuh." Abby malah berkata seperti itu. Dan bisa Abby rasakan Sean mengambil ponselnya di saku celananya itu.
"Riko nih. Gue nemuin tuh anak bentar di atas ya. Bentar aja."
Mendengar itu, Abby mengeretakan pelukannya. "Ikut."
"Jangan. Banyak yang iya-iya di sana. Nanti gue balik lagi. Cepet kok. Sini gue cium sekali." Setelah itu, Sean menjauh lagi dari Abby.
Apaan! Di sini juga banyak yang enggak-enggak! Abby melihat sekelilingnya. Benar kata Sean, ada teman-temannya juga. Abby melihat Dirga, si vokalis yang sedang merokok di meja pojok sana dengan gadis yang entah siapa. Untuk gitar ada Jevan yang sekarang sedang mengobrol dengan Abra, dia di bagian bass. Dan drum itu Sean. Abby sudah agak dekat dengan semua anggota band dengan aliran pop-rock itu, dari pertama mereka bertemu. Menurut Abby, semua teman-teman Sean memang asik. Lalu, Abby beralih melihat ke arah bartender di depan sana. Mendadak dirinya haus.
"Hei, Lov. Apa kabar?"
Abby sedikit terkesiap mendengar suara yang tidak asing lagi dari arah belakangnya. Dan terlihatlah sosok laki-laki yang ingin sekali Abby hindari—Rama tahu-tahu muncul dengan seringainya itu. Abby memutar kedua bola matanya saat Rama memilih bersandar pada tembok di sampingnya, menghadap ke arah Abby sepenuhnya. "Kabar gue lebih baik setelah ngejauh dari lo." Semoga saja Rama merasakan sindiran yang Abby berikan itu.
Semakin terlihatlah seringai Rama ketika mendengar jawaban dari mulut Abby barusan. "Sama dong." Kemudian Rama merubah ekspresinya menjadi agak serius, memandang Abby yang kini mendengus keras. "Cowok tadi pacar lo?" tembak Rama langsung.
Mendengar itu, Abby menampilkan senyum lebarnya lalu menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak menyangka juga Rama akan bertanya begitu. "None of your business, Ram." Pandangan Abby teralih melihat ke arah tempat di mana Sean menghilang dan berharap Sean cepat-cepat menemuinya. Di dekat Rama, membuat Abby tidak nyaman. Terlebih, Rama terlalu mengintimidasinya.
Rama manggut-manggut. "Ah, iya bener lo. Gue cuma mau basa-basi kok tadi. Dan pastinya lo tau kenapa gue nyamperin lo kan?" Setelah bertanya, yang Rama lakukan adalah membawa tangan kanannya ke rambut Abby yang langsung di tepis oleh gadis itu kasar.
"Gak usah pegang-pegang gue, Ram!" sentak Abby lalu berjalan mundur.
Rama sontak mengangkat tangan kanannya dan malah berjalan mendekat ke arah Abby lagi. "Oke. Chill. Gue cuma mau ngambil ini kok." Dan langsung menyingkirkan kertas tipis warna pink itu dari rambut Abby. Menunduk juga untuk melihat wajah Abby yang sedang menghindari kontak mata dengan dirinya. Abby tidak bisa bergerak ke mana-mana.
Oh, By.. belum berubah ya?
"Apa lagi nih sekarang?" Suara Rama terdengar kembali. Menyingkirkan pikirannya terhadap Abby yang seharusnya sudah bukan menjadi urusan Rama lagi.
Abby menyempatkan untuk mendongak melihat ke arah laki-laki tinggi di depannya yang sedang mengungkungnya itu. "Gue gak ngerti maksud lo apa!" Meskipun Abby sangat-sangat paham apa yang Rama ingin tahu dari dirinya.
Mendengar itu, Rama tersenyum masam. Tidak mungkin Abby tidak tahu apa-apa. "Lov, c'mon lo pasti tau kan?"
"Walaupun gue tau gue gak akan ngasih tau lo," keukeuh Abby. Sebisa mungkin harus menghindar.
Dengusan Rama terdengar. "Tuh kan. Gue nggak akan diem aja lo tau?" Ada nada ancaman di sana.
"Gue gak peduli!"
"Oh ya?"
"Ram, mending sekarang lo pergi!" Abby memberanikan diri untuk mendorong dada Rama di hadapannya itu. Sean sudah terlihat di depan sana.
Rama diam beberapa detik sebelum akhirnya mengikuti ke arah pandang Abby di belakangnya itu, kemudian melihat ke arah Abby lagi. "Salam buat cowok baru lo. See you soon, Abriella."
Sebelum Rama benar-benar menjauh dari dirinya, Abby merasakan sentuhan Rama di tangannya.
Sean memperhatikan laki-laki yang baru saja meninggalkan Abby di sana. Lalu, pandangannya beralih melihat ke arah Abby yang sudah menunjukkan wajah supert bete-nya. "Cowok tadi mantan lo ya, By." Ah iya, Sean ingat sekarang.
Abby memilih untuk tidak membalas.
"Dia nggak ngapa-ngapain lo kan, By? Kalo iya, gue samperin dia sekarang."
Barulah Abby menggelengkan kepalanya. "Enggak, Sean."
"Enggak, serius?" tanya Sean memastikan.
Kepala Abby mengangguk.
"Gue ambilin minum buat lo ya?" Sean bertanya lagi. Tetapi Abby bilang tidak mau. Takut Sean meninggalkannya lagi. Maka, demi untuk mengembalikan mood Abby, Sean menarik Abby mendekat ke arahnya. Mengusap sisi wajah Abby. "Senyum dulu. Baru gue percaya lo nggak diapa-apain sama dia tadi."
"Nih, gue senyum." Abby memperlihat senyum lebarnya hingga menampilkan giginya itu ke hadapan Sean yang kini tertawa. Abby jadi ikut tertawa juga. Andai semuanya lebih mudah untuk seorang Abby, Abby rasa ia akan menjadi perempuan paling bahagia saat ini.
"Nah gitu dong." Dengan kedua tangannya Sean merapikan lagi rambut panjang Abby. Abby memeluk Sean seraya mendongakkan kepalanya. Melihat wajah Sean di hadapannya itu. Mengagumi laki-laki yang selalu berada di dekatnya. Lalu, satu embusan napas lolos dari mulut Abby. Gue takut, Yan.
"Udah move on kan lo sama mantan lo tadi?"
Abby memberengut lagi. "Sean!"
"Iya, iyaa. By, sini gue bisikin."
Abby memajukan wajahnya itu. Tetapi yang Abby rasakan lebih dari bisikan yang Sean bilang.
"Sean, di dalem mobil aja."
Nice shoot, Darling.
...
Sunflower. Dari banyaknya jenis bunga yang mengingatkan Dean pada Kinan ya bunga Matahari. Selain karena warnanya begitu cerah, menghangatkan, juga memiliki arti beauty, delight, hope and joy itu yang Dean dengar dari penjual bunga yang Dean temui sebelum menuju ke rumah Kinan. Dan itu memang tidak Dean rencanakan. Kinan pasti tidak menyadari bunga yang Dean letakkan di atas meja belajarnya itu. Itu juga hadiah yang Dean maksud.
"Oma juga dulu sering kasih Kinan bunga ini. Kalo Kak Dean mau tau ya, dulu Oma itu florist. Makanya Kinan suka banget kalo main ke rumah Oma."
Dean di sebelahnya, memperhatikan Kinan. Bercerita tentang Oma-nya sambil melihat bunga Matahari di tangannya dan menengok ke arah Dean juga dengan senyum tipisnya. "Lo kangen banget ya?"
"Iya. Kangen banget. Makasih lagi ya, Kak Dean. Kinan pokoknya seneng hari ini." Masih dengan senyumannya Kinan berkata seperti itu.
Lalu, bagaimana bisa Dean menghapus senyum itu. Bagaimana mungkin Dean melukai seseorang yang terlihat begitu cerianya. Kinan adalah seseorang yang ingin sekali Dean lindungi. Dean tidak akan membiarkan ada yang berani-beraninya menyakiti gadis itu. Menghilangkan senyuman itu.
"Bagus dong kalo lo seneng. Seneng terus ya?"
Kinan menatap mata Dean lurus-lurus. "Buat Kinan seneng terus ya?"
Kepala Dean mengangguk, menyetujui. "Oke. Mau tidur sekarang?" Dean tahu Kinan pasti sudah mengantuk. Terbukti juga Kinan yang menguap beberapa kali. Dean memperhatikan itu.
Tangan kanan Kinan mengusap matanya berkali-kali. "Kinan mau kasih liat album foto ke Kak Dean dulu. Baru Kinan tidur." Itu juga kebiasaan Kinan sebelum tidur. Melihat album foto hingga ia terlelap sendiri. Mengenang semua yang ada di dalam foto yang tidak akan bisa terulang kembali.
"Mana? Sini gue juga mau liat."
"Sebentar, Kinan ambilin dulu. Ada di atas lemari." Dan Kinan bangkit dan menuju ke arah almari yang tidak jauh dari tempat tidurnya itu.
"Bisa lo ngambilnya? Mau gue bantuin?"
Dean sudah berniat untuk berdiri jika suara Kinan tidak terdengar. Kinan mengatakan, "Kinan bisa." Dan memperlihatkan album foto cokelat tua itu ke arah Dean.
"Nah ini dia. Tapi Kak Dean jangan ketawa ya ngeliat foto Kinan waktu kecil," ucap Kinan memperingati. Kinan sudah duduk di tepi tempat tidurnya lagi. Duduk di samping Dean.
"Mh-mm." Dean merepons itu dengan gumaman. Padahal Dean sudah melihat sebelumnya foto Kinan yang berada di living room. Saat pertama kali menginjakkan kakinya di rumah Kinan.
Kinan meletakkan album foto itu di tengah-tengh dirinya dengan Dean. Lalu tangannya membuka lembar pertama. Seketika itu juga senyum Kinan terbit. "Ini Kinan pas TK." Telunjuk Kinan mengarah pada foto gadis kecil dengan rambut dikuncir dua. Kedua telunjuknya menyentuh masing-masing pipinya itu.
"Nggak ada bedanya sama sekarang."
"Beda tau." Kinan menyangkal. Di lembar kedua. "Terus ini Kinan juga nih pas mau masuk SD. Ini Ayah Kinan yang mau nganterin Kinan sekolah. Mukanya Ayah seneng banget di foto ini." Kinan tersenyum lagi jika mengingat hari itu. Adam terlihat bahagia melihat putrinya yang sudah berganti seragam menjadi merah-putih.
"Ini nyokap lo?" Telunjuk Dean mengarah pada perempuan yang sedang merangkul pundak Kinan kecil di sana.
Kepala Kinan mengangguk. "Iya. Terus ini Oma Kinan nih. Cantik, kan?" Dengan cepatnya Kinan menunjuk ke arah Oma Shellyn yang sedang Kinan peluk erat-erat.
Dean diam beberapa saat. Ia juga inget Oma-nya yang jauh di sana. Dean akan menelpon Oma-nya sepulang dari rumah Kinan. Mengatakan betapa rindunya Dean.
"Kinan inget ini foto pas Kinan umur dua belas tahun. Ini pas jalan-jalan ke Planetarium." Kinan bercerita kembali. Kinan lalu mengulum senyum.
"Udah deh."
Dean mengernyit. "Yang belakangnya?"
"Jangan. Kinan keliatan jelek banget pas SMP. Itu juga ada foto-foto Kinan yang sekarang. Kinan malu aja, jadi Kak Dean gak boleh liat." Kinan langsung menutup album foto di tangannya itu. Ia letakkan di belakang punggungnya.
"Masa sih? Coba gue liat." Tangan Dean sudah terulur. Kinan menjauhkan tangan Dean itu dari dirinya. Yang anehnya, Kinan genggam erat-erat.
Kinan menggelengkan kepalanya dua kali. Poninya terlihat ikut bergerak juga. "Enggak boleh. Kinan mau tidur sekarang. Kak Dean, mau di sini sampe kapan?"
Oke, Dean mengalah. "Sampe lo tidur?"
Kinan melepaskan tangan Dean perlahan. Kinan bergerak untuk berbaring di tempat tidurnya. Membawa selimut tebalnya hingga menutupi lehernya itu. "Yaudah. Sekali lagi makasih ya, Kak Dean."
"Lo udah berkali-kali ngomong itu."
"Yaudah, nggak lagi-lagi."
"Tidur cepetan."
Dean melihat Kinan menganggukkan kepalanya. Tetapi selama Dean mengamati Kinan, kedua mata Kinan belum juga tertutup. "Apa?"
"Enggak apa-apa."
"Jangan lupa baca doa, Nan."
Kinan dengan matanya yang sudah tertutup ini mengangguk pelan. "Kinan tidur ya?" Suaranya masih terdengar.
"Iya."
Lalu, Dean melihat Kinan benar-benar terlelap. Dean membenarkan selimut tebal di tubuh Kinan itu. Mengatur suhu AC di kamar Kinan juga agar tidak terlalu rendah. Meletakkan album foto ke tempat semula. Dan yang terakhir, Dean menyelipkan helaian rambut Kinan ke belakang telinga gadis itu dan berbisik,
"Tolong inget ini ya; gue nggak akan ke mana-mana. Bakalan ada di deket lo terus. Sleep tight, Nan."
Wanjay. Ini kepanjangan gak sih? Gak bosen kan bacanya? Wkwkw
Yang mau scene Abby, Sean, Rama udah aku bikinin ya. Suka gak? Ehe
Siapa juga yang suka scene Dean-Kinan dipart ini? Cunggg
Coba aku mau tau satu kata untuk Kinan?
Dean?
Rama?
Sean?
Abby?
Sparkel?🐢🐢
Mau kapan nih up part selanjutnya? :))
[ Abby ]
[ siapa nich ]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro