Page 4
Back to present
Aroma khas kayu terbakar dan bunyi gemeretak bara di perapian mengisi keheningan serta atmosfir dingin dalam ruangan, mengisinya dengan sedikit kehangatan.
Zhou Ye telah kembali dari kamar tempatnya berganti pakaian. Kini ia mengenakan gaun anggun selutut berwarna putih. Gadis itu duduk di sofa depan perapian, menikmati hawa hangat terpancar membelai betisnya yang telanjang.
Gong Jun duduk di sampingnya setelah menanggalkan blazer panjang yang lumayan basah tersiram hujan, menyisakan kemeja putih berlengan panjang di tubuhnya.
"Ada baju perempuan di salah satu kamar villa ini. Boleh kutahu milik siapa?" Zhou Ye bertanya hati-hati pada pria cantik yang kini menempatkan diri di sofa lain.
"Kau tidak perlu tahu." Pria itu mendekati perapian, mengambil besi panjang pengait bara, mengatur letak kayu bakar di dalamnya. Sinar jingga menari di permukaan lensa kacamata yang menghiasi wajahnya dengan sangat elegan.
"Kekasihmu?" Zhou Ye masih tertarik untuk berkomentar tentang gaun yang ia kenakan. Tangan pria itu terhenti sejenak. Ekspresinya tidak berubah saat menjawab.
"Bukan. Itu milik seseorang yang sudah meninggal."
Gadis itu terkesiap sekilas, melirik Gong Jun sedikit cemas. Duduk di sampingnya, reaksi Gong Jun pun tidak jauh berbeda. Dia meremas, membunyikan buku-buku jemarinya dengan gelisah.
"Maaf," gumam Zhou Ye. Dia khawatir keingintahuannya mengusik satu ingatan yang tak ingin diungkit pria misterius itu. Tetapi si pria cantik tidak bereaksi. Dia masih larut dengan aktivitas mengatur bara api. Lebih tepatnya, ia mempermainkan nyala perapian.
"Tadi saat kau bilang tidak punya ponsel. Sejujurnya kami agak heran. Jarang sekali ada orang yang tidak menggunakan ponsel akhir-akhir ini," Zhou Ye kembali membuka percakapan.
"Apa itu kejahatan?" pria cantik balas bertanya.
"Bukan begitu. Lebih tepatnya mengherankan."
Si tuan rumah menoleh pada pasangan itu, kemudian bergerak mundur dari depan perapian menuju sofa.
"Aku pernah memakainya sekali. Tapi tidak terbiasa."
Zhou Ye mengangguk-angguk. Dari sudut matanya, si pria cantik melirik Gong Jun yang sedang mengamati dirinya dengan tatapan penuh curiga.
"Kau tinggal sendirian?" Zhou Ye mengamati seisi ruangan.
"Sssttt ..." Pria itu meletakkan telunjuk di depan mulutnya. Menatap Zhou Ye dengan sorot mata misterius, lantas tersenyum kaku. Dia menegakkan posisi duduk, berhadapan dengan pasangan itu.
"Sebagai tuan rumah, seharusnya aku yang berhak menanyaimu, dan aku ingin mendengar jawaban dari kalian."
Dia menatap dua tamu di hadapannya secara bergantian.
"Siapa namamu?" sang tuan rumah bertanya pada Zhou Ye terlebih dahulu.
"Zhou Ye."
"Dan kau? Gong Jun, bukan?" Tuan rumah menyeringai pada Gong Jun yang seketika terhenyak.
"Kau mengenalku?" ia balas bertanya.
"Aku pernah melihatmu sekilas dalam wawancara. Kau seorang penulis novel."
Mata Gong Jun melebar, namun ia tidak bisa menyangkal fakta bahwa ada banyak orang mengenal dirinya tapi ia tidak mengenal mereka. Beberapa pembaca setia terkadang pernah mengirim surat dan juga hadiah kecil. Jun tertawa singkat dan berkata, "Aku terkejut. Kupikir popularitasku tidak sehebat itu."
Pria cantik mengangkat sudut mulutnya, menatap tajam.
"Kau penggemar Gong Jun?" tanya Zhou Ye.
Pria itu menggeleng, jawabannya cukup mengandung teka-teki.
"Tidak juga. Bahkan aku pikir sebaliknya."
Zhou Ye dan Gong Jun menatap heran.
"Kau belum menyebutkan siapa namamu," ujar Gong Jun, setengah memprotes.
"Zhehan," pria cantik menjawab datar. "Zhang Zhehan."
"Pekerjaanmu?" tanya Zhou Ye.
Si tuan rumah menusukkan pandangan kejam pada Zhou Ye, ia tersenyum masam seraya mengangkat bahu.
"Apa itu cukup penting?"
Zhou Ye menggeleng. "Jika kau tidak ingin mengatakannya. Tidak apa-apa."
"Kalian bukan pasangan suami istri, benar, kan?"
Gong Jun dan Zhou Ye saling melirik.
"Kenapa?" Zhou Ye mencoba tersenyum.
"Hanya pengamatan." Pria itu melirik Gong Jun, tetapi sebelum yang ditatap menangkap makna di balik pandangannya, dia kembali melihat pada Zhou Ye.
"Selain itu, menurutku, kalian belum lama saling kenal. Paling lama, dua atau tiga bulan."
Pasangan itu kembali saling berpandangan.
"Tiga bulan," Zhou Ye berkata jujur.
"Tetapi, bagaimana kau tahu?"
Sikap si pria berkacamata yang terkesan mirip detektif serta menebak dengan tepat memberikan rasa tidak nyaman yang tumbuh secara perlahan dalam diri keduanya. Terutama bagi Gong Jun.
"Jarak duduk kalian menjelaskan semuanya."
Gong Jun dan Zhou Ye kali ini tersenyum canggung bersamaan.
"Bisa bepergian dengan pacarmu, kau pasti memiliki banyak waktu luang," komentar Zhang Zhehan.
Zhou Ye mengembangkan kewaspadaan. Si tuan rumah bersikap sangat kaku. Namun masih dalam tahap wajar dan mereka berdua pun masih berusaha bersikap ramah.
"Tidak juga, aku memiliki jadwal padat. Aku seorang pengacara."
"Sungguh?" Mata indah Zhehan di balik kacamata melebar.
"Seorang pengubah kebohongan menjadi kebenaran," ia melanjutkan, cukup meremehkan.
"Kau menentang pengacara?" Zhou Ye meneliti si tuan rumah.
"Bukan. Aku menentang kebohongan."
"Perkara itu benar atau bohong, pengadilan yang memutuskan. Bukan pengacara maupun publik."
Zhehan tersenyum kosong dan beralih pada Gong Jun dengan tatapan yang menggetarkan.
"Kau setuju dengan itu Mr. Jun?"
"Ya." Gong Jun tersenyum, mendadak kikuk.
"Mengapa?"
"Tidak ada yang benar-benar tahu mana benar mana bohong. Terkadang kebohongan digunakan untuk menutupi kebenaran."
"Mengesankan." Zhehan mendecakkan lidah. "Kau seorang penulis novel. Apa kau juga suka memelintir kenyataan menjadi fiksi?"
Sejujurnya, Gong Jun terkesan dengan cara bicara si tuan rumah yang terlihat sangat tenang, nampak cerdas dan terhormat. Tetapi, hanya dia yang tahu ada satu hal yang mencurigakan dari pria cantik itu.
"Apa kau berbicara tentang novel terbaruku?" Gong Jun balik bertanya.
Zhehan sekilas tertegun. Entah sikapnya itu nyata karena bingung atau hanya dibuat-buat, tak ada yang tahu. Setidaknya untuk saat ini.
"Novel terbarumu? Hmmm, Darkness bukan?"
Gong Jun mengangguk bangga.
"Ya. Darkness."
"Kegelapan. Tak ada cahaya," Zhehan mengulang sambil memasang seringai aneh di wajahnya. Meneliti ekspresinya, Gong Jun menatap curiga, tapi ia mengangguk dan tersenyum.
Zhang Zhehan bangkit dari sofa, berjalan melintasi ruangan menuju satu lemari buku tinggi yang menempel ke dinding. Dia berdiri di hadapan satu baris buku, mengulurkan jemari pada tepian buku-buku lalu menarik satu novel tebal dengan sampul warna hitam. Dia membawa novel itu ke hadapan Gong Jun, memperlihatkan sampulnya yang bertuliskan 'Darkness'.
"Aku cukup berani dan cukup beruntung membacanya."
Gong Jun dan Zhou Ye tersenyum tipis secara bersamaan. Mereka memiliki banyak pertanyaan pada si tuan rumah yang mungkin bisa berkembang pada kecurigaan. Tetapi mendapati fakta bahwa pria itu membaca dan mengagumi novel kebanggaan Gong Jun, keduanya sedikit terhibur dan mengabaikan semua prasangka buruk.
"Kau sudah membacanya?" tanya Gong Jun.
"Pastinya. Ini novel favoritku. Aku sudah lama ingin berjumpa dan bicara dengan penulisnya."
"Apa pendapatmu tentang novelku?"
Zhehan meletakkan novel itu di atas meja, lantas berbalik menuju sisi lain ruangan luas itu di mana terdapat meja bar dilengkapi lemari kaca berisi botol-botol anggur dari berbagai macam merk. Tidak jauh dari meja bar, terdapat satu set meja kursi makan antik.
"Tidak ada. Opiniku sangat buruk. Bagaimana jika kita minum anggur dulu untuk menghangatkan diri? Lagipula hujan masih belum berhenti."
Zhehan mengambil satu botol anggur lalu menyiapkan tiga buah goblet ramping.
"Kemarilah, kita minum di sini," dia setengah berseru mengatasi suara deru hujan dan angin. Mau tak mau, Gong Jun dan Zhou Ye beranjak dari sofa dan menuju meja bar.
Gong Jun berdiri di depan meja bar, sementara Zhehan di seberangnya. Sesaat Zhehan kebingungan mencari alat pembuka botol. Dia membuka semua laci di bagian bawah lemari minuman, tetapi tidak menemukannya.
"Ah, mana pembuka botolnya?" Zhehan bergumam pada diri sendiri.
"Di laci kedua," Gong Jun tiba-tiba menyela.
Zhehan menghentikan kesibukannya untuk sesaat, menoleh sekilas pada Gong Jun.
"Kau tahu tempatnya," ia menyeringai.
"Aku melihatnya saat kau membuka semua laci dengan terburu-buru," Gong Jun memberitahu alasannya.
Setelah membuka botol, Zhehan mengisi tiga goblet itu dengan cairan anggur. Zhou Ye mengambil satu lantas mundur ke meja makan, sementara Zhehan dan Gong Jun duduk berhadapan di meja bar.
"Tokoh utama di dalam novelmu yang berjudul 'Darkness', dia adalah seorang pembunuh berantai bukan?" tanya Zhehan.
"Ya." Gong Jun mengintip dari tepi gelas. Ekspresinya rumit.
"Seorang penulis novel handal sepertimu mampu memanipulasi kebenaran menjadi fiksi, maupun sebaliknya."
"Maksudmu?"
"Novel yang kau tulis didasarkan pada kisah nyata pembunuhan berantai lima tahun lalu. Benar bukan?" Zhehan bersuara lagi, menunduk pada minuman dalam gelas.
Gong Jun mengangguk. "Ya. Peristiwa menggemparkan itu banyak diceritakan."
"Di dalam novelmu, kau menulis tokoh utamanya tertangkap polisi. Tetapi, bukankah pada kasus yang sebenarnya, si pelaku tidak pernah tertangkap?" selidik Zhehan.
"Pembaca menginginkan eksekusi yang pantas untuk pelaku pembunuhan." Gong Jun tersenyum tipis. "Itu hanya strategi marketing yang sepenuhnya ditangani editorku."
"Itu artinya kau memanipulasi kenyataan dan menipu pembaca," Zhehan menanggapi.
"Kupikir tak ada masalah tentang itu. Aku sudah menuliskan pasal sanggahan."
"Tapi aku tidak setuju." Zhehan menekan kaki gelas pada meja, melayangkan tatapan curiga pada Gong Jun.
"Kau seharusnya sudah tahu bahwa pelaku pembunuhan berantai lima tahun lalu itu tidak pernah tertangkap. Dia masih buron, dan berjalan bebas di tengah masyarakat. Melakukan aktivitas yang wajar, dan juga ... " Zhehan melirik tajam, "berlibur di villa."
Gong Jun mengangkat mata dari gelas, menusuk langsung ke jurang gelap di balik mata indah Zhehan.
"Mungkin," Zhehan menambahkan, diringi seringai.
"A-apa yang ingin kau katakan?" suara Gong Jun bergumam rendah.
"Hanya kemungkinan. Mr. Jun, mengapa kau begitu tegang?" Zhang Zhehan tersenyum geli, meneguk anggurnya dengan santai.
To be continued
Please vote ❤
Salam Langlangding
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro