Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[51] PERNIKAHAN

Haiiiii..... apa kabar? Siapa yang jamuran nungguin bab terbaru? Muehehehehe....

***

Mengelilingi kota Seoul, utamanya di distrik Jongno tidak semenakutkan yang kubayangkan. Sejauh yang kulewati, sisa perjalanan kami terbilang lancar. Tidak ada jejak para anggota Sowon yang memergoki kami, sehingga Sunghoon mengendurkan genggaman tangannya yang protektif.

Usai menyatakan perasaan yang sejujurnya, aku merasa sangat bebas. Tidak terlalu terusik dengan keberadaan Sunghoon di sampingku. Dia banyak tersenyum dengan tatapan teduhnya.

Langkah Sunghoon berhenti di depan bangunan yang direstorasi ulang. Untunglah negara kami terbilang maju, sehingga memiliki banyak pendanaan untuk pembangunan kota. Istana Barat saat ini masih dalam bentuk bangkai. Fondasi setiap sudut bangunan sedang dibangun ulang. Sangat disesalkan situs negara hancur total hanya karena rekam persembunyian vampir terbongkar.

"Padahal aku senang main di sini. Sekarang sudah rusak total." Aku bergumam pelan.

"Tentu saja semuanya rusak."

"Apa kita bisa masuk ke kompleks belakang istana?" tanyaku.

Aku mendadak ingat dengan jelas sebuah lubang terowongan. Saat itu, aku terpesona dengan cahaya yang terpantul di dinding pembatas istana; sebelum menjerit ketakutan digendong Sunghoon naik dinding apartemen puluhan lantai.

"Kita lewat jalur biasa. Kau siap jalan-jalan di sekolah?"

"Apa?"

"Bagaimana kalau kita kencan di sana? Kita sudah lama saling naksir di kelas 10, tetapi tidak bisa mengungkapkannya dengan baik."

"Baiklah."

Aku sudah bertekad menjadi penurut. Malam ini, apapun yang Sunghoon inginkan, akan aku turuti. Sunghoon menyampirkan lengan panjangnya di bahuku. Langkahnya yang semangat, menuntun ke arah sekolah. Lupakan kecepatan manusia yang merepotkan. Aku nyaris terbang dibawa Sunghoon.

Dia sangat senang usai mendengar pengakuanku. Begitu tiba di gedung besar, dengan berbagai jenis lapangan olahraga mengepung satu gedung utama, aku dan Sunghoon memanjat dinding gedung kelas 10-2.

Aku cekikikan mengikuti sikapnya yang mengendap seperti pencuri. Yah, bagaimana pun, jika tidak waspada, kamera CCTV bisa menangkap obyek terganjil apapun bentuknya. Di salah satu sudut lorong, tatapan berapi-api itu mengunciku. Seakan  pengakuanku di belakang restoran masih belum cukup. Sunghoon kali ini mengambil alih. Dia menempelkan bibirnya dengan lembut ke pipiku, lalu beralih mencapai apa yang dicari.

Pacaran di sekolah bisa menyenangkan juga ternyata. Tidak senorak yang kubayangkan. Apa yang kutonton di TV sekarang sedang kualami.

Apa yang tercuri dari hidupku, harus kembali. Sekarang adalah waktu untuk mengembalikan semuanya.

Hatiku. Hidupku. Park Sunghoon.

Leburan epidermis yang menyatu terhenti kala Sunghoon menarikku merunduk dari sorotan senter pengawas sekolah yang patroli. Ini sudah pukul satu malam, tentu saja semua siswa sudah pulang satu setengah jam yang lalu. Namun, patroli masih saja berlaku.

"Saat kau menyerang Minji, kau keren sekali. Aku tidak salah pilih gadis."

"Huh, seharusnya kau datang lebih awal. Menjadi kuda putih untukku." Auk meninju lengannya kesal.

"Bukankah sudah kulakukan? Jaket putih yang kuberikan masih kurang?"

"Sial."

"Kisahmu sangat mirip dengan kisah Geum Jandi yang dikepung empat pria tampan. Tapi kau tidak usah, ya. Cukup aku saja yang tampan."

"Huh, dasar narsis."

"Tapi kau suka."

Aku menggelengkan kepala.

"SIAPA DI SANA?"

Pengawas mengarahkan lampu senternya ke arah ujung lorong. Aku menarik Sunghoon kabur ke laboratorium sains. Sekali lagi, makhluk purba yang tertanam di balik Sunghoon mengambil alih. Tatapan yang terlalu melekat itu membuatku lebur dalam setiap kecupan ringan. Aku menyukai hati ini, di mana dia mencintaiku sepenuh hati. Aku mabuk asmara.

Berjam-jam lamanya kami beradu pandang, menyelami satu sama lain dengan senyum tulus. Kalau kau membayangkan adegan lebih dari sekedar ciuman, kau keliru. Aku dan Sunghoon hanya duduk di sana, menatap bauran Bimasakti yang redup akibat polusi udara. Aku mendengar dengan saksama bisikan rendah Sunghoon tentang sejarah kami menjadi vampir.

Aku terus tertarik dan agak cemburu pada gadis yang menjadikan Sunghoon sebagai vampir. Namun, Sunghoon teknisnya tidak mengenal gadis tersebut. Dia menganggapnya sebagai masa lalu yang sebatas mimpi lewat. Aku diam-diam lega setelah dia mendengar posisiku sebagai masa kini dan masa depannya.

Lantas aku dihantam kenyataan bahwa hidupku tidak jelas. Tidak ada masa depan. Kencan yang kami lalui hanyalah kencan terakhir. Tidak ada lagi kisah romantis berikutnya.

Aku tidak tahan memendam rahasia. Aku benci berbohong.

Kurasa, aku harus mengakui di waktu yang tepat.

"Sudah subuh, ayo kita pergi," ajakku segera.

Sunghoon berdiri lebih dahulu. Tangannya terulur maju dan aku menyambutnya. Ada sensasi geli saat dia mencium punggung telapakku. Gayanya sangat kuno, tapi aku menyukainya. Sebelum pengawas membuka pintu kelas, sebelum guru-guru meletakkan tas di meja kantor, sebelum anak-anak sekolah masuk, kami meloncat turun dari jendela dan berlari ke arah halte. Sebuah bus hijau tiba tanpa penumpang. Sunghoon menarikku masuk ke dalam bus dan duduk di barisan deret dua orang. Aku menyandarkan kepala tanpa segan ke bahu Sunghoon, sambil menikmati matahari yang terbit dari timur.

Dari mata vampirku, kami menembus terowongan yang menyimpang dari jalur kota. Mulut terowongan itu baru dibuka. Pada setiap sisi jalur, terdapat barisan pasukan vampir bersenjata lengkap. Penjagaan yang ketat untuk antisipasi penyerangan lanjutan, tetapi Sunghoon menjelaskan bahwa sejak dulu, jumlah penjaganya memang sebanyak itu.

"Lalu, terowongan di belakang istana, kenapa kosong melompong?" tanyaku penasaran.

"Karena terowongan itu jalur rahasia yang bisa diakses orang tertentu."

"Aku orang tertentu juga?"

"Ya, kalau kau menikah denganku nanti."

Perutku menggelegak. Aku mual mendengar hal-hal yang bersifat komitmen. Ayolah. Ini terlalu cepat. Baru saja kami jadian secara resmi dan aku menerima apa adanya hubungan romantis ala remaja, sekarang sudah dihadapkan dengan—ugh..... PERNIKAHAN!

Aku mendengkus panik.

Lagi pula .... Sunghoon bilang bakal memenggalku kalau aku mengakui soal pembunuhan dua mayat yang menjadi cikal kegemparan manusia soal pembunuhan misterius beberapa tahun lalu.

Lenganku menyenggol Sunghoon dengan sengaja sebagai reaksi protes.

"Memangnya siapa yang mau menikah denganmu?" tanyaku sengit.

"Siapa lagi kalau buka kau?" Sunghoon polos menjawab.

"Aku tidak mau, ya!"

"Tapi serius, Yoo Yuri. Sejak aku menggigitmu, aku sudah memilihmu sebagai pasangan eksistensiku. Tentu saja pernikahan kita nanti juga penting."

KITA????

ASTAGANAGA, PARK SUNGHOON MEMANG SINTING.

"Tidak mau!"

"Kau yang mau. Aku pastikan kau mau."

Udara menyusut drastis. Kukira aku bakalan bisa menghadapi lelucon Sunghoon. Makin kesini, Sunghoon makin parah. Dia menunjukkan semangatnya untuk menikahiku. Ya ampun 17 tahunku yang abadi, apakah kami pantas menikah di usia yang terlalu muda? Dan tidak akan pernah ada pernikahan.

Aku mengingatkan diri untuk tidak berharap lebih soal hal-hal yang indah. Membuat Sunghoon tahu aku menyukainya sudah cukup. Aku tidak mau mengiyakan.

Kalau dia selamat sedangkan aku tidak, bukankah itu akan menyakitinya sepanjang sisa hidupnya?

"Tidak. Aku tidak akan menikah. Aku senang hidup selibat!"

"Yuri-ya."

"Tidak!"

"Aku sudah memilihmu."

"Aku tidak mau dipilih!"

"Tapi sekarang kita sudah bersama."

Sial. Posisi dudukku tidak menguntungkan. Aku duduk di sisi jendela, sehingga celah untuk kabur tidak ada. Terutama karena Sunghoon benar-benar memblokir dengan kedua tangannya yang mengapit sisi kursi depan dan belakang.

"Bagaimana kalau kita menikah malam ini? Aku sudah 74 tahun menunggu."

"Diamlah, Haraboji!" Aku menegaskan.

"Kau akan menyusulku tak lama lagi, Halmoni!" Sunghoon mengejek.

Tanpa segan lagi, aku meninju dada Sunghoon tidak terima. Dia mengernyit atas tinju ringanku, tetapi senyumannya sangat lebar. Baiklah, sisi humoris Sunghoon kembali, tetapi aku masih saja kaget dengan setiap hal yang tidak terduga darinya.

"Waktu berjalan sangat cepat. Tidak terasa sepuluh tahun berlalu sampai kau tiba di tahun 2121 nanti," imbuh Sunghoon. Sekali lagi dia mencuri bibirku secepat kilat cahaya.

Kecupan datang bertubi-tubi dalam detik berikutnya. Di balik sikapnya yang kalem, tapi berselera humor bagus, dia punya sisi agresif. Aku diam meladeni dengan harapan Sunghoon bakalan berhenti. Ketika ciumannya semakin mendalam, air mataku bergulir dengan sendirinya.

Senang dicintai sekaligus sedih karena akan menyudahi kencan romantis tersebut dalam waktu yang singkat. Aku benci perasaan campur aduk ini, terutama karena cinta sepihakku sudah berakhir.

Bel berdentang, tanda pemberhentian tujuan sudah tiba. Sunghoon menarik tanganku untuk turun. Suasana di tempat itu sangat gelap dan sepi. Tak ada cahaya apapun selain lampu belakang bus yang semakin mengecil dan hilang.

Bahkan dalam gelap, mata vampirku bisa melihat wajah Sunghoon dengan jelas. Dia sangat tenang dan jejak kewaspadannya sudah hilang. Mungkin terowongan adalah rumahnya sendiri.

"Bus itu sebenarnya untuk mengangkut darah pendonor masuk terowongan, ya?"

Tebakanku dijawab dengan anggukan sekilas dari Sunghoon.

"Sekarang akses ditutup karena situasi yang sangat genting. Melakukan pencegahan tidak ada salahnya dibandingkan jika pintu rahasia kita dibobol tamu tidak diundang."

"Lalu bagaimana dengan Istana Gyeonghyui? Kenapa bangunan sejarah penting negara dibakar? Apa tidak ada desinfektan anti bau vampir?"

"Calon istriku memang brilian. Kita harus membuat aroma yang menyamarkan bau khas kita, Yoo Yuri."

"YA! JANGAN SEBUT ITU!" Telingaku semakin gatal mendengar Sunghoon memanggilku dengan istri. Disebut pacar saja aku masih belum terbiasa, apalagi istri. Tolonglah, jantung! Kau jangan copot dulu.

"Wae? Bukankah beberapa tahun lagi kita juga akan menikah?"

"Dengar, Park Sunghoon! Seokjin Oppa dan Sarang Eonni terus bersama, tetapi tidak menikah!"

"Tapi aku ingin menikah, Yoo Yuri." Intonasi dan raut wajah polos Sunghoon yang benar saja, astaga!

Aku menutup telinga dan mata. Senang dan malu mendengar permintaan pemuda itu. Ini sudah zaman kapan sehingga pernikahan diprioritaskan? Menikah bukan tren lagi. Tanpa segan telapak tanganku menekap bibir Sunghoon agar tutup mulut.

"Bahas itu nanti saja. Kita harus berjumpa dengan Ketua Park. Tunjukkan jalannya!" Kali ini suaraku pecah, bukan karena salah tingkah. Jauh dari itu, aku sangat ketakutan dengan sensasi pedang menebas leherku.

Seperti inilah perasaan kambing yang kuterkam tanpa perasaan. Mereka ketakutan setengah mati dengan predator berbahaya. Dan ketua klan adalah predator berbahaya. Tak ada yang abadi, meski kecantikan dan kekuatan membuat seseorang ditakuti.

Begitu pula aku.

Jejakku akan berhenti di dalam terowongan ini.

Begitu pula, tawaku yang berakhir mulai pijakan pertamaku sekarang.

"Kau seperti menantu yang gugup bertemu calon mertua."

Ledekan Sunghoon sama sekali tidak kugubris. Sunghoon merangkul lenganku dan kami maju ke dalam sudut terowongan yang semakin dalam. Udara sangat pekat sehingga tenggorokanku sekat.

Belokan demi belokan. Persimpangan demi persimpangan. Aku tidak bisa menerka, kami berada di bawah kota mana. Jika Seoul dan Gangneung tidak aman, lantas di mana kami berada?

Ragaku terkubur jauh di bawah bumi. Begitu pula namaku.

Kala pintu besar terlihat, dua puluh penjaga mengapit pintu dengan sebilah pisau berkilat. Penjaga itu mengenali Sunghoon dan mengangguk penuh hormat. Lima langkah berikutnya, ruang di balik pintu besar penuh cahaya obor dari kejauhan. Detak jantungku berhenti karena gugup. Aku kesulitan menarik napas. Kutatap punggung Sunghoon yang memimpin perjalanan masuk ke lorong terakhir.

Mulut gua membentang. Kami berada di sisi tebing yang menghadap ke area pemukiman padat. Aku menarik salah satu alis. Ekspresiku penuh tanya. Klan vampir sangat tidak tertebak. Mereka memilih sembunyi di tempat ramai agar tidak mencolok perhatian. Namun, tempatnya juga riskan terjadi perkelahian tidak diinginkan.

Sunghoon melirikku penuh semangat. Gairah di wajahnya terpancar lebar, tidak sabar mengenalkan pacarnya bersih dari semua tuduhan keliru.

Maaf, Park Sunghoon.

Aku memilih jalanku sendiri untuk mati sekarang.

Ding dong ding dong..... pas kembali udah 26k view aja. Perasaan kemarin masih 17k-an deh. Always thank you udah setia sama cerita ini, yes!!! Buktinya nih ss 25 minggu lalu, pas tanggal 10 April.

Karena naskah metropop-ku (FADE) beres, aku balik ke genre passionku dong.

Kuy lanjut ke cerita si vampir rese, Yuri.

Coba komen, yang jamuran nunggu, siapa. Sini majuhhhh!!!

Banyuwangi, 11 September 2021
Revisi, 22 September 2022 (aw.... sudah setahun ternyata dari saat tayang bab ini dan sapu typo). Tetep baperrrr

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro