
Make-up - Kitakado Tomohisa
Note: Part ini terinspirasi dari lagu Koiseyo Otome - Kitakore dan Drama CD-nya.
He's my fav chara in B-Pro hwhwhw (//v//) ☆
Note: mungkin part yang paling norak terus... Kitakado bisa jadi super ooceh di sini. Jadi... siapkan mata. Part ini lebih panjang ketimbang oneshot lain (+/- 2k lebih dikit) ^^;)
*yang nulis langsung kabur*
• • •
Hidup takkan pernah bisa ditebak ke depannya akan seperti apa, termasuk ramalan sekalipun yang bisa meleset kapan saja.
"Aku menyukaimu. Maukah kau menjadi pacarku?"
Kau bergeming.
Pasalnya, kau cuma gadis biasa--- bukan, agak tomboy karena mengikuti ekstrakulikuler atletik--- berpenampilan kasual; jaket jersey dan celana training serta sedang asyik mencicipi roti yakisoba. Bukannya bertingkah malu-malu atau berhisteris bahagia, kau justru bingung. Sangat kebingungan hingga tidak tahu mau berespons apa.
Bagaimana tidak membingungkan bagimu? Seorang pemuda superkalem bernama Kitakado Tomohisa disegani seisi sekolah menyatakan perasaannya kepadamu. Tanpa pernah mengenal lebih dalam satu sama lain. Kau juga tahu dirinya memiliki reputasi cemerlang sebagai anak seorang dokter dan pemegang peringkat umum seangkatan kelas akselerasi.
"A-aku...."
"Apa kau tidak suka kepadaku?" tanya Tomohisa.
Kau mengusap dagu, hendak berpikir skeptis. "Tidak, aku tak punya alasan untuk itu. Kau terlalu baik untuk dibenci."
Tomohisa tersenyum kecil. "Kalau begitu, tidak ada alasan untuk ragu menerima pernyataanku."
Kedua pipimu memerah sedikit.
"Ta... tapi, aku tidak mengenalmu. Hanya tahu sedikit tentangmu," ucapmu membentuk jari telunjuk dan jempol yang merapat seperti huruf c untuk menggambarkan sedemikian minim yang kautahu tentangnya.
Kedua tangan Tomohisa memegang jemarimu. "Oleh karena itu, aku ingin mengenalmu. Jadi, berikan aku kesempatan, ya?"
Kau hanya bisa mengangguk kaku--- mungkin bisa dikatakan skakmat. Seolah merasa hanya bermimpi terlalu tinggi. Saking setinggi-tingginya, kau takut akan terjatuh kapan saja tanpa adanya persiapan.
• • •
Berkat pernyataan Tomohisa, kau jadi terkenal.
Bukan maumu pula menerima demi reputasi, tapi secara tidak langsung topik hubungan kalian mewabah sebagai gunjingan baik diketahui kelas reguler hingga akselerasi.
Sebelum kau mengikuti ekskur, kau hendak pergi ke toilet.
"Kalian sudah dengar gosip tentang Kitakado-san, belum?" Terdengar suara seorang siswi dari luar pintu toilet, tepatnya terdapat segerombolan gadis tengah berkaca sembari berdandan.
Tanganmu yang hendak memegang kenop pintu tidak langsung memutar arah. Kau sadar bahwa topik itu adalah dirimu yang sedang dibicarakan. Sebenarnya, kau tak pernah berkata secara langsung dan memilih diam sepanjang waktu.
"Aku heran, kok bisa-bisanya Kitakado-kun mau dengan gadis yang biasa... bahkan kelewat maskulin," sambung gadis lain.
"Sayang sekali, padahal dia keren sekali. Pasti gadis itu memasang jampi-jampi alias ilmu hitam!" Ditambah gadis lain lagi hendak menimbrung tengah mengoles lipstik, menuduhmu.
Kepalamu berkedut mendengar tuduhan barusan. Bercampur dengan rasa kesal, kau memutar kenop lalu menendang pintu. Ketiga gadis barusan langsung terkesiap karena kau ada di belakang mereka.
"Terserah kalian, tapi kalau kalian mau merebutnya dariku, silakan saja," ucapmu sedikit terkesan arogan, tetapi ingin sekali membuat ketiga bibir siswi itu terbungkam. "Itu pun kalau kalian bisa."
Usahamu rupanya manjur. Salah satu gadis yang terpaku langsung menjatuhkan lipstik secara tak sengaja ke lantai. Kau melirik pemulas bibir itu sekilas, tetapi meninggalkan toilet begitu saja tanpa berkata apa-apa lagi.
Kau pun segera terpikir: salahkah kau menjadi gadis yang senang berlari dan senang berpenampilan apa adanya?
Melihat benda itu barusan menelusuri bayang-bayang benakmu karena tak pernah sekalipun kaukenakan.
• • •
Semenjak pernyataan itu, Tomohisa selalu meluangkan waktu agar kalian bisa pulang bersama. Biasanya, ia akan belajar di perpustakaan hingga latihan berlarimu berakhir. Saat kau tengah mengelap peluh keringatmu dengan handuk kecil, ternyata Tomohisa memanggilmu dari sisi jaring besi pembatas. Hari nyaris dapat dikatakan petang karena semburat jingga yang terlihat di angkasa.
"Ki-Kitakado-san?" kejutmu menolehnya.
"Kelihatannya sudah sepi. Aku boleh masuk?" tanya Tomohisa menampilkan senyum lebarnya.
Kau mengangguk pelan. "Masuklah."
Sebenarnya, kau senang jika diperlakukan spesial seperti ini oleh lawan jenis. Ada yang menemani, ada yang memerhatikan. Perempuan manapun akan senang diperlakukan dengan gentle.
"Akhirnya kita bisa bertemu juga," ungkap Tomohisa tersenyum lembut lalu berjongkok di hadapanmu.
"Ada apa?" tanyamu tergugup, tetapi segera menyadari tindakan Tomohisa.
Ia mengikat tali sepatu olahragamu yang lepas. Refleks, kau ikut berjongkok juga.
"A-aku bisa mengikatnya sendiri. Nanti tanganmu kotor," ujarmu menyentuh tangan pemuda itu.
Namun, Tomohisa tak mendengarmu. Pita di sepatu kananmu telah tersimpul rapi. Usai mengikat, manik kalian saling bertemu. Terdapat jeda panjang hanya berawal dari tatapan semata, tetapi berkat jarak yang dekat bisa merasakan debaran---entah itu milikmu atau miliknya... atau keduanya.
Kau mulai mengalihkan tatapanmu darinya lalu berdiri.
"A-ayo kita pulang!"
Tomohisa ikut berdiri, memandang tubuhmu yang membelakanginya.
"[Name], aku...."
Manikmu terbelalak saat Tomohisa mendekapmu dari belakang. Puncak kepalanya beradu di pundakmu. Akan tetapi, satu hal yang membuatmu mengedepankan logika ketimbang debaran afeksi: kau sadar telah berkeringat banyak karena sehabis berlari lima kali lapangan. Kau tidak mau pemuda itu mencium bau keringatmu.
"Maaf, Kitakado-san. Kita pulang sendiri-sendiri untuk hari ini, ya! Aku ada urusan mendesak. Jaa ne!"
Tomohisa yang belum sempat berespons apapun hanyut dalam geming karena kau telah menghilang dari lapangan lari.
• • •
"Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang beauty advisor di sebuah gerai supermarket.
Kakimu berlari asal hingga tertuju ke sini. Belum lagi, kau telah berada di bagian kosmetik dengan penampilan cukup kucel--- rambut sebahu diikat bun head, kaus T-shirt [Favorite Color], dan sepatu terbalut converse abu-abu. Dengan kikuk, manikmu mengitari benda-benda asing yang tak pernah kaujamah.
"Aku... cocoknya berpenampilan seperti apa, ya?" gumammu mengusap dagu.
Petugas itu menanggapi, "Untuk dandanan formal atau nonformal? Natural? Sexy? Smart? "
"Ano... yang kelihatan bagus di wajahku, gitu." Kau mengernyitkan dahi.
Tidak menanyakan kembali lebih lanjut, sang petugas telah mengambilkan sederetan perkakas dandan di tangan.
"Yang ini BB Cream, sebagai alas wajah. Habis itu kenakan bedak. Lalu, pakai pensil alis biar rapi. Agar mata lentik, kenakan maskara... hingga ujungnya, kenakan dua benda ini."
Kau tak menangkap jelas dari apa yang diterangkan oleh sang petugas. Namun, kau cukup penasaran dengan kedua benda mungil berwarna merah muda berbentuk silinder di tangan petugas itu.
"Ini... apa?"
"Yang ini lip balm, biar bibirmu nggak pecah-pecah. Terus... lipstik agar warna bibirmu kelihatan menarik~"
Kau hanya terkekeh kaku, tetapi tetap mengambil semua benda yang ditawarkan sang petugas. Kau tahu, tahu betul siapa yang bisa kauandalkan soal ini.
• • •
"Kau... memang gadis yang sedang jatuh cinta, ya?" gumam gadis berambut sepunggung dengan sedikit helaian ombre pink kehitaman--- kakak Ryuuji--- sang hairstylist yang fashionable.
Kau menggeleng pelan. "B-Bukan begitu. Aku... cuma mau kelihatan berbeda sedikit... setidaknya, ingin kelihatan sebagai seorang perempuan tulen!"
Kakak Ryuuji menghela napas. "Tidak kusangka, ternyata yang bisa membuatmu seperti ini hanya Tomo-chan. Alangkah indahnya bila kau bisa menjadi adik iparku."
Kau terkekeh kecil. "Maaf harus meruntuhkan impianmu."
Bukan kali ini kau sekali mampir ke rumah Ryuuji. Kalian memang akrab, tapi kau lebih sering berbincang-bincang dengan kakaknya--- terlebih lagi ketika ada masalah yang perlunya diungkapkan antar sesama gadis.
Kakak Ryuuji mengikat rambutmu tinggi-tinggi lalu menyuruhmu berbaring di atas tempat tidurnya.
"Kalau kau ingin tampil berbeda, kau harus sering-sering ke sini. Mungkin... kau harus mengurangi waktumu bersama Tomo-chan. Apa nggak apa-apa?"
Kau sempat terdiam sejenak, tetapi tidak ingin melakukannya secara setengah-setengah. Dengan niat membara, kau memantapkan keinginan.
• • •
"Hari ini... nggak pulang bareng lagi?" tanya Tomohisa sengaja mampir ke kelasmu.
Kau mengangguk kaku. "Be-begitulah. Jadi... kapan-kapan saja, ya?"
Tomohisa menautkan alis--- sedikit merasa kecewa, tetapi tetap menunjukkan senyuman lembut seperti biasa.
"Kalau begitu, apakah kau bisa meluangkan waktu di hari minggu ini?"
Kau mengerjap singkat. "Se-sempat, sih."
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita ke akuarium? Aku akan menjemputmu pukul sepuluh pagi," ajak Tomohisa menunjukkan lokasi tersebut melalui ponsel pintarnya.
Kau terkesiap. Tomohisa mengajakmu berkencan. Tidak pernah sekalipun kau diajak berdua saja oleh seorang laki-laki.
"[Name]!" panggil pemuda mungil berambut hitam sebahu dengan ombre pink menghampirimu--- Korekuni Ryuuji.
Ah, kau ingat. Alasanmu menolak ajakan pulang dari Tomohisa karena kau sedang berusaha menata diri. Dan, Ryuuji disuruh kakaknya untuk menjemputmu setiap pulang sekolah--- agar kau dapat langsung mampir untuk belajar kepada kakaknya. Ryuuji melirikmu dan Tomohisa secara bergantian lalu menggandeng lenganmu.
"Maaf saja Tomo, aku pinjam dia dulu, ya." Ryuuji mengedipkan sebelah mata lalu menarikmu pergi.
"Tunggu. Kalian sudah saling kenal?" Tomohisa menunjuk kalian.
"Ceritanya agak panjang, Kitakado-san. Kebetulan aku tidak bisa pulang karena ada urusan dengannya. Sampai jumpa," ujarmu hendak pamit, tetapi Kitakado memegang pergelangan tanganmu. Cukup erat sehingga kau merasakan ia sedikit terbawa emosi.
Manik birunya mengeruh. "Pastikan... kau akan menceritakan semuanya hari minggu ini."
Dengan anggukan kecil, kau bisa merasakan genggamannya melemah secara perlahan. Entah kenapa, pemuda itu terlihat tak rela kau pergi bersama Ryuuji, tapi menganggap hanya sebatas perasaanmu saja.
Ryuuji menyeringai kecil. "Sepertinya... aku secara nggak langsung menjadi peran antagonis, ya?"
Kau mengernyitkan dahi. "Eh? Kenapa begitu?"
Ryuuji menyentil pelan dahimu. "Bukan apa-apa. Teruslah menjadi nggak peka saja terus sampai kucing bertelur."
Sedikit mengaduh, kau berkata, "Ryuuji, kucing itu hewan mamalia dan itu artinya, mereka melahirkan!"
Ryuuji hanya bersenandung ria, ingin sesekali menikmati rasanya menjahili teman kecilnya, Kitakado Tomohisa yang selalu sempurna menjalani hidup. Sebagaimana cinta dapat membiarkannya menjadi sosok yang berbeda.
• • •
Hari H.
Kau telah berhasil menata dirimu berkat tutorial singkat dari kakak Ryuuji. Kau mengenakan kaus lengan panjang berwarna biru muda dibalut rok jeans biru tua. Cukup simpel, tapi dari sekian pakaian yang kau bongkar seisi lemari, itulah yang paling nyaman jika dikenakan khusus bepergian.
Yang kurang dari polesanmu hanya satu: sebingkai bibir yang dipulas dengan lipstik. Kau selalu takut warnanya akan menghancurkan penampilanmu. Meskipun demikian, kau telah memulas lip balm.
Kau hendak menunggu di depan rumah. Kebetulan, ada sebuah mobil tanpa pengemudi yang terparkir di sebelah rumahmu. Kau bercermin dan mengambil lipstik berwarna merah muda. Sebenarnya, tanpa benda itu, bibirmu telah diberkahi warna koral alami yang indah.
Pakai tidak, pakai tidak? Kau pun dirundung dilema berkepanjangan.
Akhirnya, tanganmu pelan-pelan membuka isinya dengan memutar stik. Seusaha mungkin penuh konsentrasi untuk membiarkan bibirmu tersapu dengan rapi.
"Apa kau sudah lama menunggu?"
Mendengar suara Tomohisa, kau langsung berbalik badan. Lipstik yang ada digenggaman langsung kausimpan ke dalam tas. Saat Tomohisa melihat penampilanmu yang berbeda, ia terpaku sejenak lalu tersenyum.
"Penampilanmu manis hari ini."
Kau memegang kedua pipimu. Kau senang usaha kerasmu tidak sia-sia. Namun, telapak tangan Tomohisa hendak terulur kepadamu.
"Bagaimana jika kita bergandengan tangan?" ajak Tomohisa.
Disertai anggukan pelan, kau menyelipkan sela-sela jemarimu yang terkait dengan Tomohisa. Sepanjang perjalanan, banyak sekali pasang mata kaum hawa yang melirik penuh ekspresi--- mendominasi iri. Sesekali kau merasa bangga, tapi juga merasa sedikit minder. Minder karena kau tak pantas untuknya--- tidak sebanding dengan kepintaran maupun status sosial.
Saat perjalanan menggunakan kereta api, kalian tidak cukup banyak berbicara. Usai membayar tiket akuarium, kalian berkeliling. Memandangi beragam jenis ikan yang berenang-renang lincah dari kaca besar yang nyaris menaungi seluruh ruangan.
"[Name]...." Tomohisa memandangi ikan-ikan tanpa memandangmu. "Apa kita akhiri saja hubungan ini?"
Jantungmu seolah berhenti berdetak.
"K-Kenapa?" tanyamu merasakan tenggorokanmu tercekat, merasa sulit mengungkapkan kata-kata.
"Sejujurnya... kau tak pernah menyukaiku, kan?"
Tanganmu terkepal.
Tomohisa berkata, "Kurasa kau lebih senang ketika bersama Ryuuji ketimbang denganku. Aku... ingin kau tetap bahagia meskipun jika artinya kita harus berpisah."
Wajahmu tertunduk. Kau tak pernah menyangka, Tomohisa bisa-bisanya mendugamu dengan Ryuuji.
"Kitakado-san, kaulah yang kusuka. Bukan Ryuuji. Kenapa kau nggak yakin?"
Manik biru cerah Tomohisa melebar.
Ia memegang kedua bahumu.
"Aku... nggak bisa merasa tenang saat Ryuuji dengan mudah mengajakmu bercanda bersama. Saat Ryuuji dengan mudah membiarkanmu merasa senang bersamanya."
Kau menggigit bibir bawahmu. "Ryuuji hanya sempat dekat denganku karena aku meminta kakaknya mengajariku berdandan. Kau... nggak tahu...."
Tomohisa tetap diam, menantikan ucapanmu yang masih terputus. Meski demikian, kau sudah hanyut dalam isakan.
"A-Aku ingin terlihat pantas untukmu. Kau pasti nggak mau kan bersama gadis yang seperti laki-laki?"
Berawal dari genggaman di bahu, Tomohisa beralih melepasnya dengan mengusap kedua pipimu yang basah oleh linangan air mata.
"Sekalipun, aku nggak merasa kau seperti laki-laki. Karena kau memang seorang gadis. Baik yang lalu dan hari ini, aku tetap suka."
"Bohong," ujarmu membuang muka.
Tomohisa mendekatkan wajahnya dengan wajahmu. "Perlukah aku membuktikannya?"
"B-bukti?"
Ia memiringkan wajahnya, hendak mendekatkan bibirnya dengan bibirmu. Mengetahui hal itu, kau menekap bibirmu dengan tangan sebagai pembatas.
"Kau nggak suka?" Tomohisa menautkan alis, tampak kecewa.
Wajahmu memanas lalu mengalihkan tatapan darinya. "Bukan begitu. Hanya saja sekarang bibirku nggak cantik. Aku lupa memulas---"
Tomohisa menurunkan posisi tanganmu lalu menyentuh dagumu. "Aku lebih suka yang alami. Dan, aku sudah suka denganmu yang seperti ini."
Meski masih merasa malu, kau hendak memejamkan mata. Membiarkan bibirnya bersentuhan denganmu secara lembut dan meski singkat, tetapi terasa begitu membahagiakan.
_______
OMAKE
_______
"Sejujurnya, Kitakado-san, aku masih bingung kenapa kau masih memilihku," gumammu saat kalian tengah keluar dari akuarium.
Kitakado hendak mengusap dagu, membiarkan gadis itu menanti-nantikan ucapannya. Di dalam benaknya, terlintas memori ketika keduanya belum sedekat ini.
Kau yang pelari atletik jarak pendek itu terlalu terbiasa tanpa ada siapapun, nyaris terbiasa.
Saat tahun pertamamu sekolah, kau setengah mati ingin menggapai buku di dalam rak dengan melompat-lompat. Kitakado yang tengah belajar membelakangimu, mengambilkan buku dengan mudah. Kalian saling bertatapan dengan jarak yang begitu dekat meski diawali dengan perasaan yang jauh berbeda. Kau berterima kasih lalu segera meninggalkan rak buku dengan tersipu.
Semenjak saat itu, ia sangat senang berada di perpustakaan. Menduduki tempat di jendela. Melihatmu berlari penuh semangat di lapangan. Melakukan segalanya dengan gigih. Menyadari kau selalu menjadi pihak yang membersihkan perkakas atletik sendirian hingga petang menjelang.
Dan di dalam hatinya, ia berbatin: 'Dia menarik. Entah kenapa, aku ingin ada di sisinya'.
Berawal dari kekaguman, sepertinya ia jatuh hati dengan sendirinya.
"Kitakado-san, ingat?" tanyamu memegang lengan kemeja biru pekat yang dikenakannya.
Pemuda berambut putih itu menggeleng. "Kita punya banyak waktu untuk dilalui bersama, jadi kapan-kapan saja akan kuceritakan."
Kau menganga. "Eh, kok gituuu?"
"Bagaimana kalau kita kencan ronde kedua?" Tomohisa merapatkan diri denganmu. "Aku ingin segelas cola, popcorn, dan film horror."
"Untuk film horror, kurasa nggak," sahutmu tergerak menggandeng lengannya.
Demikian pula, hubungan mereka bermula dari sini. Dan, sepertinya kalian akan jadi lebih dekat ketimbang sebelumnya~
• END •
Words: 2336
A/N:
Mungkin di lain waktu jika semua ficlet/oneshot nonrequest sudah kelar, aku bakal nulis fic part Ryuuji lagi yang terinspirasi dari lagu Mysterious Kiss - Kitakore atau part salah satu member THRIVE dari lagu LOVE ADDICTION//eh.
Thanks for reading~ ~ ~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro