CHAPTER 22
Ketua Tim mendekati kelompok pria dan wanita yang duduk mengelilingi jasad Profesor Lima. Memastikan bahwa mereka sepenuhnya masih sadar, dia menepuk perlahan bahu seorang pria salah satu dari mereka. Yang ditepuk terlonjak, seperti baru tersadar dari perenungan yang dalam.
"Bung, kau tidak apa-apa?"
Yang ditanya tidak menjawab. Menolehkan wajah ke sana kemari. Reaksinya membuat para petugas mengernyitkan kening. Ketua Tim bertanya lagi yang dijawab dengan gumaman kacau. Petugas lain termasuk Jiang Han akhirnya membantu semua orang yang hadir di sana untuk kembali sadar dari sikap aneh mereka.
"Dudukkan mereka di barisan bangku itu," Ketua Tim memerintahkan.
"Jaga TKP. Hai, kau ... pasang police line-nya."
Para petugas itu mulai menanyai mereka satu per satu. Termasuk Jiang Han. Polisi yakin bahwa pembunuhan Profesor Lima dilakukan di hadapan para anggota Wisma Heaven yang hadir dalam ruangan. Bahkan tidak menutup kemungkinan pelakunya adalah salah satu dari mereka. Dia memeriksa bahwa di aula utama ini tidak ada kamera pengawas. Sepertinya Profesor Lima memang menginginkan semua yang terjadi di sini tidak direkam hingga tak ada orang lain yang mengetahuinya. Namun dengan adanya saksi yang berjumlah hampir dua puluh orang, seharusnya polisi tidak kesulitan melacak siapa pelakunya.
Sayangnya, mereka salah besar.
"Demi Tuhan, apa yang terjadi di sini? Kekacauan besar. Pimpinan harus segera melihat ini," Ketua Tim menggeleng-geleng tidak paham. Ekspresinya rumit. Dia baru saja menanyai seorang wanita yang ada di sana tapi hanya mendapatkan jawaban yang mencengangkan.
Diam-diam Jiang Han mundur dari kerumunan, bergerak ke sudut dan menelepon seseorang.
"Kapten Xie," dia berkata hati-hati, menjilat bibirnya dengan wajah pucat pasi.
"Ya, katakan bagaimana operasinya?" di seberang, Xiao Hua menjawab.
"Semuanya kacau. Saat kami tiba di lokasi, Professor Lima telah tewas," Jiang Han menghela napas. Dengan sudut matanya ia melihat bagaimana petugas tampak kebingungan.
"Seseorang telah meretakkan kepala Profesor Lima hingga tewas, tepat di hadapan para anggota Heaven. Namun, semua saksi mengatakan bahwa ... " Jiang Han menjeda untuk menelan liur, "mereka sama sekali tidak ingat apa-apa."
Ada kesunyian di pihak Xiao Hua yang berlangsung selama beberapa detik. Helaan napasnya terdengar berat. Jiang Han melihat Ketua Tim menatap padanya, ia tahu sudah waktunya mengakhiri panggilan.
"Kupikir kau ingin terlibat dalam kasus ini, Kapten. Pimpinan Wei pun akan menuju ke lokasi sekarang."
"Oke. Terima kasih, Jiang Han."
=====
Mobil itu terbang melalui jalan-jalan. Setelah diambil dari parkiran bar, Xiao Hua menderu ke alamat yang telah dikirim oleh Jiang Han. Dengan tangan gemetar menempel di kemudi, dia terus menggigit bibir bawahnya dan menahan kecemasan. Dia tidak bisa membiarkan penjahat lain mendahului polisi dan main hakim sendiri. Dunia akan menjadi neraka. Dia harus menyelidiki dan menangkap pelakunya dengan cara apa pun. Walaupun korban adalah seorang penjahat yang pantas mati.
Xiao Hua menghentikan mobilnya di depan Wisma Heaven. Dia bergegas turun, menemukan pintu utama terbuka lebar. Seperti penuturan Jiang Han sebelumnya, ada jejak berdarah di lantai, tepat di tengah aula utama. Jasad korban telah dipindahkan tapi darah masih menggenang. Jelas sekali bagian kepala korban telah dipukul dengan palu besar tanpa ampun.
Xiao Hua mengeluarkan geraman putus asa dan memukulkan tinjunya ke dinding. Penjahat yang lain telah hadir di antara polisi dan Profesor Lima. Dan kini penjahat itu telah pergi. Dia telah gagal menyelesaikan kasus ini dengan baik. Dia telah gagal sekali lagi. Segera ada polisi di mana-mana beserta Tim Forensik. Sirine ambulan meraung-raung di depan Wisma Heaven yang biasanya tenang.
Pimpinan Wei tengah sibuk berdiskusi dengan Ketua Tim ketika ia melihat Xiao Hua berada di lokasi. Dengan cepat dia menghampirinya.
"Berandal, apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya dalam suara rendah, menarik Xiao Hua ke sudut yang sedikit sepi.
"Dan kenapa wajahmu lebam begitu? Astaga, kau pasti banyak membuat onar di luaran sana."
"Bukan apa-apa, Pak. Hanya perkelahian kecil," Xiao Hua meringis saat luka di mulutnya berdenyut lagi.
"Aku datang karena sangat penasaran apa yang terjadi." Dia menatap nanar pada Pimpinan Wei.
"Kekacauan, kau lihat sendiri. Penjahat melenyapkan penjahat. Dunia benar-benar sudah kacau! Jiang Han berkata bahwa hanya kau saja yang mengetahui informasi rahasia ini. Bagaimana seseorang bisa tahu kalau polisi mengincar Profesor Lima dan menghabisinya sebelum polisi tiba?" gerutu Pimpinan Wei, detik berikutnya dia menatap curiga pada Xiao Hua.
"Jangan katakan bahwa kau pelakunya, bocah!"
Xiao Hua mendecakkan lidahnya gusar. Pimpinan Wei sangat menyebalkan akhir-akhir ini. Dia balas menatap dengan wajah keruh, membuat pria tua itu meringis sekilas.
"Mengapa dia ingin merenggut tersangka dari polisi?" gumam Xiao Hua.
"Dendam pribadi, mungkin. Atau hanya oknum yang ingin main hakim sendiri. Semua saksi itu tiba-tiba amnesia. Ini membuatku sedikit merinding."
Pimpinan Wei menggosok pelipisnya dengan jari. Reaksi yang wajar bagi seseorang yang mendadak sakit kepala. Xiao Hua menarik napas dalam-dalam, menangkap kilasan deja vu dalam ingatannya.
"Apakah kau ingat bahwa hal semacam ini pernah terjadi sebelumnya?" Xiao Hua menyuarakan isi pikirannya, dengan hati-hati mencoba menemukan benang merah dari semua peristiwa.
"Kasus kematian seorang pria bernama Sang Nan di jalan Xian, saksi bernama Gu Zi Qing mengatakan bahwa dia melewati lokasi pada malam itu tapi dia tidak bisa mengingat apa pun."
Pimpinan Wei menatapnya dengan alis bertaut dalam. "Ya. Aku ingat itu. Bahkan kukira pelakunya adalah orang yang sama."
"Gadis korban penculikan yang ditemukan kembali, dia pun mengatakan hal yang sama pada polisi," desah Xiao Hua.
"Kau sudah dikeluarkan dari Tim pada saat kejadian itu. Bagaimana kau ... " Pimpinan Wei mendengus. Dia ingat bahwa petugas di depannya ini seorang pekerja keras yang tak kenal takut dan senang melanggar aturan.
Xiao Hua menyeringai sekilas, lalu ia kembali menatap serius. Saksi-saksi itu, pria dan wanita tampak duduk lesu dengan ekspresi hampa. Tatapan mata mereka kosong, sebagian dari mereka bahkan tidak berbicara. Hanya menanggapi pertanyaan polisi hanya dengan gelengan atau anggukan.
"Pak, tidakkah kau ingat bahwa tiga tahun lalu aku pun pernah mengalami keanehan itu," bisik Xiao Hua, pikirannya menerawang pada kekosongan di masa lalu.
"Seorang psikopat ditemukan tewas di depanku, tapi aku tidak ingat apa-apa."
Pimpinan Wei tertegun sesaat. Seperti diingatkan akan sesuatu. Dalam sekejap ekspresinya tampak gelisah seakan-akan ia mengetahui satu rahasia yang sulit untuk dibagikan pada orang lain.
"Dengar, Xiao Hua. Aku tahu kemungkinan pelakunya adalah orang yang sama. Tapi kita tetap membutuhkan bukti. Beberapa petugas tengah menyisir area Wisma, hingga ke jalan utama yang menghubungkan tempat ini ke pusat kota. Kita tunggu laporan mereka dan setelah itu kita bisa memikirkan langkah berikutnya."
Xiao Hua mengangguk. "Pak, bisakah aku bergabung kembali dengan Tim?"
Dengan cepat Pimpinan mengibaskan tangan. "Ah, tidak! Tidak! Masa skors-mu belum berakhir. Jangan membuat masalah lagi atau aku akan benar-benar menendangmu."
Pria itu menatap Xiao Hua lagi sebelum berbalik dan menghampiri petugas lain. Di belakangnya, Xiao Hua hanya menghela napas. Dia berjalan perlahan mengitari aula. Beberapa orang saksi sudah pulang sebagian dan sisanya masih duduk di barisan bangku. Mereka sudah mulai berinteraksi sedikit normal tapi kesimpulannya tetap sama. Tak ada informasi yang bisa didapatkan terkait peristiwa pembunuhan Profesor Lima.
Mereka menemukan senjata pembunuhan di aula. Sebuah palu besar. Tak ada sidik jari di sana. Pelaku jelas sangat hati-hati. Berdiri termangu di sudut aula, tidak jauh dari barisan bangku, Xiao Hua mencoba memikirkan beragam kemungkinan. Lalu ada perasaan ganjil merayapinya. Naluri bahwa dia tengah diawasi oleh seseorang. Reflek dia memutar pandang. Rahangnya menganga terbuka saat menemukan satu sosok tengah duduk santai di bangku paling belakang. Matanya kian melebar ketika sosok itu melemparkan senyuman seram padanya.
Huo Dofu!
Dia lagi!
Kakinya bergeser karena takut dan gelisah. Tatapannya terkunci pada sosok itu. Dia sangat nyata. Tidak salah lagi. Karena nyaris kehilangan keseimbangan, Xiao Hua berpegangan pada satu sandaran bangku. Mengatur napasnya yang memburu.
Apa yang dia lakukan di sini?
"Kapten," satu tepukan mendarat di bahunya. Xiao Hua seketika terlonjak.
"Kau baik-baik saja?"
Jiang Han menatap padanya terheran-heran. Wajah Xiao Hua tampak pucat dan tegang. Sambil berkedip, dia menatap kosong pada rekannya selama semenit.
"Aku ... " Xiao Hua tergagap. Sedikit cemas, ia menoleh kembali ke bangku di mana sebelumnya dia melihat Huo Dofu. Jantungnya serasa berhenti berdetak untuk sesaat yang menakutkan. Psikopat itu tidak berada di sana.
"Apa yang baru saja kau lihat?" tanya Jiang Han, menyipitkan matanya.
Xiao Hua bingung harus menjawab apa. Akhirnya dia hanya menggeleng, tidak yakin apakah Jiang Han akan mempercayainya.
"Kurasa sebaiknya kau pulang saja," saran Jiang Han.
"Tidak."
Ide buruk. Jika ia hanya ingin duduk santai di rumah, ia tidak akan terburu-buru datang kemari dan melihat mayat mengerikan.
"Uhm, kau terlihat lelah."
"Aku tidak apa-apa," tegas Xiao Hua, kembali menatap Jiang Han.
Jiang Han menggerakkan tangannya mengarah pada satu pintu yang menuju pada lorong di sisi seberang aula.
"Kami menemukan sesuatu di ruangan lain. Kupikir kau pasti ingin melihatnya."
Xiao Hua menatap pintu itu, menganggukkan kepala.
"Tentu."
Ruangan yang dimaksud Jiang Han adalah tempat di mana Profesor Lima biasa mempersiapkan diri sebelum ritual yang dia lakukan bersama para anggotanya. Pimpinan Wei sudah berada di sana bersama Ketua Tim yang beberapa waktu ini menggantikan posisi Xiao Hua. Di atas satu meja dalam ruangan, mereka menemukan setumpuk dokumen, foto, catatan, beberapa alat suntik dan botol cairan obat bius serta beberapa gaun wanita berwarna putih. Bahkan ada sebuah palu besi dengan diameter sekitar empat inci dan memiliki gagang kayu panjang. Lu Yi berada di sana, menundukkan wajah dan tampak ketakutan sambil terus mengoceh perlahan.
"Aku hanya melakukan apa yang dia perintahkan, aku hanya melakukan apa yang dia perintahkan."
Petugas sesaat mengalihkan perhatian dari sikap ganjil Lu Yi dan kembali ke barang bukti di atas meja.
"Luar biasa," Ketua Tim berkomentar, sementara Xiao Hua hanya berdiri di dekat pintu tanpa menunjukkan diri lebih jauh.
"Seseorang tampak telah mengacak-acak Wisma Heaven dan mengatur benda-benda penting ini untuk ditemukan oleh polisi."
Satu petugas tampak sibuk mengambil foto benda-benda itu.
"Tujuannya jelas. Dia ingin membantu kita dengan menghabisi Profesor Lima, lalu menunjukkan semua bukti kejahatannya."
Pimpinan Wei menyela, "Main hakim sendiri tidak dibenarkan. Jika orang itu menemukan bukti kejahatan Profesor Lima, mengapa tidak memberikan informasi pada kita?"
"Siapa pun pelakunya, dia pasti telah kehilangan kepercayaan pada polisi. Jadi dia memutuskan untuk menegakkan keadilan dengan caranya sendiri."
Ruangan sesaat menjadi hening. Pimpinan Wei mendengus, dia berkata pada petugas lain, "Panggil petugas forensik. Orang itu pasti meninggalkan petunjuk di sini. Sidik jari, DNA, apa pun itu."
"Siap, Pak!"
Semua meninggalkan ruangan satu per satu, membawa serta Lu Yi untuk diinterogasi. Xiao Hua mendekati meja, menunggu saat yang tepat. Diam-diam ia mengambil sesuatu dari atas meja saat petugas forensik sibuk mengumpulkan barang bukti dengan hati-hati.
=====
Lewat tengah hari, cuaca berawan menyelimuti kota. Wisma Heaven kembali tenang setelah Tim Polisi dan Paramedis meninggalkan tempat itu. Untuk sementara Wisma ditandai dengan garis polisi sehingga warga sekitar maupun anggota yang pernah bergabung di sana tidak bisa memasukinya.
Kejadian pagi tadi terus berputar dalam kepala Xiao Hua seperti mimpi aneh. Dia sulit mengendalikan kegelisahan dalam dirinya. Ada badai yang bergemuruh, kecemasan, kemarahan, dan sedikit rasa takut. Dia sulit fokus pada segala sesuatu hingga dia memilih menepikan kendaraan di tepi jalan tepat di bawah sebuah pohon rindang.
Setelah menenangkan diri selama sepuluh menit, dia turun dan berjalan menuju satu kedai makanan cepat saji yang berjarak dua puluh meter. Itu adalah makan siang yang terlambat dan Xiao Hua berniat menyantapnya di dalam mobil. Membawa sebungkus burger dan root beer dingin, dia kembali ke dalam mobil untuk makan siang. Entah mengapa halusinasi itu mulai membuatnya takut bahwa ia akan kehilangan kewarasan. Dia tidak tahu mengapa dan bagaimana ia harus mengatasinya. Bahkan dia tidak bisa menjelaskan pada Jiang Han.
Selesai makan, Xiao Hua mengeluarkan kartu nama Hei Yanjing dari dalam dompetnya. Menatapnya untuk beberapa lama. Tadi malam ia pergi setelah mengantarnya pulang dan sampai siang ini ia belum melihatnya lagi. Xiao Hua bingung akan pemikirannya sendiri terhadap pria itu. Dia terlalu misterius dan sering membuatnya curiga dan tidak nyaman, tapi kemudian mereka mengalami momen sederhana yang penuh kesan ketika makan bersama di tepi danau, dan bagaimana pria itu melindunginya dari para preman di bar.
Bahkan sekarang, setelah cara bicaranya yang menyebalkan atau seringkali ia mengambil uang darinya, Xiao Hua masih tidak bisa menyingkirkan pria itu dari dalam pikirannya. Tiba-tiba Xiao Hua merasa bahwa Hei Yanjing adalah orang yang tepat untuk diajak bicara tentang fenomena ganjil ini. Mungkin dia akan lebih mudah percaya pada ceritanya dibandingkan orang lain.
Sekali lagi ia mengusap permukaan kartu nama, mengeja nomor yang tertera di sana dan untuk pertama kalinya, ia menghubungi nomor itu. Mungkin Hei Yanjing sedang sibuk mengantar penumpang tapi ia tetap mencoba. Ada nada sambung yang monoton dan berakhir tanpa jawaban. Xiao Hua menghela napas, memeriksa nomor sekali lagi. Dia yakin sudah menekan nomor yang benar. Dia menelepon sekali lagi dan tetap tidak ada jawaban.
Mungkin dia sedang sibuk, pikirnya dengan wajah muram.
Biasanya dia selalu muncul secara tiba-tiba bahkan di saat yang tidak diharapkan. Namun seharian ini ia tidak tampak batang hidungnya. Bayangan awan kelabu memantul di kaca depan mobil saat Xiao Hua menatap kosong pada keramaian jalan. Setiap kali melihat taksi melintas, ia bertanya dalam hati apakah Hei Yanjing berada di dalamnya.
Sore hari ketika dia kembali ke apartemen dengan tubuh lelah dan wajah tak karuan, Xiao Hua mencoba menelepon Hei Yanjing lagi. Lebih buruk dari sebelumnya, nomor itu kini tidak aktif. Ini sangat aneh. Tangannya yang memegang ponsel jatuh lunglai di samping tubuhnya.
Hei Ye ... di mana kau?
Rasanya akan cukup sulit melewati satu malam lagi dalam apartemennya dengan ketakutan akan ilusi Huo Dofu yang menghantui ke mana ia pergi.
=====
Di sebuah jalan setapak sekitar tiga kilometer ke arah Timur Laut dari Wisma Heaven, seorang remaja laki-laki mengayuh sepedanya dengan earphones terpasang di telinga. Dia melakukan rutinitas bersepeda di sore hari setiap hari, melewati jalur setapak sepanjang tepian anak sungai, kebun, dan hutan pinus. Jalur naik turun dan berkelok menjadi tantangan tersendiri.
Remaja laki-laki itu bersenandung mengikuti irama lagu ketika dia mengurangi kecepatan dan menyusuri makadam yang tidak rata. Di sisi kanannya adalah tanah kosong dengan sedikit pepohonan dan ditumbuhi alang-alang. Dia melihat sesuatu yang sedikit ganjil dan tidak biasa dia lihat selama ia bersepeda di jalur ini. Di bawah sebuah pohon, ia melihat satu unit taksi terparkir. Satu kaca spionnya terlihat retak karena menyerempet batang pohon. Posisi taksi sedikit miring, jelas tidak direncanakan untuk parkir dengan benar. Itu seperti terhenti karena menabrak pohon.
Remaja laki-laki itu penasaran dan menghentikan sepedanya. Turun, dia berjalan mendekati taksi misterius itu. Jauh di belakangnya dia melihat jalur selebar satu meter yang tampaknya dilalui taksi dengan cara brutal karena semak belukar di sekitarnya tampak berantakan. Siapa pun bisa menduga bahwa taksi ini mengambil jalur yang tidak seharusnya dilewati kendaraan roda empat. Anak laki-laki itu menebak bahwa supir taksi mungkin mengira ini adalah jalan pintas.
"Sir!" Dia membungkuk untuk mengintip ke balik kaca kemudi.
"Sir, kau salah jalur," katanya dengan sedikit lantang.
Tak ada reaksi. Dia mengamati sekali lagi, lalu melihat di balik kemudi seorang pria duduk dengan wajah jatuh ke atas roda kemudi.
"Hai, kau baik-baik saja?"
Ketukan di kaca makin keras. Penasaran, anak laki-laki itu mencoba membuka pintu kemudi.
Ajaib, itu tidak terkunci. Dengan tangan sedikit gemetaran, anak laki-laki itu menyentuh bahu si supir taksi. Jaket kulit hitam yang dikenakan pria itu terasa dingin. Mungkin sudah cukup lama dia terdampar di sini. Dia memanggilnya sekali lagi. Ketika masih tak ada gerakan, anak laki-laki itu mulai gelisah.
"Astaga, sepertinya supir malang ini pingsan dan butuh bantuan," ia bergumam pada diri sendiri.
Mundur, ia memutar tubuh untuk kembali ke sepedanya. Dia bermaksud memberitahu warga sekitar bahwa ada supir taksi tersesat di hutan. Namun belum sempat dia melangkah, sesuatu menahannya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro