Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 17

Xiao Hua tahu bahwa situasi ini tidak menguntungkan baginya. Huo Dofu terlihat tidak bercanda ketika dia mengatakannya. Akhirnya Xiao Hua menegakkan bahu, berusaha tampil senormal mungkin. Dia mengulurkan tangan kanannya yang ramping dan pucat.

"Apakah aku sudah pernah bilang bahwa kau memiliki tangan yang cukup indah untuk seorang petugas polisi?" tanya Huo Dofu, meraih jemari Xiao Hua yang terkulai lemas di atas meja.

"Ya," jawab Xiao Hua sebal.

"Aku yakin bagian tubuhmu yang lain pun sama pucat dan halus."

Sekali lagi Xiao Hua bergumam, "Ya."

"Wow," desis Huo Dofu sambil menatap ke ruang kosong. "Hanya bisa membayangkan itu."

Xiao Hua mengepalkan tangan kirinya dengan marah. Kalau saja dia tidak sungguh membutuhkan bantuannya, maka dia tidak akan pernah membiarkan bajingan ini mengejeknya terus menerus.

"Kau masih perjaka, kan, Detektif?"

Pertanyaan ini membuat Xiao Hua muak. Susah payah ia menahan diri agar tidak menamparnya. Selain itu dia bergidik ketika memikirkan konsekuensi yang akan terjadi.

"Itu tidak penting."

"Tapi itu yang pertama kali kupikirkan. Kau memang terlihat seperti pria yang tidak berpengalaman secara seksual," komentarnya tanpa malu-malu membuat Xiao Hua semakin tidak nyaman.

"Terserah," desisnya.

Huo Dofu menyeringai. Dia berhenti menggoda Xiao Hua dan seperti tengah memusatkan pikiran sambil menggenggam erat tangannya yang berkeringat dingin.

"Kau memikirkan seseorang," ujar Huo Dofu. "Dengan cara yang berbeda tentunya, dan aku tidak menyukai itu."

"Siapa yang kau maksud?"

"Tidak perlu berpura-pura. Sesosok bayangan hitam. Aah, sialan. Aku tidak bisa membacanya," ucapan Huo Dofu terdengar sedikit putus asa.

"Itu tidak benar," timpal Xiao Hua sambil memalingkan muka karena saat ini, dia hampir tidak punya keberanian untuk mengakuinya. Bukannya dia malu dengan hal-hal semacam itu hanya saja itu membuatnya merasa sangat rentan untuk berbagi hal-hal yang sangat pribadi dengan seorang psikopat yang tidak dikenal.

"Kau berbohong lagi. Aku tahu kau menyukai pria. Apakah perasaan itu suatu aib bagimu?"

Xiao Hua bisa merasakan panas yang menjalari tubuhnya karena kata-kata si penjahat.

"Dengar, Detektif. Ketika kau berbagi hal-hal yang memalukan dan pribadi dengan orang asing, ikatan kepercayaan secara otomatis tercipta," jelasnya. "Kau membiarkan aku membaca dirimu. Dan perlahan ikatan di antara kita terbentuk. Aku akan pastikan ini tidak akan pernah putus."

Xiao Hua mengangkat matanya untuk bertemu dengan mata penjahat yang tajam. Ikatan tidak akan pernah putus? Apa yang dia maksud dengan ini?

Dia menarik tangannya, sedikit merinding dan mulai mengatur degup jantungnya.

"Dokter, aku sudah melakukan semua sesuai kesepakatan. Sekarang kau harus melakukan hal yang sama," katanya.

"Oh ya, tentu saja."

Mengatakan ini, Huo Dofu mulai mencoret-coret lembaran kertas dengan menggunakan pensil. Yang membuat Xiao Hua takjub adalah bahwa Huo Dofu sama sekali tidak memandang pada kertas melainkan menatap kosong pada satu titik di dinding. Seolah-olah menerawang jauh. Dia melakukannya hingga selesai dan Xiao Hua menunggu dengan tegang hingga sentuhan terakhir.

Beberapa menit kemudian, Huo Dofu setengah melemparkan sketsa pada Xiao Hua.

"Di dalamnya terletak jawaban atas pertanyaanmu."

"Tunggu ... ini belum selesai. Kau harus menjelaskan sedikit dengan kata-katamu, tidak cukup dengan gambar yang aneh!" Xiao Hua memprotes setelah mengamati dua lembar sketsa jelek.

"Sesuai dengan analisis profilmu, Detektif. Pelaku adalah pria terhormat, memiliki status, dan berpikiran kuno. Kecintaan pada warna putih. Kesucian. Religius. Obsesi gila."

Huo Dofu berhenti sejenak. Menikmati ekspresi tegang Xiao Hua.

"Aku tidak bisa memastikan detail lokasinya. Tapi aku melihat gambaran sebuah bangunan megah dan kuno, dengan dua menara."

Huo Dofu tampak berkonsentrasi. Urat-urat di pelipisnya mendadak terlihat jelas.

"Lonceng besar," desisnya lagi. Dia menjeda sejenak. Xiao Hua menduga bahwa mengerahkan kekuatan semacam itu tampak menguras energi Huo Dofu.

"Barisan pria wanita berpakaian putih, dan sebuah lambang pentagram raksasa di lantai."

Xiao Hua mencatat detail berharga itu dalam otaknya yang cerdas.

"Teruskan ... "

Huo Dofu menghela napas panjang.

"Ada seorang pimpinan yang dihormati di sana. Mantan pemuka agama bernama Lima. Mereka menyebutnya Guru, dan ia memiliki seorang kaki tangan."

Sebelum Xiao Hua bahkan bisa membuka mulutnya, Huo Dofu mengangkat satu tangan seperti isyarat untuk berhenti. Titik-titik keringat muncul di lehernya.

"Sudah cukup, Detektif. Hanya itu yang bisa kukatakan padamu. Selebihnya, kau harus mencari sendiri."

Xiao Hua ternganga, menatap sang penjahat dengan sorot mata penuh harap. Tapi Huo Dofu tidak terpengaruh.

"Selamat berjuang, Detektif."

Meskipun dia sempat meragukan Huo Dofu, anehnya, sebagian dari dirinya tidak ingin menolak informasi ini. Untuk beberapa alasan aneh, dia benar-benar mulai mempercayainya. Dan dia tidak ingin kepercayaannya rusak. Benarkah sebegini mudahnya mencari psikopat yang bersembunyi dalam gelap? Betapa hebatnya kekuatan supranatural yang dimiliki Huo Dofu.

Benarkah dirinya sungguh percaya?

Xiao Hua teringat bagaimana dia membiarkan dirinya dipegang oleh pria berbahaya ini, dan Huo Dofu tidak melakukan apa pun untuk menyakitinya. Kecuali untuk menggosokkan jari-jarinya yang dingin dan kasar ke jari-jarinya yang sama dinginnya.

Seorang petugas memperingatkan mereka di pintu bahwa waktunya telah habis. Xiao Hua merasa belum yakin, tapi dia tidak bisa banyak berdebat lagi.

"Terima kasih," katanya dengan helaan napas berat. "Mungkin ini pertemuan kita yang terakhir. Jadi selamat tinggal."

Huo Dofu berdiri, membiarkan petugas memasang borgol di tangannya. Dia menggeleng seraya melemparkan tatapan aneh.
"Tidak, Detektif. Ini bukan yang terakhir. Jangan ucapkan selamat tinggal. Aku yakin kau akan kembali mencariku lagi."

Senyuman kejinya membuat Xiao Hua sekali lagi merinding.

Ketakutan membayangi dirinya. Dengan perasaan kacau, Xiao Hua melangkah keluar dari penjara, memegang potongan sketsa bodoh itu di tangannya. Huo Dofu bukan seniman yang baik, tidak diragukan lagi, tetapi saat ini dia tidak punya waktu dan energi untuk mengejek keterampilan menggambarnya. Dia berjalan kembali ke mobilnya. Duduk bersandar di balik kemudi, dengan cermat mengamati dua sketsa wajah. Pria pertama di sketsa itu memiliki alis lebat, janggut panjang, rambut disisir rapi ke belakang. Tidak ada gunanya menebak bahwa apakah dia menggunakan wig atau itu asli. Dia juga memiliki hidung tegas dan mata yang tajam. Matanya tampak jahat, seperti mata Huo Dofu.

Sketsa kedua menggambarkan seorang pria hampir seusia dirinya atau mungkin lebih sedikit. Dia mengernyitkan kening, mencoba mengingat di mana ia pernah melihat wajah itu. Sayangnya, coretan sketsa terlalu kasar.

"Kuharap bajingan ini tidak sedang mempermainkanku," bisiknya pada diri sendiri.

Sangat tidak adil bahwa dia berhasil mengejek dan mempermainkan emosinya, dan dia hanya melemparkan sketsa aneh padanya sebagai balasannya. Tapi bisakah dia mengharapkan keadilan dari seorang psikopat?

Xiao Hua mengingat kembali detail tempat yang disebutkan Huo Dofu. Mungkin bajingan itu ingin dia mengunjungi tempat khusus ini dan menemukan jawabannya.

Dia segera menelepon seseorang dan berkata dengan suara tergetar.

"Halo, Jiang Han .... "

*****

Hershey Coffee, 03.00 PM

Menunggu rekannya tiba di tempat yang telah ditentukan, Xiao Hua merasakan adrenalin mengalir ke setiap syaraf. Dia terdiam, menilai sketsa di tangannya, sekali lagi berusaha mengingat di mana ia pernah melihat wajah-wajah ini. Namun ia gagal menemukan seseorang yang cocok. Menghela napas berulangkali, tiba-tiba ketegangan yang selama beberapa hari mencengkram dadanya terasa mereda. Dia telah menyempatkan waktu untuk menanggapi omong kosong sialan Huo Dofu dan gerak-geriknya yang menjengkelkan. Jika pelaku benar-benar bisa ditangkap, setidaknya semua kekonyolan itu berguna.

Pelayan tiba menyajikan secangkir kopi pesanannya, dan Xiao Hua segera menyesapnya perlahan-lahan. Macchiato tidak pernah benar-benar panas. Jadi ia bisa menikmati rasanya dengan cepat.

Kau butuh kopi yang lebih pahit, Detektif ....

Kata-kata Huo Dofu terdengar begitu jelas menggema dalam kepalanya, hingga membuat gerakan tangannya terhenti sesaat. Dia menatap minumannya, merasakan sensasi yang aneh. Entah mengapa ia mengingat pria bajingan itu. Jemarinya tergetar dan ia meletakkan cangkir kopinya dengan bunyi denting keras.

"Kapten," Xiao Hua nyaris tidak menyadari rekannya telah datang. Jiang Han menghampirinya, menarik kursi penuh semangat.

"Aku nyaris tidak percaya dengan informasi yang kau dapatkan," katanya.

"Bajingan itu benar-benar membuat sketsa?"

Xiao Hua menyerahkan dua lembar kertas di tangannya pada Jiang Han.

"Astaga, jelek sekali," ia berkomentar, tapi matanya berbinar.

"Dia psikopat, bukan seniman," celetuk Xiao Hua, malas.

"Tidak apa. Aku masih bisa menggunakan ini untuk menentukan daftar pencarian orang."

"Salah satu dari sketsa itu sudah jelas identitasnya," kata Xiao Hua.

"Benarkah? Demi sialan, apa yang kau lakukan pada bajingan itu hingga dia bersedia membantu kita?"

Xiao Hua mengibaskan tangan. "Jangan dipikirkan. Kita belum tahu dia berbohong atau tidak."

"Hmmm, oke! Lebih cepat kita bergerak, akan lebih baik. Siapa orang-orang ini?"

"Salah satunya cocok dengan analisa profil yang aku buat. Dia seorang mantan pemuka agama bernama Lima. Sedangkan sketsa wajah yang satunya adalah seorang kaki tangan."

Secara singkat Xiao Hua mengulangi apa yang telah dijelaskan Huo Dofu beberapa waktu lalu. Selama itu, ekspresi Jiang Han tampak terpesona dan bahasa tubuhnya semakin terlihat bersemangat.

"Aku akan menemukan cara untuk meyakinkan Pimpinan Wei," tegas Jiang Han, mengambil dua lembar sketsa itu dan menyimpannya dengan hati-hati.

"Aku akan melakukan pencocokan dengan data basis. Jika ada informasi penting, kau orang pertama yang akan kuhubungi."

Xiao Hua mengangguk.

"Terima kasih, Kapten. Usahamu bukan main. Akan kupastikan sanksi skorsingmu dicabut dalam waktu dekat."

"Baiklah. Mari kita lihat usahamu," Xiao Hua mencibir tipis, nyaris skeptis.

"Bagaimanapun Pimpinan Wei menyayangimu."

"Pemilihan kata yang buruk," desis Xiao Hua.

Jiang Han tertawa singkat sebelum menyudahi pertemuan mereka.

"Aku harus kembali ke markas. Sampai nanti, Kapten."

*****

Ketika Xiao Hua mengemudi kembali ke apartemennya menjelang sore, pikirannya tidak juga tenang dan jernih. Satu tugasnya telah selesai dan kini ia masih harus menunggu isyarat dari Jiang Han. Ketegangan belum mereda. Bahkan sesungguhnya, itu mungkin baru saja dimulai. Proses penangkapan tersangka kasus kejahatan berat terkadang tidak selalu sederhana. Terlebih jika publik tahu dia mendapatkan petunjuk dengan cara di luar sistem yang telah ditentukan.

Tiba di pelataran parkir. Xiao Hua duduk santai sejenak di kursi kemudi, mengawasi situasi sekelilingnya. Entah mengapa bayangan Hei Yanjing tiba-tiba menghantui ingatannya. Pria hitam itu tidak menunjukkan diri sepanjang hari, dan mungkin untuk hari-hari ke depan. Dia menanggapi perkataannya malam itu dengan sangat serius, dan benar-benar menjauh dari dirinya. Xiao Hua sempat berpikir untuk membicarakan perkembangan kasusnya pada Hei Yanjing tapi dia menyadari bahwa Hei Yanjing sesungguhnya tidak ada kaitan dengan semua ini. Dia hanya seorang warga biasa. Supir taksi yang terlalu banyak ingin tahu. Yang tanpa alasan jelas, berusaha dengan begitu gigih untuk berteman dengannya.

Mendorong pintu, Xiao Hua melangkah keluar ke udara sore yang sejuk. Langit berawan dan hujan mungkin akan turun. Xiao Hua mengawasi kendaraan yang berlalu lalang sekali lagi, tapi tidak melihat taksi Hei Yanjing. Mengapa dia harus mengharapkan kehadiran pria penggoda itu?

Xiao Hua menggelengkan kepala. Tidak paham dengan emosinya sendiri. Angin sore menghembus wajah dan tubuhnya, terasa lebih dingin dari biasanya. Beberapa helai daun kering terseret-seret, menyentuh sepatunya dan ia menginjak-injaknya dengan penuh perasaan gelisah.

Setidaknya dia bisa lega karena penjahat yang dilukis oleh Huo Dofu adalah orang lain. Xiao Hua tidak pernah seratus persen percaya pada seseorang, dan ia sempat menduga di awal bahwa Hei Yanjing adalah sosok penuh misteri yang menyiratkan bahwa dia bisa saja pelaku kejahatan. Setidaknya sekarang dia bersih dari prasangka buruknya yang tak berkesudahan. Dia akan mengeluarkan beban yang ada di hatinya. Ini rasanya sangat aneh.

Pemandangan matahari terbenam tampak lebih indah dari ketinggian. Xiao Hua berdiri di jendela kaca menatap bola merah raksasa yang bergulir ke barat, sembunyi di balik gedung-gedung tinggi. Dia menyeduh satu cangkir kopi lagi, seakan-akan satu cangkir di Hershey tidak cukup meredakan kecemasannya. Bayangan Huo Dofu yang menyeringai, dan wajah Hei Yanjing yang penuh peringatan silih berganti memenuhi kepalanya.
Apa yang direncanakan bajingan itu setelah semua ini selesai? Apakah dia akan memeras dirinya? Xiao Hua tahu bahwa penjahat dan polisi tidak bisa sepakat. Masing-masing dari mereka memiliki prasangka buruk. Xiao Hua bahkan yakin bahwa Huo Dofu tahu ia membawa pistol di balik baju.

Ketika langit mulai gelap sepenuhnya, Xiao Hua duduk di sofa. Ponselnya berbunyi saat dia baru saja meletakkan cangkir di atas meja. Jiang Han menelepon.

"Halo?"

"Kapten .... "

Nada suara Jiang Han yang serius membuat Xiao Hua menahan napas.

"Katakan ada informasi apa?"

"Kami sudah mencocokkan sketsa wajah yang kau berikan. Satu dari mereka memang Profesor Lima. Dia memiliki wisma besar bernama Heaven yang dikabarkan adalah tempat orang-orang yang bermasalah. Singkatnya, Heaven merupakan tempat rehabilitasi."

"Itu mengejutkan," desah Xiao Hua.

"Reputasinya bersih. Kita harus menyelidiki langsung ke sana. Untuk itu harus menyiapkan surat izin."

Xiao Hua sudah menduganya.

"Lalu bagaimana dengan sketsa lainnya?"

Kebisuan Jiang Han yang singkat membuat Xiao Hua gelisah. Dia menunggu sekian detik dengan tidak sabar.

"Sketsa lainnya agak mengejutkan. Pria dalam gambar yang kau sebut kaki tangan, itu sesuai dengan sosok pria yang ditemukan tewas di jalan kecil dan gelap di Xian Road. Kau ingat insiden itu, bukan?"

Telapak tangan Xiao Hua mulai berkeringat dingin.

"Polisi belum menemukan pelakunya sampai sekarang. Kasus itu minim petunjuk. Gu Zi Qing yang menjadi saksi malam itu menyatakan tidak ingat apa-apa, dan satu gadis yang diduga nyaris jadi korban penculikan pun mengatakan hal yang sama. Semuanya gelap dan buntu, seakan-akan itu adalah tindak kejahatan sempurna."

Pembicaraan singkat dengan Gu Zi Qing di restoran tergambar kembali dengan jelas dalam ingatan, juga kata-kata gadis itu saat ia gelisah dan menghindari Hei Yanjing.

Melihat pria hitam itu membuatku gelisah dan takut. Ketakutan yang muncul tanpa alasan. Apa kau tidak merasakannya?

Tiba-tiba Xiao Hua merasakan dadanya berat dan sesak. Sepertinya dia tidak bisa begitu saja menghapus Hei Yanjing dari daftar orang mencurigakan. Entah bagaimana, Gu Zixing sepertinya mengetahui sesuatu tentang si pria hitam. Hanya saja ia tak bisa mengatakannya. Diam-diam, Xiao Hua merasakan sebersit perasaan kecewa.

Apakah sebenarnya Hei Yanjing terlibat dalam rangkaian tindak kejahatan ini? Jika ya, di pihak siapa dia?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro