Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

08. Medan disenja hari

Makasih udah mau nunggu demi sayah apdet, percayalah ketika tidak ada mood semua tidak akan tertulis wkwk.. So.. Enjoy this part ʕ•ﻌ•ʔ

Vote nya tolong diberikan dahulu..

..........

Pagi hari tepat dimana matahari menujukkan sinarnya dengan bangga dan menyinari kehidupan manusia serta makhluk-makhluk ciptaan-NYA. Tetapi pagi hari Mahes kali ini berbeda karena sudah diawali dengan teriakkan membahana Gayatri yang membuat Mahes sedikit jengah.

"Pak ... Pak'e, Pak!" teriak Gayatri dengan lantang.

"Bapaknya ke masjid bu!" balas Mahes tak kalah lantang.

"Yaudah kamu kesini sebentar coba!"

"Hah? Ada apaan si emang bu?!"

"CEPAT!"

Mahes berlari dengan sigap ketika sang ibu menyuruhnya dengan segera mendatanginya. Mungkin ada sesuatu yang penting yang ibunya butuhkan.

"Iya kenapa kenapa?" tanya Mahes masih terengah-engah sehabis berlari.

"Itu liat gak kamu ada apaan tuh?!" unjuk Gayatri pada sebuah sudut yang teryata terdapat sebuah mahkluk kecil coklat yang tengah mengepakkan sayapnya, ya.. Itu seekor kecoak.

"Astagfirullah Bu ... kecoak beginian aja kok takut sih?"

"Kamu berani memang?" tanya Gayatri kesal, Mahes seakan meremehkannya.

"Ya ... enggak juga sih hehe."

"KAN! Kamu juga takut! Ihhh geli." Gayatri mengambil tampah untuk tameng pencegahan jikalau kecoak itu terbang.

"Kan, enggak juga, bukan berarti Mini takut bu, cuma menghindari aja."

"Yaudah terserah kamu! Pokoknya hilangin mahkluk itu sekarang!" perintah Gayatri adalah perintah mutlak yang tak akan mungkin Mahes tolak.

Mahes menarik nafas dalam. Ia mengambil sebuah plastik hitam dan membaliknya serta memakaikannya ke tangan kanan miliknya. Berbekal doa dan mantra yang ia ucapkan asal, Mahes mulai menangkap kecoak kecil itu dengan tangan yang dilapisi penuh oleh plastik.

Setelah kecoak laknat itu tertangkap, Mahes membalik plastik dan mengikat plastik kecoak itu dengan simpul mati sehingga mahluk mengganggu itu tidak keluar.

"Wih ... hebat juga anak ibu satu ini! Padahal belum lama ini kamu demam ketakutan karena dihinggapi kecoak saat tidur," ucap Gayatri horror yang langsung membuat Mahes bergidig ngeri.

"Jadi aku meriang gara-gara kecoak ya? Kecoak laknat! Kusumpahin nggak dapet anak sampe keturunan ketujuh!" batin Mahes kesal.

"Iyalah, Rukmini gitu loh," ucap mahes bangga dengan plastik kecoak masih tergenggam erat di tangan kanannya.

"YAUDAH BUANG SANA! Bikin geli aja masih dipeganggin! Jangan lupa cuci tangannya!"

"Iya bu iya ...."

Mahes meninggalkan area dapur dan segera menuju halaman untuk membuang makhluk ini ke tempat sampah besar yang terletak di depan rumahnya.

Ketika sampai di depan halaman rumahnya ia segera membuka tutup tempat sampah besar itu dan terkejut ketika melihat Pierre berlari dan segera melambat melihat kehadirannya.

"Pagi ... Rukmini ...." sapaan Pierre yang entah kenapa terasa aneh dan membuat jantung Mahes berdebar.

"Pagi," jawab Mahes singkat.

"Kau baik-baik saja?" tanya Pierre khawatir melihat Mahes yang ceria mendadak hampir membisu.

"Umm ... iya aku baik-baik saja, hanya sedikit canggung atas kejadian di pohon mangga kemarin hehe ... tapi aku baik," jawab Mahes.

Pierre mengangguk paham,
"Kau sedang apa? Membuang sesuatu?"

"Oh ini ... hanya membuang kehidupan seekor kecoak kecil yang mengganggu," ucap Mahes enteng dan segera mencuci tangannya.

"K-kau berani? Pada kecoak?"

"Memangnya kenapa?" tanya Mahes bingung.

"Tak apa, baru kali ini aku menemukan perempuan yang berani membasmi kecoak sekejam dirimu," ujar Pierre takjub.

Mahes tertawa kecil.
"Berapa banyak hal yang pertama kamu lihat dalam diriku, hm?"

"Entahlah, banyak sekali hal yang berbeda dari dirimu dan perempuan di luar sana," balas Pierre dengan mengendikkan bahunya pelan.

"Bagus atau buruk?"

"Tentu saja bagus, aku menyukai perbedaan, kau lihat bukan? Aku setengah Prancis dan Minahasa, tentu aku berbeda dari temanku yang lain. Dan ... menurutku perbedaan itu indah," kata Pierre meninggalkan sebuah simpul senyuman manis pada Mahes.

Mahes ikut tersenyum, jiwa toleransi yang besar jelas ada dalam tubuh pria dihadapannya ini.

"Kau tak lanjut lari?" tanya Mahes melihat Pierre yang terpaku menatapnya lembut membuat Mahes salah tingkah.

"Rasanya aku hanya ingin disini menatapmu lebih lama ...."

Jantung Mahes berdegup jauh lebih cepat dari sebelumnya, dan jangan lupakan pipinya yang memerah. Kenapa pria ini selalu berhasil membuatnya menunduk malu dan berdebar layaknya maling ayam?

"A-apa yang kau bicarakan ini? Kau membuatku seakan aku adalah bahan pertunjukkan," elak Mahes pelan dengan senyum malu.

"Sebenarnya, ada yang ingin aku bicarakan padamu, dapatkah kita bertemu nanti sore?" tanya Pierre, seketika raut wajahnya berubah serius ketika mengatakan hal itu.

"Aku tak tahu mungkin aku ...."

"Kumohon," pinta Pierre menyela Mahes.

"Baiklah, aku akan coba meluangkan waktu." Mahes pasrah dengan wajah Pierre yang memelas dan memohon padanya, sepenting itukah hal yang ingin ia bicarakan?

"Terima kasih! Akan aku tunggu di rumah Togar pukul 4 ya?"

Mahes hanya mengangguk pelan dan segera berlari memasuki rumah dengan tangan yang berada di dadanya mencoba untuk menenangkan hati yang masih berdebar.

.oo0oo.

Mahes memakai baju berwarna ungu muda yang selaras dengan celananya yang berwarna sama. Ia menggerai rambutnya,  mengambil sebuah kacamata dan menyelipkan kacamata tersebut di kantong celananya.

Ia mematutkan diri lagi di depan cermin, memastikan jika ia sudah rapih dan cantik sebelum bertemu dengan lelaki idamannya. Ia menyemprotkan parfum beraroma mawar ke daerah pergelangan tangan dan lehernya.

Setelah memakai sepatu ceper hitam yang di zaman Mahes bernama flat shoes, ia telah siap, ia menghembuskan nafas untuk menenangkan dirinya serta detak jantungnya.

Sebelumnya ia memang sudah izin kepada kedua orang tuanya untuk pergi sore ini dengan Pierre, awalnya ia mendapat penolakan dari sang ayah dan ibunda, setelah memohon dengan keras, akhirnya ia diberikan izin untuk pergi bersama Pierre, dan disinilah ia, tengah bersalaman dengan ibu dan ayahnya.

"Alon-alon yo nduk," ucap Gayatri pelan.

Hendro tak mengucapkan apapun saat Mahes menyalaminya, ia hanya melirik Mahes sedikit dan kembali membuang muka. Lelaki dan ego nya.

Setelah berpamitan, Mahes pergi dan berjalan dengan santai melewati perkebunan pala yany rindang dan sejuk, hingga ia sampai ke hadapan rumah Togar.

"Permisi," sapa Mahes pelan.

Tak lama keluarlah Togar dari pekarangan rumah.

"Eh Rukmini ... sudah siap? Kalian mau berkencan bukan?" tanya Togar penuh senyum goda pada Mahes.

Mahes kesal dan memukul lengan Togar, kemudian mereka tertawa karena candaan yang dibuat oleh Togar, tawa pun berlanjut hingga tak mereka sadari, Pierre sudah berdiri tepat di hadapan mereka.

"Nah ini dia mempelai prianya, silahkan di sapa," kata Togar lagi.

Mahes memberikan tatapan membunuh pada Togar dan senyuman manis pada Pierre, sungguh perbedaan perlakuan terlihat jelas disini.

"Kau sudah siap?" tanya Pierre padanya.

"Tentu ... apa yang mau kau bicarakan?"

"Sesuatu yang lumayan penting, tapi tak disini," balas Pierre misterius.

"Memangnya mau dimana?" tanya Mahes bingung.

"Ayo ikut saja denganku!" ajak Pierre segera menarik lengan Mahes pelan, ini pertama kalinya mereka bersentuhan tangan.

"Tolong jemput kami pukul 5 nanti ya!" teriak Pierre pada Togar yang mengangguk mantap.

"Nikmati waktu kalian berdua!" goda Togar terakhir kalinya sebelum mereka pergi.

Pierre mengeluarkan sebuah motor dari garasi rumah Togar, ia menuntun motor tersebut dengan pelan dan senyuman pada Mahes yang terpaku malu.

"Ayo naik," ajak Pierre pada Mahes.

Mahes hanya dapat mengangguk pelan dan segera menaiki motor tersebut.

Dimulailah perjalanan mereka sore itu tanpa Mahes ketahui tujuan mereka akan kemana, ia masih menjaga jarak dengan pria dihadapannya.

"Pegangan tidak yaaa? Liat gak sih punggung dia? Pelukable bangettt aduh Gusti ... tolong hamba." batin Mahes.

"Berpeganganlah padaku Mini!" pinta Pierre sedikit kencang.

"Tapi--"

"Ya sudah, jangan salahkan aku jika kau terjungkal ya?"

Pierre mulai memacu motor lebih cepat dan lebih cepat, sehingga membuat Mahes hampir terjatuh dan otomatis memeluk Pierre dari belakang dengan erat serta tak lupa teriakkan kesal ia berikan.

"Yak ... kau ini! Bagaimana jika aku jatuh nanti?!" bentak Mahes pada Pierre yang tengah tertawa bahagia.

"Jatuh ya sakitlah! Jatuh kok girang, situ waras?" Pierre menggoda Mahes dengan mengatakan hal yang sama persis dengan yang pernah ia katakan.

Mahes tertegun, Pria ini memiliki ingatan yang sangat baik, buktinya ia dapat mengingat perkataan Mahes tempo hari dengan sangat tepat. Ia mengeratkan pelukannya pada Pierre ketika pria itu mulai memacu motor lebih cepat.

Ia dapat mencium dengan jelas aroma maskulin yang keluar dari tubuh pria ini, sangat harum hingga tak sadar Mahes mulai meletakkan kepalanya di tengkuk belakang Pierre dan tersenyum nyaman.

Pemandangan tanaman dan pohon-pohon sore hari membuat berkendara Pierre semakin indah, ia dapat merasakan deru nafas Mahes di bagian belakang lehernya membuatnya sedikit gugup tapi senang.

Dan berlanjutlah perjalanan kedua pemuda-pemudi yang tengah dimabuk asmara ini dengan jantung yang sama-sama berdebar dan tak lupa senyuman mengembang diantara keduanya. Semakin menambah keindahan Kota Medan disenja hari.

Berlanjut...

.oo0oo.

Maaf untuk keterlambatan update, sayah tidak ada ada mood menulis karena ini adalah tanggal dimana bulan datang kepada sayah wkwk (cuma cewe yang paham) dan sayah tak dapat Ramadhan pertama:", maap juga terlalu banyak celoteh.. Dan.. Karena masih tanggal 4, jadi.. SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONALL!!🎉

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro