Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[ii-08] SI ONAR

Hai, masih semangat baca cerita ini? Vote dulu ya biar cepet update.

((((Hold))))

Gaes, ini FF sih sebenere pengen teen-romance buat menghibur klean. Biar bisa hits gitu lah. Nyatanya makin ke sini, kok serba teka-teki aja ya? Apa karena yang nulis ngga jago otak-atik di genre romance. Nggak insescure sama lapak-lapak tetangga yang sukses menulis cerita romance dengan bagus. Tapi suka bingung, gimana sih caranya bisa menulis cerita romance? Mana di antara kalian yang berkunjung di cerita ini, range usianya 15-20 tahunan. Mustahil dong ngasih cerita yang rada dewasa banget. Kayaknya salah sasaran deh. Hahahaha.

Apalagi dengan sudut pandang Hoon-ie yang lebih dewasa dan hati-hati di bab berkode ii. Wkwkwk. Mungkin menurut kalian, ada nggak sih perbedaan semacam gaya kalimat antara 'aku'nya Yuri dan 'aku'nya Sunghoon?

Secara pribadi, aku sedang belajar dan praktik menulis cerita dengan membedakan sudut pandang cowok dan cewek.

Menurut kalian, beda nggak?

10 Januari 2021 (insomnia kambuh. 01:01 melekan tanpa produksi cerita, alias nabung bab COC)

*****

Pemindahan pusat pertemuan vampir di Istana Gyeonghui sangatlah cepat. Jejak cagar budaya istana itu sirna, menyisakan bangkai bangunan yang sulit direstorasi ulang. Sangat disayangkan, tetapi pilihan apa yang dipunya? Titik api masih belum bisa dipadamkan. Asap kelabu masih menyembur di beberapa tempat, menyimpan tekanan panas yang lebih tinggi karena terperangkap dalam ruangan.

Dengan kata lain, butuh beberapa hari untuk menjinakkan api. Truk pemadam kebakaran silih ganti mengisi ulang air sebelum disemprotkan berbagai tempat.

Jelaga menempel di kaca gedung pencakar, menunjukkan betapa besar efek kebakaran tersebut. Hanya enam kerangka hangus yang disinyalir sebagai petugas museum ditemukan dalam ruang yang sama.

Para vampir mengungsi di wilayah Gangneung. Udara bersih membilas kemelut yang merasuk di dada para penghuni Gyeonghui. Istana itu merupakan identitas kami selama 40 tahun terakhir. Namun, demi mengecoh anggota Gereja Sowon, pusat peradaban klan terpaksa dibumihanguskan.

Pusat vampir baru hanyalah areal pertanian dengan luas tiga belas ribu meter persegi. Namun, bukan itu yang menarik perhatian. Di sebuah gudang besar tempat menyimpan dan mengemas hasil pertanian, terdapat pintu tingkap di bawah tangga. Jalan itu menghubungkan ke ruang bawah tanah yang lebih luas. Banyak vampir berkumpul di sana, membangun sebuah ruang pendingin untuk puluhan peti berisi kantong merah. Kekacauan terjadi bagi vampir kurang terlatih mengendalikan diri. Vampir itu hendak mencongkel isi peti dan menyesapnya, tetapi vampir lain mencegah dengan alasan apapun. Sebab setiap darah sudah memiliki tuannya masing-masing.

Aku berdiri mengamati ruangan baru dengan hati gamang. Aku meninggalkan Seoul dan tidak akan sering mengawasi Yuri dan keluarganya. Bagaimana jika gadis itu kembali ke keluarganya? Aku sangat khawatir selagi belum berjumpa.

"Beri makan untuk keluarga Han Jisung. Katakan tempat tidurnya kelas 1," kataku saat berhadapan di meja administrasi.

Petugas itu bukan Taehyung, tetapi dia menyerahkan formulir pendaftaran vampir.

Aku mengerutkan kening saat membaca kotak penjamin di formulir vampir nomaden. Apakah ini artinya aku mengakomodasi makanan para vampir? Ada yang salah. Kurebut tumpukan formulir lainnya dan mememukan kotak-kotak yang mengganggu itu. Tubuhku berputar mengarah lantai dua gudang pertanian. Kutinggalkan bawah tanah yang berbau bunga kol busuk. Di ruang lantai itu pula, Ketua Park duduk di atas kursi goyang.

"Kenapa formulir ini aneh, Ketua?" protesku.

"Apanya? Bukankah sejak awal sudah seperti itu?" Ketua Park melirik kepala surat di formulir.

"Anda menyuruh saya menangkapi para nomaden, tetapi membiayai semua makan dan tidur mereka?" tuntutku.

"Itu formulir sementara, kita belum bisa fokus pada vampir nomaden saat membakar istana."

Aku menarik napas. Kuakui Ketua Park sedikit gegabah. Pekerjaan ini sangat memusingkan bagiku.

"Saya boleh mengosongkan ini?" Jari telunjukku mengarah ke kotak penjamin.

Jika itu Yuri, dengan senang hati aku mengisinya. Itu memang tanggung jawabku. Namun, menjamin lima belas vampir penghisap darah hewan, belum lagi yang bakal kutangkapi di wilayah lain, bukankah sangat merepotkan?

Aku curiga Ketua Park menghukumku karena belum menangkap vampir misterius selama tiga tahun.

Namun, jika tukang onar ini belum tertangkap oleh kami dan sibuk meminum darah orang, menyisakan jasad-jasad bergelimpangan begitu saja di Seoul, jelas tombak Sowon akan mengarah ke kami bagaimana pun caranya. Memindahkan pusat vampir ke Gangneung saat ini bukan pilihan yang terbaik. Lebih banyak lubang besar menganga yang tertinggal.

"Ketua Park, soal si onar di Jongno."

"Cukup!" Ketua Park memotong ucapanku. "Kita akan bahas ini setelah administrasi vampir nomaden beres."

Aku berbalik. Percakapan kali ini semakin tidak memuaskan. Aku turun ke tangga, menyerahkan tumpukan formulir aneh tadi ke petugas yang mengerut marah dan menunggu pendaftaran selesai. Yang kutahu dari keluarga Jisung, mereka saling menyayangi dan tidak mau terpisahkan. Jisung menyerahkan kalung ke ibunya.

Polaris berkumpul di suatu tempat, sedang menyusun rencana penangkapan di wilayah Jirisan. Di satu-satunya gunung vulkanik Korea yang luas, terdapat lebih dari sepuluh kelompok terpisah. Jake selaku wakil tim meminta tambahan anggota untuk efisiensi penangkapan. Akan tetapi, sulit mendapatkan anggota tambahan. Para prajurit sudah dialokasikan ke tim milik Jang Woonyoung. Mereka berada di garis terdepan melawan orang-orang Sowon. Perang mulai terjadi selagi vampir ditemukan mati di bantaran sungai Han, dengan sebilah tombak sepanjang dua meter menembus dada dan ditombak dari belakang.

"Kalau begitu alokasikan saja darahnya lebih banyak untuk kita," komentar Jake usai mendengar penjelasanku.

"Jika ada yang meminta kalian menjamin vampir yang kita bawa kemari, jangan ada yang mau." Aku mengingatkan.

"Aduh!" Jake mengerang bersalah.

"Wae?" Aku melirik tajam ke arah Jake. "Jangan bilang kau...."

"Aku mengisi semua formulirnya, Sunghoon-ah."

"Pabo!" bentakku. "Di mana formulirnya?"

"Sudah masuk sistem. Tidak bisa dibatalkan." Jake menggarukkan kepala.

"Jake, kau harus menjamin makan dan tempat tinggal lima belas vampir itu," jelasku. Kepalaku penuh pikiran, malah tambah masalah saja lewat Jake. Hebat sekali.

"MWOOOOOO!!!!!!!"

Jake histeris. Dia menutup kedua pipinya dengan telapak tangan. Matanya nyaris meloncat jatuh saking kagetnya. Mulutnya membentuk huruf O besar, mirip lukisan The Scream milik Edvard Munch.

"Kenapa tidak bilang dari tadi?" tuntutnya.

"Salah siapa asal menandatangani dokumen?" Aku melayangkan argumen.

"Uh.... Aku dapat uang dari mana, Hoon-ie?" Jake merepet kesal.

Telingaku sudah alergi mendengar panggilan manja Jake. Berikut pula vampir Polaris lainnya. Jelas mereka tidak bisa menyembunyikan tawa atas ketololan Jake. Selalu saja dia bersikap ceroboh.

"Aku akan mengurusnya. Mari isi ulang energi kita dan bertolak menyisir gunung Jinrisan," kataku.

Namun, rencana itu batal selagi vampir lain menghampiri kami.

"Jejak vampir di Jongno ditemukan mengarah ke Pocheon!"

Bulu tengkuk meremang. Tanpa buang tempo, aku mengambil semua peralatan tempurku dan berlari disusul tim Polaris. Dengan kecepatan penuh, mendaki dan meloncat berbagai medan yang sulit di hutan tidaklah mudah. Perjalanan jauh lebih sulit pada siang hari selagi manusia sibuk dengan aktivitasnya. Kami berlima naik mobil sedan, mengebut gila-gilaan menuju kota kecil di Gyeonggi itu. Sangat buang-buang waktu sebanyak 1,5 jam semata terjebak dalam kotak sempit beroda. Padahal lima menit di terowongan sudah sampai. Ada pun satu-satunya jalan pintas di terowongan bawah sedang diblokir, jadi sulit untuk lewat di sana.

Dengan ponsel, komunikasi bersama Woonyoung berjalan. Mereka sedang mengepung dari arah Pocheon. Kelompokku diminta berjaga di setiap sisi luar hutan. Setiap anggota Polaris bersiaga di posisi yang kutunjuk. Aku mengeluarkan pedang, bersiaga menebasnya kalau perlu.

Namun, arah angin yang datang tiba-tiba menerjangku sangat keras. Aroma familiar yang selalu kucium kaos bajunya.

Aku berbalik arah, mencari aroma datangnya angin. Kemudian sesuatu yang cepat dan bertudung biru navy berlari selincah kijang. Dia meloncat dari tebing, mendarat sempurna dan dan mengarah ke padaku. Aku mengangkat pedang, berlari menyusulnya.

Dia cepat sekali. Rute pelariannya mengarah ke pemukiman. Dia menyelusup masuk ke dalam sebuah pasar tradisional yang ramai pengunjung. Aku melangkah cepat. Kucari sosok bermantel itu. Namun, yang kutemukan adalah bau oli pada mantel yang asal dilempar di keranjang sampah. Tak ada petunjuk apapun di mantelnya.

Sialan! Pantas saja aku tidak menemukannya. Ternyata begini cara mainnya.

Aku belum menyerah. Dengan bau oli yang cukup kuat, kuandalkan aromanya pada lorong-lorong pasar. Aku mengikuti jejaknya, tetapi jejak itu menghilang di sisi jalan raya.

Aku kehilangan jejak!

*************

Clue :

Terdapat dua kasus pembunuhan dengan dua mayat biru.

Menurut kamu, siapa pelakunya?

Sampai masuk episode 37 pun, jejak pembunuhnya belum ketemu. Belum waktunya, Cin.

Aku suka alur cerita yang lambat, karena itu nggak mau grasa-grusu. Nikmati aja ya penantian klean kapan aku post semaunya.

Woiya, bab berikutnya lumayan panjang. Bakalan super seru dah, live action ala-ala drama. Pertempuran terdahsyat antara dua kubu.

Votenya sudah diklik, Yang?????

Revisi, 18 September 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro