Obat - Korekuni Ryuuji
"ACHOO!"
Kau menggosok pangkal hidungmu yang terasa gatal. Musim dingin memang menusuk tulang setiap penjuru raga. Jemarimu mencari-cari botol mini berisi tablet vitamin C yang dapat langsung larut dalam segelas air.
Botol itu ada, tetapi tidak dengan isinya yang sudah kosong.
Menghela napas sekilas, akhirnya kau melangkah mendekati jendela sambil mengusap embun yang menyamarkan pemandangan. Guguran salju mendarati dataran muncul dengan frekuensi yang lebih banyak. Kau ingat ucapan sang reporter yang menyarankan agar tetap berdiam di rumah karena cuaca saat ini berpotensi akan terjadi badai salju.
Namun, kau benar-benar membutuhkan vitamin. Penghangat ruangan mungkin akan membiarkanmu dalam kondisi nyaman untuk sementara, tetapi tidak dengan daya tahan tubuhmu yang cenderung sewaktu-waktu akan melemah.
Ah... kau mengeluh jika hari ini seolah tidak bisa berlalu lebih buruk lagi.
"Masih mencari-cari vitamin?" singgung seorang pemuda dari jendela sebelah rumahmu dengan ketinggian lantai yang sama; hendak menopang dagu.
Kau mendesis kecil ketika mendengar pertanyaan dari sisi jendela kamarmu.
Tetanggamu, Korekuni Ryuuji.
"Memangnya apa yang salah dengan vitamin--- ACHOO!" ucapmu ingin melanjutkan perkataan, tetapi sekali lagi harus terbersin-bersin untuk kesekian kalinya.
Ryuuji menghela napas. "Lebih baik minum obat saja."
Kau berdecak. "Aku lelah mengonsumsi obat."
Pasalnya, tubuhmu memang sering mengalami kenaikan suhu secara ekstrem. Apalagi jika kedinginan, demammu bisa kambuh lagi.
Ryuuji menopang dagu lalu berkata, "Aku lelah mendengar suara bersinmu."
"Kau tidak perlu mendengar---" sanggahmu mendelik Ryuuji karena tidak senang dengannya.
Namun, Ryuuji malah membuka jendela kamarnya. "Izinkan aku bertamu."
Kau berucap sarkas. "Nggak ada tamu yang masuk dari jendela. Yang ada, kau malah jadi penyusup."
Pemuda mungil berambut hitam dengan sedikit perpaduan sedikit helaian ombre pink itu tidak melontarkan banyak hal. Cukup lincah, Ryuuji masuk ke dalam kamarmu dengan sekali loncat. Orangtua kalian juga sebenarnya saling mengenal satu sama lain, jadi ucapanmu barusan lebih terkesan candaan jenaka.
"Minum obat, habis itu tidur," saran Ryuuji menuang air setengah gelas dari dispenser.
Kau menggeleng cepat. "Nggak mau. Obat itu pahit. Vitamin itu manis."
Ryuuji menopang dagu. "Maaf, tapi ucapanmu yang puitis tadi sama sekali nggak membuatku tersanjung."
Pemuda itu bisa jadi lumayan keras kepala kalau ingin menyelaraskan keinginannya.
Iseng, kau ingin menggoda Ryuuji.
"Boleh saja sih... kalau kau yang menyuapkan obatnya untukku... aaaa...."
Wajah Ryuuji pun samar-samar menampilkan rona. Di dalam batinmu, kau sedikit bangga bisa membuatnya berekspresi demikian.
"Cih. Maumu begitu, ya?" Ryuuji menutupi setengah wajahnya dengan punggung tangan. "Baiklah, kalau kau terkesan meremehkanku. Akan kulakukan kalau kau benar-benar mau."
Kau tergelak. Ryuuji menyobek segel aluminium berisi obat tablet flu lalu meneguk air sedikit. Obat flu itu kini benar-benar ada di mulutnya. Pipinya menggembung karena masih menahan obat tersebut.
Kini giliran wajahmu bersemu kemerahan, tergelak dengan tingkahnya. "R-Ryuuji, aku cuma ber---"
"Byuya muyulu hehap (Buka mulutmu, cepat)," perintah Ryuuji memegang kedua pipimu.
Kau menggeleng. Enggan. Jangankan menganggap hal itu romantis, kau enggan merasakan pahitnya obat tersebut.
Ryuuji yang tidak mampu menahan obat itu lebih lama lagi, langsung berlari, dan menyembur isi mulutnya ke jendela kamarmu.
"Huweeek. Pahit banget," keluh Ryuuji mengusap pinggir bibirnya. Merasa lega tidak perlu berlama-lama menampung pengecap pahit di indera perasanya. Tangannya sempat menjelajahi sela saku celana untuk mencari penawar jejak kepahitan--- yang tidak lain dan tidak bukan--- yaitu sebatang lolipop rasa stroberi.
Namun, Ryuuji tidak menyangka nasib akhir muntahannya itu akan mengenai sosok korban--- seorang wanita paruh baya--- yang mirisnya sedang melangkah di tengah dinginnya salju tanpa menggunakan payung.
Wanita itu memelototi arah semburan nista barusan. "HEI! SIAPA YANG MENYIRAMIKU AIR! CEPAT MUNCUL SINI! HEIIII!"
Mendengar racauan tersebut, Ryuuji segera menutup jendela rapat-rapat.
"Astaga. Kenapa hari ini apes amat, sih," gerutu Ryuuji mengacak rambutnya.
Kau terkekeh. "Cepat turun minta maaf. Gimana kalau bibi tadi sampai berontak ke rumahku?"
Ryuuji melempar bantal kepadamu, yang rupanya bisa kautangkap dengan baik. "Kejadian tadi murni salahmu! Kenapa kau nggak terima obatnya?"
"Hanya orang aneh yang mau menerima obat dengan cara begitu. Lagipula kau hanya temanku, kalau mau kulakukan... pasti bibir kita akan bersentuhan!" timpalmu segera mengisi air lagi dengan gelas yang sama.
Ryuuji terdiam mendengar ucapanmu. Kau menyadari hal itu langsung menoleh ke arah Ryuuji.
"Jadi... kalau bukan teman boleh ciuman? Tadi kulakukan juga demi kebaikanmu, jadi jangan salah paham!" ujar Ryuuji membuang muka.
Kau mengangguk kalem. "Umumnya... hal itu lebih cocok dilakukan kepada sepasang kekasih. T-tapi caramu nggak perlu sampai begitu."
Ryuuji menyilangkan kedua tangan. Ia tidak terlihat akan menyahut lebih lanjut topik yang kau ungkit barusan. Karena kau merasa Ryuuji benar-benar ngambek terhadapmu, segel obat pun kau buka.
"Jangan marah, deh. Nih, aku minum obatnya," katamu menunjukkan tablet obat flu dengan jari telunjuk dan jempol.
Ryuuji menautkan alis. "Apa aku nggak boleh memerhatikanmu?"
Kau tidak bisa langsung menjawab karena berusaha menelan obat flu sebisa mungkin ke kerongkonganmu. Ryuuji tidak menatapmu secara mendalam demi menunggu jawaban, karena setelah itu ia masih berucap lagi.
"Aku ingin kau sesekali bergantung kepadaku. Ah apaan, sih. Abaikan saja," gerutu Ryuuji dengan wajah kemerahan, mengelakkan diri darimu dengan memulangkan diri ke jendela menuju kamarnya.
Kalau tadi bukan demi Ryuuji yang mengambek, kau pasti akan membuang obat itu ketimbang menelan sampai kerongkonganmu terasa lega.
Kau menepuk dadamu pelan.
Sebenarnya... Ryuuji, tetanggamu cemburu karena sebuah benda? Mungkinkah begitu?
Namun, kau takkan mendapat jawabannya secara karena sang tetangga telah menutup seisi kamar dengan tirai.
__________
OMAKE
__________
Kondisi tubuhmu bisa terbilang cukup fit. Atau mungkin bisa dibilang berada dalam kondisi prima. Saat kau hendak membuka tirai, Ryuuji tidak terlihat di seberang. Sejak saat itu, Ryuuji tidak pernah menunjukkan batang hidungnya kepadamu.
"Apaan sih... ngambek-ngambek begitu," gerutumu sambil menggosok embun di jendela. "RYUUJI! Aku nggak akan minum vitamin terus-terusan. Aku bakal rajin minum obat kalau sakit jadi---"
Kau berharap suaramu dapat tersampaikan, meskipun tirai itu tidak kunjung terbuka.
"Oh, gitu?" Ryuuji mengangkat handycam, merekam sedetik demi sedetik rupamu yang telah berkata-kata.
Kau menoleh, manikmu membelalak. Subyek yang kau ajak interaksi malah berada di belakangmu.
"RYUUUJI?! K-Kok bisa ada di sini?"
Ryuuji menonaktifkan handycam-nya lalu menaruh di atas meja. Ia menghampirimu. Melepas syal berwarna merah pekat dari tengkuknya ke tengkukmu.
Saat menggulung syal itu, Ryuuji berkata, "Aku tak pernah melarangmu mengonsumsi vitamin. Hanya saja...."
Kau mengernyitkan dahi, menantikan lanjutan ucapan dari Ryuuji. Ryuuji membuka sebungkus lolipop, mencomotnya ke mulutmu.
Ia menyeringai lebar. "Mulai sekarang, kau tidak harus mengonsumsi obat lagi. Aku akan menjadi vitaminmu."
Manikmu membola sekali lagi.
Kira-kira, bagaimana si imut Ryuuji ini akan melakukannya?
• END •
Words: 1054
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro