4th Notes
Aku melihatnya. Lagi.
Dari dekat.
Saat melihatnya, dia terlihat begitu segar dan muda, membuat jiwaku memberontak. Hal itu menjadikan debaran jantungku selama berhari-hari ini semakin tak menentu. Tatapan mataku tidak bisa lepas darinya, meski hanya bisa memandanginya dari jauh.
Aku tidak tahu perasaan apa ini, namun aku sangat menikmatinya. Dia akan menjadi mainanku yang paling menyenangkan, sebelum akhirnya mengakhiri semuanya.
Dia sangat indah.
Dan sangat sempurna.
βββ¦ββγ
Detektif Zhang Qiling sudah ratusan kali menerima laporan tentang penemuan mayat selama sepuluh tahun kariernya di kepolisian. Biasanya dia tahu segalanya setelah melihat dan memeriksa sekilas. Ketika yang lain masih samar-samar, tetapi untuknya tidak sama sekali.
Saat salah seorang opsir petugas menerima panggilan telepon panik dari seorang wanita tua, Zhang Qiling segera menderu ke rumah tempat lokasi penemuan kerangka. Dia ingin tahu seperti apa kerangka itu dan sejauh mana pemilik rumah mengetahui tentang ini.
Dia turun dari mobil polisi. Wajahnya yang tampan tidak dalam mode ramah sama sekali. Garis bibirnya sangat tipis dan serius, memungkinkan seringai paling sinis terwujud di sana. Mata gelapnya menatap rumah molek di depannya dalam diam dan berkata pada seorang petugas yang kini berdiri di sampingnya.
"Hmm, jadi di salah satu rumah indah ini, kerangka itu ditemukan," ia bergumam dengan suara yang dalam. Nadanya penuh ironi.
"Ya, Pak. Penghuni rumah menemukannya di halaman," petugas itu menimpali.
"Baiklah, mari kita lihat. Apakah ini akan menjadi penemuan yang menggemparkan atau hanya kuburan biasa yang terlupakan."
Detektif Zhang Qiling melangkah lebar-lebar menyebrangi halaman berumput. Beberapa kuntum magnolia berserakan di bawah sepatunya sewaktu ia melintas dekat pohon-pohon bunga.
Rumah yang molek dan memberi kesan damai, demikian yang dirasakan Zhang Qiling saat memasuki halaman, suasana yang hening dan tenang. Ketika ia melihat ke teras, seorang pemuda tampan dan seorang wanita tua duduk lemas di kursi. Sungguh pasangan yang tidak serasi, pikirnya sambil meneliti wajah pemuda tampan pucat yang termangu di tempatnya.
"Keindahan, kenyamanan, suasana yang tenang. Tapi saat ada kerangka ditemukan di halaman rumah, bagaimana tempat ini akan disebut sempurna?" Zhang Qiling bicara dengan gaya yang tenang, menghampiri Wu Xie di teras.
Begitu banyak bayangan hitam di rumput, dari pohon dan manusia. Kali ini ada sosok hitam lain. Wu Xie mengangkat pandangan, mengawasi detektif polisi yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, terpaksa memasuki rumah peristirahatan yang indah, justru untuk menyelidiki penemuan yang paling buruk.
Astaga, bagaimana tanggapan paman kedua tentang kejadian ini?
Ketika melihatnya, Wu Xie mendapati figur gagah dan sempurna untuk menjadi seorang petugas polisi dalam mantel hitam panjang dan celana bahan berwarna sama. Matanya lebih gelap dari bayangan hitam yang ia lihat di sekitarnya, dan sangat waspada. Ketampanannya dingin dan mematahkan hati. Mungkin jika mereka berjumpa dalam suasana yang berbeda, Wu Xie akan mengaguminya. Namun saat ini hanya ada ketegangan dan kecemasan.
"Selamat siang, aku Detektif Zhang Qiling dari Kepolisian Magnolia State," Zhang Qiling berkata pada Wu Xie tanpa senyuman.
Wu Xie mengangguk, "Aku Wu Xie."
"Pemilik rumah?"
"Bukan. Rumah ini milik pamanku."
Diam-diam ia mengamati bahwa meskipun terlihat sederhana dan misterius, tapi sosok detektif Zhang Qiling tampak tak terlupakan. Ketenangan di wajahnya sama sekali tidak mengurangi aura mengintimidasi yang terpancar. Sepertinya dia cukup meyakinkan untuk diminta bantuan menangani masalah yang ia hadapi sekarang.
"Di mana kerangkanya?" Zhang Qiling tidak berbasa-basi lagi. Saat Wu Xie menunjuk ke arah lubang, dia segera meluncur ke tengah halaman untuk memeriksa penemuan mereka.
"Oh, astaga ini sangat buruk ... " ia bergumam, kedua alisnya bertaut. Ekspresinya menjadi lebih kaku dari sebelumnya.
Bersama dirinya dan seorang rekan, detektif membawa serta dua petugas forensik. Dia melambai ke arah mereka berdua untuk segera turun ke dalam lubang sedalam satu meter.
Para petugas memindahkan mayat, memeriksa dengan hati-hati. Plastik yang membungkus mayat itu sudah hancur di beberapa bagian. Beberapa bahan plastik tidak terurai di tanah.
Bahan plastik yang digunakan cukup tebal, memerlukan waktu yang sangat lama untuk membuatnya benar-benar rusak. Semua orang menunggu petugas memeriksa dengan hati-hati kerangka malang itu.
"Kami harus membawa kerangka ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut," seorang petugas berkata pada Zhang Qiling setelah ia cukup meneliti.
"Tentu. Kita memang harus membawanya. Aku ingin tahu, dalam pemeriksaan singkat, apa saja yang bisa kau simpulkan?"
Petugas menatap kerangka itu sekilas sebelum kembali menghadapkan wajah pada detektif. "Kerangka itu diperkirakan telah berusia lebih dari dua tahun, dan itu kerangka seorang laki-laki."
"Dua tahun?" Zhang Qiling menoleh pada Wu Xie dan Nyonya Lan. Kedua orang itu balas menatap padanya dengan mata nanar.
"Kita harus menanyai pemilik rumah. Apakah ini hanya satu kuburan biasa yang terkubur akibat pembangunan, ataukah seseorang sengaja menguburnya di sini untuk menyembunyikan satu perbuatan jahat," ia berkata serius namun masih menunjukkan ketenangan di wajahnya.
"Maksud Anda? Apakah kemungkinan kerangka ini korban pembunuhan?"
tanya petugas lain.
"Kemungkinan selalu ada," ujar Zhang Qiling, kembali menoleh pada petugas forensik. "Apakah ada hal lain lagi yang kau temukan?"
"Plastik pembungkus melindungi sebagian kerangka, sisa pakaian masih melekat di sana, meskipun sudah compang-camping. Yang mengejutkan adalah di leher kerangka itu sehelai syal hitam terikat kuat, dan seperti bagian pakaian lain, syal itu sudah hancur sebagian."
"Syal hitam di leher?" Detektif Zhang Qiling mengelus dagu, memikirkan kemungkinan terburuk.
"Apakah kemungkinan besar korban dibunuh dengan cara dicekik oleh sesuatu?"
Petugas forensik mengangguk, sekilas wajahnya tidak yakin. "Butuh autopsi lebih lanjut. Dokter Huo akan menangani ini."
"Baiklah. Kita akan membawanya ke laboratorium kepolisian." Zhang Qiling sekali lagi menoleh pada Wu Xie, "Kalian bisa berangkat lebih dulu, aku harus bicara dengan tuan tampan itu sebentar."
Wu Xie menyembunyikan tangannya di saku celana, sudah lama duduk di sana dengan gemetar. Merasakan angin lebih dingin di halaman, walaupun matahari bersinar cerah. Menyaksikan detektif itu mendatanginya, ia menatap kaku dengan gigi bergemeletuk gelisah.
"Tuan Wu Xie, boleh minta waktunya?"
Dari raut wajahnya, jelas Zhang Qiling tidak datang untuk pembicaraan yang tak berarti. Wu Xie menarik nafas panjang, sementara Nyonya Lan masih duduk tegang di sampingnya.
"Apa ini sangat serius?" bisik si wanita tua pada Wu Xie.
"Kelihatannya ya."
"Ah, bagaimana dengan mie pedas panjang umurku?"
"Lupakan sejenak. Tapi aku jelas sangat menginginkannya agar aku tidak berakhir tragis seperti kerangka itu."
Nyonya Lan bergidik sekilas mendengar ucapan Wu Xie.
"Boleh aku duduk di sini?" Zhang Qiling menunjuk pada kursi lain di depan Wu Xie.
"Ya tentu saja. Silakan."
Detektif Zhang Qiling menempatkan diri di kursi, untuk beberapa detik menatap dua orang itu dalam diam. Mata gelapnya menjadi lebih terang ketika matahari mulai menjatuhkan sinarnya di teras belakang, melahirkan pantulan cahaya.
"Sudah berapa lama Anda tinggal di sini?" Ia menujukan tatapan tajamnya pada Wu Xie dan sepertinya bertanya-tanya tentang sesuatu.
"Dua hari," ia menjawab cepat, menekan rasa gugup. Meskipun pemberani, tapi hal ini baru baginya. Bicara dengan polisi dalam situasi tersudut sama sekali tidak mudah.
"Apakah kau tidak mengetahui apa pun tentang penemuan ini?"
"Dalam dua hari? Tidak. Anda lihat sendiri kondisi kerangka itu," sahut Wu Xie cepat.
"Ah ya, tentu saja. Pertanyaan bodoh," Zhang Qiling tersenyum tipis lantas ia melirik pada Nyonya Lan.
"Anda?"
"Aku tetangganya," Nyonya Lan berkata tanpa ditanya, kepalanya menggeleng kuat-kuat.
"Aku sama sekali tidak ada hubungannya dengan penemuan ini."
"Sepertinya aku harus menyelidiki di file data basis kepolisian. Akan lebih jelas jika aku bisa bertemu dan bicara dengan pemilik rumah."
Wu Xie merasa sedikit tidak nyaman memikirkan bahwa polisi akan mendatangi paman kedua dan bertanya banyak hal mengerikan. Sepertinya cara yang bijaksana sekarang adalah menjelaskan pada Zhang Qiling tanpa menunggu lebih lama.
"Anda tidak perlu bertanya langsung pada pamanku. Aku akan melakukannya," Wu Xie menyuarakan keberaniannya.
Zhang Qiling mengangkat alis padanya. Menunggu ia melanjutkan.
"Paman menyewakan rumah ini beberapa tahun lalu dan dibiarkan kosong sampai aku datang kemari."
"Jadi paman Anda tidak mengetahui ada mayat terkubur di halaman?"
Wu Xie melayangkan tatapan aneh pada sang detektif, "Aku yakin dia tidak mengetahuinya. Coba Anda pikirkan, seberapa lama seseorang bisa tinggal berdampingan dengan mayat. Jika pamanku mengetahui fakta ini, dia tidak akan bisa hidup dengan nyaman dan tidak akan membiarkan aku menginap di rumah ini."
Masuk akal. Zhang Qiling mengangguk-angguk.
"Apakah Anda memang sengaja menggali di bawah pohon itu untuk menemukan sesuatu? Atau mungkin ada tujuan lain?"
Otak Wu Xie berputar cepat untuk menemukan sepotong kebohongan.
"Aku berniat membuat kolam kecil."
"Kolam?"
"Ya, kolam ikan. Tidak mungkin kolam renang, bukan? Halaman ini tidak cukup luas dan aku juga tidak bisa membiarkan para tetangga lansia mengintipku berenang dengan celana boxer."
" .... "
Zhang Qiling menatapnya terheran-heran. Tak lama kemudian ia menghela napas.
"Sejujurnya, kami juga harus menunggu laporan lebih lanjut tentang kerangka ini. Setelah informasi lengkap, mungkin kami bisa menyimpulkan sesuatu."
Dia bangkit dari duduknya, tersenyum tipis pada Wu Xie. "Cukup untuk hari ini. Mohon maaf, halaman Anda harus kami pasangi garis polisi untuk beberapa waktu. Penyelidikan akan dituntaskan secepatnya."
"Tentu saja. Aku harap semua segera bisa diselesaikan," Wu Xie ikut berdiri, mengangguk sopan pada si petugas.
Detektif Zhang Qiling berjalan ke luar halaman di mana mobil forensik sudah mulai bergerak lebih dulu. Sebelum dia mengucapkan kata terakhir pada Wu Xie, ia dikejutkan dengan kedatangan seorang wartawan. Seorang pria membawa kamera professional, id tergantung di dada, dan ledakan rasa ingin tahu di matanya, itu gangguan lain yang cukup serius yang harus dihadapi tuan rumah.
Zhang Qiling mengamati orang-orang satu persatu dan terbatuk kering.
"Siapa yang menghubungi wartawan?" ia bertanya tegas.
"Sepertinya tetangga seberang, aku melihat mereka mengintip," komentar Nyonya Lan, meringis canggung.
"Kupikir berita ini akan membantu pekerjaanku," wartawan itu menyela.
"Hmmm ... " Zhang Qiling menggelengkan kepala. Dia menatap pada Wu Xie, "Mungkin Anda tidak bisa tidur tenang untuk hari ini. Tapi Anda bisa memberi mereka peringatan jika merasa terganggu."
Merasa mual, tangan Wu Xie gemetar dalam saku celananya. Dia mengangguk samar pada detektif, melihat sekilas pada si wartawan. Dia yakin, dalam waktu singkat, wartawan akan berada di mana-mana, menjadikan rumahnya yang tenang menjadi berisik dan jadi pusat drama.
"Aku pergi dulu. Akan kuhubungi Anda jika kami sudah memperoleh informasi baru. Selamat siang."
Detektif Zhang Qiling berjalan melewati wartawan dengan tenang.
"Detektif," tiba-tiba Wu Xie memanggilnya kembali.
"Ya?"
"Uh, kupikir rumah ini sudah tidak nyaman bagiku. Apakah aku bisa mendapatkan penjagaan?"
"Maksudmu, aku perlu menempatkan seorang petugas polisi di sini?"
"Seperti itulah. Atau mungkin kau sendiri yang bersedia menjaga TKP."
Wu Xie menampilkan senyuman ragu-ragu sementara Zhang Qiling mengamati ekspresinya dengan teliti.
"Apa kau sangat ketakutan?" tanyanya.
Takut? Aku bahkan bicara dengan hantu, batinnya tersinggung.
"Tidak," jawab Wu Xie cepat.
"Aku hanya ingin memastikan polisi bisa datang kapan saja untuk bertindak jika ada sesuatu terjadi di sini."
Zhang Qiling mengangguk-angguk.
"Kau bisa hubungi aku."
"Itu yang kupikirkan. Nah, sekarang bolehkah aku meminta nomor ponselmu?"
"Hmmm, tentu."
Untuk pertama kalinya, Zhang Qiling menampilkan senyum bersahabat.
"Mungkin sewaktu-waktu aku akan menghubungimu," ujar Wu Xie beberapa saat kemudian.
"Aku tahu," jawaban Zhang Qiling membuatnya mengernyitkan kening.
"Kau tahu?"
"Ya. Firasatku mengatakan kau menyembunyikan sesuatu dan mungkin terpikir untuk mengatakannya padaku. Aku akan menunggu."
"Woah, kau terlihat seperti detektif yang hebat."
"Terima kasih pujiannya. Tapi aku harus pergi. Sampai nanti."
Wu Xie menatap punggung sang detektif yang berlalu.
Ada perasaan sulit. Semua jenis dari emosi yang sulit dijelaskan.
Wu Xie melihat ke luar jendela dapur dan melihat beberapa wartawan berdiri mengamati halaman, memotret lubang galian, beberapa orang hanya duduk di sana di tepi teras.
Suasana tenang kini lenyap seketika, berganti kegaduhan dan banyak kesan ngeri. Dia hanya duduk di sana, di dekat jendela, mengawasi barisan pohon bunga di sisi taman, sikunya ditumpukan di pahanya dan dagunya ditopang di tangannya.
Astaga, apa yang terjadi di sini?
ia membatin gelisah.
Perasaannya semakin merasa tidak enak, hampir frustasi. Ini terlalu mengejutkan. Mungkin ia harus menghubungi paman kedua, ia membutuhkannya sebagai teman bicara.
Wu Xie beranjak dari dapur tepat ketika Nyonya Lan masuk dan membawa sesuatu yang bisa di makan.
"Mau dimsum ayam?" ia bertanya pada Wu Xie.
"Aku tidak lapar," Wu Xie sempat menjawab sambil berjalan ke ruangan tengah.
"Ini sudah hampir tengah hari. Aku membeli ini karena sudah kehilangan minat memasak mie."
"Kau bisa memakannya sendiri."
"Kau yakin? Rasanya cukup lezat."
Aroma dimsum dalam piring cukup menggoda, membuat Wu Xie bimbang sejenak.
"Uh, baiklah kalau kau memaksa."
Nyonya Lan terkekeh, meletakkan piring di atas meja ruang tamu dan duduk berhadapan dengan Wu Xie.
"Jika merasa terganggu, katakan pada para wartawan itu agar segera pergi dari rumahmu."
Wu Xie hanya menghela nafas, menatap kesibukan orang-orang di luar.
Sepasang burung merpati bertengger di dahan pohon. Wu Xie tidak menemukan sedikit pun ketenangan dari pemandangan itu. Semuanya menjadi hambar di siang hari ini, saat langit justru berkilau dalam gemerlap biru cerah.
Dia menggulir ponsel di tangan dan menghubungi paman kedua. Sebenarnya ia tidak ingin mengejutkannya dengan kabar tidak menyenangkan ini, tapi ia membutuhkan seseorang untuk berbagi.
"Ya, Wu Xie. Ada apa?" suara paman kedua serius seperti biasanya ketika menjawab telepon.
"Kau sedang senggang?" tanya Wu Xie, tidak berminat basa basi.
"Aku di restoran, ini jam makan siang, kau tahu."
Wu Xie meremas rambutnya, mengapa ia tidak mengingat detail penting ini.
"Ah ya, aku lupa. Maaf. Awalnya kukira aku bisa memintamu datang ke rumah peristirahatanmu."
Hening sejenak. "Aku sibuk. Ada masalah?" Paman Kedua berkata sesaat kemudian.
"Ya. Ada hal mengejutkan terjadi di sini." Kecemasan dalam suara Wu Xie terlalu samar untuk didengar, tapi telinga tua paman kedua menangkapnya, dan itu memberi firasat lain di hati.
"Ada apa sebenarnya? Kau terdengar gelisah."
Perasaan cemas menyelimutinya lagi, tetapi dia harus membaginya sekarang. Wu Xie menarik nafas dalam-dalam, suaranya berat dan rendah saat berkata, "Aku berniat menggali kolam ikan di halaman. Kau tahu apa yang aku temukan?"
Paman kedua tidak menjawab, menunggu Wu Xie meneruskan kalimatnya.
"Sebuah kerangka di temukan di lubang galian, di halaman rumahmu. Kau dengar itu? Sebuah kerangka!"
Ia menghela nafas lagi.
"Dan itu cukup mengerikan ... " desah Wu Xie, memejamkan matanya. Namun bayangan kerangka itu justru terlihat semakin jelas, menyeringai, menghantuinya.
"Apa? Kerangka?" Suara paman kedua menyembur dari seberang.
"Kau baru dua hari di sana dan sudah membuat onar! Apa itu ulahmu, bocah nakal ...?"
Astaga ...
Wu Xie memejamkan mata frustasi.
Dasar tua bangka menyebalkan!
Please vote and comment β€
BαΊ‘n Δang Δα»c truyα»n trΓͺn: Truyen247.Pro